Anda di halaman 1dari 22

refrat

UNDENSENSUS TESTIS

Oleh :
M.fadhli abdullah

1010070100166

Pembimbing :
dr.Abdul Raziq Jamil Sp.B

SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Undescended testis (UDT) atau biasa disebut kriptorkismus adalah satu atau kedua testis
2

tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur
desensus normal.1,2,5,6. Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Sekitar 3-5% bayi baru lahir yang cukup bulan
mengalami undesensus testis. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan bayi berat
lahir rendah. Prevalensi menurun menjadi 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan pada kisaran
angka tersebut pada usia dewasa.1,2
Beberapa faktor penyebabnya antara lain kelainan gubernakulum, kelainan intrinsik testis,
kelainan endokrin, atau kelainan bawaan lainnya. Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada
kasus ini mengingat terjadinya peningkatan risiko infertilitas, keganasan, torsio testis, jejas testis
pada trauma pubis, dan stigma psikologis akibat skrotum yang 'kosong'. Esensi terapi rasional
yang dianut saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara
pembedahan (orchidopexy)dan detorsi testis bila terjadi komplikasi torsio testis.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Undescended testis (UDT) atau biasa disebut kriptorkismus adalah satu atau kedua testis
tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur
desensus normal.1,2,5,6. Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Harus dijelaskan lagi apakah yang dimaksud
sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik ataupun pseudo kriptorkismus. Testis yang berlokasi
di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak
tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila
dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.5,6
2.2. EPIDEMIOLOGI
undensensus testis merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-laki.
Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat
lahir < 900 gram seluruhnya mengalami undensensus testis, sedangkandengan berat lahir < 1800
gram sekitar 68,5 % undensensus testis. Dengan bertambahnyaumur menjadi 1 tahun, insidennya
menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.5,6,11
Dua pertiga kasus mengalami undensensus testisunilateral dan sisanya undensensus testis
bilateral.Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77%
biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angkakejadian UDT turun menjadi
1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1tahun, testis yang letaknya abnormal jarang
dapat mengalami desensus testissecara spontan.1,2,5,6
2.3. EMBRIOLOGI DAN PROSES PENURUNAN TESTIS

Pada minggu keenam umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari
yolk sac kegenital ridge. Dengan adanya gen SRY ( sex deter mining region Y) , maka akan
berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yang berisi prekursor sel-sel Sertoli besar
(yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang
dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan
MIF(Mller ian Inhibiting Factor ), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.
MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig . Pada minggu ke-10 dan
11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropinyang dihasilkan plasenta dan LH dari
pituitary sel-sel Leydig akan mensekresitestosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus
Wolfian menjadiepididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.5,11,12
Faktor yang mempengaruhi penurunan testis adalah :
1)
2)
3)

Anti Mullerian Hormon


Tekanan intraabdomen
Faktor Hormon Androgen

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan
penting, yakni: faktor endokrin, mekanik(anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang
dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase
transabdominal dan fase inguinoscrotal . Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang
berbeda. 1,9,10,11
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana testis
mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal initerjadi karena adanya
regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawahpengaruh androgen (testosteron), disertai
5

pemendekan gubernaculums (ligament yang melekatkan bagian inferior testis ke segmen bawah
skrotum) di bawahpengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari region abdominopelvic
maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3kehamilan terbentuk
processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan
menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.1,2,10,11

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampaidengan minggu
ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari region inguinal ke dalam skrotum dibawah
pengaruh hormon androgen. Mekanismenyabelum diketahui secara pasti, namun diduga melalui
mediasi pengeluaran calcitonin generelated peptide(CGRP). Androgen akan merangsang nervus
genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum.Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalahtekanan abdominal yang
meningkat yang menyebabkan keluarnya testis daricavum abdomen, di samping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis
inguinalis menuju skrotum.Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia
9-12 bulan.5,10,11

2.4. ETIOLOGI
Mekanisme

terjadinya

undensensus

testisberhubungan

dengan

banyak

faktor

(multifaktorial) yaitu Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulusspermatikus atau


gubernakulum,peningkatan tekanan abdomen, faktor hormonal: testosteron, MIS, dan extrinsic
estrogen, Perkembanganepididimis,Perlekatan gubernakular, Genito femoral nerve/calcitonin
6

gene-related peptide (CGRP),Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan


ikat.5,6,7
undensensus testis juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada gubernakulumtestis,
kelainan intrinsik testis, atau defisiensi hormon gonadotropin yangmemacu proses desensus
testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasikelompok bayi baru lahir yang beresiko
mengalami undensensus testisuntuk mencari riwayatalami dan faktor-faktor yang mempengaruhi
desensus setelah lahir. Penelitian inimenemukan bahwa undensensus testissecara signifikan lebih
banyak ditemukan pada bayiprematur, kecil untuk masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang
rendah, dankembar.5,6
undensensus testis dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri ( isolated
anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex,dan kelainan
bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain sepertihipospadia kemungkinan lebih
tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 12 25 %). 5,9. Terdapat faktor keturunan
terjadinya undensensus testis pada kasus-kasus yang isolated , di samping itu testis sebelah kanan
lebih

sering

mengalamiundensensus

testis.Sekitar

4,0

anak-anak

undensensus

testismempunyai ayah yang undensensus testis, dan 9,8%mempunyai saudara laki-laki


undensensus testis; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kaliterjadi UDT pada laki-laki yang
mempunyai anggota keluarga undensensus testisdibandingdengan populasi umum.5,6,10
2.5. KLASIFIKASI
Undensensus testis dikelompokkan menjadi 3 tipe:

1. Undensensus testis sesungguhnya ( true undescended : testis mengalami penurunanparsial


melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable)dan tidak
teraba ( impalpable)
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yangnormal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibatrefleks kremaster
yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalisinguinalis, bukan termasuk undensensus testis
yang sebenarnya.
Klasifikasi berdasarkan etio patogenesis :
1. Mekanis / anatomik (perleketan-perleketan, kelainan kanalis inguinalis dll)
2. Endokrin / hormonal ( kelainan axis hipotalamus-hipofisis-testis)
3. Disgenetik (kelainan interseks multiple)
4. Herediter/ genetik
Klasifikasi berdasarkan lokasi :
1. Skrotal tinggi (supraskrotal) : 40 %
2. Intrakanalikuler ( inguinal ) : 20 %
3. Intraabdominal (abdominal) : 10%
4. Terobstruksi : 30 %

Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopiktestis.


8

2.6. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


Suhu di dalam rongga abdomen 10 lebih tinggi daripada suhu di
dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang
lebih tinggi daripada testis normal. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel
epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel
germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun
hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama
makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig
sebagai penghasil hormone androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual
tidak mengalami gangguan . Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis
yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah
terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna3,7.
Testis

yang

tidak

turun

menyebabkan

perkembangan

tubulus

seminiferus terganggu sehingga tidak menghasilkan spermatozoa karena


pembentukan

spermatogenesis efektif pada suhu agak rendah yaitu di

skrotum yang suhunya 1,5-2 0C lebih rendah dibanding abdomen dan juga
undesensus meningkatkan resiko karsinoma testis4,7.
Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan patofisiologi
cryptorchidism, diantaranya; abormalitas gubernacular, penurunan tekanan
intracranial, abnormalitas testikuler intrinsic dan/atau epididymis, dan
abnormalitas endokrin serta anomaly anatomi (misalnya, pita fibrous dalam
canal inguinal atau susunan abnormal dari serat-serat otot kremaster).4
Gubernaculum testis adalah struktur yang melekat pada bagian bawah
tunica vaginalis di dasar skrotum.

Gubernaculum membantu penurunan

testiskuler dengan melebarkan canalis inguinal dan memandu testis turun ke


skrotum,

oleh

karena

itu,

anomali

perlekatan

dapat

menyebabkan

cryptorchidism.4
9

Cryptorchidism sering terjadi pada pasien dengan syndrome prune


belly dan mereka dengan gastroschisis; keduanya berhubungan dengan
penurunan tekanan intracranial. Akan tetapi, teori yang didasarkan pada
penurunan tekanan tidak dapat menjelaskan banyak kasus cryptorchidism.2,4
Teori lain didasarkan pada abnormalitas teskuler inrinsik dan/atau
epididimis.

Berbagai

studi

memperlihatkan

bahwa,

secara

histologi,

epitelium germinal dari testis maldescended bisa abnormal. Infertiltas


berhubungan dengan cryptorchidism, dan resiko infertilitas meningkat sesuai
derajat maldescent. Selain itu, kira-kira 23%-86% dari testis yang tidak
mengalami penurunan berhubungan dengan beberapa bentuk abnormalitas
epididimis. Studi-studi yang ada memperlihatkan adanya peningkatan
derajat abnormalitas epididymis intraabdominal sebanding dengan kasus
cryptorchidism ringan. 2,4
Abnormalitas

aksis

hipotalamus-pituitary-gonadal

mungkin

bisa

menjelaskan anomali-anomali penurunan testikuler dan perkembangan


germ-cell

abnormal.

Studi

endokrin

hewan

dan

manusia

tidak

bisa

memberikan titik terang patofisiologi maldesenden testikuler. Penyebab


abnormalitas hormonal dapat ditemukan pada tingkat-tingkat berbeda.4,5

2.7. DIAGNOSIS
ANAMNESIS 5,10
a. Tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum
b. Riwayat operasi daerah inguinal
c. Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untukreproduksi, kehamilan kembar,
prematuritas
d. Riwayat keluarga: undensensus testis, hipospadia, infertilitas, intersex,
pubertas prekoks
10

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.Pemeriksaan secara
umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tandasindrom tertentu,dismorfik,
hipospadia, atau genitalia ambigua.1,5,10
Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam keadaan relaksasi dan posisi seperti
frog-leg atau crosslegged.Pada pasien yang terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam posisi sitting
cross-legged atau baseball catchers.Tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat untuk
menghindari tertariknya testis ke atas.
undensensus testis dapat diklasifikasiberdasarkan lokasinya menjadi:
1. Skrotum atas
2. Intrakanalikuler (Inguinal)
3. IntraAbdomen

Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi, klasifikasi cukup dibedakan


menjadi teraba atau tidak.Pemeriksaan testis kontralateral juga perlu dilakukan . Pemeriksaan
fisik dimulai dari antero-superior iliacspine, meraba daerah inguinal dari lateral ke medial
dengan tangan yang tidak dominan. Jika teraba testis, testis dipegangdengan tangan dominan dan
ditarik ke arah skrorum. Pemeriksaan skrotum untuk: hypoplastic, bifid, rugae,transposition,
pigmentation. Pemeriksaan fisik juga untuk menyingkirkan ektopik testis.
Lokasi undensensus testistersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti
supraskrotal (20%), dan intraabdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat
menentukanlokasi undensensus testis tersebut.5,6,10

11

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pada

anak

dengan

undensensus

testis

unilateral

tidak

memerlukan

pemeriksaanlaboratorium lebih lanjut.Sedangkan pada undensensus testis bilateral tidak teraba


testisdengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisiskromosom dan
hormonal (yang terpenting adalah 17 hydroxy progesterone) untukmenyingkirkan kemungkinan
intersex.5,6,10
Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDTbilateral dengan usia<
3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH,dan testosteron akan dapat membantu
menentukan apakah terdapat testis atautidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan
pemeriksaan hormonal tersebutharus dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan
hCG ( human chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosterone
disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.5,6,10
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon
testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi.Respon testosteron normal pada
hCG test sangat tergantung umur penderita.Pada bayi, respon normal setelah hCHG test
bervariasi antara 2-10x bahkan 20x.Pada masa kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x.
Sedangkan pada masapubertas, dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka
peningkatansetelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.5,6,10
Pemeriksaan Radiologi

12

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama didaerah inguinal, di
mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengantangan. 3Pada penelitian terhadap 66
kasus rujukan dengan undensensus testis tidak terabatestis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5%
(12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis intraabdomen.5,11
Hal ini tentunya sangat tergantung daripengalaman dan kualitas alat yang digunakan. 1,6,9
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkanUSG terutama
diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih
baik untuk digunakan pada anak-anak yanglebih besar (belasan tahun).7,8,9MRI juga dapat
mendeteksi kecurigaan risiko keganasan testis.9
Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif makapenggunaan angiografi
(venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak terabamenjadi semakin berkurang. Metode ini
paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis ataupun anorchia. Dengan metode ini
akan dapat dievaluasipleksus pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis
(pada anorchia).5Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anakyang lebih
besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.5,10,
Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi undensensus testis
tidakteraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukupaman oleh
ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebihbesar dan setelah
pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis diinguinal.5,9Beberapa hal yang dapat
dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisicincin inguinalis interna, processus vaginalis
( patent atau non-patent), testis danvaskularisasinya serta struktur wolfiannya. 9Tiga hal yang
13

sering

dijumpai

saatlaparoskopi

adalah:

blind-ending

pembuluh

darah

testis

yang

mengindikasikan anorchia(44%), testis intraabdomen(36%), dan struktur cord (vasa dan


vasdeferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna.5,10
2.8. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai testis yang
biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain
kembali ke tempat semula.Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat
akibat cuacadingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testisretraktil
atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu undensensus testis
perlu dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara
congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yangmengalami atrofi akibat torsio in utero
atau torsio pada saat neonatus.2,5,6
2.9. PENATALAKSANAAN
Tujuan

terapi

undensensus

testis

yang

utama

dan

dianut

hingga

saat

ini

adalahmemperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis
kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonalataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy).Penatalaksanaan yang terlambat pada undensensus testisakan menimbulkan efek
pada testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapatturun sendiri
setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadikerusakan testis yang cukup
bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukanterapi adalah pada usia 1 tahun. Pada
prinsipnya testis yang tidak berada diskrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara
medikamentosamaupun pembedahan.6,10
14

Undensensus testis meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risikotumor


sel germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7tahun, akan tetapi
perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risikokerusakan histologi testis juga
berhubungan dengan letak abnormal testis. Padaawal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan
sel germinalnya pada kasusintraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal,
penurunansel geminal mencapai 41% dan 20%.
Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yangdiberikan adalah
hCG,gonadotropin releasing hormone(GnRH) atau LH-releasing hormone(LHRH). Terapi
hormonal meningkatkan produksi testosterone dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur
hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapiini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis
berhubungan

denganandrogen. Tingkat

testosteron

lebih

tinggi

bila

diberikan

hCG

dibandingkanGnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan keberhasilanterapi


hormonal.5,6,9
International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak 250IU/ kali pada
bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anaklebih dari 6 tahun. Terapi
diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angkakeberhasilannya 6 55%. Secara
keseluruhan, terapi hormon efektif padabeberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di
leher skrotum atau undensensus testis bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum,
pigmentasi, rambutpubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU
dapatmenginduksi fusie piphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan somatik. 5,10. Pemberian
hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasilterutama pada kelainan bilateral,
sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering
dipergunakan adalah hormone hCGyang disemprotkan intranasal.9
15

Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasusudensensus testis
adalahorchiopexy . Keputusan untuk melakukan orchiopexy harusmempertimbangkan berbagai
faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologisanak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda..
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

mempertahankan fertilitas
mencegah timbulnyadegenerasi maligna
mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis
melakukan koreksi hernia
secara psikologis mencegah terjadinya rasarendah diri karena tidak mempunyai testis.

Operasi yang dikerjakan adalahorkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum


dengan melakukan fiksasipada kantung sub dartos.7
Prinsip dasar orchiopexy adalah :5,7
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum.Tindakan operasi
sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2 tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan
padausia 6 12 bulan. Penelitian melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun.
Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primeradalah5,7
1. kegagalan terapi hormonal
2. testis ektopik
3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpaprosesus vaginalis yang terbuka

16

Berbagai teknik operasi pada testis yang tidak terabadapat dilakukan, seperti berikut (Tabel 2.):
Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan TingkatKeberhasilannya

Gambar 6. Orchiopexy
17

Keterangan gambar:
Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki undensensus testis pada anak-anak. Satu insisidibuat
pada abdomen yang merupakan lokasiundensensus testis dan insisi lain dibuat padaskrotum (A).
Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dariinsisi abdomen menempel
pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkanturun ke dalam skrotum (D) dan dijahit
(E).
Komplikasi Orchiopexy
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Orchiopexy antara lain:5,10
1.Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidakkomplit
(10%kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5%kasus)
3.Trauma pada vas deferens ( 12% kasus)
4.Pasca-operasi torsio
5.Epididimoorkhitis
6.Pembengkakan skrotum
2.10. KOMPLIKASI UDT
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi padaundensensus testis
adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis. Di sampingitu disebut juga
terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis.5,10

18

A. Risiko Keganasan
Terdapat hubungan yang erat antara undensensus testis dan keganasan testis.
Insidenkeganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki undensensus testis di Amerika.
Risikoterjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan undensensus testis
dilaporkanberkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggilokasi
undensensus testis makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risikomenjadi
ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.5,10,11
Orchiopexy sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,tetapi akan lebih
mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yangtelah dilakukan orchidopexy .5,10,11

B. Infertilitas
Penderita undensensus testis bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih
beratdibandingkan penderita undensensus testis unilateral, dan apalagi dibandingkan
denganpopulasi normal. Penderita undensensus testis bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x
lebihbesar

dibandingkan

populasi

normal

(38%

infertil

pada

undensensus

testis

bilateraldibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada undensensus testis


unilateralberisiko hanya 2x lebih besar.5,10,11
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi padaundensensus testis.
Biopsi pada anak-anak dan binatang coba undensensus testis menunjukkan adanyapenurunan
volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkandengan testis yang normal.

19

Biopsi testis pada anak dengan undensensus testis unilateral yangdilakukan sebelum umur 1
tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbedabermakna dengan testis yang normal. 5,10,11
Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelahumur 1 tahun,
semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis
lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut.5,10,11

BAB III
PENUTUP
Undescended testis(UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidakdijumpai pada tempat
yang semestinya yaitu di dalam skrotum. undensensus testis juga dapat terjadi karena adanya
kelainan pada (1) gubernakulumtestis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon
gonadotropin yangmemacu proses desensus testis.Penegakkan diagnosis undensensus testis harus
dapat dilakukan lebih awal sehinggapenatalaksanaan baik hormonal atau pembedahan dapat
dilakukan lebih awal.Dengan penatalaksanaan lebih awal, diharapkan terjadi penurunan risiko
yangterjadi pada testis terutama risiko infertilitas.Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat
ini adalah memperkecilterjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam
skrotumbaik

dengan

menggunakan

terapi

hormonal

ataupun

dengan

cara

pembedahan(orchiopexy).

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Moh. Adjie Pratignyo. 2011. Bedah Saluran Cerna Anak. Edisi 1. SAP Publish Indonesia:
2.
3.
4.
5.

Tangerang
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Seymour, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta : EGC
Purnomo BB.Dasar -dasar urologi . Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003.h.137-40.
Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical
management. Dalam: Walsh PC. Campbells Urology Vol 1. 8thedition. Philadelphia:

WB Saunders Company. 2000.


6. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System. Dalam:Tanagho EA,
McAninch JW.Smiths General Urology . Edisi 17. California:The McGraw Hill
companies; 2000. h.23-45.
7. Docimo, S. G., R. I. Silver, and W.Cromie.The Undescended Testicle:Diagnosis and
Management.American Family Physician,62 (November 1,2000): 20372044,
20472048.
8. Batubara JRL.Terapi hormonal pada kriptorkismus.Disampaikan padaSimposium Sehari
Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta
21

9. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh


darihttp://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 18 Juli 2013)
10. Sadler. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: PenerbitBuku
Kedokteran EGC; 2000. h.280-310
11. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism.
In:http://www.emedicine.com/radio/topic201.htm ( diakses tanggal 18 Juli 2013)

22

Anda mungkin juga menyukai