Anda di halaman 1dari 5

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA

(halaman 465-468)
Virus
a.
b.
c.
d.
e.

Sitomeglavirus
Rubela
Herpes Simpleks Virus (HSV)
Human Immunodeficience Virus (HIV)
Parvovirus

Parasit
a. Toksoplasmosis gondii
b. Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
a. Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko
obortus/EPL, diantaranya sebagai berikut:
a. Adanya metabolik toksik, endotoksik, eksotoksik, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah (misal mikoplasma
hominis,Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa menggangu proses
implantasi.
e. Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes).
f. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B,
varisela-zoster, kronik sitomegalovirus CMV,HSV)
Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi
dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anastesi dan
tembakau . Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksis, antara lain nikitin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif

sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta

neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetolpasenta dapat terjadi
pertumbuhan janin yang berakibat terjadi abortus.
Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem
pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar
progesteron.
Diabetel Millitus
Perempuan denga diabetes yang dikelola denga baik risiko abortusnya tidak lebih jelek
jika dibanding dengan perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan
kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat
signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang
2-3 kali lipat mengalami abortus .
Kadar Progestteron yang Rendah
Progesteron punya peranan penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium
terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner mempublikasikan tentang proses
fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan
dengan risiko abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu,
yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.
Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila
progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.
Defek Fase Luteal

Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron pada saat
fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan

23-60 %

perempuan dengan abortus berulang,

sayangnya belum ada metode yang dipercaya untuk mendagnosis gangguan ini.
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali,
didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan 50% perempuan dengan histologi defek fase
luteal punya gambaran progesteron yang normal.
Penagaruh Hormonal Terhadap Imunitas desidua
Perunahan

endometrium

jadi

desidua

mengubah

semua

sel

pada

mukosa

uterus.Perunahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi
trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting
interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada nukosa uterus. Sebagian besar
sel ini berupa Large Granular Lymphocytes (LGL) dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.
Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi pada saat trimester pertama mempunyai
peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului sel target
dengan sedikit atau tanpa espresi HLA. Trofoblas ekstravillous (dengan pembentukan cepat
HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi
optimal untuk plasentasi yang normasl.
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik
memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada
kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
a. Peningkatan kadar faktor prokoagula
b. Penurunan faktor antikoagulan
c. Penurunan aktivitas fibrinolitik.
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada
kehamilan sebelum 12 minggu .

Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik.
Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus
bertulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu.
Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang
akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar
protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis sistematik ataupun
plasenta dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22%
kasus.
Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama konversi metionin ke sistein.
Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun akuisita, berhubungan dengan trombosis dan
penyakit vaskuler dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang. Gen pembawa
akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.
Pada pasien ini, penambahan folat akan mengembalikan kadar homosistein normal dalam
beberapa hari.

Macam-Macam Abortus
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda dan proses patologi yang
terjadi.
Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarah
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada
umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan

prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan
cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10.
Bila tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10
hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat
bergantung pada informed consent yan diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan
USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan
plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan
gerakan diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis
servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal.
Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk
mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau
derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik
kegunaanya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

Anda mungkin juga menyukai