PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
C. ETIOLOGI
2
Beberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus, infeksi
telinga tengah, atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan
pada intoksikasi (alkohol, barbiturat).8
Kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan kupoulolitiasis
yaitu deposit otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis
semisirkularis posterior. Ini membuat kanal sangat sensitive terhadap perubahan
gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda.8
Literatur lain menyebutkan bahwa etiologi BPPV jarang dapat ditentukan
secara pasti dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia
vestibular akibat tertekannya arteri vertebralis karena osteofit yang menonjol ke
dalam foramen intevertebralis, sewaktu kepala berputar. Dugaan lain ialah
tertekuknya arteri vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri
tersebut terutama jika sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding
arteri.5
3
otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari
partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.6
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi
oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh
karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau
hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena.
Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula,
sehingga partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal
melalui ujung yang tidak mengandung ampula.6
Gambar 1: Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga Dalam Sisi Kiri.6
4
Reseptor pada sistem vestibular yaitu sel rambut yang terletak dalam Krista
kanalis semisirkularis dan macula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua
jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya
terhadap percepatan sudut (yaitu perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan
sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linear, khususnya percepatan linear
dan terhadap perubahan posisi kepala relative terhadap gravitasi. Perbedaan
kepekaan terhadap percepatan sudut dan linear ini disebabkan oleh geometri dari
kanalis dan organ otolit serta cirri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi
sel-sel rambut.9
Sel rambut pada kanalis, secara morfoli sangat mirip dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel memiliki polarisasi structural sesuai posisi
dari stereosilia yang relatif terhadap kinosilium. Selain itu, juga terdapat suatu
polarisasi fungsional sebagai respon sel-sel rambut. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok ke arah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika terjadi gerakan yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium, maka sel-sel rambut terinhibisi. Jika tidak ada gerakan,
maka sebagian transmitter akan dilepaskan dari sel rambut yang menyebabkan
serabut-serabut saraf aferen mengalami laju tembakan spontan ataupun istirahat.
Hal ini memungkinkan serabut-serabut aferen menjadi tereksitasi ataupun
terinhibisi tergantung dari arah gerakan.9
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi BPPV dapat dijelaskan dengan 2 teori, yaitu teori
kupulolitiasis dan teori kanalitiasis.8
1. Teori Kupulolitiasis
Teori ini pertama kali diajukan oleh Harold Schuknecht pada tahun 1962.
Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula Krista
ampularis. Melalui pemeriksaan fotomikrografi, Schuknecht menemukan
adanya partikel basofilik yang melekat pada kupula. Partikel ini membuat
kanalis semisirkularis posterior menjadi lebih sensitive terhadap gravitasi. 8
Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya suatu benda berat yang
melekat pada puncak sebuah tiang, yang menyebabkan posisi tiang sulit untuk
5
tetap dipertahankan pada posisi netral karena adanya benda berat tersebut.
Tiang tersebut cenderung mengarah ke sisi benda yang melekat. Dengan
analogi tersebut, kupula sulit untuk kembali ke posisi netral, sehingga timbul
nistagmus dan pusing. 8
2. Teori kanalitiasis
Tahun 1980, Epley mengemukakan teori ini. Menurut Epley, gejala BPPV
disebabkan karena adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala dalam posisi tegak, kanalit berada
di posisi terendah alam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala
direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90 o.
Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini
menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula inilah yang menyebabkan
terjadinya nistagmus. Jika kepala dikembalikan ke posisi awal, maka terjadi
gerakan sebaliknya, timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 8
Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban. Ketikan
ban berputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. 8
Pada 1991, Parnes dan McClure memperkuat teori ini dengan menemukan
adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis posterior saat melakukan
tindakan bedah kanalis. 8
6
Gambar 2: Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri6
7
BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan
demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi
osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV
berulang.6
F. MANIFESTASI KLINIS
Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering dijumpai
dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami vertigo bila
duduk atau berdiri diam, namun serangan timbul bila terjadi perubahan posisi
(misalnya sedang tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu) atau
gerakan kepala atau badan. Umumnya gerakan ke depan dan ke belakang yang
memicu vertigo. Vertigo biasanya berlangsung hanya beberapa detik (kurang dari
10-30 detik). Kadang-kadang pasien memberitahu posisi apa yang mencetuskan
serangan. Perubahan posisi kepala memperhebat vertigo pada neuronitis
vestibularis dan beberapa vetigo perifer atau sentral, tetapi pada BPPV gejala
hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.8, 10
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-
kadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang
dan diikuti disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat
muncul kembali.10
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas keluhan
pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing
berputar, rasa tidak stabil atau melayang. Bagaimana bentuk serangan vertigo,
apakah pusing berputar atau rasa goyang/melayang. Bagaimana sifat serangan
vertigo, apakah periodic, kontinu, ringan atau berat. Tanyakan bagaimana factor
pencetus atau situasi pencetus terjadinya vertigo, apakah saat perubahan gerakan
kepala atau posisi, berada dalam situasi keramaian dan emosional, ataukah ada
8
factor suara. Ditanyakan gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo, apakah
ada mual, muntah, keringat dingin, apakah gejala otonom berat atau ringan.
Ditanyakan apakah ada gejala gangguan pendengaran seperti tinnitus atau tuli.
Riwayat konsumsi obat juga perlu diketahui, seperti strepromisin, gentamisin,
atau kemoterapi yang dapat memicu terjadinya vertigo. Juga perlu ditanyakan
penyakit yang diderita pasien, seperti DM, hipertensi, atau kelainan jantung.10
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah : DixHallpike dan Tes kalori.6
a. Dix-Hallpike test
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher
dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
9
1) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300 -400 , penderita diminta
tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis
posterior.
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
8) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
450 dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari
satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.6
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air
panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin,
10
diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri
dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiaptiap selesai pemeriksaan
(telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan
selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).6
H. DIAGNOSIS BANDING
11
Vestibular Neuronitis
Penyebab neuronitis vestibularis tidak diketahui. Neuronitis vestibularis
ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering
disertai muntah, mual, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh
gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka
diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase
lambat kea rah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang
menurun pada telinga yang sakit.8
Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya
sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari
atau beringgu-minggu.8
Penyakit Meniere
Pada penyakit meniere, pendengaran selalu terganggu pada waktu
serangan vetigo berlangsung. Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah,
dan vertigo dengan tinnitus atau perasaan penuh di dalam telinga dan tuli
sementara. Tiap serangan dapat berlangsung beberapa jam. Setelah serangan
berlalu, daya pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam.5
Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam.Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda.
Proses dapat akut atau kronik,serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut
disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau
meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini didugadisebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh
organismehidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang
meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik
dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops
endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan
sklerosi labirin.9
12
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan BPPV terdiri dari terapi non-farmakologi dan
farmakologi.
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit
yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver
reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit
untuk menghindari risiko jatuh.6
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat
dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.6
a. Manuver Epley
13
Gambar 5: Manuver Epley7
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 o , lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.6, 11
b. Manuver Semont
14
berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo
dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.6, 11
c. Maneuver Lempert
15
Gambar 8: Brandt-Daroff exercise2
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan. 6, 11
2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada
pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk
vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan
adalah:6,12
Calcium Entry Blocker
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat
dan bekerja langsung sebagai depressor labirin, bisa untuk vertigo perifer
dan sentral.6.12
Obat: Flunarizine
Anti Histamin
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik, akibatnya
inhibisi nervus vestibularis.
16
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.11
Obat: sinarisin, dimenhidrinat, prometasin, meclizine, cyclizine
Antikolinergik
Mengurangi eksabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori
kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon
nervus vestibularis terhadap rangsang. 11
Obat: skopolamin, atropin
Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada nervus vestibularis
sehingga eksitabilitas neuron berkurang. 11
Obat: amphetamine, efedrin
Fenotiasin (antidopaminergik)
Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata
Obat: klorpromazin, proklorperazin, haloperidol
Benzodiazepin
Benzodiazepine terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan
asam gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan
benzodiazepine terikat secara selektif dengan reseptor
GABA/benzodiazepine/chloride lonofor kompleks, pengikatan ini
membuka kanal Cl-.11
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. 11
Obat: diazepam, alprazolam, lorazepam, klordiazepoksid
Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestiularis lateralis. 11
Obat: betahistin
17
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur
dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV,
yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.6
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal
posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.3, 6
J. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan terapi CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu meskipun pada
beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan, tingkat rekurensi sekitar
10-25%.3
18
DAFTAR PUSTAKA
19
9. Bittar RSM, Mezzalira R, Furtado PL, Venosa AR, Sampaio ALL, Oliveira
CACPd. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal 2011;16(2):135-45.
10. Edward Yan 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Jurnal
Fakultas Kedokteran Unand.
11. Trkanjec, Zlatko. 2007. Pharmacotherapy of Vertigo. University
Department of Neurology, Sestre Milosrdnice University Hospital.
12. Brevern, Michael, dkk. 2015. Benign Paroxysmal Potisional Bertigo:
diagnostic criteria. Consensus document of the Committee for the
Classification of Vestibular Disorders of the Brny Society. Journal of
vestibular Research. USA.
20