Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen dari kesehatan umum yang berperan
penting dalam fungsi pengunyahan, fungsi bicara, dan fungsi kecantikan. Ketiga fungsi tersebut
sangat penting dalam menunjang tumbuh kembang anak (Dep. Kes. R. I., 1996). Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa 23,4% penduduk
Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut dan hanya 29,6% penduduk diantaranya
yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga kesehatan gigi. Hal ini mengindikasikan
bahwa masih terdapat masyarakat yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit
yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dengan Indeks DMF-T nasional sebesar 4,85 (Dep.
Kes. RI., 2008).
Anak usia Sekolah Dasar tergolong kedalam kelompok rawan penyakit gigi dan
mulut.Untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut, pemerintah melalui Departemen
Kesehatan telah melakukan berbagai upaya pendekatan pelayanan kesehatan, yaitu promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan (Herijulianti dkk.,
2002). Upaya ini diwujudkan dalam program kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) melalui
Puskesmas sebagai salah satu kegiatan pokok Puskesmas dalam rangka meningkatkan kualitas
kesehatan anak sekolah. Usaha peningkatan kesehatan gigi dan mulut untuk anak sekolah
dilaksanakan melalui kegiatan pokok kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dan
diselenggarakan secara terpadu dengan kegiatan pokok UKS dalam bentuk program Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) (Dep. Kes. R. I., 1996). UKGS menyelenggarakan program
promotif berupa pelajaran mengenai kesehatan gigi dan mulut, dan program preventif berupa

sikat gigi masal (Herijulianti dkk., 2002). Menurut Astoeti dkk. (2006), status kesehatan gigi dan
mulut yang optimal juga dapat dicapai dengan meningkatkan upaya promotif dan preventif sedini
mungkin.
Kegiatan UKGS dilakukan di SD Bhakti Karya yang terletak di Dusun Ganjuran,
Kelurahan Depok, Kecamatan Condong Catur, Kabupaten Sleman, Yogyakarta karenasekolah
tersebut telah menjalin

kerjasama dengan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas GadjahMada

(FKG UGM) sehingga diharapkan hasil pemeriksaan UKGS yang telah diserahkan kepada
sekolah yang membutuhkan rujukan dapat ditindaklanjuti dengan dirujuk ke Rumah Sakit Gigi
dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo FKG UGM.
B. Pengertian UKGS
UKGS adalah bagian integral dari UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut secara terencana, pada para siswa terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam
suatu kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu
paket minimal, paket standar dan paket optimal (Dep. Kes. R. I., 1996).
C. Kegiatan UKGS
Kegiatan UKGS meliputi:
a.

Kegiatan promotif, melipui:

1. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi.


2. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru.
b. Kegiatan preventif, meliputi:
1. Sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang

mengandung fluor minimal 1 kali/ bulan.


2. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut
c.

Kegiatan kuratif, meliputi:

1. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit

2. Pelayanan medik gigi dasar

3. Pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal

4. Rujukan bagi yang memerlukan (Dep. Kes. R. I., 1996)


D. Tahap tahap UKGS

Berdasarkan keadaan tenaga dan fasilitas kesehatan gigi di puskesmas, maka


kegiatanUKGS menurut Dep. Kes. RI (1996) dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Kegiatan UKGS Tahap I/ Paket Minimal UKS meliputi:
a.

Pendidikan/ penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru sesuai dengan
Kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994 (Buku Pendidikan Kesehatan).

b.

Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/ MI, berupa: sikat gigi masal minimal
untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1
kali/ bulan.

c.

Untuk siswa SLTP dan SLTA disesuaikan dengan program UKS daerah masing-masing.

2. Kegiatan UKGS Tahap II/ Paket Standar UKS meliputi kegiatan UKGS Tahap I ditambah
dengan kegiatan berupa:
a.

Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi).

b.

Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I, diikuti dengan pencabutan gigi sulung
yang sudah waktunya tanggal.

c.

Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

d.

Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.

e.

Rujukan bagi yang memerlukan.

3. Kegiatan UKGS Tahap III/ Paket Optimal UKS meliputi kegiatan UKGS Tahap II ditambah
dengan kegiatan berupa:
a. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I sampai dengan kelas VI
(care on demand).

b. Pelayanan medik gigi dasar sesuai kebutuhan (treatment need) pada kelas terpilih.
E. Sasaran UKGS
Sasaran UKGS menurut Dep. Kes. R.I. (1996) adalah :

1. 100% SD melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai


kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Minimal 80% SD/MI melaksanakan sikat gigi masal.


3. Minimal 50% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on
demand).
4. Minimal 30% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas kebutuhan perawatan
(treatment need).
Sasaran kegiatan UKGS kali ini adalah murid-murid kelas III dan VI di SD Bhakti Karya
di di Dusun Ganjuran, Kelurahan Depok, Kecamatan Condong Catur, KabupatenSleman,
Yogyakarta.
F. Tujuan UKGS

a. Tujuan umum: tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa yang optimal. Indikator
derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal berdasarkan Indonesia sehat 2010 adalah
100% murid SD/MI telah mendapat pemeriksaan gigi dan mulut (Dep. Kes. R. I., 2003).
Indikator lain sesuai dengan ketentuan WHO adalah anak umur 12 tahun mempynyai tingkat
keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) sebesasr 1 (satu) gigi (Dep. Kes. RI., 2007)
b. Tujuan khusus:
1) Siswa mempunyai pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut.
2) Siswa mempunyai sikap/kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut.
3) Siswa binaan UKS paket standar, paket optimal mendapat pelayanan medik gigi dasar atas
cpermintaan (care on demand).

4) Siswa sekolah binaan UKS paket optimal pada jenjang kelas terpilih telah mendapat pelayanan
medik gigi dasar yang diperlukan (treatment need) (Dep. Kes. R. I., 1996).

G. Manfaat UKGS
Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGS adalah:
1. Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa
2. Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut siswa
3. Meningkatnya sikap/kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut siswa
4. Siswa mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on demand)

1.

H. Tenaga Pelaksana UKGS


Menurut Dep. Kes. R.I. (1996), tenaga pelaksana UKGS meliputi:
Kepala Puskesmas:
a) Sebagai koordinator
b) Sebagai pembimbing dan motivator
c) Bersama dokter gigi melakukan perencanaan kesehatan gigi dan mulut
2. Dokter Gigi
a) Penanggung jawab pelaksanaan operasional.
b) Bersama Kepala Puskesmas dan Perawat gigi menyusun rencana kegiatan, memonitoring
program dan evaluasi.
c) Membina integrasi dengan unit-unit yang terkait di tingkat Kecamatan, Dati II dan Dati I.
d) Memberi bimbingan dan pengarahan kepada tenaga perawat gigi, UKS, guru SD dan dokter
kecil.
e) Bila tidak ada prawat gigi, dokter gigi dapat sebagai pelaksana UKGS.
3. Perawat Gigi
a) Bersama dokter gigi menyusun rencana UKGS dan pemantauan SD.
b) Membina kerjasama dengan tenaga UKS dan Depdikbud.
c) Melakukan persiapan/ lokakarya mini untuk menyampaikan rencana kepada pelaksana terkait.

d) Pengumpulan data yang diperlukan dalam UKGS (data sosiodemografis dan epidemiologis).
e) Melakukan kegiatan analisis teknis dan edukatif.
f)

Monitoring pelaksanaan UKGS

g) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.


h) Evaluasi program
4. Petugas UKS
a) Terlibat secara penuh dalam penentuan SD, pembinaanguru, dokter kecil, monitoring program
dan hubungan dengan Depdikbud.
b) Pemeriksaan murid.
c) Melaksanakan rujukan.
d) Menunjang tugas perawat gigi dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan gigi.
5. Guru SD
a) Membantu tenaga kesehatan gigi dalam pengumpulan data/ screening.
b) Pendidikan kesehatan gigi pada murid.
c) Pembinaan dokter kecil.
d) Latihan menggosok gigi.
e) Rujukan bila menemukan murid dengan keluhan penyakit gigi.
f)

Membina kerjasama dengan petugas kesehatan dalam kesehatan lingkungan, jajan.

g) Membantu guru dalam sikat gigi bersama.

6. Dokter kecil
a) Membantu guru dalam memberi dorongan agar murid berani untuk diperiksa.
b) Memberi penyuluhan kesehatan gigi (membantu guru).
c) Memberi petunjuk pada murid tempat berobat gigi.

Tenaga pelaksana yang terlibat dalam kegiatan UKGS ini adalah Eli Nurmawati (04 /
180814 / KG / 07842), mahasiswa kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan
Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat angkatan 50 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.

BAB II
PELAKSANAAN UKGS TAHAP II
Lokasi

: SD Bhakti Karya

Tanggal pelaksanaan

: 15 dan 16 Februari 2010

Kegiatan

1. Penyuluhan
a.

Kelas

b. Jumlah murid

: III dan VI
: kelas III = 23 murid
kelas VI = 27 murid

c.

Materi penyuluhan menurut Dunning (1986) adalah :


Kelas III :

a) Menjelaskan pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut.


b) Menjelaskan untuk menjaga kebersihan gigi dengan cara menyikat gigi yang baik dan benar dan
rajin memeriksakan gigi ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
c) Menjelaskan jenis-jenis makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan makanan yang dapat
merusak kesehatan gigi.
Kelas VI :
a) Menjelaskan arti penting kesehatan gigi dan mulut terhadap kesehatan umum.
b) Mengenalkan struktur gigi.
c) Menjelaskan cara menyikat gigi yang baik dan benar.
d) Menjelaskan secara umum tentang penyakit gigi.

e) Menjelaskan pentingnya merawat gigi dan menjaga kebersihan mulut serta makanan yang baik
untuk kesehatan gigi dan mulut.
d. Tenaga pelaksana

: 6 orang untuk kelas III


6 orang untuk kelas VI

e. Hambatan

: untuk kelas VI, pada saat penyuluhan tidak terjadi hambatan yang

berarti. Semua siswa tampak tenang mendengarkan materi penyuluhan. Untuk kelas III, di
tengah materi tampak siswa mulai ramai sendiri, tidak memerhatikan penyuluhan. Akan tetapi,
keadaan ini teratasi setelah mahasiswa memberitahukan bahwa akan ada pemberian hadiah
setelah penyuluhan untuk murid yang dapat menjawab pertanyaan seputar materi penyuluhan.
2. Pemeriksaan gigi
a.

Kelas

: III dan VI

b. Jumlah murid yang diperiksa : Kelas III = 3 murid


Kelas VI = 5 murid
c.

Tenaga pelaksana

d. Hambatan

: Eli Nurmawati (04/7842)


: Tidak ada hambatan selama pelaksanaan karena murid-murid yang

belum mendapat giliran diperiksa tetap berada di kelas untuk mengerjakan tugas menggambar
yang diberikan dan menjawab soal.
3. Perbaikan hygiene mulut, berupa sikat gigi masal
a.

Kelas

: III dan VI

b. Jumlah murid

: kelas III = 23 murid


kelas VI = 27 murid

c.

Tenaga pelaksana

: 6 orang untuk kelas III

6 orang untuk kelas VI


d. Hambatan

: untuk kelas VI tidak ada hambatan. Murid-murid mudah diatur dan

malakukan instruksi yang diberikan. Untuk kelas III, awalnya beberapa murid susah diatur tapi

hal ini segera teratasi setelah murid-murid diberitahu bahwa sikat gigi massal tidak akan dimulai
sebelum mereka tertib.

BAB III
HASIL PENGOLAHAN DATA UKGS TAHAP II

Lokasi

: SD Bhakti Karya

Tanggal pemeriksaan

: 15 dan 16 Februari 2010

Jumlah murid

: Kelas III = 23 murid


Kelas VI = 27 murid

Jumlah murid yang diperiksa : Kelas III = 3 murid


Kelas VI = 5 murid
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Status Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S)
Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No
1
2

Kelas

3
6
Jumlah

3
5
8

2
3
5

Status Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S)


Baik
Cukup
Kurang
(0-1,2)
(1,3-3)
(3,1-6)
%

%
66.6667
1
33.3333
0
0
60
2
40
0
0
62.5
3
37.5
0
0

Total

3
5
8

%
37.5
62.5
100

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 8 orang murid yang diperiksa, sebagian besar murid
mempunyai indeks kebersihan gigi dan mulut baik (62,5%). Baik murid kelas III maupun kelas
VI yang diperiksa, tidak ada yang memiliki indeks kebersihan gigi dan mulut kurang. Persentase
status kebersihan gigi dan mulut kategori baik pada murid kelas III lebih besar (66.67%) bila
dibandingkan dengan murid kelas VI (60%).
Tabel 2. Status Karies Gigi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No
1
2

Kelas

3
6
Jumlah

n
3
5
8

d
12
1
13

e
3
2
5

Status Karies Gigi


Gigi Sulung
Gigi Tetap
f

Rerata D M F Rerata
0 15
5
3
0 0 3
1
0
3
0.6
25 0 0 25
5
0 18
2.25
28 0 0 28
3.5

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata status karies gigi sulung kelas III (def-t=5) jauh lebih
tinggi dibanding rerata status karies gigi sulung kelas VI (def-t=0.6); sedangkan rerata status
karies gigi tetap kelas III (DMF-t=1) jauh lebih rendah dibanding rerata status karies gigi tetap

kelas VI (DMF-t=5). Prevalensi karies gigi kelas III dan VI adalah 100%. Gigi tetap baik murid
kelas III maupun kelas VI tidak ada yang harus dicabut atau hilang karena karies (M=0). Seluruh
gigi murid kelas III dan kelas VI tidak ada yang ditumpat permanen (f=0; F=0).
Tabel 3. Status Kesehatan Gusi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No
1
2

Kelas

3
6
Jumlah

2
3
5

3
5
8

Status Kesehatan Gusi


Gingivitis (per segmen)
Sehat
1-3*
4-6*
%

%
66.6667
1
33.3333
0
0
60
1
20
1
20
62.5
2
25
1
12.5

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar murid yang diperiksa mempunyai gusi yang
sehat (62.5%). Murid kelas III memiliki persentase status kesehatan gusi sehat (66.67%) lebih
besar dibandingkan murid-murid kelas VI (60%). Hanya terdapat satu murid (kelas VI) yang
mempunyai gingivitis pada 4 sampai 6 segmen.
Tabel 4. Frekuensi Menyikat Gigi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No

Kelas

1
2

3
6

3
5
8

Jumlah

Frekuensi Menyikat Gigi (per hari)


0 kali
1 kali
2 kali
3 kali

%
0
0
0
0
3
100
0
0
0
0
0
0
5
100
0
0
0
0
0
0
8
100
0
0

Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh siswa yang diperiksa telah memiliki kebiasaan
menyikat gigi setiap harinya dan mengaku telah menyikat gigi dua kali sehari (100%).
Tabel 5. Tindakan Perawatan Gigi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010
No.

Kelas

n
Scalling

Perawatan
Restorasi

Ekstraksi

Rujukan

1
2

III
VI
Jumlah

1
3
4

3
5
8

3
5
8

%
33.3333
60
50

%
100
100
100

2
2
4

%
66.667
40
50

3
5
8

%
100
100
100

Tabel 5 menunjukkan bahwa semua murid yang diperiksa memerlukan rujukan untuk
dilakukan perawatan (100%) dan baik murid kelas III dan kelas VI yang diperiksa memerlukan
perawatan restorasi (100%).
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Ibu Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No
1
2

Kelas

3
6
Jumlah

n
3
5
8

TS
%
0
0
0
0
0
0

SD
%
0
0
0
0
0
0

Tingkat Pendidikan Ibu


SMP
SMA

%
1
33.33
2
66.67
1
20
4
80
2
25
6
75

AK
%
0
0
0
0
0
0

PT
%
0
0
0
0
0
0

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu dari siswa yang
diperiksa adalah SMA (75%) sisanya adalah SMP (25%). Tidak terdapat ibu yang memiliki
tingkat pendidikan SD, akademi, perguruan tinggi maupun ibu yang tidak sekolah.
Tabel 7. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010
Kategori Pekerjaan Ayah
No
1
2

Kelas

3
6
Jumlah

n
3
5
8

PNS

0
0
0

%
0
0
0

Swasta

2
2
4

%
66.67
40
50

Wiraswasta

1
2
3

%
33.33
40
37.5

Buruh

0
1
1

%
0
20
12.5

Tidak
Bekerja

%
0
0
0
0
0
0

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian orang tua siswa adalah
swasta (50%). Baik orang tua siswa kelas III maupun kelas VI tidak ada yang bermata
pencaharian sebagai PNS dan tidak ada yang tidak bekerja.

BAB IV
DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN GIGI

Berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan siswa SD Bhakti Karya kelas IIIdan
VI diperoleh diagnosa dan rencana perawatan gigi-gigi sebagai berikut :
Tabel 8. Diagnosa dan Rencana Perawatan Gigi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010

No.

Kelas

Nama

Elemen

Diagnosa

Rencana
Perawatan

1.

III

Gangren
Radix
Karies dentin
Gangren
Gangren
Karies dentin
Karies dentin
Radix. persistensi

Kabul S.R.

Endo
Exo (observasi)
Opdent
Endo
Endo
Opdent
Opdent
Exo

V
IV
IV
V
IV
III
III
IV

2.

III

Karies dentin
Opdent
Karies dentin
Opdent
Luksasi derajat 3, Exo
persistensi
Luksasi derajat 1, Exo
persistensi
Gangren
Endo
Karies email
Opdent

Khoirusiva M.

V
IV
II
II
IV
V

Luksasi derajat 1
Luksasi derajat 1
Radices, persistensi
Karies email

Exo (observasi)
Exo (observasi)
Exo
Opdent

II
II
IV
V

3.

III

Gangren
Karies email
Karies email
Karies dentin

Nanda Latifah

6
V
6
6

Endo
Opdent
Opdent
Opdent

4.

VI

Jonathan Hala

Karies email
Karies email
Karies email
Karies dentin
Karies email
Karies email
Karies email

Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent

Karies email
Karies email
Gangren
Karies email
Karies email
Karies email
Gangren

Opdent
Opdent
Endo
Opdent
Opdent
Opdent
Endo

7
6
5
IV
6
6
7

5.

VI

Sofiana A.

Exo

7
6
6
6
4
5
6
6.

VI

Exo

Karies email
Karies email
Karies email

Novan Y.N.

7
6
7

Opdent
Opdent
Opdent

7.

VI

Destya R.R.

Gangren
Karies email
Karies email
Karies email
Radix
Karies email

Endo
Opdent
Opdent
Opdent
Exo (observasi)
Opdent

Karies email
Karies email
Radix, persistensi
Karies email
Karies email

Opdent
Opdent
Exo
Opdent
Opdent

6
6
7
6
III
6
8.

VI

Pradhitya E.P.

6
6
III
4
6

BAB V
PEMBAHASAN

Anak usia sekolah dasar merupakan usia yang paling efektif dalam menerima
pengetahuan perawatan kesehatan gigi. Menanamkan kesadaran, kemauan dan kebiasaan
memelihara kesehatan gigi dan mulut melalui suatu program kesehatan yang terencana dan
teratur sangatlah penting, dalam hal ini yaitu melalui program UKGS (Chemiawan dkk., 2004).
Hal senada juga diungkapkan Priyono (1995) bahwa UKGS merupakan sarana yang paling tepat
untuk menanamkan sikap yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut melalui penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang dilakukan serta tindakan dan perawatan yang ada. Berdasarkan
kemampuan sarana atau tenaga kesehatan, kegiatan UKGS dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap I,
tahap II, dan tahap III. Kegiatan UKGS yang dilakukan pada siswa kelas III dan VI SD Bhakti
Karya termasuk dalam UKGS tahap II. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan,
pemeriksaan gigi dan sikat gigi massal. Pemeriksaan gigi dilakukan setelah penyuluhan,
kemudian dilanjutkan dengan sikat gigi massal. Seharusnya, pemeriksaan gigi dilakukan sebelum
penyuluhan agar jawaban yang didapat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, bukan jawaban
sesuai teori yang didapat saat penyuluhan. Akan tetapi, karena faktor keterbatasan waktu dan
efektifitas pemeriksaan gigi dilakukan setelah penyuluhan. Karena faktor keterbatasan waktu
juga, kegiatan UKGS tahap II yang dilakukan tidak meliputi seluruh kegiatan UKGS tahap II.
Kegiatan UKGS tahap II yang tidak dilakukan meliputi: pengobatan darurat untuk
menghilangkan rasa sakit, pelayanan medik gigi dasar atas permintaan, pelatihan guru dan
petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan pencabutan gigi sulung yang sudah
waktunya tanggal.
Hasil pengolahan data status kebersihan mulut siswa kelas III dan kelas VI SD Bhakti
Karya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diperiksa mempunyai indeks kebersihan
gigi dan mulut (OHI-S) kategori baik (62,5%) dan tidak ada siswa yang mempunyai indeks

kebersihan gigi dan mulut kategori kurang. Indeks kebersihan mulut adalah cara untuk mengukur
atau menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang (Suproyo, 2007). Menurut Sriyono (2005),
praktek kebersihan mulut dapat dilakukan individu dengan cara mengosok gigi untuk
menghilangkan plak dan kumur-kumur dengan cairan antiseptik untuk membantu membunuh
bakteri plak. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa 100% anak-anak yang diperiksa
menyikat giginya dengan frekuensi 2 kali sehari. Meskipun demikian, masih terdapat siswa yang
mempunyai indeks kebersihan mulut cukup (37.5%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kurangnya efektifitas dalam menyikat gigi. Selain frekuensi, kegiatan menyikat gigi juga
dipengaruhi oleh faktor bentuk sikat gigi, lamanya menyikat gigi dan cara menyikat gigi
(Sriyono, 2005). Selain itu, waktu menyikat gigi juga berpengaruh terhadap kebersihan mulut.
Waktu yang dianjurkan untuk sikat gigi adalah setelah makan dan sebelum tidur. Hasil laporan
RISKESDAS tahun 2007 menyebutkan bahwa hanya 7,3% penduduk Indonesia yang berprilaku
benar menggosok gigi dan hanya sebanyak 28,7% penduduk Indonesia yang menyikat gigi
sebelum tidur (Dep. Kes. RI., 2008). Selain kebersihan mulut, akumulasi plak juga berpengaruh
terhadap timbulnya gingvitis. Gingivitis merupakan kondisi inflmasi yang bersifat reversibel dari
papilla dan tepi gingiva. Gingivitis dapat dicegah dengan pengambilan plak secara rutin dengan
cara mekanis (sikat gigi, benang gigi dan irigator) dan khemis yaitu dengan obat kumur (Sriyono,
2005). Tabel 3 menunjukkan sebanyak 62.5% siswa yang diperiksa mempunyai gusi yang sehat
dan hanya 1 orang anak yang mempunyai gingivitis pada lebih dari 3 segmen meskipun anak
tersebut mengaku telah menyikat giginya 2 kali sehari. Menurut Sriyono (2005), sikat gigi
merupakan alat mekanis yang efektif untuk membersihkan plak gigi, namun tidak cukup efektif
untuk membersihkan plak di darah interdental. Akibatnya, di daerah interdental sering terjadi
gingivitis parah. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai cara menyikat gigi yang baik dan
benar, maka salah satu kegiatan UKGS yang dilakukan di SD Bhakti Karya adalah sikat gigi
massal yang diikuti dengan demonstrasi karena cara penyikatan gigi merupakan keterampilan
motorik yang baru bagi anak-anak. Penyikatan gigi harus diajarkan dan diperagakan dengan

metode yang benar dan dipratekkan secara berulang-ulang agar anak dapat melakukan sendiri
dengan benar (Hurlock, 1988 sit. Chemiawan, 2004). Menurut Budiharto (1998 sit. Astoeti
dkk.,2006) keuntungan metode demonstrasi adalah memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk lebih banyak mnggunakan inderanya didalam mempersepsikan materi sehingga
materi mudah dicerna dan dapat menguji kepandaian dalam bentuk keterampilan.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa rerata status karies gigi sulung siswa kelas III
dan VI SD Bhakti Karya tergolong rendah (def-t=2.25) sedangkan status karies gigi tetapnya
tergolong sedang (DMF-t=3.5). Hal ini berdasarkan kriteria yang digunakan oleh WHO sejak
tahun 1977, sebagai berikut:

Tabel 9. Nilai def-T/DMF-T dan Kriteria yang Digunakan


Nilai def-T/DMF-T
0,0-1,1
1,2-2,6
2,7-4,4
4,5-6,5
>6,6

Kriteria
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
(Yani, 2005)

Menurut Pamardiningsih (1997) berdasarkan penelitian yang dilakukan pada murid SD usia 6-14
tahun di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terjadinya karies pada gigi sulung
dipengaruhi oleh faktor: (1) kadar fluor air minum, (2) pola makanan, (3) akumulasi plak, dan (4)
frekuensi menyikat gigi. Prevalensi karies gigi pada murid kelas III dan VI SD Bhakti
Karya adalah 100%. Angka prevalensi ini sangat tinggi mengingat keseluruhan siswa menyikat
giginya 2 kali sehari dan status kebersihan gigi dan mulut sebagian besar siswa (62,5%)tergolong
baik. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh faktor luar yang cenderung merusak lingkungan
gigi dalam rongga mulut, misalnya lingkungan yang sangat asam karena kebiasaan makan
makanan yang kariogenik ataupun kebiasaan menahan makanan dalam mulut (ngemut)

(Pamardiningsih, 1997). Kebiasaan makan makanan diantara waktu makan (ngemil) atau jajan
oleh para siswa juga berpengaruh terhadap terjadinya karies, seperti dikemukakan oleh Sriyono
(2005), bahwa terdapat hubungan secara langsung antara DMF dengan makan diantara waktu
makan. Karena itu, langkah utama bagi individu untuk mengurangi insidensi karies yaitu dengan
membatasi konsumsi makanan diantara waktu makan berupa snek, makanan bergula, roti dan
coklat.
Anak-anak usia sekolah masih tergantung pada orangtua (Sufiati dkk., 2000 sit.
Chemiawan, 2004). Pentingnya peran orang tua dalam perilaku kesehatan gigi dinyatakan oleh
Fukulta (1980, sit. Budiharto, 1998), bahwa perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dapat
digunakan untuk meramalkan status kesehatan gigi dan gusi anaknya. Apabila perilaku ibu
mengenai kesehatan gigi baik, dapat diramalkan bahwa status kesehatan gigi dan gusi anaknya
yang berumur dibawah lima tahun juga baik. Kontribusi terbesar yang berperan dalam perilaku
ibu terhadap kesehatan gigi anak menurut penelitian Budiharto (1998) adalah pendidikan formal
ibu, diikuti pemanfaatan fasilitas kesehatan gigi, pendidikan kesehatan gigi yang diterima, umur
ibu, jumlah anak dalam keluarga, dan status ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan ibu yang
tinggi memudahkan ibu untuk menerima informasi mengenai kesehatan gigi. Pada tabel 6 dapat
diketahui bahwa 75% pendidikan terakhir ibu dari siswa yang diperiksa hanyalah tamatan SMA
dan sisanya adalah SMP (25%). Lebih lanjut Budiharto (1998) mengemukakan bahwa terdapat
kenaikan perilaku ibu setiap kenaikan satu unit status ekonomi keluarga. Hal ini berarti status
ekonomi keluarga berpengaruh terhadap perilaku ibu untuk pemeliharaan kesehatan gigi
keluarga. Makin tinggi status ekonomi, keluarga akan mampu membiayai pelayanan kesehatan
gigi sesuai yang diinginkan. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian orang
tua siswa adalah swasta (50%) lainnya adalah wiraswasta (37.5%) dan buruh (12.5).
Tabel 5 menunjukkan bahwa semua murid yang diperiksa memerlukan rujukan untuk
dilakukan perawatan (100%). Rujukan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan
masing-masing

individu

meliputi perawatan scalling,

restorasi dan

ekstraksi.

Perawatan

terbanyak

adalah

perawatan

restorasi

yang

dibutuhkan

oleh

semua

siswa

yang

diperiksa(100%). Akan tetapi, kebutuhan akan perawatan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan
pemanfaatan secara optimal fasilitas fasilitas kesehatan gigi yang ada. Hal ini terlihat dari
tingginya prevalensi karies namun tidak ada satu pun gigi karies tersebut yang ditambal (f=0,
F=0).

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Status

kebersihan

mulut siswa yang

diperiksa sebagian

besar temasuk dalam kategoribaik (62,5%) dan tidak ada siswa yang memiliki status kebersihan
mulut kategori kurang
2. Tingkat keparahan karies gigi sulung siswa yang diperiksa termasuk dalam kategorirendah (deft=2.25) sedangkan tingkat keparahan gigi permanennya termasuk dalam kategori sedang
(DMF=3.5).
3. Prevalensi karies gigi siswa yang diperiksa adalah 100%
4. Status

kesehatan

gingiva siswa yang

diperiksa sebagian

besar termasuk dalam kategori

baik/sehat (62.5%) dan hanya terdapat satu murid yang mempunyai gingivitis pada 4 sampai 6
segmen.
5. Seluruh siswa yang diperiksa memiliki frekuensi menyikat gigi 2-3 kali.
6. Seluruh siswa yang diperiksa memerlukan rujukan untuk dilakukan perawatan berupa restorasi
gigi, pencabutan gigi dan scaling.
7. Pemanfaatan layanan fasilitas kesehatan gigi dan mulut masih kurang
B. Saran
1. Pelaksanaan program UKGS perlu rutin dilaksanakan terutama penyuluhan mengenai cara
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
2. Diadakan kerjasama antara puskesmas setempat atau FKG UGM dengan sekolah untuk
melakukan rujukan perawatan.
3. Pihak sekolah diharapkan dapat memantau dan menyeleksi jajanan yang dijual di sekolah
sehingga jajanan yang dijual merupakan makanan yang menyehatkan dan bersifat nonkariogenik.

4. Orang tua murid dan guru berperan aktif dalam memonitor pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut anak.

5. Orang tua murid dan guru diharapkan mampu melaksanakan dan meningkatkan upaya
promotif dan preventif.
6. Orang tua, guru dan siswa masih perlu dimotivasi untuk memanfaatkan layanan fasilitas
kesehatan gigi dan mulut.

DAFTAR PUSTAKA
Amalliah, I., 1997, Penatalaksanaan Program UKGS Mandiri SD Sumbangsih Jakarta, JKGUI, 4 (edisi
khusus KPPIKG XI).
Astoeti, T.E. , Budiharto, dan Bachtiar, A., 2006, Efektifitas Pengelolaan Pendidikan Kesehatan Gigi
dengan Pendekatan Total Quality Management Pada Anak Sekolah, Indonesian Journal of
Dentistry. 13(3):150-155.
Budiharto, 1998, Kontribusi Umur, Pendidikan, Jumlah Anak, Status Ekonomi Keluarga, Pemanfaatan
Fasilitas Kesehatan Gigi dan Pendidikan Kesehatan Gigi Terhadap Perilaku Ibu, JKGUI, Jakarta,
hal. 99-108.

Chemiawan, E., Gartika M., dan Indriyani R., 2004, Laporan Penelitian Perbedaan Prevalensi Karies
Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Program UKGS dan Tanpa UKGS Tahun 2004, FKG
UNPAD, Bandung.
Dep. Kes. RI., 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat
dan Kabupaten/Kota Sehat, Pusat Data dan Informasi, Jakarta.
Dep. Kes. RI., 2008, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Dep. Kes. RI., 1996, Pedoman Pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah, Direktorat Jendral
Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi, Jakarta.
Dunning, J. M., 1986, Principles of Dental Public Health 4th ed., Harvard University Press, London.
Herijulianti, E., Indriati, S. T., dan Artini, S., 2002, Pendidikan Kesehatan Gigi,

EGC, Jakarta.

Pamardiningsih, Y., 1997, Faktor Resiko Terjadinya Karies Gigi pada Anak Usia 6-14 tahun di
Kecamatan Cangkringan dan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta,Jurnal
Kedokteran Gigi Anak, Jakarta, 1(2):25-33.
Priyono, B., 1995, Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Status Sosial Ekonomi Orangtua Terhadap Sikap
dan Kebersihan Mulut Anak-Anak Yang Pernah Menerima Program UKGS, Majalah Ilmiah
Dies Natalis FKG UGM Ceril V,ed. khusus Lustrum ke VII FKG UGM,h.219-227.
Sriyono, N. W., 2005., Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Medika Fakultas Kedokteran
UGM, Yogyakarta.
Suproyo, H., 2007, Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal, FKG-UGM, Yogyakarta.

Yani, R.W.E., 2005, Hubungan Pola Menyikat Gigi dengan Karies Gigi, IJD; 12(1):15-18.

Anda mungkin juga menyukai