Anda di halaman 1dari 40

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan
yang gawat.
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%)
terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga
abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya
kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada
penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra
Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi
yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi
dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di
tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan
masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya
angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara
tepat dan cepat.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi
oleh setiap dokter , karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik
terganggu itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah
dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari itu, perlu di ketahui oleh setiap
dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis difernsialnya. Hal yang
perlu diingat ialah, bahwa setiap pada setiap wanita dalam masa reproduksi

dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian
bawah, perlu di fikirkan kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi
atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi
sipenderita.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan Keperawatan pada klien dengan Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET).
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi alat reproduksi
wanita;
b. Mahasiswa

mampu

menjelaskan

definisi

Kehamilan

Ektopik

Terganggu;
c. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi Kehamilan Ektopik
Terganggu;
d. Mahasiswa

mampu

menjelaskan

etiologi

Kehamilan

Ektopik

Terganggu;
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala Kehamilan Ektopik
Terganggu;
f. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Kehamilan Ektopik
Terganggu;
g. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis Kehamilan
Ektopik Terganggu;
h. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan untuk Kehamilan Ektopik
Terganggu;
i. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
Kehamilan Ektopik Terganggu;
j. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada Kehamilan
Ektopik Terganggu.

1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa khususnya dalam format
asuhan keperawatan dengan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran mahasiswa dapat memacu inovasi dan
daya pikir kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah keperawatan
asuhan keperawatan pada klien dengan Kehamilan Ektopik Terganggu
(KET)
1.4 Implementasi Keperawatan
1. Perawat sebagai educator
Perawat memberikan informasi mengenai pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, penatalaksaan serta pencegahan KET kepada pasien dan keluarga
dengan bahasa yang mudah dipahami.
2. Perawat sebagai konselor
Implikasi perawat sebagai konselor adalah,
a. Perawat memberikan konseling mengenai prosedur dalam menjalani
perawatan KET.
b. Perawat memberikan konseling kepada pasien dan keluarganya mengenai
nutrisi yang harus dipenuhi oleh pasien KET.
c. Perawat membantu klien dalam memecahkan masalah dengan memberikan
pilihan-pilihan yang terbaik guna mendapatkan pelayanan dan pengobatan
untuk klien KET.
3. Perawat sebagai advokasi
Implikasi perawat sebagai advokasi adalah,
a. Perawat melindungi hak-hak pasien KET, dalam mendapatkan pelayanan
dan pengobatan yang sesuai.

b. Perawat memberikan saran - saran kepada klien jika klien dihadapkan pada
suatu permasalahan, dengan membantu menyelesaikannya dan tidak lupa
menjelaskan tentang baik buruknya dari setiap pilihan.
4. Perawat sebagai praktisi kesehatan
Perawat melakukan kobalorasi dengan tim kesehatan lain sebagai upaya untuk
memberikan perawatan kepada pasien.
5. Perawat sebagai care giver
Perawat memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif
kepada pasien, agar masalah kesehatan pasien dapat ditangani dengan baik
sehingga pasien memperoleh kembali derajat kesehatan yang optimal.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Anatomi Fisiologi
4

2.1.1

Uterus
Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka

belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya


terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm
dan tebal dinding 1,25 cm (Jones, 1997).
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus
terdiri dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian
proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri
disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars
supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis
servikalis (Wibowo,2002).
Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan (Wibowo,2002):
1. Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam.
2. Miometrium, lapisan tebal otot polos
3. Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar. Endometrium
terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah yang berkelok.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting
dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid
endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa
proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di sebelah
dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara
lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling
penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit
pembuluh darah. Uterus ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan
jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik
(Wibowo,2002).

2.1.2

Tuba Falopi
Menurut Manuaba (2004) tuba fallopi berasal dari duktus Mulleri,

panjangnya sekitar 11-14 cm. Tuba fallopii terdiri dari:


1.

Pars interstisialis: 3-5 cm dalam dinding uterus.

2.

Pars istmika, bagian tersempit dengan diameter 2-3 mm.

3.

Pars ampula, bagian terlebar dengan diameter 4-10 mm.

4.

Pars infundibulum tubae, fimbriae dapat melakukan ovum pick up mechanism.

5.

Otot tuba identik dengan otot polos, yaitu: longitudinal dan sirkular, yang kedua
otot ini dipengaruhi otot perbandingan antara estrogen dan progestron.

6.

Mukosa berlipat-lipat, terutama di bagian ampula:


a. Epitel kubik sampai silindris dengan sebagian mempunyai villi.
b. Mempunyai kelenjar yang dapat mengeluarkan cairan.
c. Villi berfungsi untuk mengalirkan cairan ke arah uterus.
d. Gerak villi dipengaruhi oleh perbandingan estrogen dan progestron.
Estrogen mengaktifkan gerak villi, sedangkan progestron menghambat
gerak villi.

7.

Sitem pembuluh darah tuba, yaitu: Ramus tubarisus art uterina asenden dan
Ramus tubarius art ovarika, melalui ligamentum infundibulopelvikum.

8.

Sistem aliran limfe bersama dengan fundus uteri melalui ligamentum


infundibulopelvikum menuju kelenjar limfe para aorta.

2.1.3

Vagina
Vagina adalah sebuah tabung berlapis otot yang membujur keatas dan

condong kebelakang, sejak dari vestibulum hingga ke rahim. Selain berlapis otot
juga dikelilingi jaringan pembuluh darah yang akan penuh ketika ada ransangan
seksual. Dalam keadaan biasa tabung menyempit karena dinding-dinding saling
mendekat. Vagina adalah saluran penghubung antara vestibulum pudendi dan seik
uteri. Panjang dinding depan 9 cm dan dinding belakang 14 cm, epitelnya adalah
epitel gepeng berlapis yang mengandung banyak glikogen (Daili, 2007).
Vagina menerima aliran darah dari cabang desenden art uterine cabang Art
hipogastrik, memelihara serviks, dua pertiga vagina bagian atas berasal dari

duktus mulleri. Art uterine masuk melalui ligamentum kardinale mackonrodt,


dekat serviks. vagina yang berasal dari kloaka mendapatkan darah dari Art
pundendalis interna, ranting dari Art rektalis mediana, keduanya mengadakan
anantomosis disekitar vagina bagian bawah dan cabang vagina Art vesikalis
inferior (Jones, 2005).
Epitel vagina terdiri dari epitel bertingkat yang cukup tidak mengandung
kelenjar, tetapi dapat terjadi transudasi karena dibawah epitel vagina banyak
terdapat banyak pembuluh darah, khususnya hubungan seks. Mukosa vagina 1/3
bagian bawah mempunyai lipatan-lipatan horizontal yang disebut rugae. Pada
gadis atau mereka yang tidak mempunayai anak, rugae-rugae tersebut masih jelas
tampak. Pada dinding vagina sering terdapat kista garner, sebagai sisa dari duktus
wolfii (Manuaba, 2004).
Vagina mendapatkan darah dari arteria uterina, yang melalui cabangnya
keserviks dan vagina memberikan darah kebagian bawah 1/3 atas vagina. Arteria
vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberi darah 1/3 bagian tengah.
Arteria hemoroidalis mediana dan arteria pudendus interna, yang memberikan
darah ke bagian 1/3 bawah vagina Cabang desenden Art uterine cabang Art
hipogastrik, memelihara serviks, dua pertiga vagina bagian atas berasal dari
duktus mulleri. Art uterine masuk melalui ligamentum kardinale mackonrodt,
dekat serviks. Vagina yang berasal dari kloaka mendapatkan darah dari Art
pundendalis interna, ranting dari Art rektalis mediana, keduanya mengadakan
anantomosis disekitar vagina bagian bawah dan cabang vagina Art vesikalis
inferior (Wiknjosastro, 2007).

2.14 Fibrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian
disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang
merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar
7

ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan
selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas,
berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan
arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut (Wibowo,2002).
2.1.4 Ovarium
Ovarium terletak di bagian belakang fossa ovarika. Ovarium berkaitan
dengan uterus melalui ligamentum ovarii properium di bagian belakang
ligamentum lantum, sistem pembuluh darah berasal dari ramus ovarika art
ovarika dan ramus ovarika art uterina asenden. Mesovarium adalah bagian dari
ligamentum latum yang menghubungkan ovarium dengan ligamentum latum.
Bagian ovarium yang mengarah ke peritenium, tertutup oleh lapisan epitel kubik
atau silindris, disebut Eputhelium germinativum. Ukuran ovarium 1,5 x 3 x 2,5
cm dengan berat 4-6 gram. Pada korteks ovarii terdapat folikel dengan berbagai
kematangan yang setiap bulan siap untuk terjadi ovulasi. Jumlah folikel sekitar
ribuan, namun yang mampu dalam siklus primordial sampai graaf folikel, hanya
sekitar 600 buah, jika wanita tersebut tidak kawin (Manuaba. 2004).

Gambar 2.1.4 Ovarium


Secara normal sel telur dibuahi di tuba falopi, sel telur akan bergerak
dengan bantuan fili-fili yang ada di tuba fallopi untuk menuju rahim dan
menempel didinding rahim, sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma akan
berkembang menjadi janin.
8

Gambar 2.1.4 Anatomi alat reproduksi wanita.

2.2 Definisi
Kehamilan Ektopik Terganggu adalah implantasi dan pertumbuhan hasil
konsepsi di luar endometrium (Mansjoer A, 2000).
Kehamiian Ektopik Terganggu adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri (Prawiroharjo S, 1999).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar
rongga uterus. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri. Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau rupture apabila
masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (Saifuddin,
2000).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim. Sedangkan yang disebut sebagai KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)
adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur pada dinding
tuba.

Gambar 2.2 Mekanisme Terjadinya Abortus Tuba


Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
(saluran tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut akan berimplantasi
(melekat) pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik,
telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak
semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%),
meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur),
rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).
Menurut Prawiraharjo (2008) berdasarkan letaknya, kehamilan ektopik
dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:
a. Tuba fallopi
1. Pars intertisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infundibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis Servikalis
2. Divertikulum

10

3. Kornua
4. Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Gambar 2.2 Lokasi Kehamilan Ektopi


2.3 Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.
Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu,
yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%). Penelitian Cunningham di
Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan ektopik terganggu lebih sering
dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit

11

peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan
ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6% (Ezeddin, 2008).
Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP
Pringadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto
Magunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24 , sedangkan di RSUP. DR. M.
Djamil Padang (1997-1999) dilaporkan frekuensi 1:110. Kontrasepsi IUD juga
dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap persalinan di rumah
sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi untuk
kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah
persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara
relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan
intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik
Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik
terganggu paling banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya diampula tuba
(78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal
(1-2%), ovarium (1%), servikal (0,5%).
Menurut Benson (2008), insiden kehamilan ektopik telah meningkat
secara dramatis selama dua dekade terakhir di Amerika Serikat menjadi >1:100
kehamilan (dari kira-kira 1:500). Peningkatan ini, paling jelas pada wanita bukan
kulit putih, disebabkan oleh infeksi tuba, endometriosis dan peningkatan
kemungkinan kehamilan ektopik setelah ligasi tuba laparaskopik gagal. Faktorfaktor yang tidak diketahui juga mungkin menjadi penyebab.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian ibu terutama
karena perdarahan yang tidak terkendali dan syok (0,1%-0,2% di Amerika Serikat,
tetapi angka ini lebih tinggi di negara-negara berkembang. Kematian janin pada
kehamilan ektopik hampir sama.
2.4 Etiologi

12

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi


sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Menurut Trijatmo Rachimhadhi
dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan ektopik terganggu yaitu:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain:
Salpingitis (radang saluran telur), terutama endosalpingitis yang
menyebabkan aglutinasisilia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan
saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia
mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil

zigot pada tuba.


Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau

penyempitan lumen.
Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan

hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.


Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan

usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.


Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma

adanya benjolan pada adneksia.


Penggunaan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim

uteri

dan

(AKDR).
2. Faktor Fungsional
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus

mulleri yang abnormal.


Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan

progesterone.
Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
Hal lain seperti riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.

Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :

13

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.


Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar
15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30%
setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone.
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
3. Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut
sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba
diantaranya adalah :
a. Merokok
Kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok
menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung
telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan
penurunan kekebalan tubuh.
b. Penyakit Radang Panggul.
Menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan
pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman
TBC, klamidia, gonorea.
c. Endometriosis.
Dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba.
d. Tindakan medis.
Seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan
infertilitas seperti bayi tabung menyebabkan parut pada rahim dan
saluran tuba.
2.5 Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat

14

kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi di tuba. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini antara lain:
1. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila
ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan
vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadangkadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
2.6 Tanda dan Gejala
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda
seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah
lelah, dan perabaan keras pada payudara.
Tanda dan gejala dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya dan sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut. Berikut adalah tanda gejala dari kehamilan ektopik :
1. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut
mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan
taraf perdarahannya disamping keterlambatan diagnosis.
2. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya
dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus
kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadangkadang tidak terlihat sebelum terjadinya rupture.
3. Amenore
15

Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam
yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal,
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
4. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya
tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah
tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap, dan dapat terputusputus atau terus-menerus.
5. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum
terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan
dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien.
Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan
peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
6. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti
yang terlihat pada tindakan flebotomi.
7. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume
darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi
setelah timbul hipovolemi yang serius.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa
adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami rupture dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umunya diatas 38 C.
9. Masa pelvis

16

Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran
5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya
infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras.
Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis
dalam tindakan palpasi.
10. Hematokel Pelvic
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan kedalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan
adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.
Gejala-gejala
sehingga pembuatan

kehamilan
diagnosis

ektopik

terganggu

kadang-kadang

beraneka

menimbulkan

ragam,
kesulitan,

khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau


ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.
Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah nyeri
hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam awalnya
kemudian perlahanlahan menyebar ke seluruh perut. Nyeri bertambah hebat bila
bergerak Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti
menstruasi).
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala
diatas, maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik
Terganggu. Apabila anda merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini
maka segera temui dokter anda. Hal ini sangat penting karena kehamilan ektopik
dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di
dalam.
2.7 Komplikasi dan Prognosis
17

2.7.1

Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu

turun sejaan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadisteril (tidak dapat mempunyai keturunan)
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain. Ibu yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk
terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50%
mengalami kehamilanektopik terganggu berulang. Ruptur dengan perdarahan
intraabdominaldapat

mempengaruhi

fertilitas

wanita.

Dalam

kasus-kasus

kehamilanektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari


sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalamikehamilan ektopik
berulang.
2.7.2

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah


lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan
indikasi operasi.
2. Infeksi
3. Sterilitas
4. Pecahnya tuba falopi
Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara
ditegakkan, antara lain dengan :
1. Anamnesis dan gejala klinis.
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak
ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan/kiri bawah. Berat atau
18

ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam


peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang
bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen
c. Pemeriksaan ginekologis.
d. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Achadiat (2004), pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
pada kehamilan ektopik, antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium: kadar hemoglobin, leukosit, tes kehamilan, dilatasi
dan kuretase (dijumpai tanda dari Arias-Stella).
b. Pemeriksaan USG: dijumpai kantong kehamilan (gestational sac) di luar
kavum uteri disertai/tanpa adanya genangan cairan (darah) di kavum Douglasi
untuk KET.
c. Pemeriksaan Kuldosentesis: ditemukan adanya darah cair di kavum Douglasi,
dengan karakteristik hallo-sign, namun pemeriksaan ini sangat tidak nyaman
bagi pasien dan dapat dilewati jika telah terdapat keyakinan diagnosis
(khususnya dengan pemeriksaan USG).
Kuldosentesis adalah suatu teknik sederhana untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan sebuah tenakulum, dan
dimasukkan sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 melalui forniks posterior ke
dalam cul-de-sac. Potongan bekuan darah lama yang mengandung cairan, atau
cairan mengandung darah yang tidak membeku, sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik. Jika darah yang disedot membeku,
maka darah tersebut mungkin berasal dari pembuluh darah yang tertusuk dan
bukan dari pedarahan pada kehamilan ektopik. Tidak adanya cairan yang tersedot,
tidak menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik (Leveno, 2009).
d. Pemeriksaan laparoskopi jika perlu.

19

Menurut Leveno (2009), pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan, antara


lain:
a. Hemoglobin, Hematokrit, dan Hitung Leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang berkurang dikembalikan ke arah normal
oleh hemodilusi yang berlangsung dalam satu atau beberapa hari. Oleh karena itu,
pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya
memperlihatkan sedikit penurunan. Pada kehamilan ektopik terganggu, derajat
leukositosis sangat bervariasi. Pada sekitar separuh wanita, dapat ditemukan
leukositosis hingga 30.000/ L.
b. Pemeriksaan Urine untuk Kehamilan
Pemeriksaan urine yang tersering digunakan adalah pemeriksaan latex
agglutination inhibition (hambatan penggumpalan lateks) menggunakan slide
dengan sensitivitas untuk gonadotropin korion (hCG) dalam kisaran 500 hingga
800 mIU/mL. pada kehamilan ektopik, kemungkinan positif hanyalah 50 hingga
60 persen. Jika digunakan tabung, deteksi hCG adalah dalam kisaran 150 hingga
250 mIU/mL, dan uji ini positif pada 80 hingga 85 persen kehamilan ektopik. Uji
yang menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) sensitive
hingga 10 sampai 50 mIU/mL dan positif pada 95 persen kehamilan ektopik.
c. Pemeriksaan -bCG Serum
Radioimmunoassay, dengan sensitivitas 5 sampai 10 mIU/mL merupakan metode
paling tepat untuk mendeteksi kehamilan. Karena satu kali hasil pemeriksaan
serum yang positif tidak menyingkirkan kehamilan ektopik maka dirancanglah
beberapa metode yang menggunakan nilai serum kuantitatif serial untuk
menegakkan diagnosis. Metode ini sering digunakan bersama dengan sonografi.
d. Progesteron Serum
Satu kali pengukuran progesteron sering dapat digunakan untuk memastikan
kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi 25 ng/mL

20

menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97,5 persen.


Nilai yang kurang dari 5 ng/mL mengisyaratkan bahwa mudigah-janin telah
meninggal, tetapi tidak menunjukkan lokasinya. Kadar progesteron antara 5 dan
25 ng/mL bersifat inkonklusif.

Sedangkan untuk pencitraan ultrasound yang bisa dilakukan yakni ada


tiga, antara lain:
1. Sonografi Abdomen
Kehamilan di tuba falopii sulit diidentifikasi dengan sonografi abdomen. Tidak
adanya kehamilan di uterus secara sonografis, uji kehamilan yang positif, adanya
cairan di cul-de-sac, dan adanya massa abnormal di panggul, menunjukkan
kehamilan ektopik. Sayangnya, ultrasound mungkin memberi gambaran
kehamilan intrauterus pada sebagian kasus kehamilan ektopik saat bekuan darah
atau silinder desidua memberi gambaran seperti suatu kantong intrauterus kecil.
Sebaliknya, terlihatnya suatu massa di adneksa atau cul-de-sac pada sonografi
tidak selalu membantu karena kista korpus luteum dan usus yang terbelit secara
sonografis kadang-kadang tampak seperti kehamilan tuba. Hal yang utama, suatu
kehamilan intrauterus biasanya tidak terdeteksi dengan ultrasound abdomen
hingga 5 atau 6 minggu haid atau konsentrasi -hCG serum lebih dari 6000
mIU/mL.
2. Sonografi Vagina
Sonografi dengan tranduser vagina dapat mendeteksi kehamilan uterus paling
awal 1 minggu setelah terlambat haid jika kadar -hCG serum lebih dari 1500
mIU/mL. Uterus yang kosong dengan konsentrasi -hCG serum 1500 mIU/mL
atau lebih sangat akurat untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik. Identifikasi
kantong gestasi dengan ukuran 1 hingga 3 mm atau lebih, yang terletak eksentrik
di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion mengisyaratkan kehamilan

21

intrauterus. Kutub janin di dalam kantong tersebut bersifat diagnostik untuk


kehamilan intrauterus, terutama jika disertai oleh gerakan jantung janin. Tanpa
criteria ini, ultrasound mungkin nondiagnostik. Pada hasil studi yang
nondiagnostik, sebagian besar dokter menganjurkan sonografi serial disertai
pengukuran serial -hCG.

3. Ultrasound Doppler Warna dan Berpulsa


Pada teknik ini dilakukan identifikasi atas letak warna vaskular intra- atau
ekstrauterus dalam bentuk khas yang disebut pola ring-of-fire dan pola aliran
kecepatan-tinggi impedansi-rendah yang sesuai dengan perfusi plasenta. Jika pola
ini terlihat di luar rongga uterus maka ditegakkan diagnosis kehamilan ektopik.
Selain itu bisa juga dilakukan dengan Kombinasi -hCG Serum Plus Sonografi.
Jika pada seorang wanita yang hemodinamikanya stabil dicurigai terdapat
kehamilan ektopik, maka penatalaksanaan selanjutnya bergantung pada kadar hCG serum dan ultrasonografi. Jika kadar -hCG kurang dari 1500 mIU/mL dan
pada sonografi, vagina uterus kosong, maka tidak dapat ditegakkan diagnosis
pasti. Terdapat selang 20 hari antara deteksi laboratorium dan kemungkinan
identifikasi kehamilan dengan ultrasound. Selama periode ini, wanita yang
bersangkutan dapat mengalami abortus, melanjutkan kehamilannya dan
membentuk kantong gestasi normal, atau memperlihatkan tanda-tanda kehamilan
ektopik.
Pada wanita dengan kehamilan normal, rerata waktu untuk hCG dalam
serum meningkat dua kali lipatnya adalah sekitar 48 jam. Kegagalan
mempertahankan kecepatan peningkatan produksi -hCG ini, disertai oleh
kosongnya uterus, mengisyaratkan kehamilan ektopik (Leveno, 2009).
2.9 Penatalaksanaan
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini
dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran
kehamilan dapat dilakukan melalui :

22

1. Obat obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang
digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi
adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar
daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi
laparaskopi atau laparatomi yaitu dengan dua tindakan salpingektomi
(pengangkatan tabung falopi) dan salpingostomi.

Gambar 2.9. Operasi Salpingostomi

23

Gambar 2.9 Siklus Pengobatan Kehamilan Ektopik


3. Kemoterapi dengan metotreksat 1 mg/kg intravena dan factor sitrovorum 0,1
mg/kg intramuscular berselang-seling selama 8 hari bila kehamilan di pars
ampularis tuba belum pecah, diameter kantong gestasi kurang atau sama
dengan 4 cm, perdaharan dalam rongga perut kurang dari 100 ml, dan tanda
vital baik (Mansjoer,2001).
2.10 Pencegahan
Menurut Bangun (2008) terdapat tiga langkah pencegahan dalam KET
(Kehamilan Ektopik Terganggu) yaitu:
2.10.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit
(prepatogenesis), antara lain:
a. Perbaikan dan peningkatan status gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi seperti infeksi akibat gonorea, radang panggul.
Keadan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah menyebabkan
kerentanan terhadap penyakit infeksi pada alat genitalia sehingga berisiko
tinggi untuk menderita kehamilan ektopik.

24

b. Menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko kehamilan ektopik


seperti tidak merokok terutama pada waktu terjadi konsepsi, menghindari
hubungan seksual multipartner (seks bebas) ataiu tidak berhubungan selain
dengan pasangannya.
c. Memberikan dan menggalakkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
seperti penyuluhan mengenai kehamilan ektopik, pendidikan tentang seks yang
bertanggung jawab dan nasehat perkawinan melalui berbagai media, sekolahsekolah, kelompok pengajian dan kerohanian.
d. Penggunaan kontrasepsi yang efektif. Dewasa ini masih terus dilakukan
kegiatan untuk menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai
efektivitas tinggi dan efek sampingan yang sekecil mungkin. Pil kombinasi
merupakan pil kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif.

2.10.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder merupakan upaya menghentikan proses penyakit
lebih lanjut, mencegah terjadinya komplikasi dengan sasaran bagi mereka yang
menderita atau terancam menderita kehamilan ektopik, meliputi:
a. Program penyaringan (screening)
b. Diagnosa dini, meliputi:
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan umum
3. Pemeriksaan ginekologi
c. Terapi medikamentosa dan penatalaksanaan bedah
1. Pembedahan konservatif
2. Pembedahan radikal
2.10.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier meliputi program rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari Kehamilan Ektopik
meliputi rehabilitasi mental dan social yakni dengan memberikan dukungan moral

25

bagi penderita terutama penderita yang infertile akibat Kehamilan Ektopik agar
tidak berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak
putus asa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.

Etiologi
faktor mekanik dan faktor fungsional

Implantasi blastokista diluar kavum uteri

Implantasi terjadi di tuba (saluran telur)

a & vaskularisasi dalam tuba tidak baik untuk pertumbuhan blastokista Terjadi amenorea
(tidak terjadi mensturwasi)
Teraba masa disekitar rahim

BAB 3. PATHWAY

Ovum mati dan terjadi pelepasan desidua


Terjadi
kehamilan dalam tuba
Perubahan bentuk tubuh dibagian
abdomen

Terjadi perdarahan pervaginam/ bercah darah (spotting)

Zigot tumbuh dalam tuba

Kurang pengetahuan mengenai perjalanan penyakit

Anggapan siklus menstruasi yang terlambat


ansietas
Terjadi abortus tuba
Darah berkumpul dikavum douglas
Perdarahan pada kavum peritonium
Menyebabkan hematokel retrouterina

Risiko infeksi

Darah mengiritasi peritonium

Tibul rasa tidak nyaman dibagian bawah perut dan saat BAB
nyeri

26

Menekan dinding
tuba

Jumlah Sel darah merah dalam tubuhTubuh


menurun
kehilangan cairan darah

Kekurangan
volume
cairan

anemia

Gangguan sirkulasi darah

Asupan O2 dalam sel menurun


Nadi meningkat

Proses metabolisme sel terganggu Tekanan darah menurun

Pembentukan energi menurun


Berkurangnya aliran darah ke otak
ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
syok
27
keletihan

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


1.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian meliputi:
1. Identitas pasien
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

Nama Klien
Tempat Tgl Lahir
Umur Klien
Jenis Kelamin
Alamat
Status Perkawinan
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Tanggal MRS
NO. RM
Tanggal Pengkajian
Diagnosa medis

: Ny.
:
: 30-40
: Wanita
:
:
:
:
:
:
:
:
:
: Kehamilan Ektopik Terganggu

Identitas penanggung jawab


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Nama
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Status perkawinan
Suku bangsa
Alamat
Hubungan dengan pasien
Alasam MRS

:
:
:
:
:
:
:
:
:

2. Riwayat kesehatan

28

Pengakajian riwayat kesehatan didapatkan melalui anamnesa, baik dengan


pasien maupun dengan keluarga pasien. Riwayat pengkajian pasien terdiri dari:
a. Riwayat kesehatan sekarang
-

Nyeri di area abdomen, terutama nyeri pelvic unilateral maupun


bilateral pada abdomen bagian bawah, pada abdomen bagian atas atau
seluruh abdomen.

Terjadi perdarahan pervaginam atau bercak-bercak pada rahim


(spotting).

Tekanan pada rectum akibat terjadi perdarahan yang berkumpul di


kavum Douglasi, sehingga timbul rasa nyeri dibagian bawah dan saat
buang air besar.

b. Riwayat kesehatan dahulu


-

Pernah mengalami kehamilan ektopik

Mengalami salpingitis (radang saluran telur)

Riwayat operasi tuba

Infeksi

Tumor yang mengganggu bentuk pada saluran telur

Keadaan infertil

Riwayat penggunaan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi


dalam rahin (AKDR).

Riwayat perokok yang terjadi akibat perubahan dan afinitas reseptor


andrenergik dalam tuba.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada riwayat kesehatan keluarga yang berpengaruh pada
kehamilan ektopik terganggu.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital:
Sebelum operasi:
a. Keadaan umum

: tampak lemah

29

b. Tekanan darah

: menurun, bisa sampai terjadi syok (kurang dari

120/90 mmHg)
Nadi
Suhu
RR
Kesadaran

: meningkat (lebih dari 80100 x/menit)


: meningkat (lebih dari 36,537,2 0C )
: normal (antara 1620x/menit )
: bervariasi baik (composmentis) sampai dengan

c.
d.
e.
f.

koma-tidak sadar
1. Kepala
-

Tidak terjadi keluhan, namun bila keadaan semakin buruk maka keluhan
yang dirasakan akan semakin berat diseluruh bagian tubuh karena bisa
terjadi syok akibat perdarahan.

2. Mata
-

Terlihat konjungtiva amenis karena berkurangnya sel darah merah akibat


perdarahan.

3. Telinga
-

Tidak terjadi keluhan, namun bila keadaan semakin buruk maka keluhan
yang dirasakan akan semakin berat diseluruh bagian tubuh.

4. Hidung
-

Tidak terjadi keluhan, namun bila keadaan semakin buruk maka keluhan
yang dirasakan akan semakin berat diseluruh bagian tubuh

5. Mulut
-

Tidak terjadi keluhan, namun bila keadaan semakin buruk maka keluhan
yang dirasakan akan semakin berat diseluruh bagian tubuh

6. Leher
-

Terdapat nyeri dileher akibat perdarahan diabdomen yang mencapai


diafragma.

7. Dada
-

Terdapat nyeri didada akibat perdarahan diabdomen yang mencapai


diafragma.

8. Abdomen
-

Teraba masa atau tumor disekitar uterus

30

Nyeri di area abdomen, terutama nyeri pelvic unilateral maupun bilateral


pada abdomen bagian bawah, pada abdomen bagian atas atau seluruh
abdomen.

Bila terjadi perdarahan akibat ruptur pada tuba akan menyebabkan kavum
abdomen terisi darah, bila darah melebihi 500ml akan menyebabkan
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen, distensi usus.

9. Urogenital
-

Nyeri yang terjadi pada saat pemeriksaan serviks

Kavum Duoglas menonjol dan terasa nyeri, karena terjadi penimbunan


darah akibat perdahan.

Terjadi perdarahan pervaginam atau bercak-bercak pada rahim (spotting).

Terjadi amenorea

10. Ekstremitas
-

Terdapat nyeri dibahu akibat perdarahan diabdomen yang mencapai


diafragma.

11. Kulit dan kuku


-

Terasa dingin di daerah ujung kulit saat dipalpasi karena tubuh kehilangan
cairan akibat perdarahan.

4. Pemeriksaan penunjang
1. HCG
Pengukuran subunit beta dari HCG (Human Chorionic Gonadortoin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara kehamilanin trauterin dengan kehamilan
ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase

31

Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan


yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila
hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik
terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga
dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai
kavum uteri, kosong atau berisi, tebalendometrium, adanya massa di kanan
kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra
Ibu.
8. Histerosalpingography
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) Trias klasik yang sering
ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahanvagina abnormal, dan
amenore.
1.2 Diagnosa

32

Dari pengkajian yang dilakukan, dapat ditegakkan diagnosa sebagai


berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada peritonium akibat perdarahan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan keluaran cairan berlebih
akibat perdarah
3. Keletihan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
5. Risiko infeksi berhubungan dengan iritasi pada peritonium akibat
perdarahan
1.3 Intervensi
No

Diagnosa

NOC

1.

Nyeri

Pasien akan mampu untuk:

berhubungan
dengan

iritasi

NIC

Pasien
menunjukkan

dapat

Minta pasien untuk


menilai

tingkat

nyeri/keridaknyaman

pada peritonium

nyeri dalam waktu 1 x

an

akibat

60 menit

sampai 10 (0= tidak

perdarahan

Pasien

dapat

pasa

skala

ada

beradaptasi dengan rasa

nyeri/ketidaknyaman,

nyeri yang dialami

10=nyeri

yang

sangat)
2

Lakukan pengakjian
nyeri

yang

komprehensif
meliputi

lokasi,

karekteristik,
awitan/durasi,
frekuensi,

kualitas,

intensitas

atau

kepararahan

nyeri,
33

dan

faktor

presipitasinya.
3

Beri

informasi

tentang nyeri, seperti


penyebab

nyeri,

seberapa lama akan


berlangsung

dan

antisipasi
ketidaknyaman

dari

prosedur.
4

Berikan

teknik

relasasi

untuk

mengurangi

rasa

nyeri
5

Instruksikan

pasien

untuk
menginformasikan
lepada perawat jika
pengurangan

nyeri

tidak dapat dicapai


6

Kolaborasikan
dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian

2.

Kekurangan
volume

cairan

berhubungan
dengan keluaran

Pasien akan mampu untuk :


-

Kebutuhan

analgesik.
1. kaji tanda-tanda vital

cairan 2. kaji

pasien akan terpenuhi

tanda-tanda

kekurangan cairan
3. kaji inteke dan output

cairan berlebih

cairan

akibat perdarah

4. Anjurkan

untuk

minum 2 sampai 3

34

liter

perhari,

sesuai

atau

kebutuhan

klien
5. libatkan

keluarga

dalam

tindakan

perawatan
6. kolaborasi pemberian
cairan

secara

parenteral dan obatobat


3.

Keletihan

Pasien akan mampu untuk :

berhubungan

Pasien

akan

dengan

medis.
1. Obseravasi

adanya

tanda-tanda

anemia,

dengan

menunjukkan

seperti

ketidakseimban

penghematan energi

anemis.

gan

Pasien akan beradaptasi 2. Jelaskan

antara -

suplai O2 dan

dengan

kebutuhan

keletihan

terhadap

dibuktikan

yang

tim

konjungtiva
hubungan

antara keletihan dan


proses penyakit

dengan 3. Ajarkan pasien atau

konsetrasi, penghematan

keluarga

untuk

energi, ketahanan, dan

mengenali tanda dan

status nutrisi baik.

gejala

yang

memerlukan
pengurangan aktivitas
4. Tingkatkan

tirah

baring/pembatasan
aktivitas.
5. Pantau asupan nutrisi
untuk
menjaminkeadekuata
n sumber energi

35

6. Kolaborasi

dengan

ahli gizi tentang cara


untuk

meingkatkan

asupan makanan yang


4.

Ansietas
berhubungan

Pasien akan mampu untuk :


1

Pasien

dapat

berenergi tinggi.
Sediakan informasi
aktual

atau

menyangkut

dengan

menghilangkan

dianosis, perawatan,

kurangnya

mengurangi perasaan

dan prognosis.

pengetahuan

khawatir dan tegang 2

Intruksikan

dari sumber yang tidak

tentang

dapat

diidentifikasi,

teknik relaksasi

dalam

waktu

Kolabirasikan dengan

1x30 3

menit.
2

Pasien

tim
dapat

pasien

penggunaan

kesehatan

dalam

lain

pemberian

mengetahui perjalanan

pengobatan

penyakit

mengurangi ansietas,

yang

dialaminya

sesuai

untuk
dengan

kubutuhan
4

Dampingi

pasien

(misalnya

selama

prosedur)

untuk

meningkatkan
keamanan

dan

mengurangi takut
5

Sarankan

terapi

alternatif

untuk

mengurangi ansietas
yang dialami pasien.

36

1.3 Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien sesuai intervensi yang telah
dibuat.
1.4 Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap diagnose dengan menggunakan metode
SOAP, yaitu:
S:

kondisi pasien secara subyektif setelah dilakukan tindakan asuhan


keperawatan, data dapat didapatkan melalui kata-kata dari respon pasien

O: kondisi

pasien

secara

obyektif

setelah

dilakukan

tindakan

asuhan

keperawatan, data dapat didapatkan melalui kondisi fisik pasien


A: analisis data, apakah tindakan asuhan keperawatan yang diberikan sudah
berhasil secara keseluruhan, hanya sebagaian, atau gagal total
P: rencana yang akan dilakuakn selanjutnya

37

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang di tandai dengan terjadinya
implantasi di luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi. Kehamilan Ektopik
Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur
pada dinding tuba.
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik terganggu adalah adanya faktor mekanis dan faktor
fungsional.
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi di tuba.
Pencegahan pada kehamilan ektopik terganggu ada tiga macam, yaitu
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
5.2 Saran
Adapun saran dengan dibuatnya makalah ini, adalah:
1. Pendidikan
Perlu adanya penelitian tentang sistem reproduksi dengan lebih mendalam
untuk penatalaksanaan yang baik pada pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu.
2. Perawat
Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambah
pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien
dengan kehamilan ektopik terganggu terutama tentang perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya.

38

3. klien dan keluarga


Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian intervensi
yang direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta bekerjasama mematuhi
terapi yang diberikan. Semangat klien untuk sembuh akan membantu
keberhasilan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat. Chrisdiono. 2003. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:


EGC
Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Jakarta: EGC

39

Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisologis dan


Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidannan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta EGC
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta: Media Ausculapius.
Prawiroharjo.

2008.

Ilmu

Kandungan.Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono

Prawiroharjo: Jakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai