Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Medis
1. Pengertian
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Pada
orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan
mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun
secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus
duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga
perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.(Sjamsuhidajat, 2004)
2.Etiologi
a. Perforas inon-trauma,misalnya :
1. Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
2. Spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
3. Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : pada pasien usia lanjut
4. Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptik
5. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
6. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,
gaster, atau usus dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
b. Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :
1 trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.
2 Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
3 Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera
gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam
peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari
radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum
falsiparum tampak dikelilingi udara

3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada
dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang
sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi
peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga
peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak
ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia
bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk
beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,
membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia
yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan
menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada
peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan
membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,
dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.
4. Manifestasi Klinis
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami
perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum
oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan
mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah,
kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan
bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang
merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian
terjadi peritonitis bakteria.

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati
bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun
sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis
bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan
penderita tampak letargik karena syok toksik.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan
pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu
penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi,
tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.
5. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh,
CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan
ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan,
dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang
sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan
sebelumnya.
A. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang
keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum,
empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk
jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi
lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil,
yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat
kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah
perforasi.

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena
keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata
dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk
memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal
pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas
diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang
dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat
mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan
teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus
mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat
pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti
menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada
hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen
atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat
terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga
dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk
seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri.
Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian
tengah abdomen.
b.Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan
lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di

pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi


tidak dapat mendeteksi udara bebas.
c.CTScan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk
deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel
jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya
tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru
adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam
posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian
abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu
mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi
kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya
tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek
radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat
pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara
melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan
memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum
scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen
barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
6. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan
pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad
malam.

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor


berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1. Usia lanjut
2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3. Malnutrisi
4. Timbulnya komplikasi
7. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
a. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
b. Koreksi penyebab peritonitis
c. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi
lambung)
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan
antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran
urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab,
turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat.
Intervensi :
a.

Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.

R/ membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu


kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal
menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau
perdarahan arterial akut, mungkin karna ulkus gaster, darah merah gelap mungkin
darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises. Penampilan kopi
gelap diduga sebagai darah tercerna dari area perdarahan lambat. Makanan tak
tercerna menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.
b.

Awasi tanda vital. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring. Berdiri bila

mungkin.
R/ perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah.
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
c. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan padasaat defekasi.
R/ aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan
perdarah lanjut.
d. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
R/ mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan
komplikasi paru serius.
Kolaborasi :
e.

Berikan cairan/darah sesuai indikasi.

R/ penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan.


Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan
pencocokan silang dapat diselesaikan dan transfusi darah dimulai.

f.

Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal dingin atau dengan suhu ruangan

sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan.
R/ mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan
vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk melokalisasi
sumber perdarahan.
2.

Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan

hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital
stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran urin
adekuat.
Intervensi :
a. Kaji perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala.
R/ perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat
tekanan darah arterial.
b.

Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang

menghilangkan nyeri.
R/ dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.
c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi
perifer lemah.
R/ vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi
dan/atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopressin.
d. Catat haluaran urin dan berat jenis.
R/

penurunan

perfusi

sistemik

dapat

menyebabkan

iskemia/gagal

ginjal

dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urin.


e. Catat laporan nyeri abdomen, khusus tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar
ke bahu.
R/ nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karna
efek buffer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia
sehubungan dengan terapi vasokonstriksi.
Kolaborasi :
f.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R/ mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.


g. Berikancairan IV sesuai indikasi.

R/ mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.


3.

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan :
a.
b.

Menyatakan rentang perasaan yang tepat.


Menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat

ditangani.
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis (takipnea, palpitasi, pusing, sensasi kesemutan).
R/ dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik.
R/ membuat hubungan terapautik. Membantu pasien menerima perasaan dan
memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan.
R/ meliarkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu
tentang ketidaktahuan.
d. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
R/ memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan keterampilan koping.
e. Tunjukkan tehnik relaksasi.
R/ belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
4.

Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.

Tujuan :
a.

Menyatakan nyeri hilang.

b.

Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :
a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
R/ nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri
pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan
terjadinya komplikasi.
b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.
R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.

R/ makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan


gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
d. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan

dengan

kurang

pemajanan/mengingat,

kesalahan

interpretasi/informasi.
Tujuan :
a. Menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan
tindakan pengobatan.
b. Mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan.
c. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan.
R/ membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang
konstruktif pada pasien.
b. Berikan/kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku
pola hidup, dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung.
R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi/keputusan tentang masa depan dan control masalah kesehatan.
c.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi

hubungan masukan makanan dan

pencetus/atau hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari irirtan gaster.


R/ kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol mendukung untuk
erosi mukosa lambung. Individu dapat menemukan bahwa makan/minuman tertentu
meningkatkan sekresi lambung dan nyeri.
d. Tekankan pentingnya membaca label obat dijual bebas dan menghindari produk
yang mengandung aspirin.
R/ aspirin merusak mukosa pelindung, memungkinkan terjadi erosi gaster, ulkus dan
perdarahan.
e. Diskusikan tentang pentingnya menghentikan merokok.
R/ penyembuhan ulkus dapat melambat pada orang yang merokok. Meroko juga
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya/berulangnya ulkus peptikum.

10

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan
menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
5. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan dapat dicegah atau teratasi.
3. Ansietas dapat teratasi.
4. Nyeri dapat teratasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
dapat teratasi.

11

Daftar Pustaka :
1. Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3),
Jakarta, EGC
2. Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
3. Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta,
EGC.
4. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan
Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal.
541-59.
5. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,
Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000

12

Anda mungkin juga menyukai