Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

Laporan Kasus
23 Agustus 2016

SKIZOFRENIA YANG TAK TERGOLONGKAN (F.20.9)

Disusun Oleh:
Zakia Alwy Alaydrus, S.Ked (11 16 777 14 085)
Pembimbing :
dr. Patmawati. M.Kes., Sp.KJ
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RSD MADANI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Nama dan stambuk

: Zakia Alwy Alaydrus, S.Ked (11 16 777 14 085)

Fakultas

: Kedokteran

Program Studi

: Pendidikan Dokter

Universitas

: Alkhairaat

Judul Laporan Kasus

: Skizofrenia Yang Tak Tergolongkan (F.20.9)

Bagian

: Ilmu Kesehatan Jiwa

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa


RSD MADANI PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 23 Agustus 2016


Pembimbing

dr. Patmawati. M.Kes., Sp.KJ

LAPORAN KASUS PSIKIATRI


Nama

: Ny. D

Tempat/Tanggal Lahir : Pasangkayu/ 11 Desember 1985


Umur

: 31 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl.Manggis Pasangkayu Kab.Mamuju Utara

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Cerai

Pendidikan

: SMA

Tanggal Pemeriksaan

: 22 Agustus 2016

Tempat Pemeriksaan

: Ruang Mangga RSD Madani Palu

Alloanamnesis didapatkan dari

: Tn. H

Usia

: 34 Tahun

Pekerjaan

: PNS

Hubungan dengan pasien

: Sepupu

LAPORAN PSIKIATRIK
I.

RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Berbicara dan tertawa sendiri
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang wanita usia 31 tahun yang merupakan rujukan dari RSUD
Mamuju masuk ke RSD Madani Palu diantar oleh sepupunya dengan
keluhan sering berbicara dan tertawa sendiri. Awalnya keluarga merasa
ada perubahan sikap pasien sejak pasien bercerai dengan suaminya
sekitar 7 tahun yang lalu. Semenjak perceraian tersebut, pasien mulai
mengalami perubahan sikap mulai dari pasien tampak gelisah, sering
tertawa, berbicara dan menangis sendiri. Pasien juga sering mengamuk
dan melempari serta memukuli orang. Pasien juga pernah memukuli
orang sampai orang tersebut meninggal. Pasien sering tidak
menggunakan pakaian (telanjang) dan selalu berjalan-jalan diluar
tanpa tujuan (pernah berjalan kaki dari Palu ke Pasangkayu). Pasien

sering tidak nyambung apabila diajak bercanda. Sebelumnya pasien


pernah masuk di RSD Madani 5 tahun yang lalu kemudian pasien
pulang paksa karena tidak mempunyai biaya. Pasien juga berhenti
minum obat sejak 3 tahun yang lalu (putus obat). Sekarang pasien
masih merasa ada banyak orang yang mengikutinya dan merasa
badannya diraba-raba oleh sesuatu. Pasien juga mengeluh sulit tidur.

Hendaya/ Disfungsi
Hendaya Sosial

(+)

Hendaya Pekerjaan

(+)

Hendaya Penggunaan Waktu Senggang

(+)

Faktor Stressor Psikososial


Bercerai dengan suami sejak 7 tahun yang lalu (2011)
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik
dan psikis sebelumnya.
Pernah dirawat di RSD Madani 5 tahun yang lalu kemudian pulang
paksa 2 tahun kemudian. Pasien sudah putus obat sejak 3 tahun
yang lalu.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.
a. Riwayat Penyakit terdahulu
Riwayat Kejang, Penyakit Infeksi, Trauma, DM dan Hipertensi
tidak dapat diketahui oleh karena terkendala dalam wawancara
dengan pasien dan tidak dapat melakukan wawancara langsung
dengan orang tua pasien oleh karena ayah pasien sudah meninggal
dan ibu pasien sudah menikah lagi.
b. Riwayat penggunaan zat psikoaktif

NAPZA

(-)

Merokok

(-)

Alkohol

(-)

Obat-obatan lainnya

(-)

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di Pasangkayu tanggal 11 Desember 1985. Riwayat
kelahiran lainnya tidak dapat diketahui karena terkendala orang tua
pasien telah meninggal.
Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat
kejang, trauma. Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya.
Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Orang tua pasien bercerai dan Ny. D ikut bersama ayahnya tinggal
dan besar di Makassar bersama adik keduanya. Adik ke tiga tinggal
bersama tante pasien. Pasien masuk sekolah dasar (SD) dan SMP
di Makassar.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan hingga tamat SMA di Makassar
dan kemudian pasien tidak bekerja
.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Riwayat anggota keluarga yang memiliki gangguan psikis serta
hubungan pasien dengan orang tua dank e 2 saudaranya tidak dapat
diketahui karena ayah pasien meninggal, ibu pasien menikah lagi dak

pasien tidak dekat dengan ke 2 adiknya karena sudah tinggal terpisah


sejak orang tua nya bercerai.
F. Situasi Sekarang
Pasien merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara, dan sebelum sakit
pasien tinggal dengan suaminya (sebelum bercerai) dan saat ini di
rawat di ruangan Mangga RSD Madani Palu.
WAWANCARA PSIKIATRIK
Berdasarkan Alloanamnesis
Jam : 11 :30
Keterangan:
DM: Dokter Muda ; KP: Keluarga Pasien
D
M

Selamat siang bapak H perkenalkan saya Zakia, dokter muda yang dinas di
RS Madani khususnya di bagian jiwa, jadi pak saya ingin melengkapi status
Ny.Diana, jadi boleh saya wawancara ya pak ?

KP

Oh iya dok.

D
M

Pak H, apa nya Ny. Diana ?

KP

Saya sepupunya dok.

D
M

Oh iya pak, Kalau boleh tahu ini Ny. Diana sdh berapa kali masuk ke
Madani ini pak ?

KP

Ini yang ke dua kalinya sudah dok. Waktu itu masuk 5 tahun yang lalu ,
Cuma pulang karena tidak ada biaya dok.

D
M

Oh terus pak tetap Ny. Diana control dan minum obat ?

KP

Iya dok Cuma sudah 3 tahun ini sudah tidak lagi dok.

D
M

Ini Ny. Diana awalnya kenapa sampai begini pak ?

KP

Itu dok semenjak bercerai dengan suaminya, baru kayak berubah jadi begini
sifatnya Diana ini dok.

Oh kapan itu pak cerainya ?

M
KP

Ada sekitar 7 tahun yang lalu dok, mulai itu sudah dia sering bicara sendiri,
ketawa sampai menangis sendiri. Baru suka ba pukul orang juga itu dok.

D
M

Oh jadi begitu pak ya. Terus selain itu apa lagi pak ?

KP

Susah tidur juga dok. Terus dok sampai ada satu tetangga nya meninggal
karena dia pukul dok. Terus suka telanjang-telanjang juga dok.

D
M

Oh memang suka berkelahi begitu pak sama tetangga nya ?

KP

Iya dok. Sebelum jadi begitu juga sering sekali bakalae dengan tetanggatetangga nya.

D
M

Ini Ny. Diana bagaimana masa kecilnya pak ?

KP

Aduh kalau kecilnya saya tidak tahu juga dok , apa sy tidak tinggal sama
dia. Cuma setau saya tinggal dimakassar dok. Nanti pas sudah cewek begitu
habis SMA baru kembali ke mamuju dok terus menikah sudah di situ dia
dok.

D
M

Oh iya pak.Kalo orang tua nya Diana dimana sekarang pak ?

KP

Oh kalau papanya sudah meninggal dok. Terus mama nya nikah lagi dok
terus tinggal sama suaminya dok.

D
M

Ibu Diana ini berapa bersaudara pak ?

KP

Ada 3 dok. Kan Diana ini anak pertama dok. Terus anak keduanya lagi
dipenjara. Anak ketiga nya itu di Makassar, ini saya sudah telfon dia suruh
jenguk Diana tapi belum ada dia jenguk-jenguk.

D
M

Waktu cerai sama suaminya pak itu kenapa pak ?

KP

Aii saya tidak tau juga kalo masalah itu dok.

D
M

Oh iya pak. Tapi memang ini ibu Diana sering mengamuk pak?

KP

Iya dok, terus kalo mengamuk pasti ba pukul orang dok jadi hati-hati dok.

D
M

Oh iya pak. Sebelumnya ibu Diana ini kerja apa pak?

Setau saya ibu rumah tangga saja dok , tidak bekerja.

D
M

Ada anaknya ibu Diana ini pak ?

KP

Iya dok, ada dok. 2 orang anaknya dok.

D
M

Umur berapa anaknya itu pak ?

KP

Aduh saya kurang tau juga dok umur berapa.

D
M

Oh iya pak . Kalau begitu terima kasih banyak ini pak sudah bersedia di
wawancara.

KP

Iya dok sama-sama dok.

II.

STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Penampilan:
Tampak seorang wanita dengan

menggunakan baju

warna merah dan celana pendek warna merah dengan


rambut pendek. Wajah sesuai dengan umur, perawatan diri
kurang baik.
Kesadaran: Compos Mentis (Berubah)
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : Tampak Hiperaktif
Pembicaraan : Spontan, intonasi biasa, menjawab sesuai dengan
pertanyaan
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan afektif
Mood

: Labil

Afek

: Labil

Empati

: Tidak Dapat Dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
Daya Konsentrasi : Kurang Konsentrasi
Orientasi :
Waktu

: Terganggu

Tempat: Terganggu
Orang

: Terganggu

Daya ingat
Jangka Pendek

: Terganggu

Jangka sedang

: Terganggu

Jangka Panjang

: Terganggu

Pikiran abstrak

: Terganggu

Bakat kreatif

:-

Kemampuan Menolong Diri Sendiri : Buruk


D. Gangguan persepsi
Halusinasi

: Visual ( Melihat putri duyung )

Ilusi

: Tidak ada

Depersonalisasi

: Tidak ada

Derealisasi

: Tidak ada

E. Proses berpikir
Arus pikiran :
A.Produktivitas

: Cukup

B. Kontinuitas

: Asosiasi Longgar

C. Hendaya berbahasa

: tidak ada

10

Isi Pikiran
A. preokupasi

: tidak ada

B. Gangguan isi pikiran

: Waham Kejar

F. Pengendalian impuls

: Tidak Baik

G. Daya nilai
Norma sosial

: Terganggu

Uji daya nilai

: Terganggu

Penilaian Realitas

: Terganggu

H. Tilikan (insight)
Derajat I: Pasien menyangkal dirinya sakit.
I. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya
III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik :
Status Internus
-

Tanda Vital
T 110/80 mmHg
N 80x/menit
P 20 x/menit
S 367C

Konjungtiva tidak anemis , sclera tidak icterus, jantung dan paru


dalam batas normal, fungsi motorik dan sensorik ke empat ekstremitas
dalam batas normal.

Laboratorium : Widal Tes (Titer 1/320)

11

Status Neurologis

GCS E4M6V5, pupil isokor, ukuran 3 mm, reflex cahaya +/+, reflex cahaya
tidak langsung +/+, Pemeriksaan kaku kuduk : (-), reflex fisiologis (+),
reflex patologis (-). Fungsi kortikal luhur dalam batas normal.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Dari alloanamnesis didapatkan Pasien sering gelisah, berbicara,
tertawa dan menangis sendiri,. Pasien sering memukuli orang dan satu
orang meninggal. Pasien sering telanjang dan mengamuk serta berbicara
tidak nyambung. Pasien sering berjalan-jalan tanpa tujuan yang. Pasien
merasa diikuti oleh orang banyak dan mengaku melihat putri duyung.
Sebelum sakit pasien sering bertengkar dengan tetangga-tetangga pasien.
Pasien tidak patuh minum obat (putus obat) sejak 3 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan status mental, Tampak seorang wanita
dengan

menggunakan baju warna merah dan celana pendek

warna merah dengan rambut pendek. Wajah sesuai dengan umur,


perawatan diri kurang baik, perilaku dan aktivitas psikomotor pasien
hiperaktif, pembicaraan sesuai dengan yang ditanyakan, mood labil, afek
labil, empati tidak dapat dirabarasakan. Tilikan derajat I.
V.

EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I

:
-

Pada

autoanamnesis

didapatkan

pada

pasien

ini

berbicara,tertawa dan menangis sendiri dan sulit tidur berbicara


hal ini menimbulkan distress dan disability sehingga di katakan
sebagai Gangguan Jiwa.

12

Dari pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat


dalam menilai realita yaitu halusinasi visual dan juga waham
kejar sehingga pasien ini dikatakan Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya


kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang
menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan
gangguan jiwa yang diderita pasien ini, sehingga diagnose
Gangguan

mental

dapat

disingkirkan

dan

didiagnosa

Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.


-

Dari anamnesis dan status mental di dapatkan mood dan afek


yang labil, halusinasi visual dan waham kejar sehingga
berdasarkan PPDGJ-III maka gejala tersebut masuk dalam
kategori Skizofrenia (F20)

Pada pasien ini tidak memenuhi criteria untuk diagnosis


skizofrenia paranoid, hebefrenik atau katatonik dan tidak
memenuhi criteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia, sehingga digolongkan ke dalam Skizofrenia YTT
(Yang Tak Tergolongkan) (F20.9)

Aksis II
Z 03.2 Tidak ada diagnosis untuk aksis II
Aksis III
A00-B99 Penyakit Infeksi dan Parasit Tertentu (Demam Tifoid)
Aksis IV
Masalah dengan Primary Support Group dalam hal ini perceraian
dengan suaminya.
Aksis V
GAF scale 50-41 Gejala berat (serious), disabilitas berat.
VI.

DAFTAR MASALAH

Organobiologik

13

Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien


memerlukan psikofarmaka.
Psikoedukatif
Terdapat halusinasi visual dan waham sehingga diperlukan terapi
psikoedukatif
Sosial

Terdapat gangguan sosial, pekerjaan, dan waktu senggang sehingga


memerlukan sosioterapi.

VII.

PROGNOSIS
Dubia ad malam
1. Faktor pendukung

:-

2. Faktor penghambat

a. Sudah berpisah dengan suami


b. Yatim piatu
c. Tidak tinggal bersama saudara
VIII. RENCANA TERAPI
Farmakoterapi :
-

Chlorpromazine 3 x 100 mg / hari

Ciprofloxacin 2 x 500 mg / hari

Psikoterapi
-

Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan
pasien.

Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)

14

Memperkuat motivasi pasie, mengurangi tekanan emosi, membantu


pasien mengembangkan potensinya dan mengubah kebiasaan pasien.
-

Sosioterapi
Menjelaskan kepada keluarga dan orang-orang disekitar pasien agar
menciptakan suasana kondusif untuk mempercepat pemulihan serta
melakukan kunjungan berkala untuk melihat perkembangan pasien.

IX. DIAGNOSIS BANDING


-

Skizofrenia Paranoid

Gangguan Skizotipal

DISKUSI KASUS
a. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.

15

b. Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh
penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.
c. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu.

Meskipun

demikian

pengetahuan

tentang

faktor

penyebab

dan

patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang


mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
Neurokimia

16

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh


overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.
d. Gambaran Klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih
lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan
gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik
diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat
lebih jelas oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena
ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang
aneh.
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang
tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang
tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami
kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat
mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa
uji kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan
merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang
terjadi secara berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi
afek mendatar atau menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking,
kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran

17

Gangguan proses pikir


Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering
tidak dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tandatandanya adalah:
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi
misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak
koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus
mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang
tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
meungkin mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya
dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan
bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat
buruk kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat

sedikit ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).


Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak
aneh tetapi sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah
diperlihaykan bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering
ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia
semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar

18

b.
c.
d.
e.

Waham kebesaran
Waham rujukan
Waham penyiaran pikiran
Waham penyisipan pikiran

2. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu
pasien tidak menyadari

penyakitnya

serta

kebutuhannya

terhaap

pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh
orang lain.
Gangguan Persepsi
-

Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga

berbentuk

penglihatan,

penciuman,

dan

perabaan.

Halusinasi

pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwaperistiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk
ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi
komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal
dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiranpikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut
-

pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.


Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

e. Diagnosis
Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan
khas, dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom
skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara

19

bersama-sama untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ


III antara lain;
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain

atau umum mengetahuinya.


b. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of
influence), atau "passivity", yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations)
khusus; persepsi delusional;
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian rubuh;
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekaJi mustahil, seperti misal-nya mengenai identitas
keagamaan atau pulitik, atau kekuatan dan kemampuan "manusia super"
(misalnya mampu mengen-dalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;
a. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas. Apabila disenai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus-menerus;

20

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan
gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau
tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikosis fungsional.

Pasien Ny. D di diagnosis Skizofrenia karena memenuhi criteria umum


Skizofrenia yaitu :
-

Halusinasi yang menetap dari pancaindra (Visual) disertai waham

(waham kejar).
Arus pikir yang terputus yang berakibat pada inkoherensi.
Gejala tersebut dialami sudah lebih dari 1 bulan (sejak 5 tahun yang
lalu).

Skizofrenia Paranoid
Pedoman Diagnostik :
1) Memenuhi kriteria umum diagnostik skizofrenia
2) Gejala tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

21

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau member perintah, atau


halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien Ny. D tidak memenuhi criteria Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Hebefrenik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Diagnosis henefrenia untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15 25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
4. Untuk diagnosis henefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
a) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan atau hampa perasaan;
b) Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropiate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self satisfied), senyum
sendiri (self absorbed smilling) atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai ( grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda
gurau (pranks), keluahan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang
ulang (reiterated phrase).
c) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.

22

5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol halusinasi atau waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless)dan tanpa maksud ( empty of puspose) adanya
suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahamijalan
pikiran pasien.
Pasien Ny. D tidak memenuhi criteria Skizofrenia Hebefrenik

1.
2.
a)

Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofenia
Satu atau lebih perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
Stupor (amat berkurangnya dalam reaktifitas terhadap lingkungan dan dalam

gerakan serta aktifitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);


b) Gaduh gelisah ( tampak jelas aktifitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal);
c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi tubuh tertentu yang
tidak wajar atau aneh);
d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan);
e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuhyang kaku untuk melawan upaya
menggerakan dirinya);
f) Fleksibilitas cerea/waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
g) Gejala gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata - kata serta kalimat
kalimat.
3. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dan
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala gejala katatonik bukan petunjuk untuk

23

diagnosis skizofrenia. Geja katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,


gangguan metabolik, atau alkohol dan obat obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Depresi Pasca Skizofrenia
1. Diagnosis harus ditegakan hanya kalau:
a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
ggambaran klinisnya) dan ;
c) Gejala gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu.
2. Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
episode depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0F20.3).
Pasien Ny. D tidak memenuhi criteria Depresi Pasca Skizofrenia

Skizofrenia Residual (Maslim, 2003).


1. Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
a) Gejala negatif dari skizofrenia yan menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk sperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara dan posisi tubuh, erawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c) Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia;

24

d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi


kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
Pasien Ny. D tidak memenuhi criteria Skizofrenia Residual
Skizofrenia Simpleks
1. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkankarena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
a) Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik; dan
b) Disertai dengan perubahan perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
2. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Pasien Ny. D tidak memenuhi criteria Skizofrenia Simpleks
Pasien Ny. D memenuhi Kriteria Umum Skizofrenia tetapi tidak
memenuhi criteria diagnosis subtype dari skizofrenia sehingga di diagnosis
dengan Skizofrenia YTT (Yang Tak Tergolongkan)(F.20.9).

f. Terapi
Terapi Farmakologis
Obat-obatan

yang

digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan


pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik

pertama

diperkenalkan

50

tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,
yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical antipsycotics.

25

a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek
samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine (trifluoperazine)
6. Thorazine (chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic
yang tersedia, antara lain :

26

Risperdal (risperidone)

Seroquel (quetiapine)

Zyprexa (olanzepine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani

pasien-pasien dengan Skizofrenia.


Non-Medika Mentosa
-

Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis
tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terusmenerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu,
jujur

dan membuat

perjanjian

seteratur

mungkin. Tujuan yang

dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan


klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan
permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya,
-

terapis dapat meningkatkan tes realitas.


Hospitalization
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar.

ECT
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang
dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini
diperkenalkan oleh Ugo Cerleti (1887-1963). Mekanisme penyembuhan
penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga

27

penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang


digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik
atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kasus Ny.D adalah Skizofrenia Paranoid dan
Gangguan Skizotipal.
Skizofrenia Paranoid merupakan diagnosis banding oleh karena Ny. D
memiliki waham kejar (merasa diikuti) serta memiliki halusinasi visual.
Gangguan Skizotipal merupakan diagnosis banding oleh karena Ny. D
memiliki sifat yang acuh tak acuh, diderita lebih dari 2 tahun dan adanya
kecurigaan (merasa diikuti).

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:3140.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.h.195-277.
5. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi 3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai