PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan telaah ilmiah ini antara lain untuk menambah
pengetahuan mengenai pemeriksaan dan dapat menegakkan diagnosis suatu
astigmatisme secara tepat dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil.
Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus. Lekuk melingkar pada persambungan
ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di
2,5
tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya 11,5 mm.
Komponen mata ini merupakan bagian anterior mata yang harus dilalui
cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Pembiasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior kornea. Perubahan bentuk dan kejernihan
kornea dapat segera mengganggu pembentukan bayangan di retina. Oleh karena
itu, kelainan sekecil apapun yang terjadi di kornea dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di daerah pupil. Kornea
mempunyai indeks bias 1.33. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan sebagai
2,5
lensa hingga 40 D.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda, antara lain:
a. Lapisan epitel
Lapisan ini mempunyai lima atau enam lapis sel skuamosa yang tersusun
sangat rapih dan merupakan kelanjutan dari epitel konjungtiva bulbi. Kornea
2,5
superficial mendapatkan oksigen dari atmosfer.
b. Lapisan Bowman
Lapisan Bowman merupakan modifikasi jaringan stroma yang bersifat
jernih aseluler serta mempunyai sedikit daya tahan sehingga mudah sekali dirusak
dan tak dapat dibentuk kembali.. Lapisan ini terletak di bawah epitel dan terdiri
2,5
dari lamel-lamel sel atau nukleus.
c. Stroma
Terdiri dari jaringan yang tersusun sejajar dan sangat rapih sehingga
kornea menjadi jernih. Komponennya yaitu semen, badan-badan kornea, leukosit
dan wandering cells yang terdapat di dalam lakuna, di antara serat-serat tersebut.
Stroma kornea mencakup sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari
lamela fibril-fibril kolagen yang saling menjalin dengan lebar sekitar 1 μm.
Lamela terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan
keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar, serta berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dan secara optik menjadi jernih karena ukuran dan
2,5
periodisitasnya.
d. Membran Descemet
Sebuah membran kompak yang elastik dan jernih dibanding membran
Bowman. Terlihat amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron dan merupakan
membran basalis dari endotel kornea. Lapisan ini lebih resisten terhadap trauma
dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian lain dari kornea
sehingga bila stroma rusak oleh ulkus, maka membran descemet masih dapat
bertahan. Akibat tekanan intraokuler maka akan timbul penonjolan yang disebut
descemetocele. Bentuknya berupa barcak berwarna hitam yang disebut juga mata
lalat. Descemet dibentuk oleh endotel, akibatnya bila terdapat kerusakan dapat
melakukan perbaikan. Di perifer membran decscemet, terbentuk meshwork di
5
sudut bilik mata dan dinamakan ligamentum pektinatum.
e. Endotel
Terdiri dari satu lapis sel gepeng yang meliputi bagian posterior membran
Descemet, membungkus meshwork dan melapisi iris. Di dalam stroma kornea
bagian pinggir, terdapat kanalis Schlemm yang menampung cairan bilik mata,
yang dikeluarkan dari sudut bilik mata depan, melalui trabekula ke kanalis
Schlemm. Kemudian melalui saluran kolektor ke pleksus vena di jaringan sklera
5
dan episklera.
Kornea sendiri tidak megandung pembuluh darah, tetapi di limbus terdapat
lengkungan pembuluh darah yang berasal dari A. Siliaris anterior yang merupakan
kapiler halus. Karena itu, adanya pembuluh darah di kornea, terisi maupun
kosong, merupakan suatu keadaan patologis. Kornea mendapatkan makanan
dengan difusi air mata, pembuluh-pembuluh di limbus dan cairan bilik mata
5
depan, yang meliputi permukaan posterior kornea.
Permeabilitas kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan
membran semipermeabel. Keadaan kedua lapisan sangat penting dalam
mempertahankan kejernihan kornea. Bila terdapat kerusakan epitel dan endotel,
maka air dapat masuk ke dalam kornea dan menyebabkan edema sehingga terjadi
kekeruhan kornea, yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan. Di dalam
jaringan kornea terdapat banyak sekali serabut saraf yang berasal dari serat saraf
siliaris di limbus, yang memberikan cabang-cabang halusnya menembus membran
Bowman dan berakhir sebagai ujung yang lepas di epitel. Saraf-saraf sensorik
kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) nervus kranialis V
1,5
(trigeminus).
- Pengukuran kelengkungan setiap meridian kornea dilakukan dengan
keratometri. Teknik ini biasanya dilakukan pada pemasangan lensa kontak,
pengukuran lensa tanam dan tindakan bedah refraktif. Pada keratometri
terdapat bentuk:
With the rule, meridian kornea vertikal lebih lengkung, sedang meridian
horizontal lebih datar.
Against the rule, meridian horizontal lebih lengkung.
Dilakukan dengan mengingat Hukum Javal dalam melakukan koreksi
astigmat, yaitu dengan cara:
Berikan kaca mata koreksi pada silinder astigmatisme with the rule
dengan silinder minus sumbu 180 derajat, hasil keratometri yang
ditemukan, dikurangi dengan 0,5 D.
Berikan hasil kaca mata koreksi pada astigmatisme against the rule
dengan silinder minus sumbu 90 derajat. Hasil yang ditemukan dengan
2,8,9
keratometri ditambah dengan 0,5 D.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Pemeriksaan silinder silang
Lensa silinder silang dibentuk oleh dua lensa silinder yang sama, tapi
dengan kekuatan berlawanan dan diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus
(silinder silang Jackson) sehingga e kivalen sferisnya menjadi nol. Biasanya lensa
silindris silang terdiri atas 2 lensa silinder yang menjadi satu. Dapat terdiri atas
silinder – 0.25 (- 0.50) dan silinder + 0.25 (+ 0.50) yang sumbunya saling tegak
lurus. Lensa ini dipergunakan untuk:
- melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien.
Pada mata ini dipasang silinder silang yang sumbunya sejajar dengan sumbu
0
koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar 90 , ditanyakan apakah
penglihatan membaik atau mengurang. Bila membaik berarti pada
kedudukan kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bila
silinder itu dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi
pasien diperlukan pemasangan tambahan lensa silinder positif. Keadaan ini
dapat sebaliknya.
- Untuk melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah
diberikan sudah sesuai.
0
Pada keadaan ini dipasang lensa silinder silang dengan sumbu 45 terhadap
sumbu silinder koreksi yang telah dipasang. Kemudian lensa silinder silang
0
ini sumbunya diputar cepat 90 .
Bila pasien tidak melihat perbedaan perubahan tajam penglihatan pada
kedua kedudukan ini berarti sumbu lensa koreksi yang dipakai sudah sesuai. Bila
pada satu kedudukan lensa silinder silang ini terlihat lebih jelas maka silinder
positif dari lensa koreksi diputar mendekati sumbu lensa silinder positif lensa
silinder silang (dan sebaliknya). Kemudian dilakukan sampai tercapai titik netral
2
atau tidak terdapat perbedaan.
b. Oftalmoskopi
Pada astigmatisme yang ringan, tak menimbulkan perubahan pada
gambaran fundus. Pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan aksis
5
yang panjang sesuai dengan aksis dari lensa silinder yang mengoreksinya.
c. Retinoskopi
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Sebagian besar
retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh
Copeland dan sisanya oleh Welch-alynn. Retinoskopi dapat menentukan secara
objektif kelainan refraksi sferosilindris, seperti astigmatisme regular atau ireguler,
2,5,10,12
serta menentukan kepadatan dan keiregulerannya.
Retinoskopi sebaiknya dilakukan pada keadaan mata relaksasi. Pasien
melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan
daya akomodasi. Dengan alat ini mata disinari dan penilaian dilakukan terhadap
refleks retinoskopi, antara lain kecepatan, kecerahan, dan luasnya. Kelainan
refraksi yang tinggi memilki refleks yang lambat, lebih buram, dan lebih sempit,
begitu pula sebaliknya. Refleks pada kelainan refraksi diimbangi dengan lensa
2,5,10,12
koreksi, yang dapat langsung menentukan kelainan refraksi pasien.
Pada astigmatisme, ketika retinoskop digerakkan maju mundur, kita hanya
dapat menentukan kekuatan pada satu aksis. Jika digerakkan kiri ke kanan
0
(dengan oreintasi streak 90 ), maka kita dapat menentukan kekuatan optik pada
0, 0
180 yang disediakan oleh lensa silinder aksis 90 . Oleh karena itu, aksis yang
paling nyaman yang digunakan pada retinoskopi streak , sejajar dengan aksis yang
digunakan pada lensa koreksi. Pada astigmatisme with the rule, dinetralisir dua
12
refleks, satu dari masing-masing meridian.
Untuk menentukan kekuatan aksis yamg dinilai antara lain:
- Keretakan
Hal ini terlihat bila retinoskop streak tidak sejajar dengan salah satu
meridian. Orientasi dari streak reflek pada pupil tidak sama dengan yang
diproyeksikan, garisnya terputus atau retak. Keretakan ini tak terlihat (garisnya
tampak menyambung) ketika streak dirotasikan ke aksis yang benar dan lensa
silinder koreksi telah diletakkan pada aksis tersebut.
- Lebar
Terlihat lebarnya bervariasi bila streak digerakkan disekitar koreksi aksis
dan sempit ketika streak sejajar dengan aksis koreksi.
- Intensitas
Intensitas garis menjadi lebih terang bila streak berada pada aksis yang
benar.
- Kemiringan
Kemiringan (gerakan oblik reflek streak ) dapat digunakan untuk
12
menentukan aksis pada silinder yang kecil.
Singkatnya, dengan retinoskopi didapatkan refleks yang bergerak kearah
yang sama dengan retinoskopi di kedua meridian. Tetapi pada meridian yang satu,
bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan adanya
2,5,10
astigmatisme.