Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN ASTIGMATISMA

Oleh
Rima Dewi Asmarini, S.Kep
NIM 102311101015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ASTIGMATISMA
Oleh: Rima Dewi Asmarini, S.Kep/NIM 102311101015
1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan
serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan. Adapun anatomi organ
penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Adeneksa mata
Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari:
1) Kelopak mata, berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk
melicinkan dan membasahi mata.
2) Konjungtiva, adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi
bola mata bagian luar. Permukaan dalam kelopak mata disebut
konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang
membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut
konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjarkelenjar limfe dan pembuluh darah.
3) Sistem saluran air mata (Lakrimal) yang menghasilkan cairan air
mata, dimana terletak pada pinggir luar dari alis mata.
4) Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang
dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh.
5) Otot-otot bola mata masing-masing bola mata mempunyai 6
(enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata
secara terkoordinasi pada saat melirik. Otot-otot tersebut antara
lain: Muskulus levator palpebralis superior inferior, Muskulus
orbikularis okuli otot lingkar mata, Muskulus rektus okuli inferior
(otot disekitar mata),Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar
mata), Muskulus obliques okuli inferior, dan Muskulus obliques
okuli superior. (Perdami, 2005).

b. Bola mata
1) Kornea
Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea
kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea
lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina
elastika anterior (bowmen, 3 substansi propia, 4 lamina elastika
posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh
darah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero corneal
junction. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata
dengan menempatkannya pada retina.
2) Sklera
Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada
lapisan terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera
dibangun oleh jaringan fibrosa yang elastis. Bagian depan sklera
tertutup oleh kantong konjungtiva.
3) Koroid
Koroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang
memiliki banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen.
Letaknya disebelah dalam sklera. Dibagian depan mata, lapisan
koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris yang tengahnya
berlubang.
4) Iris (Pupil)
Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata.
Pada iris terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler
dan radial. Ketika mata berakomodasi untuk melihat benda yang
dekat atau cahaya yang terang otot sirkuler berakomodasi sehingga
pupil mengecil, begitu pula sebaiknya.
5) Lensa
Lensa berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen
suspensori. Bentuk lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot
siliaris ruang yang terletak diantara lensa mata dan retina disebut
ruang viretus, berisi cairan yang lebih kental(humor viterus), yang

bersama dengan humor akueus berperandalam memelihara bentuk


bola mata.
6) Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan
sangat

sensitif

terhadap

cahaya.

Pada

retina

terdapat

reseptor(fotoreseptor). Fotoreseptor berhubungan dengan badan


sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang
memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati
berkas urat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan
tidak peka terhadap sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita
tidak dapat mengenali cahaya. Oleh karena itu, daerah ini disebut
bintik buta. Pada bagian retina, terdapat sel batang berjumlah
sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangat peka
terhadap

intensitas

cahaya

rendah,

tetapi

tidak

mampu

membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat dimalam


hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja.
Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Sel kerucut
jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka
terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk
penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.
7) Vitreous Humor (Humor Bening)
Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat
transparan seperti jeli (agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada
mata dan membuat bola mata membulat.
8) Aqueous Humor (Humor Berair)
Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea.
Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi
kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui
kornea.

Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa
mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai
otak melalui saaf optikus, sehingga mata secara terus menerus
menyesuaikan untuk melihat suatu benda (Suyatno, 1995). Iris bekeja
sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke
dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada suasana terang
pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis, jadi di
luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk
lebih jauh ke dalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf
kesadaran. Sistem yang terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai
peranan penting dalam melihat di subut alat visual. Mata mengendalikan
lebih dari 90 % dari kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan
visual ini memainkan peranan yang menentukan. Organ visual ikut
bertanggung jawab atas timbulnya gejala kelelahan umum.
2. Definisi Astigmatisma
Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan
bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat
memberikan gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara
bersamaan, cacat mata ini dering di sebut juga mata silinder. Astigmatisme
adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa

pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak


difokuskan pada satu titik.
Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau
garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.
(American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010).
3. Klasifikasi Astigmatisma
Astigmatisma dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut (Ilyas,
2009):
a. Astigmatisma reguler, yaitu astigmat yang memperlihatkan kekuatan

pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari


satu meridian meridian berikutnya. Berdasarkan axis dan sudut yang
dibentuk antara dua principal meridian, regular astigmatisma dapat
dibagi dalam 3 bentuk, yaitu:
1) Horizontal-vertikal astigmatism
Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut
satu sama lain secara horizontal (180o20o) atau vertical (90o20o)
astigmatisma ini terbagi atas 2 jenis :
a) With-in-the-rule

astigmatism.

Dimana

meridian

vertical

mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari


meridian horizontal. Disebut with the rule karena mempunyai
kesamaan dengan kondisi normal mata mempunyai kurvatura
vertical lebih besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata.
Astigmatisma ini dapat dikoreksi axis 1800 atau +axis 900
b) Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian
horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung)
dari meridian vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi
dengan +axis 180 0 atau -axis 90 0

2) Oblique astigmatism
Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle
meridian tidak pada meridian horizontal atau vertical. Principal
meridian terletak lebih dari 20o dari meridian vertical atau
horizontal
3) Biobligue astigmatism
Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk
sudut satu sama lain
b. Astigmatisma

ireguler, yaitu

astigmatisma yang terjadi tidak

mempunyai dua meridian yang saling tegak lurus. Astigmatisma


ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma
ireguler terjadi akibat infeksi kornea,trauma dan distrofi atau akibat
selaput bening. Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian
mempunyai perbedaan refraksi yang tidak teratur bahkan kadangkadang mempunyai perbedaan pada meridian yang sama. Principle
meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisma
irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku.
4. Etiologi
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa
kristalina juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma (Vaughan,
2009). Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya
lengkung kornea pada salah satu bidangnya (Guyton et al, 1997).
Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat
(James et al,2003) (James B,2006) (Fitriani, 2002).
Astigmatisma

terjadi

akibat

kelainan

kelengkungan

permukaan

kornea.Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau
sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut
astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan
kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya
lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.

Astigmatisme juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang


tidak teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu
bidangnya. Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi
datangnya cahaya, merupakan contoh dari lensa astigmatis.
5. Patofisiologi
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar
tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak
sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik
fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina
sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina (American
Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010).
Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :
a) Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan retina
b) Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di
belakang retina
c) Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di
depan retina dan satunya tepat pada retina
d) Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing-masing
jatuh di belakang retina dan satunya tepat pada retina
e) Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan
retina dan belakang retina
Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal,
ketika cahaya memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan
pandangan yang jelas objek. Astigmatisma terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea .Bayi yang baru lahir biasanya
mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya
terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule (astigmat
lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah
atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horizontal. Mata seseorang dengan

Silindris berbentuk lebih mirip sepak bola atau bagian belakang sendok.
Untuk orang ini, ketika cahaya memasuki mata itu dibiaskan lebih dalam
satu arah daripada yang lain, sehingga hanya bagian dari obyek yang akan
fokus pada satu waktu. Objek pada jarak pun dapat muncul buram dan
bergelombang.
Pada kelainan mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong,
seperti bola rugby, sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan
bertemu di satu titik retina. Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini
akan menyebabkan pandangan menjadi kabur, tidak jelas, berbayang, baik
pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat.
6. Tanda dan gejala
Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi
terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit
kepala atau kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah.
Pada anak-anak, keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena
mereka tidak menyadari dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya
pandangan mereka (Waluyo, 2007).
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Gangguan penglihatan/ketajaman penglihatan


Keteganga pada mata
Kelelahan pada mata
Pandangan berbayang serta kabur
Mata berair
Fotofobia

7. Komplikasi
Komplikasi dari adanya astigmatisma ini dapat menimbulkan Myopia
(Rabun jauh) maupun Hypermetropia (Rabun dekat). Myopia disebabkan
oleh lensa mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga
bayangan benda jatuh di depan retina. Myopia dapat ditolong dengan
lensa cekung(divergen/negatif). Hypermetropia disebkan oleh karena lensa
mata tidak dapat mencembung atau bola mata terlalu pendek sehingga
bayangan benda jatuh di belakang retina. Hypermetropia dapat ditolong
dengan lensa cembung(konvergen/positif).

8. Penatalaksanaan
Astigmatisme dapat dikoreksi dengan memberikan lensa silinder. sering
kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi
terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma
yang tidak terkoreksi. Seseorang dapat mengalami kombinasi kelainan
astrigmatisma

dengan

rabun

jauh

(myopia)

atau

rabun

dekat

(hypermetropia).
9. Pemeriksaan
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, maka derajat astigmatisma dapat diketahui
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Keratometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jarijari kelengkungan kornea anterior. Perubahan astigmatisma kornea
dapat diketahui dengan mengukur jari jari kelengkungan kornea
anterior, meridian vertical dan horizontal, sebelum dan sesudah
operasi. Evaluasi rutin kurvatura kornea preoperasi dan postoperasi
membantu ahli bedah untuk mengevaluasi pengaruh tehnik incisi dan
penjahitan terhadap astigmatisma. Dengan mengetahui ini seorang ahli
bedah

dapat

meminimalkan

astigmatisma

yang

timbul

karena

pembedahan. Perlu diketahui juga bahwa astigmatisma yang didapat pada


hasil keratometer lebih besar daripada koreksi kacamata silinder yang
dibutuhkan (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Cara obyektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat
ditentukan dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan
refraktometri (Langston, Deborah pavan, 1996).

PATHWAYS

Astigmatisme Inreguler

Astigmatisme Reguler

Infeksi
mikroorganisme

Kelainan refraksi pada permukaan


kornea mata

Mata berbentuk
elips/lonjong

Proses peradangan
Ketidakmampuan
memfokuskan
bayangan
Gangguan
keseimbangan
tubuh

Sinar yang masuk tidak bertemu di


satu titik retina

Pandangan menjadi
kabur/tidak
jelas/berbayang
Penurunan penglihatan

Pengeluaran mediator
kimia

Resti infeksi
Menghalangi
proses
penglihatan

Nyeri

ADL terganggu

Keterbatasan
aktifitas tubuh

Self care
deficit

Gangguan
persepsi
sensori : visual

Keterbatasan
Penglihatan

Resiko trauma

Kurang
perawatan

Merangsang ujung2
saraf sekitar

Perubahan status
kesehatan

Kurang pengetahuan
tentang penyakitnya

Perubahan
bentuk tubuh
Gangguan citra :
tubuh

Ansietas

Merupakan
stresor
psikologis

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang perlu dikaji
Riwayat oftalmik
Sebelum melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan
riwayat oftalmik, medis, dan terapi pasien, dimana semuanya dapat saja
berperan dalam kondisi oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh
meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan dan upaya
keamanan dan tergantung pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.
Riwayat keadaan oftalmik sangat penting saat mengumpulkan data dasar.
Kita harus menyelidiki setiap riwayat kelainan mata, seperti pandangan
kabur, objek tidak begitu jelas, pandangan berbayang, baik pada saat
untuk melihat jarak jauh maupun dekat.
Ringkasan riwayat oftalmik bagi setiap pasien harus meliputi pertanyaan
berikut
Kapan sakit mata mulai dirasakan
Apakah gangguan penglihatan ini mempengaruhi ketajaman penglihatan.
Bagaimana gangguan penglihatan terjadi ( perlahan/tiba-tiba ).
Apakah pasien merasakan ada perubahan dalam matanya ( kemerahan,
bengkak, berair ).
Apakah perubahan yang terjadi sama pada kedua matanya .
Apakah pasien sedang berobat tertentu ( sebutkan ) dan sudah berapa lama
menggunakannya.
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit serupa .
Apakah pasien menderita : Hipertensi, DM
Aapkah ada kerusakan melihat waktu senja.
Riwayat psikososial
Daerah pengkajian penting lainnya meliputi psikologis, demografis, dan
keprihatinan lingkungan rumah.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan
b. Risiko trauma berhubungan dengan penglihatan menurun

c. Self care defisit berhubungan dengan penurunan kemampuan


fungsi penglihatan
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Gangguan persepsi
sensori (visual)
berhubungan
dengan

NOC : Anxiety Control


(1402)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 60
menit pasien akan dapat
mengatasi masalah
sensorisnya

NIC : Peningkatan
komunikasi : defisit
penglihatan
Intervensi:
1. Catat reaksi pasien
terhadap rusaknya
penglihatan (misal,
depresi, menarik diri, dan
menolak kenyataan)
2. Menerima reaksi pasien
terhadap rusaknya
penglihatan
3. Andalkan penglihatan
pasien yang tersisa
sebagaimana mestinya
4. Sediakan kaca pembesar
atau kacamata prisma
sewajarnya untuk
membaca
5. Sediakan bahan bacaan
Braille, sebagaimana
perlunya
6. Bacakan surat, koran, dan
informasi lainnya

Risiko trauma
berhubungn
dengan
penglihatan
menurun

NOC :
a. Knowledge : Personal
Safety
b. Safety Behavior : Fall
Prevention
c. Safety Behavior : Fall
occurance
d. Safety Behavior :
Physical Injury

Manajemen lingkungan
1. Sediakan lingkungan yang
aman bagi pasien
2. Identifiksi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
3. hindari lingkungan yang
berbahaya
4. pasang siderail tempat tidur
5. sediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
6. tempatkan saklar lampu di
tempat yang mudah

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1x 60
menit klien tidak
mengalami trauma dengan
kriteria hasil: pasien
terbebas dari trauma fisik

dijangkau pasien
7. batasi pengunjung
8. berikan penerangan yang
cukup
9. Anjurkan keluarga
menemani pasien
10. Kontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit

Self care deficit


berhubungan
dengan penurunan
kemampuan fungsi
peglihatan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1x
60menitpasien dapat
melakukan kebersihan diri
dengan indikator pasien
dapat :
a. Mencuci tangan
b. Membersihkan area
perinea
c. Membersihkan telinga
d. Menjaga oral hygiene
e. Menjaga kebersihan
hidung
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 60
menit pasien dapat
melakukan aktivitas seharihari secara mandiri dengan
indikator pasien dapat :
a. makan
b. berpakaian
c. toileting
d. mandi
e. hygiene
f. oral hygiene
g. Ambulasi : berjalan

Self-care assistance: adl


(mandi, makan, berpakaian,
toileting)
Intervensi:
1. monitor kemampuan klien
untuk perawatan diri yang
mandiri
2. monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri,
berpakaian, berhias,
toileting dan makan
3. sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan selfcarae
4. dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki
5. dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukanya
6. ajarkan klien/keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukanya
7. berikan aktivitas rutin

sehari-hari sesuai dengan


kemampuannya
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA
Perdami. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan (PGPK) Untuk Mencapai Vision 2020. Jakarta: DEPKES RI
American Academy Of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology.BasicandClinicalScienceCourse.Section2.20092010:
97 99
Ilyas Sidarta. 2009. Kedaruratan Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Cetakan
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal 81-83.
Khurana, 2009. Diseases of the Conjunctiva. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 1995. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geisserler, A.C., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Komite Medik RS Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Medika FK UGM,
Yogyakarta.
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
McCloskey, J.C., Bilechek, G.M., 1996, Nursing Interventions Classification.
Mosby-Year Book, St.Louis.
Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMS
Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi : 6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008. 795-800

Anda mungkin juga menyukai