Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab


vertigo yang paling sering. kondisi ini memberikan gejala pusing atau vertigo
dengan onset yang mendadak yang diprovokasi oleh perubahan posisi kepala.
Gerakan provokatif yang paling umum adalah berguling di tempat tidur,
membungkuk, dan melihat ke atas. BPPV biasanya lebih buruk di pagi hari
(vertigo matutinal), dan mungkin tidak ada selama beberapa minggu atau
berbulan-bulan sebelum kembali.1, 2
BPPV pertama kali dijelaskan oleh Barany pada tahun 1921. karakteristik
nistagmus dan vertigo berhubungan dengan perubahan posisi, yang pada saat itu
dikaitkan dengan otolith. pada 1952, Dix dan Hallpike melakukan uji posisi
provokatif yang digunakan untuk keakuratan diagnosis penyakit ini.2, 3
Pasien dengan BBPV khasnya mengeluhkan serangan singkat vertigo
berputar yang hebat yang muncul tidak lama setelah pergerakan kepala dengan
cepat. Vertigo menghilang dalam waktu 10-60 detik. Vertigo jenis ini disebaban
oleh pelepasan statolit dari membrane statolit.4
Kebanyakan penderita BPPV tergolong pada kelompok yang berusia 45
tahun ke atas dan kaum wanita. Nistagmus ritmik selalu megiringi vertigo
tersebut. Daya pendengran tetap utuh. Muntah jarang, tetapi mual hampir selalu
ada.5
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan
farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut
beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. DEFINISI

Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh


perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang
terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara
berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benign dan paroksimal
biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV
secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak
menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum
memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset
vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih
dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah
atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal
posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut
juga paroxymal positional nistagmus.6

B. EPIDEMIOLOGI

BPPV dilaporkan memiliki prevalensi antara 11 dan 64 kasus per 100.000


populasi (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan
klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42%
pasien didiagnosis BPPV.6
Predileksi BPPV terlihat pada populasi yang lebih tua (usia 51-57 tahun).
Penyakit ini jarang ditemukan pada usia di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat
trauma kepala sebelumnya. BPPV lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki
dengan rasio 2:1 sampai 3:1.3, 7

C. ETIOLOGI

2
Beberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus, infeksi
telinga tengah, atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan
pada intoksikasi (alkohol, barbiturat).8
Kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan kupoulolitiasis
yaitu deposit otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis
semisirkularis posterior. Ini membuat kanal sangat sensitive terhadap perubahan
gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda.8
Literatur lain menyebutkan bahwa etiologi BPPV jarang dapat ditentukan
secara pasti dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia
vestibular akibat tertekannya arteri vertebralis karena osteofit yang menonjol ke
dalam foramen intevertebralis, sewaktu kepala berputar. Dugaan lain ialah
tertekuknya arteri vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri
tersebut terutama jika sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding
arteri.5

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi


akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanal
semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan horisontal. Ketiga kanal
semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular. Setiap kanal semisirkular terisi
oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut
sebagai ampula. Ampula mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki
densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut.6
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus
yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-
kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada
dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap
makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut

3
otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari
partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.6
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi
oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh
karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau
hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena.
Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula,
sehingga partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal
melalui ujung yang tidak mengandung ampula.6

Gambar 1: Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga Dalam Sisi Kiri.6

Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan


ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior
dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory)
dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanal
semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.6
Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari
bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan jerk
nystagmus, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu
arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Nistagmus
dinamakan sesuai arah dari fase cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal,
vertikal, oblik, rotatori, atau kombinasi.6

4
Reseptor pada sistem vestibular yaitu sel rambut yang terletak dalam Krista
kanalis semisirkularis dan macula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua
jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya
terhadap percepatan sudut (yaitu perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan
sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linear, khususnya percepatan linear
dan terhadap perubahan posisi kepala relative terhadap gravitasi. Perbedaan
kepekaan terhadap percepatan sudut dan linear ini disebabkan oleh geometri dari
kanalis dan organ otolit serta cirri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi
sel-sel rambut.9
Sel rambut pada kanalis, secara morfoli sangat mirip dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel memiliki polarisasi structural sesuai posisi
dari stereosilia yang relatif terhadap kinosilium. Selain itu, juga terdapat suatu
polarisasi fungsional sebagai respon sel-sel rambut. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok ke arah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika terjadi gerakan yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium, maka sel-sel rambut terinhibisi. Jika tidak ada gerakan,
maka sebagian transmitter akan dilepaskan dari sel rambut yang menyebabkan
serabut-serabut saraf aferen mengalami laju tembakan spontan ataupun istirahat.
Hal ini memungkinkan serabut-serabut aferen menjadi tereksitasi ataupun
terinhibisi tergantung dari arah gerakan.9

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi BPPV dapat dijelaskan dengan 2 teori, yaitu teori
kupulolitiasis dan teori kanalitiasis.8
1. Teori Kupulolitiasis
Teori ini pertama kali diajukan oleh Harold Schuknecht pada tahun 1962.
Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula Krista
ampularis. Melalui pemeriksaan fotomikrografi, Schuknecht menemukan
adanya partikel basofilik yang melekat pada kupula. Partikel ini membuat
kanalis semisirkularis posterior menjadi lebih sensitive terhadap gravitasi. 8
Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya suatu benda berat yang
melekat pada puncak sebuah tiang, yang menyebabkan posisi tiang sulit untuk

5
tetap dipertahankan pada posisi netral karena adanya benda berat tersebut.
Tiang tersebut cenderung mengarah ke sisi benda yang melekat. Dengan
analogi tersebut, kupula sulit untuk kembali ke posisi netral, sehingga timbul
nistagmus dan pusing. 8

2. Teori kanalitiasis
Tahun 1980, Epley mengemukakan teori ini. Menurut Epley, gejala BPPV
disebabkan karena adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala dalam posisi tegak, kanalit berada
di posisi terendah alam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala
direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90 o.
Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini
menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula inilah yang menyebabkan
terjadinya nistagmus. Jika kepala dikembalikan ke posisi awal, maka terjadi
gerakan sebaliknya, timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 8
Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban. Ketikan
ban berputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. 8
Pada 1991, Parnes dan McClure memperkuat teori ini dengan menemukan
adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis posterior saat melakukan
tindakan bedah kanalis. 8

6
Gambar 2: Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri6

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri


dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan
bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua
kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat
bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf
ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot
ektraokular. Setiap kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik
nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak
bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi
yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri.
Konsep calcium jam pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium
yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.6
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti.
Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak
keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada
kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith
yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena
osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan

7
BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan
demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi
osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV
berulang.6

F. MANIFESTASI KLINIS

Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering dijumpai
dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami vertigo bila
duduk atau berdiri diam, namun serangan timbul bila terjadi perubahan posisi
(misalnya sedang tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu) atau
gerakan kepala atau badan. Umumnya gerakan ke depan dan ke belakang yang
memicu vertigo. Vertigo biasanya berlangsung hanya beberapa detik (kurang dari
10-30 detik). Kadang-kadang pasien memberitahu posisi apa yang mencetuskan
serangan. Perubahan posisi kepala memperhebat vertigo pada neuronitis
vestibularis dan beberapa vetigo perifer atau sentral, tetapi pada BPPV gejala
hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.8, 10
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-
kadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang
dan diikuti disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat
muncul kembali.10

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas keluhan
pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing
berputar, rasa tidak stabil atau melayang. Bagaimana bentuk serangan vertigo,
apakah pusing berputar atau rasa goyang/melayang. Bagaimana sifat serangan
vertigo, apakah periodic, kontinu, ringan atau berat. Tanyakan bagaimana factor
pencetus atau situasi pencetus terjadinya vertigo, apakah saat perubahan gerakan
kepala atau posisi, berada dalam situasi keramaian dan emosional, ataukah ada

8
factor suara. Ditanyakan gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo, apakah
ada mual, muntah, keringat dingin, apakah gejala otonom berat atau ringan.
Ditanyakan apakah ada gejala gangguan pendengaran seperti tinnitus atau tuli.
Riwayat konsumsi obat juga perlu diketahui, seperti strepromisin, gentamisin,
atau kemoterapi yang dapat memicu terjadinya vertigo. Juga perlu ditanyakan
penyakit yang diderita pasien, seperti DM, hipertensi, atau kelainan jantung.10

2. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah : DixHallpike dan Tes kalori.6

a. Dix-Hallpike test

Gambar 3: Dix-Hallpike Manuever7

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher
dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :

9
1) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300 -400 , penderita diminta
tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis
posterior.
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
8) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
450 dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari
satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.6
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air
panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin,

10
diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri
dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiaptiap selesai pemeriksaan
(telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan
selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).6

c. Tes Supine Roll

Gambar 4: Supine Roll Test6


Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV
kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat
yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan
posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior
harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.6
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat
selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam
posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral
diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter
mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah
nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap
ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian
diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien
diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.6

H. DIAGNOSIS BANDING

11
Vestibular Neuronitis
Penyebab neuronitis vestibularis tidak diketahui. Neuronitis vestibularis
ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering
disertai muntah, mual, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh
gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka
diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase
lambat kea rah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang
menurun pada telinga yang sakit.8
Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya
sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari
atau beringgu-minggu.8

Penyakit Meniere
Pada penyakit meniere, pendengaran selalu terganggu pada waktu
serangan vetigo berlangsung. Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah,
dan vertigo dengan tinnitus atau perasaan penuh di dalam telinga dan tuli
sementara. Tiap serangan dapat berlangsung beberapa jam. Setelah serangan
berlalu, daya pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam.5

Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam.Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda.
Proses dapat akut atau kronik,serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut
disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau
meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini didugadisebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh
organismehidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang
meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik
dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops
endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan
sklerosi labirin.9

12
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan BPPV terdiri dari terapi non-farmakologi dan
farmakologi.
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit
yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver
reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit
untuk menghindari risiko jatuh.6
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat
dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.6
a. Manuver Epley

13
Gambar 5: Manuver Epley7
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 o , lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.6, 11
b. Manuver Semont

Gambar 6: Manuver Semont7


Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior.
Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala
dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi

14
berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo
dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.6, 11
c. Maneuver Lempert

Gambar 7: Menuver Lempert11


Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
berguling 360o , yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan
kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi
lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke
posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali
ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing
gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi. 6, 11
d. Forced Prolonged Position
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang
sakit dan dipertahankan selama 12 jam. 6, 11
e. Brandt-Daroff exercise

15
Gambar 8: Brandt-Daroff exercise2
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan. 6, 11
2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada
pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk
vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan
adalah:6,12
Calcium Entry Blocker
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat
dan bekerja langsung sebagai depressor labirin, bisa untuk vertigo perifer
dan sentral.6.12
Obat: Flunarizine
Anti Histamin
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik, akibatnya
inhibisi nervus vestibularis.

16
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.11
Obat: sinarisin, dimenhidrinat, prometasin, meclizine, cyclizine
Antikolinergik
Mengurangi eksabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori
kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon
nervus vestibularis terhadap rangsang. 11
Obat: skopolamin, atropin
Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada nervus vestibularis
sehingga eksitabilitas neuron berkurang. 11
Obat: amphetamine, efedrin
Fenotiasin (antidopaminergik)
Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata
Obat: klorpromazin, proklorperazin, haloperidol
Benzodiazepin
Benzodiazepine terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan
asam gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan
benzodiazepine terikat secara selektif dengan reseptor
GABA/benzodiazepine/chloride lonofor kompleks, pengikatan ini
membuka kanal Cl-.11
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. 11
Obat: diazepam, alprazolam, lorazepam, klordiazepoksid
Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestiularis lateralis. 11
Obat: betahistin

Obat Dosis Dewasa


Meclizin 12.5-50 mg / 4-8 jam
Dimenhidrinat 25-50 mg / jam
Diazepam 2-10 mg / 4-8 jam
Lorazepam 0.5-2 mg / 4-8 jam
Metoclopramide 5-10 mg / 6 jam
Difenhidramin 25-50 mg / jam
Prometazin 25 mg / 6 jam
Skopolamin 0,5 mg / 12 jam
Efedrin 25 mg / 6 jam
Hidroksizin 25-100 mg / 8 jam
Flunarizin 2 mg / 12 jam
Prochlorperazine 5-10 mg / 6-8 jam
Tabal 1: Obat-obat anti-vertigo8, 14

17
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur
dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV,
yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.6
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal
posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.3, 6

J. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan terapi CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu meskipun pada
beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan, tingkat rekurensi sekitar
10-25%.3

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Furman JM, cass SP. Review Article: Benign Paroxysmal Positional


Vertigo. The New England Journal Medicine 1999.
2. Solomon D. Benign paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment
Options in Neurology 2000;2:417-427.
3. Li JC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. Accessed 2014.
4. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat;
2009.
5. Purnamasari PP. Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (Bppv). Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar.
6. Kim JS, Zee DS. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New England
Journal of Medicine 2014.
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2007.
8. Hornibrook, Jeremy. 2011. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV):
History, Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions.

19
9. Bittar RSM, Mezzalira R, Furtado PL, Venosa AR, Sampaio ALL, Oliveira
CACPd. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal 2011;16(2):135-45.
10. Edward Yan 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Jurnal
Fakultas Kedokteran Unand.
11. Trkanjec, Zlatko. 2007. Pharmacotherapy of Vertigo. University
Department of Neurology, Sestre Milosrdnice University Hospital.
12. Brevern, Michael, dkk. 2015. Benign Paroxysmal Potisional Bertigo:
diagnostic criteria. Consensus document of the Committee for the
Classification of Vestibular Disorders of the Brny Society. Journal of
vestibular Research. USA.

20

Anda mungkin juga menyukai