Anda di halaman 1dari 2

Jalannya Perang perlawanan Patimura

Pergolakan di Saparua selama bagian kedua tahun 1817 (Juli


Desember ) dibangkitkan oleh restorasi pemerintahan kolonial Belanda
dengan penyerahan kembali daerah Maluku dari tangan Inggris.
Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa perubahan
kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan
banyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang tentu
akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
Pada zaman pemerintahan Inggris penyerahan-wajib dan kerja-wajib
(verplichte levarientien , herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah
Belanda mengharuskannya lagi Tambahan pula tarif berbagai barang
yang disetor diturunkan, sedang pembayaran ditunda-tunda. Di samping
itu pengeluaran uang kertas sebagai pengganti uang logam menambah
kegelisahan rakyat Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari
kepulauan Maluku untuk menjadi soldadu dalam tentara kolonial. Hal-hal
itu diutarakan sebagai keluhankeluhan yang menyebabkan kegelisahan
dan akhirnya menimbulkan pemberontakan Kedatangan kembali Belanda
mengingatkan rakyat kepada zaman Kumpeni sebelum masa
pemerintahan Inggris yang dianggapnya serba berat dan penuh
penderitaan.
Protes rakyat dibawah pimpinan Thomas matulesy (Patimura)
diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda.
Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari
Saparua dan Nusa Laut. Beberapa pemimpin lain dalam pemberontakan
ialah Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwail, dan Lucas Latumahina.
Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya
Thomas Matulesy berkumpul di Hutan Warlutun dan memutuskan untuk
menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua
penghuninya (orang-orang kolonial). Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah
lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Dipilihnya Thomas
Matulesy sebagai kapten serta dibulatkan tekad untuk menyerang
benteng dan membunuh fetor (residen), raja dari Siri Sori dan patih dari
Haria. Kemudian bubarlah mereka mereka, dan menyebarkan rencana itu
keseluruh Haria desa-desa di Saparua. Ada pula sebab lain yang diduga
menjadi faktor pencetus pergolakan tersebut di atas Peristiwa yang
menyangkut Anthony Rhebok , philip Latumahina , dan Daniel Sorbach,
yaitu percecokan yang terjadi setelah mereka minum minum sehingga
mereka diberi hukuman pukulan rotan , membangkitkan rasa dendam
terhadap residen. Mereka bertekad melawan residen Van den Berg
Secara umum peradilan yang dijalankan residen itu dimuat juga dalam
surat keluhan Matulesy. Lima hari kemudian (tanggal 14 Mei 1817 )
seluruh penduduk mengucapkan sumpah mereka dan berkobarlah
pemebrontakan Rakyat menyerbu Porto Gerakan perlawanan dimulai
dengan menghancurkan kapal kapal Belanda di pelabuhan
pada
tanggal 15 Mei 1817 malam para pejuang Maluku kemudian menuju
benteng Durstede di benteng tersebut hanya ada belasan tentara
Kumpeni, sebagian besar serdadu Jawa Dalam waktu yang hampir
bersamaan para pejuang Maluku satu persatu dapat memanjat dan
masuk kedalam benteng. Residen dapat dibunuh dan Benteng Dustede

dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku sehingga para pejuang lebih
semangat untuk berjuang melawan Belanda.
Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon dan datang
300 prajurit yang dimpimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini kawal oleh
dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen Namun bantuan ini
dapat digagalkan oleh pasukan Patimura , bahkan Mayor Beetjes
terbunuh. Kembali kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan
para pejuang di berbagai tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan
Larike Selanjutnya Patimura memusatkan perhatian untuk menyerang
Benteng Zeelandia di pulau Haruku. Melihat gelagat Patimura itu maka
pasukan Belanda dibenteng diperkuat oleh komandannya Groot lalu
Patimurra gagal menyerang dan menembus benteng tersebut.
Perundinganpun ditawarkan namun tidak ada kesepakatan Lalu
pada bulan Agustus 1817 Belanda berusaha merebut Benteng Durstede
dengan bantuan Batavia dan akhirnya mereka dapat merebutnya
kembali , dalam kondisi ini Patimura memerintahkan pasukan meloloskan
diri dari tempat pertahanan Patimura terus melawan dengan gerilya
tetapi pada bulan November beberapa pembantu Patimura tertangkap
seperti Paulus Tiahahu (ayah Christina Marta tiahahu) dijatuhi hukuman
mati lalu Christina marah dan berjuang dalam gerilya.
Belanda belum puas jika ia belum menangkap Patimura lalu Belanda
mengadakan sayembara memberi hadiah 1000 gulden jika ada yang bisa
menangkap Patimura. Setelah 6 bulan Patimura tertangkap. Tepat
tanggal 16 Desember 1817 Patimura dihukum Gantung di alun alun kota
Ambon. Christina ingin melanjutkan perang Gerilya namun akhirnya ia
tertangkap dan dibuang di Jawa bersama 39 pasukannya untuk bekerja
Rodi dan akhirnya ia mati karena mogok makan dan jenazahnya dibuang
ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga Berakhirlah perlawan Patimur.

Anda mungkin juga menyukai