Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien

: Ny. L

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Likupang

Pekerjaan

: Swasta

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Tanggal rawat di RS

: 12Agustus 2016

Tanggal pemeriksaan

: 12 Agustus 2016

ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan aloanamnesis.
A. Keluhan Utama
Nyeri pada ulu hati.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Mongisidi pada tanggal 12 Agustus 2016 dengan
keluhan nyeri pada ulu hati. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS.
Nyeri dirasakan terutama setelah makan. Rasa nyeri tidak berkurang dengan
istirahat. Selain nyeri pada ulu hati, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut
kiri bawah.
Pasien juga mengeluh badannya lemas dan mudah lelah. Pasien merasa
mual dan disertai muntah. Pasien tidak demam (-), tidak batuk (-), sesak (-),
nafsu makan turun (+) karena setiap akan makan selalu merasa mual.

Pasien juga mengaku BAB berwarna agak kehitaman, konsistensi lembek,


tidak ada lendir dan tidak ada darah. BAK normal, berwarna kuning jernih,
nyeri saat kencing (-), panas (-), darah (-), buih (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi

: diakui

2. Riwayat diabetes melitus

: disangkal

3. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

4. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

5. Riwayat penyakit liver

: disangkal

6. Riwayat asma

: disangkal

7. Riwayat atopi

: disangkal

8. Riwayat opname

: diakui (keluhan nyeri ulu hati)

9. Riwayat trauma

: disangkal

10. Riwayat penyakit serupa

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat penyakit serupa
2. Riwayat hipertensi

: disangkal
: disangkal

3. Riwayat diabetes melitus

: disangkal

4. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

5. Riwayat atopi

: disangkal

6. Riwayat asma

: disangkal

E. Riwayat Pribadi
1. Merokok

: disangkal

2. Konsumsi alkohol

: disangkal

3. Konsumsi obat bebas

: disangkal

4. Konsumsi jamu

: disangkal

5. Konsumsi kopi

: disangkal

6. Makan tidak teratur

: diakui

7. Riwayat tidak pakai alas kaki

: disangkal
2

III.

PEMERIKSAAN FISIK (12 Agustus 2016)


Keadaan umum

: lemah.

Kesadaran

: kompos mentis (E4 V5 M6)

Vital Sign

Tekanan darah

: 150/80 mmHg (berbaring, pada lengan kanan)

Nadi

: 68 x/menit (isi dan tegangan cukup), irama reguler

Respiratory rate

: 28 x/menit tipe thorakoabdominal

Suhu

: 350C per aksiler

A. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), purpura (-), akne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-),
bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-).
B. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, luka (-).
C. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), injeksi konjungtiva (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm,
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
D. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
E. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
F. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), mukosa pucat (+), lidah
tifoid (-), papil lidah atrofi (-), luka pada tengah bibir (-), luka sudut bibir (-).
G. Leher
Leher simetris, deviasi trakea (-), JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).
H. Thorak

1. Paru
- Inspeksi

: kelainan bentuk (-), simetris (+), ketinggalan gerak

(-), retraksi otot-otot bantu pernapasan (-).


- Palpasi

Ketinggalan gerak
Depan

Fremitus

Belakang

-n
-

n
n
n

n
n

Depan

Belakang

-n - n
- - n
n

n
n

Perkusi
:
Depan Belakang

S S S S
S S S S
S S S S
S: sonor
Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (SDV)
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

2. Jantung
-

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak.

- Palpasi

: iktus kordis kuat angkat.

- Perkusi

: batas jantung.

Batas kiri jantung


Atas

: SIC II linea parasternalis sinistra.

Bawah

: SIC V linea midclavicula sinistra.

Batas kanan jantung


Atas

: SIC II linea parasternalis dextra.

Bawah

: SIC IV linea parasternalis dextra.


-

Auskultasi

: bunyi jantung I-II murni, reguler,

bising(-), gallop (-).


3.

Abdomen
- Inspeksi

: dinding dada lebih tinggi dari dinding

abdomen, distended (-), venektasi (-).


- Auskultasi: peristaltik (+) normal, metallic sound (-).
- Perkusi

: timpani, pekak alih (-), undulasi (-).

- Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba membesar,

defans muskuler (-), nyeri tekan epigastrium (+) dan


lumbal sinistra (+).
Nyeri tekan

4.

+
Pinggang

+
-

Nyeri ketok kostovertebra (-/-).


5. Ekstremitas
-

Superior : clubbing finger (-), deformitas (-), palmar


eritema (-), edema (-), akral hangat (+).

Inferior

: clubbing finger (-), deformitas (-),

edema (-), akral hangat (+).

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah rutin

V.

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Leukosit
Limfosit#
Mid#
Granulosit#
Limfosit%
Mid%
Granulosit%
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Indeks eritrosit

7.8
1.5
0.7
5.6
19.1
8.6
72.3
7.3
1.85
16.7

103 ul
103 ul
103 ul
103 ul
%
%
%
gr/dl
106 ul
%

4 10
0.8 4
1.1 0.9
27
20 40
39
50 70
11 16
3.5 - 5.5
37 50

MCV

90.3

fl

82 - 95

MCH

28.6

pg

27 - 31

MCHC
Trombosit
DIAGNOSIS

31.7
310

g/dl
103 ul

32 36
100-300

GIT bleeding ec susp Gastritis Erosive


VI.

PLANNING
Inf Nacl 16 tpm

- Pro Endoskopi

Inj Ranitidin 2x1 amp

- Pro transfuse PRC 1 kolf per hari

Inj Ondancentron 3x1 amp

- Ureum, Creatinin

Inj Asam tranexamat 3x1 amp

- SGOT, SGPT

inj ketorolac 2x1 amp

- Na, K, Cl

Omeprazole 2x1 cap


Sukralfat syr 3xCI
Captopril 3x 12.5 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. GASTRITIS EROSIVE

A. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal.
Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas
sampai epitel (Lindseth, G., 2006).
Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan
lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan
aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih
sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui
menggangu sawar mukosa lambung (Lindseth, G., 2006).
Gastritis terbagi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut
dan kronis memiliki manifestasi klinis dan kompilkasi yang sama yaitu
dapat ditemukan terjadinya perdarahan saluran cerna atas atau perdarahan
gastrointestinal atas berupa hematemesis melena. Hematemesis melena
inilah yang merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
setiap rumah sakit diseluruh dunia termasuk di Indonesia (Mansjoer,
2000).
B. Etiologi
1. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi
koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat
sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun
mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori
merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih
menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang
jaringan,

menghuni

(McGuigan,J., 2000).

dalam

gel

lendir

yang

melapisi

epitel

H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi


amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman
terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping
itu, kuman ini membentuk platelet activing faktor yang merupakan pro
inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung
pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion (Tarigan, P.
2001).
2. OAINS dan Alkohol
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa
lambung dengan mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga
memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan
kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah
terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat
rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga
erosif sering terjadi di antrum (Lindseth, G., 2006).
Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung (Tarigan,
P. 2001).
3. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung
yang terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung
lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif
setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat
(ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing).
Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler,
menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat

menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat


superficial.
Ulkus stress dibagi menjadi dua. Ulkus cushing karena cedera otak
ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus
dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung.
Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah
faktor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar
lambung dan terbentuk ulserasi (Lindseth, G., 2006).
C. Patofisiologi
Lambung dilindungi oleh sawar mukosa yang tebal dan berlipat,
yang memberikan perlindungan terhadap trauma mekanik dan agen kimia.
Aspirin, alcohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan
difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama
pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan
pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap
protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma akan
hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi
intestinal dan perdarahan (Price, 2005).

D. Klasifikasi
1. Gastritis Akut

Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor


agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh
sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas
penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan
sel inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat
berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis
haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini
dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti
hilangya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat,
menyertai infeksi pada mukosa lambung (Herlan, 2001).
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam
atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren
atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang
mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner & Suddarth, 2003).
Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Iritasi yang disebabkan oleh obat-obatan, aspirin, obat anti
inflamasi nonsteroid.
b. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan.
c. Stress dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat
stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga
menyebabkan

perubahan

hormonal

dalam

tubuh

dan

merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan.


Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan
bisa luka (OConnor, 2007).
d. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau
sering makan berlebihan.
e. Orang yang sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya
yang dapat menyebabkan peradangan dan perlukaan pada
lambung.

f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka


bakar, sepsis.
Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi berbeda
jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan
didaerah antrum, namun dapat juga menjalar. Sedangkan secara
mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan
reaksi sel inflamasi Neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001).
2. Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi
pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas selsel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit
neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas. Gastritis
kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran
pembagian tersebut.
a. Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis
kronik yaitu:
1) Gastritis kronik superfisialis
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas
pada lamina propia mukosa superfisialis dan edema yang
memisahkan kelenjer-kelenjer mukosa, sedangkan sel-sel
kelenjer tetap utuh sering dikatakan sebagai permulaan gastritis
kronik.
2) Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam
disertai dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih
nyata, dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik
superfisialis.
3) Atrofi Lambung
Atrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis
kronik. Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan terpisah

satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan


sebukan sel-sel radang juga menurunkan mukosa menjadi
sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa perdarahan
menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.
4) Metaplasia intestinal
Suatu

perubahan

histologi

kelenjer-kelenjer

mukosa

lambung menjadi kelenjer-kelenjer mukkosa usus halus yang


mengandung sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat
terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen
lambung tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak
pada beberapa bagian lambung.
b. Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi
menjadi:
1) Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A)
Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada
korpus dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai, sering
dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer mengalami
kerusakan sehingga sekresi asam lambung menurun. Pada
manusia sel parietal juga berfungsi menghasilkan faktor
intrinsik oleh karena itu menyebabkan terjadi gangguan
absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan timbulnya anemia
pernisiosa.
2) Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B)
Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kuman
Helicobacter
keasaman

Pylori.

lambung

Sehingga
menyebabkan

dengan

meningkatnya

pertumbuhan

bakteri

berlebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari


trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh

meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso (Surya,


2009).
3) Gastritis Tipe AB
Merupakan

ganstritis

yang

distribusi

anatomisnya

menyebar keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus


cenderung meningkat dengan bertambahnya usia (Herlan,
2003).
E. Manifestasi Klinis
Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia.
Dyspepsia adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat
yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas,
dyspepsia akibat refluks dan dyspepsia tidak spesifik.
Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol
adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa
kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang
menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus
disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri
seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit
gastritis erosive timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum
yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak
cukup menegakkan gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga
perdarahan atau perforasi (Tarigan, P. 2007).
F. Diagnosis
Diagnosis gastritis erosive ditegakkan berdasarkan pengamatan
klinis, pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsi
untuk pemeriksaan kuman H. pylori (Tarigan, P. 2007).
Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosive.
Dengan endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik

sifat ulkus, ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat menjadi dasar
referensi untuk penilaian penyembuhan.
Endoscopy Normal Upper tractus gastrointestinal

Hasil endoscopy pada gastritis erosive

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche atau crater.


Pemeriksaan tes CLO/PA untuk menunjukkan apakah ada infeksi H. pylori
dalam rangka eradikasi kuman.
G. Terapi
Terapi pada gastritis erosive terdiri dari terapi non-medikamentosa,
medikamentosa dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan

keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan


dan mencegah komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1. Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam
lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan
wajar.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung
susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat
merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang,
makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Medikamentosa
1. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan
rasa sakit. Dosis 3x1 tablet.
2. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya
terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek samping
tinja kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
3. Sukralfat
Mekanisme

kerja

kemungkinan

melalui

pelepasan

kutup

alumunium hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul


protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang
melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis
prostglandin

dan

menambah

sekresi

bikarbonat

dan

mukus,

meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.


4. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung,
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah

mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan


sebagai penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan
OAINS.
5. Antagonis Reseptor H2/ ARH2
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir
efek histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam
lambung. Dosis: Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari,
Nizatidin 1x300 mg, Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
6. Proton Pump Inhibitor/ PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+ -ATP ase yang akan
memecah K+H+ -ATP menjadi energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam
lambun, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor
agresif pepsin dengan PH>4. Omeprazol 2x20 mg, Lanzoprazol/
Pantoprazol 2x40 mg.
7. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori
Terapi tripel
- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel.
Regimen

terapinya

yaitu:

PPI

2x1,

Bismuth

4x2,

metronidazol 4x250, tetrasiklin 4x500.


c. Tindakan operasi
Tindakan

operasi

saat

ini

frekuensinya

menurun

akibat

keberhasilan terapi medikamentosa. Prosedur opersai yang dilakukan


pada ulkus gaster pada ulkus refrakter, darurat karena komplikasi
perdarahan dan perforasi, dan dugaan keganasan.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer et al., 2001. Kapita selekta kedokteran. Jakarta, FKUI
Bakta I Made., 2006. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta, FKUI
Boediwarsono., 2007. Anemia dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya,
Airlangga University Press
Davey, P., 2005. Anemia Dalam At A Glance Medicine. Jakarta, Erlanggga
Medical Series
Haynes, R.B., 2002. Interventions To Enhance Patients Adherence To Medication
Prescription. JAMA 2002;288:2868-79
Herlan., 2006. Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S. (ed).
Jakarta, Balai Penerbit FKUI
Hoffbrand, A.V., 2007. Kapita Selekta Hematologi Edisi Keempat. Jakarta, EGC
Hoffbrand Av, Petit JE, Moss PAH., 2001. Essensial Hematology. 4 th edition.
Oxford.
Linseth, G., 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam Patofisiologi.
Jakarta, EGC
McGuigan, J., 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Jakata, EGC
Price Sylvia., 2005. Patofisiologi kedokteran edisi 6. Jakarta, EGC
Sudoyo., 2007. Hematologi. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta,
Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tarigan P., 2001. Endoscopy and Histopathologicpicture of gastric mucosa with
helicobacter pylori infection. JGHF
Tarigan P., 2007. Tukak Gaster. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed IV. Jakarta, FKUI

Anda mungkin juga menyukai