PENDAHULUAN
Sejumlah cairan intravena sering di butuhkan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit seperti pada pasien dehidrasi dan perdarahan, oleh karena itu dibutuhkan
pengetahuan yang baik tentang fisiologis normal cairan, kebutuhan cairan dan elektrolit
perhari dan terapi cairan, elektrolit yang tepat pada kondisi tertentu. Selain itu kita juga
perlu mengetahui jenis jenis cairan yang ada sehingga dapat memilih jenis cairan yang
tepat dalam terapi pada gangguan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cairan Tubuh Manusia
Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas cairan, persentasenya dapat berubah
bergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi baru lahir
cairan tubuh adalah sekitar 75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase
jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur meurun yaitu pada laki-laki dewasa
60% berat badan, sedangkan wanita dewasa 50%. Tabel di bawah ini menunjukkan
estimasi total cairan tubuh manusia berdasarkan usia.
Tabel 1. Perubahaan cairan tubuh total sesuai usia
Usia
BBLR
3 Bulan
6 Bulan
1-2 Tahun
11-16 Tahun
Dewasa pria (20-40 Tahun)
Dewasa wanita (20-40 Tahun )
Usia lanjut
Setelah 1 tahun , volume relatif dari cairan ekstraseluler menurun sampai kira-kira 1/3 dari
volume total.
2.2 Kebutuhan Cairan
Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35 ml/kgBB/24jam
Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1 C
Kebutuhan elektrolit Na 1-2 meq/kgBB (100meq/hari atau 5,9 gram)
Kebutuhan elektrolit K 1 meq/kgBB (60meq/hari atau 4,5 gram)
Tabel 2. Kebutuhan harian bayi dan anak
Berat badan
Kebutuhan air (perhari)
s/d 10 kg
100 ml/kgBB
11-20 kg
1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg di atas 10 kg)
> 20 kg
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari atau yang diatur
melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa kolon.
2.6. Gangguan Keseimbangan cairan
a. Dehidrasi
Dehidrasi adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal
akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi
keduanya. Dehidrasi dibedakan atas :
a) Dehidrasi hipotonis
Kadar Na< 130mmol/L
Osmolaritas < 275mOsm/Lm
Letargi kadang-kadang kejang
b) Dehidrasi isotonik
Na dan osmolaritas serum normal
c) Dehidrasi hipertonik
Kadar Na >150mmol/L
Osmolaritas >295mOsm/Lm
Haus, iratabel
Dehidrasi isotonis merupakan yang paling sering terjadi (80%). Dehidrasi
isotonis terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi di
dalam darah. Dehidrasi hipotonis terjadi ketika kehilangan natrium dalam darah
lebih banyak daripada kehilangan cairan , sehingga cairan di dalam intravaskuler
berpindah ke kompartemen ekstravaskuler, sebaliknya pada dehidrasi hipertonis
kehilangan natrium lebih sedikit daripada kehilangan cairan sehingga air di
kompartemen ekstravaskuler berpindah ke kompartemen intravaskuler.
Tabel 3. Tanda tanda klinis dehidrasi
berhasil
Tahap cepat : 20 ml/KgBB , berikan dalam 1- jam
Tahap lambat : 50% sisa defisit cairan + rumatan diberikan dalam 8 jam
pertama. 50% sisa defisit cairan + rumatan diberikan dalam 16 jam
kedua
trauma, luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati
menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk maintenance seharihari, apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak mengandung glukosa
sehingga bila akan dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa
untuk mencegah terjadinya ketosis.
b. Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis tetapi bila dibandingkan dengan RL ada
beberapa kekurangan, seperti:
Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlh besar dapat menyebabkan
asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia.
kalium
Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi
untuk:
Berlangsungnya metabolisme
Menyediakan kebutuhan air
Mencegah hipoglikemia
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian
infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis yaitu:
A. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan
gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1
B. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
C. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
b. Urea linked gelatin
c. Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin. Keuntungan gelatin tidak terlalu mahal, dapat
disimpan 2 3 tahun pada suhu ruangan, dampak pada system koagulasi tidak
terlalu menonjol, aman bagi fungsi ginjal. Kerugian gelatin cepat diekskresi
melalui urin, meningkatkan viskositas darah dan memudahkan agregasi
eritrosit, terjadi reaksi anafilaksis.
Jumlah Kebutuhan
(ml/Kg/Jam)
Dewasa
1,5 2
Anak
24
Bayi
46
Neonatus
paruparu.Bataslebihtinggimungkindigunakanjikadiperkirakanadakehilangan
darah yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer
Laktat kirakira 34 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid
denganperbandingan1:1sampaidicapaiHbyangdiharapkan.
Pemeliharaan: 2 ml/kg/jam
Stress operasi:
b.
Pembedahan sedang.
c.
Pembedahan besar.
Perdarahan
Pemeliharaan:
10 kg pertama
4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua
2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya
1 ml/kgBB/jam
(bedakan dengan kebutuhan per hari)
Blood loss
Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan darah
adalah pengukuran darah dalam tabung suction dan visual memperkirakan darah
pada spons bedah dan bantalan laparotomi ("lap"). Sebuah spons sepenuhnya
direndam (4x4) diperkirakan menahan 10 mL darah, sedangkan "lap" menahan
100-150 mL. Perkiraan yang lebih akurat diperoleh jika spons dan "lap" ditimbang
sebelum dan setelah digunakan (terutama selama prosedur pediatrik). Hematokrit
serial atau konsentrasi hemoglobin mencerminkan rasio sel darah dengan plasma.
prosedur bedah. Trauma, radang, atau infeksi jaringan (seperti yang terjadi dengan
luka bakar, luka yang luas, pembedahan bedah, atau peritonitis) dapat menyerap
sejumlah besar cairan dalam ruang interstitial dan dapat mentranslokasi cairan di
permukaan serosa ( ascites ) atau ke lumen usus. Kehilangan cairan yang signifikan
dari cairan limfatik mungkin terjadi selama pembedahan retroperitoneal luas.
Idealnya, kehilangan darah harus diganti dengan larutan kristaloid atau koloid
untuk mempertahankan volume intravaskular (normovolemia) sampai bahaya anemia
melebihi risiko transfusi. Pada saat itu , kehilangan darah lebih lanjut diganti dengan
transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin (atau
hematokrit) di tingkat itu . Bagi sebagian besar pasien , titik yang sesuai dengan
hemoglobin antara 7 dan 8 g / dL ( atau hematokrit 21-24 % ) .
Dalam prakteknya , kebanyakan dokter memberikan solusi laktat Ringer di
sekitar tiga sampai empat kali volume darah yang hilang , atau koloid dalam rasio 1:1 ,
sampai titik transfusi tercapai . Pada saat itu , darah diganti satuan unit seperti yang
hilang , dengan dibentuk kembali dikemas sel darah merah. Titik transfusi dapat
ditentukan sebelum operasi dari hematokrit dan dengan memperkirakan volume darah.
Pasien dengan hematokrit yang normal umumnya harus ditransfusi hanya setelah
kehilangan cairan yang lebih besar dari 10-20 % dari volume darah mereka. Titik yang
tepat didasarkan pada kondisi medis pasien dan prosedur bedah.
2.8.3 Pasca operasi
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris)
c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go slow).
Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan
protein 75-125 gr/hari Hipoalbuminemia edema jaringan, infeksi, dehisensi luka
operasi, penurunan enzym pencernaan
2.9 ELEKTROLIT
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion
bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
Elektronetralitas.Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan.
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di
dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-). Karena
kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai
elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
Elektr
Plasma
olit
(mEq/L)
Cairan
Interstitial
(mEq/L)
Cairan
Intracellul
ar
(mEq/L)
Na+
142
145
10
K+
159
Mg2+
40
Ca2+
Cl-
103
117
10
HCO3-
25
27
Kadar normal natrium dalam serum adalah 135145 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan
asupan natrium per hari ialah 24 mEq/kgBB/hari.
1) Hipernatremia
Hipernatremia ([Na +]> 145 mEq / L) hampir selalu merupakan hasil dari baik
kehilangan air lebih dari natrium (kehilangan cairan hipotonik) atau retensi natrium
dalam jumlah besar.
Penyebab hipernatremia
Manifestasi klinis
Manifestasi neurologis mendominasi pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya
diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, letargi, dan hiperreflexia dapat berkembang
menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Kejang dan kerusakan saraf serius yang
umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +]
melebihi 158 mEq / L.
Terapi Hipernatremia
Pengobatan hipernatremia bertujuan memulihkan osmolalitas plasma normal serta
memperbaiki masalah mendasar. Defisit cairan umumnya harus diperbaiki lebih dari 48
jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam cairan. Kelainan pada volume
ekstraseluler juga harus diperbaiki. Pasien Hipernatremia dengan penurunan jumlah
natrium tubuh harus diberikan cairan isotonik untuk mengembalikan volume plasma
normal sebelum pengobatan dengan larutan hipotonik. Pasien Hipernatremia dengan
peningkatan jumlah natrium tubuh harus diterapi dengan diuretik kuat bersama dengan
infus dekstrosa 5% dalam air.
Koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat mengakibatkan kejang, edema otak,
kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian. Serial osmolalitas Na + harus
diperoleh selama pengobatan. Secara umum, konsentrasi natrium plasma tidak boleh
menurun lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam
Koreksi pada hipernatremia
2) Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik oleh peningkatan absolut dari TBW
(Total Body Water) ataupun kehilangan natrium melebihi kehilangan air.
Hiponatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Rendah
Kehilangan cairan yang mengakibatkan hiponatremia dapat berasal dari renal atau
ekstrarenal. Kehilangan akibat sebab renal, kebanyakan berhubungan dengan diuretik
thiazide dan menghasilkan kadar natrium urine lebih dari 20 mEq/L. Kehilangan akibat
sebab ekstrarenal biasanya berhubungan dengan gastrointestinal dan menghasilkan
urine dengan kadar natrium kurang dari 10 mEq/L. Pengecualian utama ialah
hiponatremia akibat muntah, yang dapat menghasilkan kadar natrium urine lebih dari
20 mEq/L. Hai ini disebabkan oleh bikarbonaturia pada alkalosis metabolik yang
disertai dengan ekskresi natrium untuk menjaga netralitas muatan pada urine.
Hiponatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Tinggi
Kelainan edematosa ditandai dengan peningkatan baik jumlah total natrium tubuh
maupun TBW. Ketika peningkatan air melebihi natrium, hiponatremia terjadi. Kelainan
edematosa meliputi gagal jantung kongestif, sirosis, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik.
Hiponatremia pada keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan progesif dari ginjal untuk
mengekskresi air dan biasanya paralel dengan keparahan penyakit yang mendasarinya.
Mekanisme patofisiologinya meliputi penglepasan ADH nonosmotik dan penurunan
aliran cairan ke segmen pengenceran tubulus distal di nefron. Volume efektif sirkulasi
darah berkurang.
Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Normal
Hiponatremia dengan tidak adanya edema atau hipovolemia dapat dilihat pada
insufisiensi
glukokortikoid,
hipotiroidisme,
terapi
obat
(klorpropamid
dan
Terapi Hiponatremia
2) KALIUM
Kalium, ion intraseluler utama dalam tubuh, berperan penting dalam menentukan
potensial membran sel. Walaupun konsentrasi kalium ekstraseluler rendah, kadar kalium
pada cairan ekstraseluler diregulasi secara hati-hati, karena perubahan pada konsentrasi
ekstraseluler dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan kardiovaskular yang
mengancam jiwa. Perpindahan kalium antara kompartemen intraseluler dan ekstraseluluer
dapat berhubungan dengan perubahan hormon serta pH pada cairan ekstraseluler.
Kadar normal kalium dalam serum adalah 3.55.5 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan
asupan kalium ialah 12 mEq/hari.
1) Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi saat kadar kalium plasma melebihi 5.5 mEq/L. Hiperkalemia
jarang terjadi pada individu normal karena kapasitas ginjal yang luar biasa untuk
mengekskresi kalium. Ketika intake kalium meningkat, ginjal dapat mengekskresikan
sebanyak 500 mEq kalium per hari. Sistem simpatis dan sekresi insulin juga berperan
penting dalam mencegah peningkatan akut kadar kalium plasma.
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh
penurunan ekskresi kalium di urine, dan peningkatan intake kalium. Peningkatan palsu
Hiperkalemia Akibat Perpindahan Kalium Interkompartemen
Perpindahan kalium keluar dari sel dapat terlihat pada asidosis, lisis sel setelah
kemoterapi, hemolisis, rhabdomiolisis, trauma masif jaringan, overdosis digitalis,
pemberian arginin hidroklorida, dan blokade 2-adrenergik.Blokade 2-adrenergik
mencetuskan peningkatan kadar kalium plasma yang terjadi setelah olahraga. Digitalis
menghambat Na+K+ ATPase pada membran sel; overdosis digitalis telah dilaporkan
menyebabkan hiperkalemia pada beberapa pasien. Arginin hidroklorida, yang
digunakan untuk mengobati alkalosis metabolik, dapat menyebabkan hiperkalemia saat
kation arginin memasuki sel dan ion kalium keluar dari sel untuk menjaga netralitas
muatan..konsentrasi kalium plasma dapat terjadi jika terdapat hemolisis sel darah merah
pada spesimen darah (kebanyakan disebabkan torniquet yang lama ketika mengambil
darah).
reduksi filtrasi
dari transfusi berulang dapat direduksi (tetapi tidak dieliminasi) dengan meminimalkan
volume plasma yang diberikan melalui transfusi Packed Red Cell (PRC).
Manifestasi Klinis Hiperkalemia
Efek paling penting dari hiperkalemia ialah pada jantung dan otot skeletal. Kelemahan
otot skeletal umumnya tidak terlihat sampai kadar kalium plasma melebihi 8 mEq/L.
Kelemahan ini disebabkan oleh depolarisasi spontan dan inaktivasi Na + channel dari
membran otot (mirip dengan suksinil kolin), yang akhirnya dapat menghasilkan
paralisis ascending. Manifestasi jantung terutama akibat delayed depolarization dan
biasanya terjadi saat kadar kalium plasma lebih dari 7 mEq/L. Hipokalsemia,
hiponatremia, dan asidosis dapat menonjolkan efek kardiak dari hiperkalemia.
Pengobatan Hiperkalemia
Oleh karena potensial letalnya, hiperkalemia yang melebihi 6 mEq/L sebaiknya
diterapi. Terapi secara langsung ditujukan untuk membalik manifestasi jantung, dan
kelemahan otot skeletal, serta mengembalikan kadar kalium plasma ke nilai normal.
Hiperkalemia yang berhubungan dengan hipoaldosterinisme
ditujukan pada pasien yang menerima pengobatan digoxin karena kalsium dapat
mempotensiasi toksisitas digoxin.
Ketika asidosis metabolik terjadi, natrium bikarbonat intravena (biasanya 45 mEq)
akan meningkatkan uptake seluler dari kalium dan dapat menurunkan kadar kalium
plasma dalam waktu 15 menit. -agonis meningkatkan uptake seluler kalium dan dapat
berguna pada hiperkalemia akut yang berhubungan dengan transfusi masif; epinefrin
dosis rendah (0.52mg/menit) sering menurunkan kadar kalium plasma secara cepat
dan menyediakan bantuan inotropik pada keadaan ini. Infus glukosa dan insulin
intravena (glukosa 30g dengan insulin 10U) juga efektif dalam meningkatkan uptake
seluler dari kalium serta menurunkan kadar kalium plasma.
Dialisis diindikasikan pada pasien simptomatik dengan hiperkalemia berat atau
refrakter. Hemodialisis lebih cepat dan efektif dari dialisis peritoneal dalam
menurunkan kadar kalium plasma.
2) Hipokalemia
Hipokalemia ditentukan saat kadar kalium plasma kurang dari 3.5 mEq/L dan dapat
terjadi oleh karena: Perpindahan kalium interkompartemen, peningkatan kehilangan
kalium, dan intake kalium tidak adekuat.
Hipokalemia Akibat Perpindahan Kalium Interkompartemen
Hal ini terjadi saat alkalosis, terapi insulin, pemberian 2-adrenergik agonis, dan
hipotermia. Hipokalemia juga dapat terjadi pada transfusi sel darah merah beku; di
mana sel-sel tersebut kehilangan kalium saat proses pengawetan.
Hipokalemia Akibat Peningkatan Kehilangan Kalium
Hal ini hampir selalu disebabkan oleh kelainan ginjal dan gastrointestinal. Pengeluaran
kalium melalui ginjal kebanyakan merupakan hasil dari diuresis atau peningkatan
aktivitas mineralokortikoid. Peningkatan kehilangan kalium dari gastrointestinal
kebanyakan disebabkan oleh muntah atau diare. Peningkatan pembentukan keringat
kronik biasanya menyebabkan hipokalemia, terutama saat intake kalium dibatasi.
Dialisis dengan larutan rendah kalium dapat pula menyebabkan hipokalemia.
Hipokalemia Akibat Penurunan Intake Kalium
Oleh karena kemampuan ginjal untuk menurunkan eskresi kalium rendah, yaitu 5-20
mEq/L, adanya penurunan intake kalium sangat berpengaruh terhadap terjadinya
hipokalemia. Intake kalium yang rendah, bagaimanapun, sering meningkatkan efek dari
peningkatan kehilangan kalium.
Manifestasi Klinik Hipokalemia
Efek kardiovaskular paling menonjol meliputi abnormalitas EKG, aritmia, penurunan
kontraktilitas jantung, dan tekanan darah arteri yang labil akibat disfungsi otonom.
Hipokalemia kronik juga dilaporkan dapat menyebabkan fibrosis miokardia.
Manifestasi EKG terutama ialah repolarisasi ventrikel yang tertunda (delayed
ventricular repolarization). Peningkatan automatisitas sel miokardium dan repolarisasi
yang tertunda akan berkembang menjadi aritmia atrium dan ventrikel.
Pengobatan Hipokalemia
Penggantian oral dengan larutan kalium klorida umumnya aman (6080 mEq/hari).
Penggantian kekurangan kalium biasanya memerlukan beberapa hari. Penggantian
intravena dengan larutan kalium klorida sebaiknya diberikan pada pasien dengan atau
yang beresiko terhadap manifestasi jantung atau kelemahan otot. Tujuan dari terapi
intravena ini adalah untuk mengeluarkan pasien dari keadaan bahaya daripada
mengoreksi seluruh kekurangan kalium. Penggantian kalium intravena perifer
sebaiknya tidak melebihi 8 mEq/jam karena efek iritatif dari kalium pada vena perifer.
Larutan yang mengandung dekstrosa sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan sekresi insulin sekunder dapat menurunkan kadar kalium plasma
lebih jauh lagi.
urin.
Bikarbonat
Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terdiri dari H 2CO3 dan HCO3-,
tekanan CO2 dapat menggantikan H2CO3karena :
H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3Hidrasi CO2 dikatalis oleh karbonat anhydrase, jika penyesuaian-penyesuaian yang
dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien kelarutan untuk CO2
dipertimbangkan, persamaan Henderson-Hasselbach untuk bikarbonat dapat ditulis
sebagai berikut :
HCO3
pH =
P k ' +
dimana pK = 6,1
Dicatat bahwa Pk yang baik dihapus dari pH arteri normal 7,40 yang berarti bahwa
bikarbonat tidak akan diharapkan untuk menjadi buffer ekstraseluler yang efisien.
-
HCO3
Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolism tetapi tidak
Selain CO2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila pO2<60 mmHg juga
menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H+ dari produksi asam (misalnya asam
laktat) selain hasil disosiasi CO2 juga bisa merangsang kemoreseptor perifer.
Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik
Penurunan pH darah arteri menstimulai pusat pernapasan pada brainstem. Hasil
peningkatan
ventilasi
alveolar
menurunkan
PaCO2
dan
cenderung
untuk
1. ASIDOSIS
Asidosis adalah suatu keadaan dimana adnaya peningkatan asam di dalam darah yang
disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa
mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa.
a) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui
system penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai
usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam urine
Penatalaksanaan
Pengobatan asidosis metabolic tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh,
diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diaasi dengan membuang
bahan racun tersebu dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk
mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metaboik juga bisa diobati
secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena
dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Koreksi asidosis metabolic dapat dilakukan dengan rumus yaitu :
(Ki-Ku) x BB x 0,6 = mEq NaHCO3
Ki = kadar bikarbonat yang ingin dicapai
Ku = kadar bikarbonat terukur saat itu
b) Asidosis Repiratorik
Penatalaksanaan
Seperti dengan gangguan asam-basa lainnya, koreksi alkalosis metabolik tidak pernah
lengkap sampai gangguan yang mendasarinya diobati. Ketika ventilasi dikendalikan,
komponen pernapasan kontribusi untuk alkalemia harus diperbaiki dengan
menurunkan ventilasi menit untuk menormalkan PaCO2. Pengobatan pilihan untuk
klorida-sensitif alkalosis metabolik adalah pemberian saline intravena (NaCl) dan
kalium (KCl). Terapi H2-blocker berguna ketika kehilangan cairan yang berlebihan
lambung adalah faktor. Acetazolamide juga mungkin berguna pada pasien edema.
Alkalosis dikaitkan dengan peningkatan utama dalam aktivitas mineralokortikoid
mudah merespon aldosteron antagonis (spironolactone). Ketika pH darah arteri lebih
besar dari 7.60, pengobatan dengan asam klorida intravena (0,1 mol / L), amonium
klorida (0,1 mol / L), hidroklorida arginin, atau hemodialisis harus dipertimbangkan.
b) Alkalosis Repiratorik
Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena
pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadra karbondioksida
dalam darah menjadi rendah.
Penatalaksanaan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat
pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa
meredakan penyakit ini. Jika penyebabya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda
nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa
membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup
kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama
mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama
mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10. Jika
kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga
mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Jumlah cairan dalam tubuh manusia dewasa sekitar 60% dari total berat badannya,
yang terdiri dari 40% cairan intraseluler, 20% Cairan ekstraseluler ( 5% cairan
intravaskuler, 15 % cairan ekstraseluler).
2.Terapi cairan itravena terdiri terapi cairan kristaloid dan terapi cairan koloid
3. Terapi cairan selama perioperatif terdiri dari cairan preoperative, cairan durante
operatif, dan cairan postoperatif.
4. Elektrolit merupakan substansi berupa ion dalam larutan yang dapat mengkonduksi
muatan listrik di dalam tubuh. Keseimbangan elektrolit dalam tubuh sangat esensial
untuk menjalankan fungsi normal dari sel dan organ tubuh.
5. Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan
ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostasis, harus ada
keseimbangan antara asupan dan produksi ion hidrogen dan pembuangan ion
hidrogen dari tubuh. Seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci
dalam pengaturan konsentrasi ion hidrogen. Terdapat juga mekanisme penyangga
asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler.
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan, G. Edward Jr,. Maged, S. Mikhail, and Murray,Michael J,. 2006. Clinical
Anesthesiology, Fourth Edition. United States of America: Appleton
2. Sherwood, lauralee.2011. Fisiologi manusia dari sel ke system. Jakarta:EGC
3. Leksana Ery. 2004. Terapi cairan dan elektrolit. Semarang. Bagian Anastesi dan Terapi
Intensif FK UNDIP
4. Latief, Said A, dkk. 2001. Anestesiologi Ed. 2.Jakarta: FKUI
5. Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, Electrolyte Theraphy and acid base balance. 5 th ed.
Missouri : Elesveir Mosby
6. Sunantrio S. 2000. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media aesculapius
7. Boyce JA. (2008). acidosis dan alkalosis. Current Molecular Medicine (5)L (335-4
8. Sacher R.A. dan Mepherson R.A, MPengaturan Asam-Basa dan Elektrolit pada:
Tinjauan Klinis Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2002, h.320-340.
9. D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, SIregar P, Aniwidyaningwih, W, dkk. Gangguan
Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2010