Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi
Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60
tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999 dalam Wijayanti,
2008). Menurut WHO, batas usia untuk kategori lanjut usia berdasarkan tingkat
usia yaitu:
1.
2.
3.
4.

Usia pertengahan middleage 45-59 tahun,


Lanjut usia (lansia)elderly60-74 tahun,
Lansia tua old 75-90tahun,
Dan usia sangat tua veryold diatas 90 tahun
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) dalam Wijayanti

2008, terdapat tiga kelompok lansia yakni :


1. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua, antara
lain (Papalia dkk, 2001 dalam Wijayanti, 2008) :
1. Primary aging
Bahwa aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang
terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan).
2. Secondary Aging
Proses aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada tubuh
yang seringkali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan
dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang baik, menjaga
kebugaran fisik dll.
2.1.2

Kesehatan Lansia
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,
pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu (Prasetyo,1998 dalam Wijayanti 2008). Dengan demikian orang lanjut
usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran

fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi
darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan
mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa,
gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya
konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) dalam
Wijayanti (2008) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus
dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan,
gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang
menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi
psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak
seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang
cekatan.
Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan
akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah
perubahan kejiwaan dan fisik. Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul
adalah gangguan proses pikir yang ditandai dengan lupa, pikun, bingung, dan
curiga, dan gangguan perasaan ditandai dengan perasaan kelelahan, acuh tak
acuh, tersinggung, sedangkan gangguan fisik/somatik meliputi gangguan pola
tidur, gangguan makan dan minum, gangguan perilaku yang ditandai dengan
enggan berhubungan dengan orang lain, dan ketidakmampuan merawat diri
sendiri.
Badan manusia menua kurang lebih 1% setiap tahun. Meskipun orang yang
segar jasmaninya,akan menua pula. Untungnya orang-orang yang kesegaran
jasmaninya baik, proses menuanya lebih lambat. Bila seseorang menjadi lebih
segar jasmaninya,maka fungsi badannya akan lebih baik.(Sadoso S,1993 dalam
Sriwahyuniati, 2008). Proses menua adalah masalah yang akan selalu dihadapi
oleh semua manusia. Dalam tubuh terjadi perubahan- perubahan structural yang
merupakan proses degeneratif. Misalnya sel-sel mengecil atau menciut, jumlah sel
berkurang, terjadi perubahan isi atau komposisi sel, pembentukan jaringan ikat
baru meggantikan sel-sel yang menghilang atau mengecil dengan akibat timbulya
kemunduran fungsi organ tubuh

Menurut (Hardianto Wibowo, 2003 dalam Sriwahyuniati, 2008) secara


ringkas dapat dikatakan:
1. Kulit tubuh dapat menjadi lebih tipis, kering dan tidak elastis lagi.
2. Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering dantidak mengkilat.
3. Jumlah otot berkurang, ukuran juga mengecil, volume otot secara keseluruhan
menyusut dan fungsinya menurun.
4. Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran jantung mengecil,
kekuatan memompa darah berkurang.
5. Pembuluh darah mengalami kekakuan (Arteriosklerosis).
6. Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu getar saluran pemapasan,
alveolus menjadi kurang elastis.
7. Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).
8. Akibat degenerasi di persendian, permukaan tulang rawan menjadi kasar.
9. Karena proses degenerasi maka jumlah nefron (satuan fungsional di ginjal
yang bertugas membersihkan darah) menurun. Yang berakibat kemampuan
mengeluarkan sisa metabolisme melalui urin berkurang pula.
10. Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologik yang memang harus
dialami oleh semua makluk hidup.
Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena
diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas
fisik seseorang. Akibatnya kaum lansia menjadi kurang produktif, rentan terhadap
penyakit dan banyak bergantung pada orang lain. Dengan tetap bekerja dan
melakukan olahraga secara teratur dapat memperlambat proses kemunduran
dan penurunan kapasitas tersebut di atas. Karena bekerja maupun olahraga
pada dasarnya berkaitan dengan aktifitas sistem musculoskeletal (otot dan
tulang) serta sistem kardiopulmonal (jantung dan paru-paru) (Sriwahyuniati,
2008).
Kemunduran fungsi organ-organ akibat terjadinya proses penuaan terlihat pada:
1. Kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah)
a. Volume sekuncup menurun hingga menyebabkan terjadinya penurunan
isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output).
b. Elastisitas`pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah.
2. Respirasi
a. Elastisitas paru-paru menurun sehingga pernafasan harus bekerja lebih
keras dan kembang kempis paru tidak maksimal.
b. Kapiler paru-paru menurun sehingga ventilasi juga menurun.
3. Otot dan persendian
a. Jumlah motor unit menurun
b. Jumlah mitokondria menurun

c. Otot dan memudahkan terjadinya kelelahan, karena fungsi Mitokondria


adalah memproduksi adenosin triphospat (ATP).
d. Kekakuan jaringan otot dan persendian meningkat

sehingga

menyebabkan turunnya stabilitas dan mobilitas.


4. Tulang
a. Mineral tulang menurun sehingga terjadi osteoporosis dan akan
meningkatkan resiko patah tulang.
b. Kiposis
5. Peningkatan lemak tubuh.
Hal ini menyebabkan gerakan menjadi lamban dan peningkatan resiko
terserang penyakit.
2.2 Hipertensi
a.2.1 Definisi Hipertensi
Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High pressure VII, 2003; hipertensi adalah suatu keadaan
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu
tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90
mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur
paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang
dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik,
sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg
untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah prahipertensi
adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89
mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: Price, 2005).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi salah satu
faktor risiko langsung terhadap kejadian infark miokard atau serangan jantung
dan CVA (cerebrovascular accidents) atau yang dikenal dengan stroke.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung
umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas
tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan
tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistole lebih sering pada
dewasa muda.
a.2.2

Klasifikasi Hipertensi

Beberapa klasifikasi tentang hipertensi dari berbagai sudut pandang ahli


dikelompokkan menjadi bermacam-macam.
A. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya:
a. Hipertensi primer (esensial)
Sekitar 20% dari populasi dewasa mengalami hipertensi; lebih
dari 90% dari mereka mengalami hipertensi esensial (primer), yang
tidak mempunyai penyebab medis yang dapat dikenali. Pada suatu
ketika hipertensi timbul mendadak dan parah serta terjadi proses
malignan yang menyebabkan penyimpangan kondisi dengan cepat.
Gangguan emosional, obesitas, konsumsi alkohol berlebih, dan
stimulasi berlebihan dengan kopi, tembakau, dan obat-obat stimulator
memegang peranan dalam munculnya hipertensi. Hipertensi tipe ini
sangat bersifat familial dan menyerang lebih banyak wanita daripada
pria, tetapi pria Afrika-Amerika kurang mampu mentoleransi penyakit
ini (Baughman, 2000).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak diketahui. Bila
faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit
renovaskular adalah faktor penyebab paling umum. Kontrasepsi oral
telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang berhubungan
dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiotensin
II dan aldosteron. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipertensi jenis ini
adalah hipertensi yang diakibatkan karena gangguan fisiologis atau
penyakit dalam tubuh sebelumnya.
1. ISH (Isolated Systolic Hypertension),

IDH

(Isolated

Diastolic

Hypertension), SDH (Systolic Diastolic Hypertension)


Dewasa dan dewasa muda (<30 tahun) dengan peningkatan
tekanan darah dapat mengalami gangguan hemodinamik yaitu
peningkatan stroke volume, dimana PVR relatif normal. Dengan
menjaga kondisi fisiologis, ISH umumnya terbentuk dari hipertensi
yang diamati pada kaum muda. Sebaliknya, pada pertengahan usia
(30-50 tahun), cardiac output normal atau mengalami penurunan,
tetapi gangguan hemodinamik terlihat menonjol yang ditandai dengan
peningkatan PVR (Peripheral Vascular Resistance). Isolated diastolic
hypertension (IDH) or mixed (systolic/ diastolic) hypertension (SDH)
adalah bentuk utama dari hipertensi yang diamati pada individu. SDH
umumnya dilihat sebagai hipertensi esensial yang menetap. Pada

dewasa tua (>50 tahun), ISH adalah bentuk utama dari hipertensi.
Bagaimanapun juga, berbeda dengan kondisi pada individu yang lebih
muda, pengerasan pembuluh darah adalah penyebab gangguan
hemodinamik.
2. Isolated office (white-coat) hypertension
Isolated office (white-coat) hypertension adalah kondisi dimana
pasien dengan tekanan darah yang secara konsisten meningkat tetapi
normal pada lain waktu. Isolated office hypertension kira-kira diderita
oleh 10-15% pasien hipertensi. Tenaga kesehatan harus menentukan
tujuan untuk mengidentifikasi peningkatan tekanan darah yang terjadi
dengan menggunakan pengukuran di rumah. Ada juga dampak
potensial dari fenomena ini pada biaya pengobatan anti-hipertensi. Hal
ini

masih

diperdebatkan

apakah

Isolated

office

(white-coat)

hypertension adalah fenomena yang murni atau apakah itu membawa


peningkatan

risiko

kardiovaskular.

Keputusan

untuk

memulai

pengobatan harus berdasarkan faktor risiko keseluruhan pasien


individu dan adanya kerusakan organ target (Rahman., et. al, 2008).
B. Klasifikasi Hipertensi Menurut Tingginya Tekanan Darah:
Tabel 2.1 Perbedaan Klasifikasi Hipertensi versi JNC VII dan JNC VI
JNC 6

Nilai Tekanan Darah

JNC 7

Sistolik/Diastolik (mmHg)
Optimal

<120/80

Normal

120-129/80-84
130-139/85-89

Borderline
Hipertensi

140/90

Stage 1: hipertensi

140-159/90-99

Stage 2: hipertensi

160-179/100-109

Stage 3: hipertensi

180/110

Normal
Prehipertensi
Hipertensi
Stage 1: hipertensi
Stage 2: hipertensi

C. Klasifikasi Hipertensi Menurut Kelompok Umur:


Tabel 2.2 Hipertensi Menurut Kelompok Umur
Kelompok Usia

Normal (mmHg)

Hipertensi (mmHg)

Bayi

80/40

Normal

Anak usia 7-11 tahun

100/60

120/80

Remaja 12-17 tahun


Dewasa (20-45 tahun)
(45-65 tahun)
(>65 tahun)

115/70

130/80

120-125/75-80
135-140/85
150/85

135/90
140/90-160/95
160/95

D. Klasifikasi Hipertensi Menurut Perjalanan Penyakitnya:


Penggolongan hipertensi menurut perjalanan penyakitnya ini
dibagi menjadi dua, yakni :
1. Hipertensi Benigna, bila timbulnya kenaikan tekanan darah terjadi
secara berangsur,
2. Hipertensi Maligna, bila tekanan darah naik secara progresif dan
cepat dan biasanya disertai dengan banyak komplikasi seerti GGk,
CVA, hemoragi retina, dan ensefalopati (Tambayong, 2000).
E. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kegawatan :
1. Hipertensi Emergensi, jika TD diastolik >120 mmHg, disertai dengan
kerusakan organ target dan apabila ada keterlambatan dalam
penanganan dapat berakibat pada kematian,
2. Hipertensi Urgensi, jika TD Diastolik >120 mmHg dan tidak disertai
dengan tanpa kerusakan organ namun dalam penanganannya
tekanan darah harus diturunkan dalam 24 jam sejak onset.
F. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Bentuknya :
1. Hipertensi Diastolik
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya jenis
hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi Sistolik
Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik, umumnya
ditemukan pada usia lanjut.
3. Hipertensi campuran
Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu
kombinasi dari peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
(Gunawan, 2001)
a.2.3

Penyebab Hipertensi
Institut Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang

menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Sekitar 20% populasi


dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantaranya menderita
hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya (Smeltzer, 2002 & Rubenstein, 2007). Etiologinya mungkin

multifaktorial. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya bertambahnya


usia, obesitas, asupan alkohol berlebihan. Sedangkan hipertensi sekunder
bisa timbul akibat penyakit ginjal, penyakit endokrin (sindrom Cushing,
sindrom Conn, feokromoditoma, akromegali), pil kontrasepsi oral, eklampsia,
dan koaktasio aorta (Rubenstein, 2007).
A. Stenosis arteri ginjal
Stenosis arteri ginjal adalah suatu keadaan yang harus mendapat
perhatian khusus. Penyempitan arteri yang memasok darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal) menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Keadaan

ini

dapat

diperbaiki

dengan

pembedahan

atau

dilatasi

(melebarkan arteri).
B. Gagal ginjal
Penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan
darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini terutama
disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air
dalam tubuh. Apabila penderita menjalankan dialisis, penderita masih tetap
harus minum obat untuk menjaga tetap normal.
C. Kelebihan noradrenalin
Penyebab tekanan darah tinggi lainnya adalah gangguan kelenjar
adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai. Namun, bila ada kasus, termasuk
gangguan yang dapat disembuhkan. Kelenjar adrenal terdapat tepat di atas
tiap-tiap ginjal. Kelenjar adrenal mempunyai lapisan dalam dan luar yang
dapat mengeluarkan berbagai hormon ke dalam aliran darah. Bagian
dalam kelenjar disebut medula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon
yang dihasilkan sebagai rasa takut, marah, dan latihan. Adrenalin dapat
meningkatkan denyut jantung. Selain itu, medula juga menghasilkan
hormon noradrenalin yang juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat terlalu banyak noradrenalin
dapat dikendalikan dengan obat, tetapi untuk kesembuhannya diperlukan
tindakan bedah.
D. Sindroma cushing dan aldosteronisme
Sindrom ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini
sebagai akibat adanya tumor atau pertumbuhan yang berlebihan dari
lapisan luar kelenjar adrenal. Pada keadaan ini, dihasilkan hormon stres
lain yaitu kortisol atau hormon lain yang disebut aldosteron hormon yang
mengakibatkan ginjal menahan garam (atau sodium) dan melepaskan
kalium.
E. Alkohol

Hipertensi dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi


cenderung turun bila konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi.
F. Stres
Mungkin hanya sedikit orang yang tidak segera menghubungkan
hipertensi dengan stres. Namun, peranan stres sebagai faktor penyebab
hipertensi tidak diragukan lagi. Stres dapat meningkatkan tekanan darah
a.2.4

Faktor Resiko Hipertensi


Beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipertensi diantaranya:
A. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ini berkaitan dengan genetik. Tentu saja orang-orang
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi memiliki risiko dua kali
menderita hipertensi daripada orang-orang dengan riwayat keluarga tanpa
hipertensi. Penelitian lain menyebutkan jika seorang dari orang tua kita
memiliki

riwayat

hipertensi

maka

sepanjang

hidup

kita

memiliki

kemungkinan 25% terkena hipertensi ( Astawan,2002 )


B. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi
pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika
seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan
wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan
Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11%
pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria
dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada
pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta
didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).
C. Ras
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black
American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi dibandingkan
dengan ras kulit putih (Caucasian). Penelitian genetika menunjukkan
bahwa ras Afrika-Amerika cenderung sensitif terhadap natrium. Pada orang
yang peka terhadap kadar dalam tubuhnya, setengah sendok teh garam
dapat meningkatkan tekanan darah hingga 5 mmHg. Umumnya, hipertensi
menyerang mereka di usia muda. Oleh karena itu, mereka berisiko tinggi
terhadap penyakit ginjal, stroke, dan jantung. Namun, tentunya faktor
resiko lain juga dapat berperan seperti diet dan berat badan.
D. Kelebihan berat badan (overweight)
Diperkirakan faktor utama hubungan antara obesitas dan hipertensi
adalah diet, aktivitas sistem saraf simpatik, resistensi insulin, atau

hiperinsulinemia. Selain itu, dapat diterangkan pula bahwa pada individu


yang mengidap obesitas jumlah darah yang beredar akan meningkat
sehingga curah jantung akan naik, dan pada akhirnya mengakibatkan
naiknya tekanan darah. Menurunkan berat badan merupakan salah satu
yang terpenting dari modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan
darah. Praktisi kesehatan dan dietisian harus berkonsultasi membantu
pasien mengembangkan perencanaan penurunan berat badan (William,
Hopper, 2007). Kehilangan berat badan 5 kg dapat membuat perbedaan
penurunan tekanan darah.
E. Usia
Bagi kebanyakan orang, tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Bagi kaum pria, risiko ini cepat terjadi, yaitu saat usia
45-50 tahun. Karena adanya hormon penyebab menstruasi, risiko
hipertensi pada wanita dapat ditekan dan baru muncul 7-10 tahun setelah
menopause. Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko
hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang
mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada
yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri
koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).
F. Merokok
Kebiasaan merokok dapat menambah berat kerja jantung sehingga
mendorong naiknya tekanan darah. Merokok merupaka salah satu faktor
yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah
nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan
diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh
pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin
dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin
(Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 ).
G. Alkohol

Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol sehari dapat meningkatkan tekanan


darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan kegemukan dan
aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Akibatnya, mempercepat
timbulnya penyakit jantung yang lebih parah. Menurut AHA (American
Heart Association) mengklaim batasan jumlah alkohol yang dikonsumsi
untuk satu hari tidak lebih dari dua gelas sehari untuk pria dan satu gelas
per hari bagi wanita.
H. Diabetes dan kolesterol
Kedua penyakit ini dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dan
meningkatkan tekanan darah akibat dari gangguan regulasi hormon dan
I.

metabolik.
Sensitivitas terhadap natrium
Natrium (Na) atau yang biasa disebut juga sodium tidak hanya terdapat
pada garam dapur. Terdapat juga pada minuman bersoda, penyedap rasa
(vetsin), dan bahan pengawet pada produk makanan kaleng. Sensitivitas
terhadap sodium tidak sama untuk semua orang. Kurang lebih 30% orang
Amerika yang menderita hipertensi disebabkan oleh tingginya konsumsi
sodium. Oleh karena itu, dianjurkan bagi orang dewasa untuk membatasi
konsumsi sodium, yaitu tidak lebih 2.400 mg sehari atau setara dengan 5
gram (1 sendok teh) garam dapur. Terjadinya hipertensi karena konsumsi
Na juga mungkin dipengaruhi oleh genetik individu dan kerusakan
fisiologis. Individu yang peka terhadap hipertensi mempunyai risiko tinggi
jika mengkonsumsi Na berlebihan. Orang yang ginjalnya sudah tidak
berfungsi normal lebih peka terhadap hipertensi karena tidak dapat
mengatur kadar Na dalam tubuh. Dengan kata lain, Na tidak dapat
diekskresikan dalam jumlah normal oleh ginjal. Akibatnya, Na di dalam
tubuh dan volume intravaskuler meningkat sehingga terjadi hipertensi. Hal
ini biasanya umumnya terjadi pada manula (Julianti, 2007).
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi
yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka
sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan
dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000). Garam berhubungan erat
dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini

hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah.
Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi
presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan
meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004).
J. Aktivitas kurang gerak
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada
orang yang kurang aktvitas atau kurang gerak akan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus
bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri ( Amir,
2002 ).
K. Stress
Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan
darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan
dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota (Dunitz, 2001).
a.2.5

Patofisiologi Hipertensi
(Terlampir)

a.2.6

Manifestasi Klinis Hipertensi


Hipertensi primer sedang atau berat sebagian besar tanpa gejala

selama bertahun-tahun sehingga sering disebut dengan silent killer. Gejala


yang paling sering, sakit kepala, juga sangat spesifik. Sakit kepala
suboccipital, terjadi di awal pagi dan mereda pada siang hari, dikatakan
karakteristik, tetapi setiap jenis sakit kepala dapat terjadi. Hipertensi
dipercepat dikaitkan dengan mengantuk, kebingungan, gangguan penglihatan,
mual dan muntah (hipertensi ensefalopati). Selain gejala tersebut gejala
lainnya seperti pusing, kelelalahan atau jika hipertensi sudah berlangsung
hipertensi menahun akan muncul gejala mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan kabur. Tidak jarang pula, pasien sering mengalami penurunan
kesadaran/pingsan bahkan koma.
Hipertensi
pada
pasien

dengan

pheochromocytomas

yang

mengeluarkan dominasi norepinephrine biasanya dipertahankan tetapi

mungkin episodik. Serangan khas berlangsung dari menit sampai jam dan
berhubungan dengan sakit kepala, kecemasan, palpitasi, keringat banyak,
pucat, tremor, dan mual dan muntah. Tekanan darah meningkat, dan angina
atau edema paru akut dapat terjadi. Dalam aldosteronisme primer, pasien
mungkin memiliki kelemahan otot, poliuria, dan nokturia karena hipokalemia,
hipertensi maligna jarang terjadi. Hipertensi kronis sering menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri, yang mungkin berhubungan dengan diastolik atau,
dalam tahap akhir, disfungsi sistolik.
Penyebab keterlibatan serebral (1) stroke akibat trombosis atau (2)
perdarahan

kecil atau besar

dari microaneurysms menembus arteri

intrakranial. Hipertensi ensefalopati mungkin disebabkan oleh kongesti kapiler


akut dan eksudasi dengan edema serebral. Temuan biasanya reversibel jika
perawatan yang memadai diberikan segera. Tidak ada hubungan yang ketat
tekanan darah diastolik dengan hipertensi ensefalopati, tetapi biasanya
melebihi 130 mm Hg.
Tabel 2.3 Gambaran klinis-manifestasi organ target yang berhubungan
dengan hipertensi darurat (Torre et al., 2009)
Organ Target
Sistem Saraf Pusat

Optalmologi

Ginjal
Kardiovaskular

Hematologi
a.2.7

Manifestasi Klinis
Perubahan status mental
Kejang
Cerebrovascular accident
Sakit kepala
Perdarahan intrakranial
Penglihatan kabur
Diplopia
Perdarahan retina
Papilledema
GGA dan hematuria
Angina (nyeri dada)
Congestive heart failure
Pulmonary edema
Aortic dissection
Microangioplasthic hemolytic anemia

Pencegahan dan Penatalaksanaan Hipertensi


A. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC 7:
1. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
3. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
B. Penyuluhan Pasien dan Pemeliharaan Kesehatan: Perawatan di
Rumah dan Komunitas
Turunkan Tekanan Darah ke Tingkat Normal

1. Tingkatkan kepatuhan terhadap terapi dengan cara biaya efektif yaitu


obat antihipertensi, pembatasan diet natrium dan lemak, kontrol berat
badan, perubahan gaya hidup, program latihan, dan perawatan
kesehatan tindak lanjut pada interval teratur
2. Berikan dorongan konseling, penyuluhan dan kelompok swa bantu
untuk keluarga dan pasien
Tingkatkan Kepatuhan dengan Program Perawatan Diri
1. Berikan dorongan partisipasi aktif pasien dalam program, termasuk
pemantauan mandiri tekanan darah dan diet untuk meningkatkan
kepatuhan.
2. Berikan dorongan pada pasien untuk tidak menggunakan alkohol
karena alkohol dapat memberikan efek sinergis dengan obat.
3. Jangan anjurkan penggunaan tembakau dan produk nikotin.
4. Berikan pasien informasi tertulis mengenai efek yang diperkirakan
serta efek samping obat.
5. Ajarkan pasien cara untuk mengukur tekanan darah mandiri.
(Baughman, 2000)
C. Manajemen Non Farmakologi
Managemen non farmakologi (modifikasi gaya hidup terapeutik)
memainkan peranan penting dalam managemen hipertensi. Ini mungkin
satu-satunya pengobatan yang diperlukan dalam tahap satu hipertensi.
Sayangnya

data

dari

studi

cross-sectional

menunjukkan

bahwa

pengobatan non-farmakologis untuk pasien dengan hipertensi masih belum


memadai. Beberapa manajemen non farmakologi dalam mengontrol
tekanan darah antara lain :
1. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan adalah yang paling menguntungkan bagi
pasien yang mempunyai lebih dari 10% kelebihan berat badan. BMI
yang ideal untuk orang Asia sekitar 18,5-23,5 kg/m2. Target praktis
untuk pasien kelebihan berat badan adalah pengurangan minimum 5%
berat badan. Namun penurunan berat badan sebesar 4,5 kg secara
signifikan mengurangi TD.
2. Mengurangi Konsumsi Sodium
Pengaruh pembatasan

natrium

dalam

hipertensi

dapat

bervariasi. Subyek lansia lebih sensitif terhadap asupan natrium. Ratarata, pengurangan 4 mmHg sistolik dan diastolik 2 mmHg dicapai
dengan pembatasan natrium. Konsumsi <100 mmol natrium atau 6g
natrium klorida sehari dianjurkan (setara dengan <1/4 sendok teh
garam atau 3 sendok teh monosodium glutamat).
3. Menghindari konsumsi alkohol berlebihan

Alkohol memiliki efek akut dalam meningkatkan TD. Saran


standar untuk membatasi asupan tidak lebih dari 21 unit untuk pria dan
14 unit untuk wanita per minggu (1 unit setara dengan 1/2 gelas bir
atau 100 ml anggur atau 20ml wiski). Pasien hipertensi yang menjadi
peminum berat lebih cenderung memiliki hipertensi resisten terhadap
obat. Satu-satunya cara untuk mengurangi TD pasien efektifnya adalah
dengan mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol. Mengurangi
alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7
mmhg.
4. Olahraga secara teratur
Jenis latihan aerobik lebih efektif daripada latihan yang
melibatkan pelatihan resistensi, (misalnya angkat besi). Saran umum
kesehatan jantung olahraga ringan, seperti jalan cepat selama 30-60
menit setidaknya 3 kali seminggu.
5. Pengaturan diet
Diet yang kaya buah-buahan, sayuran dan produk susu dengan
penurunan lemak jenuh dan jumlah lemak dapat menurunkan TD (11/6
mmHg pada penderita hipertensi dan 4/2 mmHg pada pasien dengan
TD normal). Jenis diet ini juga memiliki efek menguntungkan pada
keseluruhan kesehatan jantung. Modifikasi diet atau pengaturan diet
sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet
hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat
mengontrol

tekanan

darah

tinggi

dan

mengurangi

penyakiit

kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk


menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah,
yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta
tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan,
2002).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau
asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk
menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit
jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi
makanan rendah sodium atau natrium (Na).Oleh karena itu yang
sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam
adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat zat

gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium
dan natrium (Gunawan, 2001).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda
kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet
makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos,
kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi,
biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih
dahulu. ( Hayens, 2003 ).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh
terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan fospolipid.
Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari hari dan dari hasil
sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol
dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25
50 % dari setiap makanan (Amir, 2002 ).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat
terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar
banyak terdapat pada sayuran dan buahbuahan, sedangkan serat
makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras,
singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah
penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat
kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama
kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi
mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( Mayo, 2005 ).
6. Berhenti merokok
Hal ini penting dalam manajemen keseluruhan dari pasien
dengan hipertensi dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Dengan
berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan ,
disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak
akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas
obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).
7. Lainnya
Ini termasuk managemen stres, perubahan mikronutrien dan suplemen
makanan dengan minyak ikan, kalium, kalsium, magnesium dan serat
(Rahman et al., 2008).

Tabel 2.4 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan managemen


hipertensi (JNC VII, 2003)
Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan TD

Penurunan berat badan

Mempertahankan berat badan

Sistolik
5-20 mmHg/10 kg

Diet DASH

normal (BMI 18.5-24.9 kg/m2


Mengkonsumsi banyak buah,

8-14 mmHg

sayur, dan produk rendah


lemak
Penurunan

konsumsi

sodium/natrium

dengan

penurunan

lemak jenuh dan lemak total


Penurunan konsumsi sodium

2-8 mmHg

tidak lebih dari 100 mmol per


hari (2.4 g sodium atau 6 g

Olahraga

sodium chloride)
Aktivitas aerobik biasa seperti

4-9 mmHg

jalan cepat (kurang lebih 30


Alkohol

menit per hari)


Batasi konsumsi tidak lebih
dari 2 minuman (24 oz beer,
10 oz wine, atau 3 oz 80
whiskey) per hari pada lakilaki, dan tidak lebih dari 1
minuman per hari pada wanita
dan

seseorang

yang

mempunyai berat badan lebih


ringan
D. Manajemen Farmakologi
Menurut Muttaqin (2009), pengobatan farmakologi hipertensi terdiri dari:
1. Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Dapat diberikan sendiri pada klien
dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat
antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan; karena itu, sering kali
diuretik diberi bersama antihipertensi.
2. Simpatolitik (menekan simpatetik)
Penghambat (adrenergik bekerja

di

sentral

simpatolitik),

penghambat adrenergik alfa, dan penghambat adrenergik beta, juga


dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.
3. Vasodilator arteriol yang berkerja langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang


bekerja merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri,
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi,
tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan sehingga
terjadi edema perifer.
4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat
secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin
I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal,
jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vaso
konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II
ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensinrenin
aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau
pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.
5. Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis)
Blokir jalur kalsium akan memperlambat gerakan kalsium ke
dalam sel-sel pembuluh darah jantung dan darah, karena kalsium
menyebabkan kontraksi jantung kuat, maka obat ini mudah membuat
kontraksi jantung dan mengendurkan pembuluh darah.
a.2.8

Komplikasi Hipertensi
A. CVA (Cerebrovascular Attack)
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteriarteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin,
2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti,
orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah
satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah,
mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta
tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).
B. IMA (Infark Miokard Akut)
Infark Miokard dapat

terjadi

apabila

arteri

koroner

yang

arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau

apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui


pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahanperubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Corwin, 2000).
C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).
D. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa
darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan
didalam paru paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir,
2002)
E. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron
disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).

ii. Pathway
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.
xi.
xii.
xiii.
xiv.
xv.
xvi.
Hilangnya elastisitas
xvii.

ateroskeloris

jaringan ikat

xviii.

Menurunnya
relaksasi otot polos
pembuluh darah

xix.

Mual, muntah

Kurang informasi

Intake inadekuat

xx.

Vasokontriksi pembuluh darah

Kurang

xxi.
xxii.
Penurunan
cardiac output

Tahanan perifer meningkat

Kelemaha

xxiii.
Penurunan
volume extrasel
xxiv.
dan perfusi renal

xxv.

Mekanisme
koping,
harapan tidak terpenuhi,
persepsi tidak realistik

Suplai O2 dan nutrien


tidak maksimal

xxvi. ginjal
Iskemik
xxvii.

Intoleransi aktivitas

Renin

xxviii.

Deficit motorik

Koping
efektif

individu

tidak

xxix.
Angiotensin
xxx.
Angiotensin
I
xxxi.

xxxii.

Tekanan pembuluh darah


otak meningkat

ACE

xxxiii.

Angiotensin

Gangguan
rasa nyaman

II

(vasokontriksi)
xxxiv.

xxxv.
Sekresi aldosteron
xxxvi.
Ion exchange
tubulus ginjal
Reabsorbsi Na
dan air Sekresi
K dan H

Tekanan intravascular
meningkat

Tekanan intraocular
meningkat

Gangguan
penglihatan

di
Tekanan darah meningkat

Peningkatan
volume
cairan ekstrasel

Deficit lapang
pandang

Resiko cedera

Anda mungkin juga menyukai