Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI REFERAT

OSTEOARTRITIS

OLEH

Muhammad Shubhy
111 2016 0072

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


KEPANITERAAN KLINIK INTERNA
PKM MACCINI SAWAH
2016

PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari arthron yang berarti
sendi dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.1
Osteoartritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau artritis
degeneratif atau artritis hipertrofi atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi)
merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerap kali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). Osteoartitis (OA) dapat didiagnosis secara berlebihan atau
dianggap remeh; penyakit ini sering diobati secara berlebihan (overtreatment) atau
kurang ditangani sebagaimana mestinya (undertreatment). Dampak fungsional OA
terhadap kualitas hidup penderitanya, khususnya yang berusia lanjut, kerapkali tidak
dipedulikan.2,3
A.

DEFINISI
Osteoartritis (OA) ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa


faktor resiko yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada
sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai
oleh nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak.1
Sering kali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang,
obesitas, stress oleh beban tubuh, chronic inflammatory arthritis, malformasi kongenital,
dan penyakit-penyakit sendi lainnya.3

B.

EPIDEMIOLOGI
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak dijumpai terutama

pada orang-orang di atas 40 tahun di seluruh penjuru dunia. Banyak orang tua tidak dapat
berjalan sendiri dari tempat tidur ke kamar mandi karena OA.4
Di Amerika, OA menyerang 40 juta warga Amerika dan 30-60% berusia 65
tahun.5 Pada suatu survei radiografi pada wanita di bawah 40 tahun hanya 2%

mempunyai OA; akan tetapi pada usia 45-60 tahun angka kejadiannya 30% sementara
pada orang-orang di atas 61 tahun angka kejadiannya lebih dari 65%. Pada laki-laki nilai
ini sedikit lebih rendah (grafik 1). OA jarang sekali dijumpai pada anak-anak.4,6
Sekitar 90% warga Amerika akan memperlihatkan beberapa gejala OA pada
sendi-sendi yang menahan beban tubuh di usia sekitar 40 tahun. Pria cenderung akan
memperlihatkan gejala OA lebih dini daripada wanita.7
Di bawah usia 55 tahun, distribusi sendi OA pada laki-laki dan perempuan sama.
Pada yang berusia lebih tua, OA panggul lebih sering pada laki-laki, sedangkan OA sendi
antarfalang dan pangkal jempol lebih sering pada perempuan. Demikian juga bukti
radiografik OA lutut, terutama OA lutut simptomatik, tampaknya lebih sering pada
perempuan dari pada laki-laki.2
Prevalensi OA lumbal adalah sekitar 3-6% pada populasi Kaukasia dan tidak
berubah dalam 4 dekade terakhir ini. Sebaliknya, penelitian pada populasi Asia, kulit
hitam, dan Indian timur memiliki prevalensi yang sangat rendah terkena OA lumbal.8
Baru-baru ini berhasil diketahui adanya mutasi titik (point mutation) di cDNA
yang mengkode kolagen tipe II pada beberapa generasi sebuah keluarga dengan
kondroplasia dan OA sekunder poliartikularis.2
Grafik 1 Prevalensi OA pada usia 45 - > 75 tahun 12

C.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Untuk penyakit dengan

penyebab yang tidak jelas, istilah faktor resiko (faktor yang meningkatkan resiko
penyakit) adalah lebih tepat. Secara garis besar, faktor resiko untuk timbulnya OA
(primer) adalah seperti di bawah ini. Harus diingat bahwa masing-masing sendi
mempunyai biomekanik, cedera, dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran
faktor-faktor resiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Dengan melihat
faktor-faktor resiko ini, maka sebenarnya semua OA adalah sekunder. Faktor-faktor
resiko OA individu dapat dipandang sebagai :
1. faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata
2. faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tidak normal pada sendi-sendi
tertentu.
Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor resiko umum yang penting.3
Beberapa faktor resiko akan dibahas lebih di bawah ini, antara lain :
Umur 2,4,5,9
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA
hampir tidak pernah ada pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering
pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat penuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan pada OA.
Jenis kelamin 2,4,5,9
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan, dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun
frekuensi OA kurang lebih sama pada laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah
menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada laki. Hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada patogenesis OA.

Selain itu, predominasi wanita pada OA dipengaruhi oleh kebiasaan wanita dalam
menggunakan sepatu ber-hak tinggi. Berdasarkan penelitian, pemakaian sepatu ber-hak
tinggi

menunjukkan

peningkatan

tekanan

terhadap

sendi

pallatofemoral

dan

kompartemen medial lutut. Hal ini merupakan predisposisi perubahan degeneratif pada
sendi, dalam hal ini OA.10
Suku bangsa 2,4,5,9
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan di
antara masing-masing suku bangsa. Misalnya, OA paha lebih jarang di antara orangorang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orangorang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan
dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
Genetik 2,4,5,9
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari
seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat
dua kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan
cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan
dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen
struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII,
protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi).
Kegemukan dan penyakit metabolik 2,4,5, 10
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya
berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA sendi
lailn (tangan atau sternoklavikula). Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang
berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik)
yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan hormonal pada

kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA dengan
penyakit jantung koroner, diabetes melitus, dan hipertensi. Pasien-pasien OA ternyata
mempunyai resiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada
orang-orang tanpa OA.
Cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga 2,4,5,9
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
(misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan resiko OA
tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera
sendi berkaitan dengan OA yang lebih tinggi.
Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi
pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik
(misalnya, robek meniskus, ketidakstabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan
tetapi selain cedera sendi yang nyata, hasil-hasil penelitian tidak menyokong pemakaian
yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban
benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya
OA.
Kelainan pertumbuhan 2,4,5,9
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan
dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan
ras tertentu.
Faktor-faktor lain 4,5
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya OA.
Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu
mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang
rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya
OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih padat)

dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang
melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas.
Faktor-faktor untuk timbulnya keluhan 4
Bagaimana timbul rasa nyeri pada OA sampai saat ini masih belum jelas.
Demikian juga faktor-faktor apa yang membedakan OA radiografik saja (asimptomatik)
dan OA simptomatik masih belum diketahui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
wanita dan orang yang gemuk cenderung lebih sering mempunyai keluhan daripada
orang-orang dengan perubahan yang lebih ringan saja. Faktor-faktor lain yang diduga
meningkatkan timbulnya keluhan ialah hipertensi, merokok, kulit putih, dan psikologis
yang tidak baik.

D.

KLASIFIKASI
Osteoartritis dibagi menjadi 2 berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya OA

(tabel 1), yaitu :


1. Osteoartritis Primer
2. Osteoartritis Sekunder
Osteoartritis primer disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada sendi yang
menahan berat tubuh atau tekanan yang normal pada sendi yang lemah. OA primer sering
menyerang sendi jari-jari, panggul dan lutut, tulang belakang servikal dan lumbal, serta
ibu jari. Obesitas juga meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan berat badan. OA
primer sering dicetuskan kerusakan enzim, penyakit tulang, dan gangguan fungsi hati. 2,7
Osteoartritis sekunder disebabkan oleh trauma kronik atau tiba-tiba pada sendi.
OA sekunder dapat terjadi pada beberapa sendi. OA sekunder berhubungan dengan
beberapa faktor, antara lain:2,7

Trauma, termasuk trauma olah raga

Stress yang berulang berhubungan dengan pekerjaan

Episode artritis gout atau artritis septik yang berulang

Postur tubuh yang kurang baik atau kelainan tulang yang disebabkan oleh
perkembangan yang tidak normal

E.

Kelainan metabolik dan endokrin

PATOLOGI
Perubahan yang paling mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang

rawan sendi yang mendapat beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada
normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan
melunak, integritas permukaan terputus, dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi). Dapat
terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah perbaikan
fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan ini lebih rendah daripada kartilago
sendi hialin asli, dalam kemampuannya menahan stress mekanis. Semua kartilago secara
metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk kelompok (klon).
Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler (gambar 1). 2
Gambar 1 Perubahan Sel pada Osteoartritis 2

Sel Normal

OA : Hiposeluler

F.

PATOGENESIS
Kartilago sendi yang merupakan sasaran utama OA, memiliki dua fungsi mekanis

utama. Pertama, kartilago membentuk permukaan yang sangat halus sehingga pada
pergerakan sendi satu tulang menggelincir tanpa hambatan terhadap tulang yang lain
(dengan cairan sinovium sebagai pelumas). Kedua, kartilago sendi merupakan penyerap
beban (shock absorber) dan mencegah pengumpulan tekanan pada tulang sehingga tulang
tidak patah sewaktu sendi mendapat beban. 2
Kartilago terdiri dari sel kondrosit (2%) dan matriks ekstraseluler (98%).
Kondrosit berperan dalam sintesis kolagen dan proteoglikan, sedangkan matriks
ekstraseluler sebagian besar terdiri dari air (65-80%), kolagen tipe II (15-25%),
proteoglikan (10%), dan sisanya kolagen tipe VI, IX, XI, dan XIV. Proteoglikan terdiri
dari inti protein dengan cabang-cabang glikosaminoglikan, terutama krondoitin sulfat dan
keratin sulfat. Proteoglikan membentuk kesatuan dengan asam hialuronat, dan keduanya
berperan dalam menyokong stabilitas dan kekuatan kartilago. Selain itu, proteoglikan
juga berperan dalam menahan beban tekanan (tensile strength), sedangkan kolagen
berperan dalam menahan beban regangan dan beban gesekan (shear strength). 2
Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1),
Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan
enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk
molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.13
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen
tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh
kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga
ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago. 13
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.

TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),
dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF
yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada
jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA. 13

SENDI-SENDI YANG TERKENA


Adanya

predileksi

OA

pada

sendi-sendi

tertentu

(carpometacarpal

I,

metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha) adalah nyata
sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau
pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang
selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan (gambar 2).
Gambar 2 Distribusi sendi pada Osteoartritis

Di tangan, sendi yang paling sering terkena adalah interfalang distal (DIP)
(gambar 3) yang terbentuk nodul Heberden (Heberdens nodes), interfalang proksimal
yang terbentuk nodul Bouchard (Bouchards nodes), dan sendi metacarpal I memberikan
gambaran squares hand. Osteoartritis pada jari-jari tangan adalah salah satu OA yang
tampaknya merupakan kelainan herediter yang diturunkan dalam keluarga. Lebih banyak
wanita yang menderita daripada pria, dan berkembang terutama setelah menopause.4

Gambar 3 Lokasi Osteoartritis di Tangan 2

Lutut merupakan titik tumpuan tubuh yang utama sehingga sendi lutut paling
sering terkena OA. Jika tidak ditangani, maka OA lutut dapat menyebabkan disabilitas. 19
OA lutut dapat mengenai kompartemen femorotibialis medial atau lateral dan/atau
kompartemen ptelofemoralis. OA di kompartemen medial dapat menimbulkan deformitas
varus (bow-legged), dan di kompartemen lateral dapat menimbulkan deformitas valgus
(knock-knee). 2
Osteoartritis lumbal atau OA panggul dapat terasa nyeri yang dirasakan di daerah
panggul, atau di inguinal, dapat menjalar ke paha bagian dalam atau ke bokong.2
Osteoartritis pada tulang belakang dapat mengarah pada stenosis spinalis
(neurogenic claudication) pada keadaan yang lebih lanjut, yang terasa nyeri atau sakit
pada kaki atau bokong jika berdiri atau berjalan.12

Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah
sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam
kaitan dengan gerakan mencengkram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin
mempunyai rancang bangun yang suboptimal untuk gerakan-gerakan yang mereka
lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tidak mencukupi, dan dengan demikian
lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama. 4
RIWAYAT PENYAKIT
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke
dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
sendi pada OA sering dikeluhkan sebagai nyeri dalam, terlokalisasi di sendi yang terkena,
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan
yang lain. 2,4,5
Nyeri malam hari, yang mengganggu tidur, sering timbul pada OA panggul lanjut
dan mungkin melemahkan pasien. 2
Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya
pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin
menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten.7
Tanda shrug yang positif (nyeri bila patella ditekan secara manual ke arah femur
waktu kontraksi kuadriseps) mungkin merupakan tanda OA di sendi patellofemoralis.2
Karena kartilago tidak memiliki persarafan, nyeri sendi pada OA berasal dari
struktur lain (tabel 2), yaitu :

Tabel - 2 Penyebab nyeri sendi pada pasien OA 2


Sumber
Sinovium
Tulang subkondral
Osteofit
Ligamentum
Kapsul
Otot
Entesis

Mekanisme
Peradangan
Hipertensi medularis, mikrofraktur
Peregangan ujung saraf periosteum
Peregangan
Peradangan, distensi
Tegang (spasme)
Inflamasi

Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri. 4,5
Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi timbul setelah imobilitas atau periode
inaktivitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan
setelah bangun tidur mungkin menonjol tetapi biasanya menetap kurang dari 20 menit.2,4
Krepitasi
Rasa gemertak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. Muncul
pada keadaan yang lebih lanjut dari OA. 2
Pembesaran sendi
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di
lutut atau tangan) secara pelan-pelan membesar. 4,5
Perubahan gaya berjalan
Gejala ini juga merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua
pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi pincang.
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian pasien OA yang umumnya khas. 4,5
Kelainan sistemik

Tidak seperti Rheumatoid arthritis (RA), pada OA tidak ditemukan kelainan


sistemik atau kelainan ekstra artikular yang menyertai. 2,7

G.

PEMERIKSAAN FISIK

Krepitasi
Gejala ini merupakan khas untuk OA, lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA
lutut. Krepitus merupakan sensasi tulang bergesekan dengan tulang lain. Pada awalnya,
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar
sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang
sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. 2,4,7
Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara
radologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi
hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris
(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). 4,5
Pembengkakan sendi yang seringkali asimetri
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat
mengubah permukaan sendi. 4,7,14
Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan paa sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, adanya
rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena
adanya sinovitis.

4,5,14

Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan,

seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki. 4

Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen


Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecadangan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan
permukaan sendi. 4,5,14
Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha, dan OA tulang
belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan, bahu, siku, dan
pergelangan tangan, OA juga menimbulkan gangguan fungsi. 4,14

H.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.

Radiografi sendi yang terkena


Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA sudah cukup
memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali dibutuhkan peralatan diagnostik yang
lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah 2,4 :
a. penyempitan celah / rongga sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menganggung beban)
b. peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral
c. kista tulang
d. osteofit pada pinggir sendi (marginal osteophytes)
e. perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat
digradasi menjadi ringan sampai berat menurut kriteria Kellgren & Lawrence Harus
diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi masih tampak normal.

Derajat radiografi menurut Kellgren dan Lawrence sejauh ini merupakan


prediktor terkuat untuk menilai progresifitas OA lumbal, terutama pada pasien dengan
nyeri lumbal atau pinggang. Pada pasien dengan nyeri pinggang, radiologi merupakan
penunjang yang memiliki nilai yang kuat dalam mengidentifikaasi resiko tinggi dari
perkembangan OA lumbal. 25
Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain 4,7 :
a. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin
diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila OA pada pasien dicurigai
berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik, seperti alkaptonuria,
oochronosis, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget, atau
hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang
belakang).
b. Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai
keluhan banyak sendi ( OA generalisata).
c. Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun
jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu
pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit
tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih, seperti
sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetik (MRI), atroskopi dan
atrografi.

d. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga


diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebabsebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medula spinalis.
Gambar 4 Gambaran Radiologi pada Osteoartritis

Gambar a

Gambar b

Gambar c

Gambar d

Gambar e

Gambar g

Gambar - f

Gambar h

Keterangan gambar :

Gambar a

: Gambaran sendi tungkai normal

Gambar b

: Adanya pembentukan osteofit dan penyempitan celah sendi pada


sendi tungkai

Gambar c

: Gambaran sendi panggul normal

Gambar d

: Adanya pembentukan osteofit pada sendi panggul

Gambar e

: Osteofit pada sendi jari tangan (DIP 1)

Gambar f

: Pembentukan sklerosis subkondral

Gambar g

: Osteoartritis erosif (pada tahap lanjut)

Gambar h

: Deformitas tungkai

Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA
generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi
(ANA, faktor reumatoid, dan komplemen) juga normal. Cairan sendi seringkali juga
normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,
pleiositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (< 8000/m) dan
peningkatan protein. 4,5
I.

DIAGNOSIS
Meskipun OA mungkin didiagnosis dengan sensitivitas dan spesifitas yang cukup

tinggi pada pasien-pasien dengan nyeri sendi menahun yang sudah memenuhi kriteria
klinis tanpa pemeriksaan radiografi, pada umumnya diagnosis OA berdasarkan pada
gabungan gejala klinis dan perubahan radiografi.

2,4-6

Gejala klinis perlu diperhatikan,

oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi OA mempunyai keluhan
sendi. 4

J.

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan yang menyerupai osteoartritis, antara lain 4 :
1. Penyakit sendi lain yang cukup berat (tetapi jarang) : osteonekrosis, neuropati
Charcot, sinovitis vilonodular, dan kondromatosis sinovial.
2. Penyakit sendi peradangan atau kristal : gout, pseudogout, atritis bakterial atau
RA. Hal ini terutama pada pasien-pasien dengan tanda-tanda peradangan yang
nyata, meskipun terdapat gambaran radiografi untuk OA.
3. Penyakit

reumatik

jaringan ikat

(misalnya

bursitis

anserin, periartritis

bahu,sindrom carpal tunnel, dan tenosinovitis). Penyakit-penyakit ini perlu


dipertimbangkan meskipun gambaran klinis dan radiografi menyokong OA.

Harus selalu dipertanyakan apakah nyeri sendi pada pasien timbul karena OA atau
ada penyakit-penyakit tersebut.

K.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada OA bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan mencegah

ketidakmampuan.12
Beberapa cara dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala OA
serta mencegah kerusakan tulang rawan sendi lebih luas, antara lain :
1. Farmakologi
Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk OA, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas. Obat-obat yang diberikan bertujuan mengurangi
rasa sakit (simptomatis), meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidakmampuan.
Obat-obat anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tidak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis OA. 4
Pengobatan untuk OA dewasa ini adalah simptomatik. Banyak pasien OA hanya
mempunyai gejala yang minimal, mungkin cukup diterapi dengan latihan fisis tanpa
obat. Meskipun pengobatan OA hanyalah untuk mengurangi nyeri, tetapi merupakan
hal yang penting karena dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. 4
Nyeri sendi pada OA dapat timbul karena berbagai faktor, seperti mikro fraktur
pada trabekula subkondral, iritasi ujung saraf periosteal, tekanan pada ligamen karena
deformitas tulang atau efusi, kongesti vena karena remodelling tulang subkondral,
regangan otot, dan reumatisme jaringan lunak. Pada OA yang lebih lanjut, nyeri
sendi-sendi dapat timbul karena sinovitis. 4
Pada dasarnya terapi farmakologi pada OA dapat dikelompokkan ke dalam 3
kelompok, yaitu :
1. Medikamentosa sistemik

2. Medikamentosa topikal
3. Medikamentosa intraartikular
Medikamentosa Sistemik
a). Analgesik
Parasetamol (asetamonifen) dosis 2,6 4 g/hari atau propoksifen HCl
berguna sebagai analgetik sederhana.4,5 Asetaminofen merupakan obat pilihan
untuk artritis ringan dan sedang. Tetapi pada pemakaian asetaminofen yang lama
dapat menyebabkan kerusakan hati atau peradangan pada ginjal (nefritis).
Kodein atau narkotik lain jarang dipakai atau dipakai hanya dalam waktu
singkat. Asam salisilat juga merupakan analgetik yang efektif, meskipun harus
diperhatikan efek samping pada saluran pencernaan dan ginjal. Keracunan
salisilat juga dapat menimbulkan gejala-gejala yang tidak khas pada orang tua,
seperti kebingungan, gelisah, agitasi, hiperaktivitas, bicara ngelantur, atau
kadang-kadang kejang.4
b). Anti-inflamasi non steroid (AINS)
Jika nyeri sendi nyata atau tidak berkurang dengan analgesik atau jika
terdapat tanda-tanda peradangan (panas, merah, efusi, nyeri tekan) dipakai AINS
seperti fenoprofin, diklofenak, ketoprofen, naproksen, ibuprofen, piroksikam, dan
lain-lainnya. Dosis untuk OA biasanya 1/2 1/3 dosis penuh untuk RA. 4,5
Banyak penelitian menunjukkan bahwa efek analgetik AINS pada pasien
OA tanpa peradangan lebih baik dari obat analgesik sederhana. Beberapa AINS
(misalnya indometasin) dalam jangka panjang dilaporkan dapat memperberat
kerusakan tulang rawan sendi pada OA. Karena pemakaian obat-obat AINS pada
OA (yang biasanya pasien tua) seringkali berlangsung lama, efek samping yang
utama ialah gangguan mukosa lambung (perdarahan, ulkus) dan gangguan faal
ginjal. Oleh karena cara kerja obat-obat AINS hampir sama (penekanan produksi
prostaglandin) maka efek sampingnya juga sama. Pemakaian kombinasi obat ini
hanya akan menambah resiko efek sampingnya. 4,5

Ibuprofen and naproxen adalah dua preparat yang sering dipakai. Kedua
obat ini lebih efektif dalam mengurangi gejala dan memperbaiki pergerakan sendi
dan kurang menimbulkan iritasi lambung daripada aspirin. Ibuprofen dan
Naproksen dapat menimbulkan iritasi lambung biola digunakan dalam jangka
waktu lama.
Aspirin juga merupakan preparat NSAIDs yang sering digunakan.
Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan ulkus lambung.15
Cyclo-oxygenase (COX), enzim yang terlibat dalam konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin, berada dalam dua isoform: (1) COX-1, terdapat
terutama di lambung dan menghasilkan prostaglandin yang bersifat sitoprotektif,
dan (2) COX-2, terlibat terutama dalam kaskade inflamasi dan berperan dalam
manifestasi nyeri sendi, pembengkakan , dan kekakuan. Dalam penelitian telah
dikembangkan obat yang bekerja sebagai inhibitor spesifik dari COX-2 (COX-2
inhibitors), seperti rofecoxib, celecoxib. 16
Meskipun data tentang obat-obat ini masih minimal, namun penelitian
telah menunjukkan bahwa COX-2 inhibitors memiliki efektivitas yang sama
dengan AINS dalam terapi osteoartritis, tapi dengan efek samping gastrointestinal
yang minimal. Suatu studi meta-analisis terhadap rofecoxib menunjukkan resiko
relatif 0,51 terhadap terjadinya efek samping gastrointestinal yang serius bila
dibandingkan dengan AINS konvensional. Keterbatasan obat golongan ini adalah
harganya yang relatif mahal, sehingga pemakaian AINS dengan atau / tanpa obat
sitoprotektif saluran cerna masih lebih banyak digunakan. 16

Skema - 2 Mekanisme Kerja Steroid, AINS, dan AINS selektif COX-2


inhibitor 2

Membrane
phospholipids

Phospolipase A2
Steroid

Arachidonic
acid

Stomach
Kidney
Platelets
Endothelium

COX 2
Inflammation

Macrophages
Leucocytes
Fibroblasts
Endothelium

AINS selektif COX-2 inhibitor

AINS non selektif


TXA2, PGI1, PGE2
COX integrity
1
Gastrointestinal mucosal
Housekeeping
Platelet aggregation
Renal function

PGI2, PGE2
Inflammation
Mitogenesis
Bone formation
Other

c). Obat-obat penghambat progresivitas penyakit


Beberapa penelitian in vitro menunjukkan bahwa AINS tertentu
mempengaruhi metabolisme proteoglikan, kolagen, degenerasi matriks karena
sitokin, penglepasan, atau aktivasi enzim-enzim perusak kolagen, atau aktivasi
metabolit oksidan toksik. Ini berarti bahwa beberapa AINS menghambat
metabolisme tulang rawan sendi sehingga dapat mempercepat kerusakan jaringan
tersebut. 4
Pada binatang percobaaan, AINS terlihat memperburuk perubahanperubahan degeneratif pada OA dan degenerasi tulang rawan sendi in vivo.
Dengan demikian pemberian jangka panjang AINS harus dipertimbangkan
pengaruh buruknya pada tulang rawan sendi yang sakit. Beberapa peneliti

menunjukkan bahwa piroksikam tidak menimbulkan gangguan pada metabolisme


tulang rawan sendi. 4
Beberapa usaha sedang dilakukan untuk membuat bahan farmakologis
yang dapat memperbaiki atau mencegah proses patologis pada OA. 4
a. Arteparon (asam glycosaminoglycan polysulfinic ester) pada binatang
percobaan telah terbukti mengurangi kerusakan histologis OA. Masih perlu
penelitian klinis jangka panjang untuk melihat hasil yang sebenarnya.
b. Rumalon (kompleks peptida glikosaminoglikan) yang diperoleh dari tulang
rawan sendi sapi dan ekstrak sumsum tulang. In vitro, obat ini dapat
merangsang pembentukan proteoglikan.
c. Artofen (sodium pentosan polysulfate) adalah suatu heparinoid yang
menghambat hialuronidase, elastase, dan enzim lain yang merusak
proteoglikan.
Perkembangan obat-obat di atas masih dalam taraf permulaan, tetapi
menjanjikan suatu usaha tambahan yang positif. 4
Pengobatan lain yang dikembangkan pada OA adalah SAMe (S-adenosyl
methyonin) yang mrupakan senyawa endogen yang memberikan gugus metil pada
berbagai senyawa yang meliputi neurotransmiter, asam lemak, asam nukleat,
protein, dan fosfolipid membran. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1950,
obat ini telah digunakan untuk terapi depresi, OA, fibrisitis, alcoholic liver
disease, dan migren. Dalam terapi OA, SAMe diduga memiliki efek analgesik dan
antiinflamasi. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi diduga SAMe membantu
produksi proteoglikan. Suatu studi multi center placebo control trial menunjukkan
bahwa SAMe sama efektifnya dengan naproksen dan superior terhadap plasebo.
Selain itu, SAMe lebih dapat ditoleransi dibandingkan AINS meskipun
membutuhkan waktu terapi yang lebih lama dan biaya yang relatif mahal.6
Medikamentosa Topikal
Terapi topikal adalah alternatif pada pasien OA yang memiliki gejala rasa
sakit yang refrakter terhadap terapi analgesik atau pasien tidak dapat mentoleransi

efek dari terapi sistemik. Dua agen yang biasa diberikan secara topikal adalah
AINS, dan Capsaicin.16
Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa 65% pasien yang mendapatkan
terapi AINS topikal memiliki respon yang baik terhadap terapi. Meskipun jumlah
penelitian dan sampel yang digunakan masih minimal, namun cukup beralasan
untuk menyimpulkan bahwa terapi AINS topikal efektif dan aman pada pasien
OA dalam 2 minggu pertama pengobatan. Setelah 2 minggu, tidak diketahui
efektivitas AINS lebih baik dari placebo.16
Capsaicin dapat mengurangi gejala dengan toksisitas yang rendah. Ini
merupakan obat baru yang belum terlalu banyak dipasarkan. 12 Capsaicin adalah
senyawa alami yang mendeplesi deposit Substance P secara dari ujung saraf
sensorik, sehingga mengurangni transmisi rangsang nyeri dari saraf tepi ke
susunan saraf pusat. Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa Capsaicin
dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki efek yang signifikan bila
dibandingkan dengan plasebo.33
Selain AINS dan capsaicin, agen yang juga digunakan sebagai obat topikal
adalah Lidocaine topikal. Lidocaine relatif cukup efektif dalam mengurangi rasa
nyeri.35
Medikamentosa Intraartikular
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik bukan merupakan indikasi dalam pengobatan OA.
Beberapa penelitian melaporkan steroid intra-artikular mungkin berguna untuk
menghilangkan nyeri pada OA. Bagaimana pengaruh steroid pada kerusakan
tulang rawan sendi pada OA masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian
melaporkan steroid mengurangi kerusakan tulang rawan sendi, tetapi penelitian
yang lain melaporkan sebaliknya. 4
Suntikan kortikosteroid pada epidural dapat mengurangi gejala-gejala
nyeri radicular. 7
b. Viscosupplementation

Beberapa preparat hialuronan tersedia dalam suntikan intraartikular.


Berkurangnya rasa nyeri diketahui berasal peningkatan viskositas cairan sinovial,
sehingga pengobatan pada kondisi demikan disebut viscosupplementation. Hasil
penelitian terakhir menyebutkan bahwa suntikan hialuronat tidak lebih baik dari
AINS dalam mengurangi gejala, memperbaiki fungsi fisik, dan kekakuan. 17
2. Non Farmakologik
a. Perlindungan sendi
OA mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang
baik. Koreksi terhadap postur yang buruk dan penyangga (korset) untuk lordosis
lumbal yang berlebihan mungkin membantu. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan
pada sendi yang sakit (misalnya modifikasi tempat duduk dan mengurangi kebutuhan
jongkok dan berlutut untuk OA sendi lutut). Istirahat yang periodik akan membantu
mengurangi nyeri.4
Pemakaian tongkat, sepatu khusus, alat-alat listrik yang dapat memperingan
kerja sendi juga perlu diperhatikan. 4,5
Beban pada lutut berlebihan karena kaki yang tertekuk (pronatio).
b. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien OA yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi
timbulnya keluhan dan peradangan. 4,5
Beberapa hal yang berkaitan dengan diet pada OA, antara lain 37 :

Obesitas meningkatkan faktor resiko perkembangan osteoartritis.

Vitamin C penting dalam perkembangan normal kartilago. Defisiensi vitamin C


akan memicu perkembangan kartilago menjadi lemah. Vitamin C dapat diperoleh
dari buah-buahan, atau suplemen.

Seseorang dengan densitas tulang yang rendah, missal pada osteoporosis,


kemungkinan memiliki resiko yang tinggi terkena OA. Olah raga dan asupan
calcium yang adekuat dapat mengontrol densitas tulang.

Defisiensi Vitamin D meningkatkan resiko terjadinya penyempitan celah sendi


dan perkembangan OA. Suplementasi vitamin D yang direkomendasikan adalah
400 IU per hari.

Pada tahun-tahun ini, suplemen glucosamine dan kondroitin dapat mengurangi


gejala, termasuk nyeri dan kekakuan.

c. Dukungan psiko-sosial
Dukungan (pengertian) psiko-sosial diperlukan oleh pasien OA oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Di satu pihak,
pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, di pihak lain ia ingin orang lain
turut memikirkan penyakitnya. Pasien OA seringkali keberatan untuk memakai alatalat pembantu karena faktor-faktor psikologis. 4,5
d.

Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan OA, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang
ssedang diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada
sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin, dan obat-obat gosok jangan dipakai
sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai, seperti hidrokolator,
bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah, diatermi, mandi parafin, dan mandi dari
pancuran panas. 4
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat
otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi OA. Latihan isometrik lebih baik
daripada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan
tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh, timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena otot-otot periartikular memegang peranan penting terhadap
perlindungan rawan sendi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah
penting. 4
Gambar 5 Jenis-jenis Latihan untuk OA 38

e. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien OA dengan kerusakan sendi yang
nyata, dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dapat
dilakukan adalah osteotomi (untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian),
debridemen sendi (menghilangkan fragmen tulang rawan sendi), pembersihan
osteofit, atroplasti total atau parsial, dan atrodesis. Kondroplasti (atroplasti abrasi)
telah mempeoleh perhatian untuk pengobatan OA. Akan tetapi belum ada penelitian
terkontrol untuk menilai efektivitasnya, dan jaringan fibrokartilago yang terbentuk di
atas tulang yang gundul tidak sebaik rawan normal dalam kemampuannya
menghadapi beban. Sekarang sedang diteliti usaha untuk menggunakan teknik operasi
cangkok sel-sel kondrosit untuk membangun kembali permukaan tulang rawan
sendi.4,5
Operasi penggantian sendi biasanya dilakukan pada pasien OA lutut di mana
pengobatan yang cukup agresif tidak dapat mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi
sendi. Atroplasti dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Osteotomi

dapat merupakan metode operasi yang lebih konservatif, dapat mengurangi nyeri,
terutama pada pasien OA lutut atas dan paha yang belum lanjut. 4,5
Laminektomi dan spinal fusion dapat dipikirkan pada pasien dengan keadaan
yang sudah parah dan terjadi nyeri yang berulang-ulang yang sudah tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan, atau adanya komplikasi neurologik. Pada stenosis
lumbalis mengkin membutuhkan extensive decompressive laminectomy untuk
mengurangi gejala. 12

L.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang utama pada OA adalah nyeri. Tingkat nyeri berbeda-beda, dari

ringan menjadi berat.

M.

PENCEGAHAN
Pencegahan primer dan sekunder sebaiknya dipikirkan dalam pengobatan OA.

Mengatur berat badan ideal merupakan faktor utama untuk mencegah OA pada sendisendi yang menahan tubuh.18
Asupan vitamin D juga mempengaruhi osteoarthritis. Asupan yang kurang
berhubungan dengan peningkatan progresifitas OA.18

N.

PROGNOSIS
Prognosis OA umumnya baik. Dengan obat-obat konservatif, sebagian besar nyeri

pasien dapat teratasi. Hanya kasus-kasus yang berat memerlukan operasi. 4,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Osteoartritis. Dalam Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC. 1996 : 1317
2. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal
Medicine 15th edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005 :
3. Brunerr and Suddarth. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah edisi 8 volume 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002 : 1807-9
4. Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I
edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996 :
5. Tokano, J., Wyman, J., Salisbury, S. Osteoarthritis. Dalam Clinical Gerontology
Nursing A guide to Advanced Practice 2nd edition. USA : W.B Saunders. 1999 :
470-1
6. Osteoarthritis. Dalam www.families.com. 2005
7. Hoaglund, Franklin. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and
Epidemiology. Dalam Journal of the American of Orthopaedic Surgeons Volume
9, Nomor 5, September/October 2001. 320-327
8. Age-related Prevalence of Osteoarthritis in Men and Women. Dalam
www.drugdevelopment-technology.com. 2005
9. Kerrigen, Casey., et al. Knee Osteoarthritis and High-Heeled Shoes. Dalam The
Lancet, Volume 351, Nomor 9113. 9 Mei1998
10. Obesity: a preventable risk factor for large joint osteoarthritis which may act
through biomechanical factors. Dalam British Journals of Sports Medicine. 2005.
39 : 4-5
11. Osteoarthritis : Diagnosis and Therapeutic Considerations. Dalam Journal of the
American Academy of Family Physician, 1 Maret 2002 ; 65 : 841-8
12. Green, Gopa., et al. Osteoarthritis. Dalam The Washington Manual of Medical
Theurapeutics 31st edition. Washington : Lippincott Williams and Wilkins. 2004 :
522-3
13. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
14. Reijman, Max., Hazes, J., Bernsen, R., dkk. Role of Radiography in Predicting
Progression of Osteoarthritis of the Hip: Prospective Cohort Study. Dalam British
Medical Journals 13 Mei 2005. 330 :1183

15. Walker, Karen. Clinical Review : Medical Management of Osteoarhtritis. Dalam


British Journal of Medicine 14 Oktober 2000. 321 : 936-40
16. Primary care : Efficacy of Topical Non Steroidal Anti Inflamattory Drugs in the
Treatment of Osteoarhtritis : Metanalyses of Randomised Contralled Trials.
Dalam British Medical Journal 7 Agustus 2004. 329 : 324
17. Clinical review : The Orthopaedic Approach to Managing Osteoarthritis of the
knee. Dalam British Medical Journals 20 November 2004. 329 : 1220 24
18. Moll, J. Osteoarthritis. Dalam Rheumatology in Clinical Practice. London :
Blackwell Scientific Publications. 331-45

Anda mungkin juga menyukai