Anda di halaman 1dari 18

TADABBUR DAWI SURAT AL IKHLASH

Surat al Ikhlas ini adalah salah satu surat yang sangat familiar dikalangan masyarakat
Indonesia. Terlebih ketika memasuki bulan ramadhan, banyak kaum muslimin yang
sholat tarawih dengan menjadikan surat al ikhlash di setiap rakaat kedua sholat
tarawihnya. Begitu banyak ibroh dan pelajaran yang bisa kita ambil dalam surat ini.
Apa saja ibroh itu? Mari kita kaji bersama-sama.
1. TENTANG NAMA SURAT
Di dalam Al Quran hampir seluruh surat diberi nama dengan salah satu dari kata yang
ada dalam isi surat itu. Al Baqarah diberi nama demikian karena di dalam surat itu ada
kata Al Baqarah, begitu pula hampir seluruh surat dalam Al Quran demikian. Hanya
saja ada 2 surat yang nama suratnya tidak diambil dari isi surat tersebut dikarenakan
tidak ada satu katapun dari isi surat itu yang menyebut kata tersebut. Kedua surat
tersebut adalah Al Fatihah dan Al Ikhlash.
Dinamakan surat Al Fatihah karena dengan surat itulah Al Quran dibuka. Dan
dinamakan surat Al Ikhlash (Memurnikan Ibadah Hanya Kepada Allah) karena dalam
ayat itu seluruhnya bicara tentang keagungan dzat Allah dan tauhid.
Dinamai al ikhlash karena mengandung tauhid (pengkhususan ibadah kepada Allah I
semata-semata), sehingga orang yang membaca dan merenungkannya berarti telah
mengikhlaskan agamanya untuk Allah semata. Atau karena Allah untuk
mengikhlaskan (mengkhususkan) surah ini bagi dari-Nya (hanya berisi nama-nama

dan sifat-sifat-Nya) tanpa ada penjelasan lainnya Lihat kitab Syarhul aqiidatil
waasithiyyah (1/157)
Ibroh yang bisa kita ambil:
A. Hidup tidak perlu terlalu monoton. Perlu ada variasinya. Bahkan penulisan
basmalah pun tidak di semua surat ada . Di dalam surat At-Taubah , seluruh ulama
sepakat tidak boleh dibaca dengan diawali basmalah. (catatan: basmalah bukan
sebagai sebuah ayat, melainkan diluar dari ayat. Namun khusus surat al fatihah ada
sebagian ulama yang memasukkannya sebagai bagian dari surat al fatihah).
Demikianlah Allah telah mengatur Al Quran dengan sangat baik. Bukan hanya
susunan kata dan diksinya yang indah, bahkan naik turunnya emosi pun diatur dalam
al quran. Ketika menjelaskan tentang ancaman bagi orang kafir, Allah sering
menggandengnya dengan kabar gembira bagi orang yang beriman. Dan seterusnya.
Bahkan dalam penamaan surat pun dibuat tidak seluruhnya demikian. Ada yang tidak
sama dengan arus besar penamaan surat.
B. Penggunaan nama yang istimewa ini menunjukkan betapa agungnya ikhlas dalam
kehidupan kita. Bahkan seluruh ulama sepakat menjadikan Ikhlas sebagai salah satu
syarat diterimanya amal selain ittibaurrasul (mengikuti rasul)
2. TENTANG STATUS SURAT.
Status surat Al Ikhlash adalah Makkiyyah berdasarkan kesepakatan seluruh ulama
dikarenakan surat ini turun sebelum rasul hijrah.
Ada sebagian kaum muslimin yang menganggap bahwa surat makkiyyah adalah surat
yang turun di Makkah, dan Surat madaniyyah adalah surat yang turun di madinah.
Pendapat ini agak keliru. Karena setelah rasul Hijrah ke Madinah, Rasul kembali lagi
ke makkah beberapa tahun kemudian dan saat berada di makkah turun lagi ayat Allah.
Jadi tolok ukurnya bukan tempat, melainkan peristiwa Hijrahnya Rasul. Ayat yang
turun sebelum Hijrah, maka itu surat makkiyyah, dan ayat yang turun setelah Hijrah,

maka disebut surat madaniyyah. Inilah pendapat yang menurut saya lebih dekat
kepada kebenaran.
3. KEUTAMAAN SURAT AL IKHLASH
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,


Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya surah al-Ikhlas sebanding
(dengan) sepertiga al-Quran. HSR Al-Bukhari (no. 4726, 6267 dan 6939).
Surah al-Ikhlas sebanding (dengan) sepertiga al-Quran

karena

pembahasan/kandungan al-Quran terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: tauhid, hukumhukum syariat Islam dan berita tentang makhluk, sedangkan surah al-Ikhlas berisi
pembahasan

tauhid

Lihat kitab Fathul Baari (9/61) dan Syarhul aqiidatil waasithiyyah (1/158).
Makna sabda beliau sebanding (dengan) sepertiga al-Quran adalah dalam hal
ganjaran pahala, dan bukan berarti membacanya tiga kali cukup sebagai pengganti
mambaca al-Quran Lihat kitab Syarhul aqiidatil waasithiyyah (1/157-158)
Dalam

kitab

tafsir

Al

Qurtubi

dikatakan

Dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Said al Khudri,
ia berkata: pada suatu hari ada seorang laki-laki yang mendengar seseorang membaca
surat al ikhlash dan mengulang-ulangnya. Ketika pagi harinya laki-laki tersebut
menghadap Nabi SAW dan menceritakan hal itu, namun yang dihitung olehnya dan
dilaporkan kepada Nabi SAW hanya sedikit saja (sedikit qiraah surat Al-Ikhlash yang
dibaca oleh orang tadi), Lalu Nabi SAW berkata:
Demi Tuhan Yang menggenggam jiwaku, surah Al-Ikhlash itu setara dengan
sepertiga Al-Quran[1]

Riwayat lain dari Said menyebutkan, bahwaNabi SAW pernah bertanya kepada para
sahabatnya,
apakah seseorang diantara kalian tidak mampu membaca sepertiga dari al quran
dalam satu malam? maka jal itu tentu saja sangat berat untuk mereka. Lalu mereka
balik bertanya, Adakah diantara kami yang dapat melakukannya wahai Rasulullah?
beliau menjawab, ketahuilah bahwa surah Al-Ikhlash itu setara dengan sepertiga AlQuran[2] HR. Muslim, yang diriwayatkan dari Abu Darda.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:Nabi SAW bersabda,
berkumpullah, karena aku akan membacakan sepertiga dari Al-Quran lalu orangorang disekitar Nabi SAW masuk kedalam rumahnya dan sesaat kemudian keluar lagi
seraya melantunkan ayat-ayat dari surah Al-Ikhlash, kemudian beliau masuk lagi
kedalam rumahnya. Para pendengarpun kebingungan dan saling bertanya satu sama
lain, salah satu dari mereka berkata aku berpendapat bahwa beliau akan menerima
sesuatu dari langit, itulah yang membuat beliau masuk ke dalam rumahnya. Tidak
lama kemudian nabi SAW keluar dari rumahnya dan berkata, bukankah aku
sebelumnya memberitahukan bahwa aku akan membacakan kepada kalian sepertiga
dari Al-Quran, ketahuilah bahwa surah Al-Ikhlash itu setara dengan sepertiga AlQuran.
Beberapa ulama berpendapat, bahwa setaranya surah ini dengan sepertiga Al-Quran
karena surah ini menyebut nama Allah yang berbeda dengan nama yang lain, dan
nama ini juga tidak disebutkan pada surah yang lainnya, yaitu ash-shamad. Begitupun
juga dengan nama ahad.
Beberapa ulama lainnya berpendapat, bahwa Al-Quran itu terbagi menjadi 3
bagian, yang pertama adalah tentang hukum, bagian yang kedua adalah tentang janji
dan ancaman sedangkan bagian yang ketiga adalah tentang nama-nama Allah dan
sifat-sifatNya. Karena surah Al-Ikhlash ini mencakup nama dan sifat Allah, maka
surah ini disetarakan dengan sepertiga Al- Quran.

Penafsiran yang terakhir ini didukung oleh hadits Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Darda, ia mengatakan bahwa Nabi SAW
pernah bersabda,
sesungguhnya Allah membagi Al-quran menjadi tiga bagian. Dan Allah menjadikan
surah Al-Ikhlash salah satu bagian dari ketiganya.[3] Ini adalah dalil tekstual yang
tidak perlu penafsiran lagi. Dan karena makna inilah dinamakan surah Al-Ikhlash.
Wallahu alam.
4. ASBABUNNUZUL (sebeb turunnya ayat)
Dalam

tafsir

At

Thabari

dikatakan

bahwa

orang2 musyrik bertanya kepada rasulullah SAW perihal Rabb yang maha agung, lalu
Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban bagi mereka.
Sebagian orang yahudi bertanya kepada Rasulullah Allah telah menciptakan semua
ciptaan ini, lalu siapa yang menciptakan Allah? lalu turunlah ayat ini.
Dalam

tafsir

Al

Qurthubi

dikatakan

bahwa

Sebuah riwayat dari Abul Aliyah menyebutkan, bahwa setelah Nabi SAW
menyebutkan Tuhan-Tuhan yang mereka sembah itu lalu mereka bertanya
gambarkanlah kepada kami mengenai Tuhan yang kamu sembah. Lalu Malaikat
Jibril menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi SAW Katakanlah: "Dia-lah Allah,
Yang Maha Esa
Jadi surat ini turun berkenaan denga pertanyaan orang-orang kafir.
Sebenarnya Rasulullah SAW bisa saja menjawab pertanyaan mereka secara langsung
tanpa menunggu wahyu turun. Namun karena pertanyaan ini adalah perkara yang
sangat besar dan berkaitan langsung dengan dzat Allah, maka beliau memilih untuk
menunggu
Ibroh

Allah
yang

menurunkan

bisa

ayatNya


kita

kepada

beliau.
ambil:

A. Bersikap hati-hati dalam menjawab pertanyaan dan menyampaikan kebenaran


adalah hal yang paling utama dilakukan oleh orang yang berakal. Jika ternyata kita
tidak mengetahui, maka jawablah saya tidak tahu.
Sebagaimana Imam Malik rahimahullah yang ditanya oleh seorang pria dari daerah
yang jauh dan Imam malik hanya menjawab saya tidak tahu pria itu berkata wahai
imam, sungguh aku sudah datang dari tempat yang sangat jauh untuk bertanya
kepadamu tentang hal ini, lalu apa yang harus aku katakana kepada kaumku jika
engkau menjawab tidak tahu?. Imam malik menjawab katakana kepada kaummu
bahwa aku tidak tahu.
Masya Allah malulah kita kepada imam malik dengan segala keluasan
ilmunya. Imam Malik adalah gurunya Imam Syafii. beliau mengarang kitab al
Muwatho yang artinya yang menginjak karena kitab hadits beliau adalah kitab
hadits yang paling shohih dibanding kitab lain. Beliau adalah salah satu pemilik
silsilah dzahabiyah (mata rantai emas periwayatan hadits). Namun dengan segala
keluasan ilmunya beliau hanya menjawab sesuatu yang beliau ketahui ilmunya. Lalu
bagaimana dengan banyak orang di zaman ini yang baru baca satu atau dua kitab lalu
berlagak seperti ulama? Merasa sudah pantas menjadi mufti, dan bahkan berani
menyalah-nyalahkan bahkan mengkafirkan para ulama yang lebih tinggi ilmunya.
Naudzubillah min dzalik
B. walaupun kita mengetahui suatu perkara yang ditanyakan, jika ternyata kita melihat
ada yang lebih berilmu dan lebih berhak menjawabnya, maka persilakanlah beliau
untuk menjawabnya. Jika ternyata kita yang diminta menjawab maka jawablah sesuai
dengan ilmu yang kita miliki. Jangan memaksakan diri menjawab sesuatu yang tidak
kita pahami. Karena setiap ucapan ada pertanggungjawabannya.
5. PARA SAHABAT DAN SURAT AL IKHLASH

Dalam tafsir Al Qurtubi diriwayatkan beberapa kisah tentang betapa luar biasanya
sikap para sahabat kepada surat al ikhlash ini.
Imam Muslim meriwayatkan, dari Aisyah , bahwasanya Nabi SAW pernah
mengutus seseorang untuk memimpin satu pleton tentara muslimin dengan membawa
suatu tugas. Orang tersebut juga diangkat oleh para sahabat lainnya untuk menjadi
imam shalat mereka, namun mereka juga sedikit bingung, karena imam mereka selalu
menutup qiraah shalatnya dengan surah Al-Ikhlash. Sepulangnya mereka dari tugas
tersebut mereka mengadukan hal ini kepada Nabi SAW, dan beliau berkata,
tanyakanlah kepadanya mengapa ia melakukan hal itu. Lalu merekapun segera
menanyakannya, dan orang tersebut menjawab, karena di dalam surat tersebut
terdapat sifat Tuhan, oleh sebab itulah aku senang membaca surat tersebut. Lalu
jawaban ini disampaikan kepadanabi saw, yang disambut dengan kegembiraan beliau,
beliau bersabda, beritahukanlah kepadanya bahwa Allah mencintainya.[4]
Sebuah riwayat lain juga disebutkan oleh At-Tirmidzi, dari Anas bin Malik, ia
berkata: pernah ada seorang laki-laki dari golongan anshar yang dipercaya untuk
menjadi imam masjid di Quba. Akan tetapi, setiap kali ia selesai membaca surah al
Fatihah ia selalu mengiringinya dengan membaca surah Al-Ikhlash hingga selesai, dan
setelah itu barulah ia membaca surah yang lainnya. Hal ini dilakukannya pada setiap
rakaat, yang membuat para sahabat yang lain kebingungan, dan akhirnya memutuskan
untuk berbicara kepadanya, mereka mengatakan,engkau selalu membaca surah AlIkhlash setelah surah Al-Fatihah, lalu apakah engkau tidak cukup dengan membaca
surah tersebut sehingga engkau membaca surah lainnya setelah itu? Alangkah lebih
baiknya jika engkau mau memilih, antara hanya membaca surah al ikhlash, atau hanya
membaca surah lainnya. Ia menjawab,aku tidak mungkin tidak membaca surah AlIkhlash. Kalau kalian masih menghendaki aku jadi imam kalian maka ketahuilah
bahwa aku akan terus membacanya, namun jika kalian tidak menghendaki maka
kalian boleh mencari imam lainnya. Namun sayangnya masyarakat disana masih

mempercayainya dan menganggapnya sebagai imam yang terbaik, mereka tidak mau
jika harus memilih imam yang lainnya.
Ketika pada suatu hari Nabi SAW mengunjungi mereka disana, masyarakat
pun segera menanyakan hal itu kepada beliau, lalu beliau bertanya kepada sang imam,
wahai fulan, apa sebabnya kamu tidak mau mendengarkan permintaan mereka? Dan
apa yang menyebabkan kamu selalu membaca surah Al Ikhlash pada setiap
rakaatnya? ia menjawab.wahai Rasulullah, aku sangat mencintai surah tersebut.
Lalu Nabi SAW berkata kecintaanmu terhadap surah itulah yang akan memasukkan
kamu kedalam surga di akhirat nanti.[5] At Tirmidzi mengomentari hadits ini
termasuk Hadits Hasan Ghorib Shohih.
Ibnu Al-Arabi mengatakan[6] ini adalah bukti diperbolehkannya mengulang
suatu surah pada setiap rakaat. Dan aku juga pernah melihat seorang imam di salah
satu masjid yang secara turun temurun, mereka hanya membaca surat Al Fatihah dan
surah Al-Ikhlash pada setiap rakaat ketika shalat tarawih di Bulan Ramadhan. Dari
duapuluh delapan imam di negri Turki memang hanya masjid itulah yang membaca
demikian, namun hal ini diperbolehkan sebagai keringanan dan mencari keutamaan
surah tersebut. Lagipula mengkhatamkan Al Quran dalam satu bulan Ramadhan
bukanlah sesuatu yang disunnahkan.
Menurut saya (Al Qurthubi): pendapat ini juga disampaikan oleh imam
Malik, ia mengatakan: mengkhatamkan Al-Quran pada shalat tarawih dimasjid
bukanlah suatu rutinitas yang disunnahkan.
At Tirmidzi meriwayatkan, dari Anas bin Malik, ia berkata pada suatu hari
aku pernah berpergian bersama Nabi SAW, dan ketika di perjalanan tiba-tiba kami
mendengar seseorang membaca surah Al-Ikhlash, lalu beliau berkata, telah ditetapkan
baginya akupun lantas bertanya kepada beliau, apakah yang telah ditetapkan
baginya wahai Rasulullah? beliau menjawab Surga[7] At Tirmidzi mengomentari :
hadits ini termasuk hadits hasan shahih.

6. AYAT PERTAMA
Qul Huwallahu ahad Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Diawal surat Allah dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu satu, tidak berbilang
tidak memiliki 3 oknum seperti yang dikatakan orang nasrani, dan juga tidak
bersekutu dengan makhluq apapun dalam ketuhanan seperti anggapan kaum
musyrikin. Allah tidak membutuhkan perantara dalam ketuhanan, siapapun bisa
menyembah langsung kepada Allah tanpa perlu menggunakan perantara. Allahlah satu
tidak ada satupun dzat yang bisa melakukan apa yang Allah lakukan. Maka bagaimana
mungkin orang kafir itu bisa menyembah selain Allah jika mereka memahami
keagungan

Allah?

7. Tentang kata Qul


Sebagian dari kaum muslimin bersikap bodoh terhadap surat al Ikhlas dengan
menghapus kata Qul dan mereka hanya membaca huwallahu al waahidu ashshamad, bahkan mereka membacanya di dalam shalat, ketika para jamaahnya semua
mendengarkan ayat-ayat yang dibacanya. Sebagian dari mereka beralasan bahwa
semua ayat yang diawalai dengan kata Qul harus di hapus karena itu bukan bagian
dari Al Quran, lalu mereka juga beralasan bahwa tidak sopan mengatakan Qul
karena itu artinya menyamai perintah Allah kepada rasul sementara yang berhak
memerintah rasul hanya Allah bukan manusia.
Sungguh mereka telah sesat dengan kesesatan yang nyata karena berani merubah ayatayat Allah.
Imam Al Qurtubi membantah hal tersebut dalam kitabnya denga mengatakan:
Surah ini adalah surah yang sangat agung maknanya, yang memiliki makna tauhid,
yang diturunkan kepada Nabi SAW sesuai dengan kondisi dan kejadian pada saat itu.

Namun, sepertinya sebagian orang menganggap kalam Ilahi ini sebagai kalimat biasa
saja, dan diantara mereka ada yang mencoba untuk menghilangkan beberapa kata pada
surah ini, mereka membacanya huwallahu al waahidu ash-shamad, bahkan mereka
membacanya di dalam shalat, ketika para jamaahnya semua mendengarkan ayat-ayat
yang dibacanya.
Yang dihilangkan dari ayat ini adalah kalimat qul huwa, mereka mengira bahwa
kalimat tersebut tidak termasuk ayat al quran mereka juga mengganti kata ahad
menjadi waahid, dan mengklaim bahwa kata itulah yang lebih benar, sedangkan yang
dibaca oleh orang lain adalah salah dan qiraah yang tidak masuk akal.
Namun dengan membacanya seperti itu artinya mereka telah menghilangkan sebagian
makna ayat, karena para ulama tafsir meriwayatkan, bahwa ayat ini diturunkan sebagai
jawaban atas orang-orang musyrik ketika mereka berkata kepada Nabi SAW,
deskripsikanlah Tuhan kamu kepada kami. Apakah Tuhanmu terbuat dari emas, atau
terbuat dari tembaga, ataukah terbuat dari kuningan? maka Allah menurunkan
firmanNya kepada Nabi SAW sebagai jawaban atas mereka: Katakanlah: "Dia-lah
Allah, Yang Maha Esa
Ibroh yang terdapat dalam pembahasan masalah qul ini:
A. Penyimpangan terhadap kitab suci itu bisa terjadi kapanpun di manapun oleh
siapapun. Dan disinilah Allah membuktikan keaslian al Quran. Al Quran wajib
dibaca sebagaimana adanya tanpa dikurang satu hurufpun tanpa ditambah satu
hurufpun dengan alasan apapun sekalipun dengan alasan bahwa ayat itu tidak sesuai
dengan akal pikirannya yang sempit.
Karena kebenaran Al Quran ini sifatnya mutlak, sementara kebenaran hasil pikiran
kita sifatnya relatif. Maka haram hukumnya mendahulukan akal yang relatif atas
wahyu yang mutlak.

B. ketika Rasulullah ditanya tentang sesuatu yang sangat penting dan sulit, maka Allah
membantunya dengan cara yang sangat baik yaitu dengan membimbingnya.
Cara Allah membimbing rasulullah untuk menjelaskan sesuatu kepada ummatnya ada
2 cara:
Pertama dengan cara tidak langsung dan tidak dijelaskan caranya seperti ucapan dan
berikanlah kabar gembira.
Kedua dengan cara langsung dan jelas caranya seperti ucapan qul..
Begitu indah cara Allah menempatkan bimbinganNya kepada Rasul. Tidak seluruh
bimbingan diberikan secara langsung, tidak seluruh bimbingan diberikan secara tidak
langsung, bahkan lebih dari itu, tidak seluruh pertanyaan dijawab langsung oleh Allah
SWT.
Maka sesungguhnya pada yang demikian itu ada pelajaran yang sangat penting bagi
para guru dalam mendidik muridnya, dan bagi para daI dalam mendidik ummat.
Metode tarbiyah yang digunakan Allah dalam menempa Rasul adalah membimbing
sesuai dengan fitrahnya untuk mandiri.
Saat menghadapi masalah yang tidak begitu Penting dan Mendesak dan
sekiranya mampu dikerjakan sendiri, maka biarkan mereka mengerjakannya sendiri,
namun untuk hal yang Penting maka beri mereka bimbingan secara tidak langsung dan
tidak disertai caranya agar mereka memikirkan sendiri cara terbaik agar pikiran
mereka berkembang dengan alami sambil menikmati setiap pengalamannya. Adapun
untuk masalah yang mendesak, maka berikan mereka bimbingan secara langsung
disertai cara pelaksanaannya agar mereka tidak salah dalam menyikapi permasalahan
yang akhirnya bisa menjadi bencana baginya dan bagi dakwah itu sendiri.
8. Tentang kata huwa
Imam

Al

Qurtubi

dalam

tafsirnya

mengatakan

Pada kata huwa disini terdapat bukti bahwa kalimat itu adalah jawaban dan respon

dari suatu pertanyaan, apabila kata itu tidak disebutkan maka hilanglah sebagian
makna ayat tersebut, sekaligus melangkahi Allah dan mendustakan RasulNya.
Keterangan ini berdasarkan atas riwayat yang disampaikan oleh At Tirmidzi, dari Ubai
bin Kaab, ia mengatakan bahwa pada ketika itu orang-orang musyrik berkata kepada
Nabi SAW terangkanlah kepada kami bagaimana Tuhan kamu itu? lalu Allah
menurunkan FimanNya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
9. Tentang kata Allah
Satu satunya agama yang memiliki nama yang merupakan lafzul jalalah hanya Islam.
Agama lain menisbatkan Tuhan mereka kepada nama rahib-rahib dan ulama mereka
yang mereka cintai. Singkatnya, seluruh agama selain islam tidak menyembah Tuhan
yang Haq (benar) melainkan menyembah makhluq Allah atau dengan kata lain
mempertuhankan makhluq.
Allah membimbing Rasul untuk menjelaskan kepada orang kafir dengan kalimat yang
sangat singkat namun menjawab seluruh pertanyaan mereka. Kata Allah didahulukan
dari seluruh penjelasan menggambarkan bahwa pertanyaan orang kafir ini begitu
krusial dan mendesak.
Kata Allah bisa memberikan ketenangan bagi orang yang dalam hatinya masih ada
potensi kebaikan, dan sebaliknya kata Allah bisa menjadi sebuah ancaman bagi
orang yang berlaku dzolim, kafir, munafiq dan fasiq mengingat bahwa ancaman yang
Allah sediakan untuk mereka adalah neraka yang menyala-nyala.
Begitu indah cara Allah membantah syubhat orang-orang kafir itu. Langsung ke pokok
masalah, dan memberikan kesan bagi hati mereka.
Ibroh yang bisa kita ambil adalah:
Setiap daI hendaknya memahami bahwa waktunya terbatas sehingga membantah dan
menanggapi gugatan musuh dakwah hendaknya tidak bertele-tele sehingga
menghabiskan waktu. Pada saat yang sama mereka belum tentu mau mendengarkan

penjelasan kita yang panjang lebar, maka gunakanlah kalimat Haq yang efektif,
efisien, dan membekas di hati mereka.

10. Tentang kata Ahad


Imam Al Qurtubi menjelaskan tentang kata Ahad dengan sangat baik.
Bentuk awal dari kata ahadun adalah wahad, lalu huruf wau pada kata tersebut diganti
menjadi huruf alif. Adapun mengenai perbedaan antara kata ahad dan kata wahid,
telah kami sampaikan sebelumnya pada tafsir surat al baqarah, dan kami juga telah
membahasnya secara lebih mendetail pada kitab kami yang lain, yaitu kitab yang kami
beri nama Al Asna fi syarh Asmaillah Al Husna.
Kata ahad pada ayat ini marfu (menggunakan harakat dhammah pada akhir kata) atas
dasar makna: huwa ahad (Dia adalah Satu/Tunggal/Esa).
Namun ada juga yang berpendapat bahwa makna dari ayat ini adalah: katakanlah,
bahwasannya Allah itu maha Esa.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata ahadun adalah badal dari lafzhul jalalah Allah.
Kebanyakan uama membaca kata ahadun hanya menggunakan harakat dhammah saja,
tanpa tanwin. Dengan tujuan, agar dibacanya lebih mudah jika ayat ini disambungkan
dengan ayat setelahnya. Dengan begitu maka kedua kalimat tersebut akan terhindar
dari bertemunya dua sukun (pada akhiran un dan pada awalan al, yakin
Allahushshamad,namun beberapa ulama mengantisipasinya dengan memberikan
harakat kasrah pada huruf nun yang tergabung pada tanwin, mereka membacanya:
ahadunillahush-shamad).
11. AYAT KEDUA
Allahusshomad (Allah tempat meminta segala sesuatu)
Imam Al Qurtubi dalam kitab tafsirnya mengatakan

Firman Allah SWT selanjutnya Allahush-shomad Allah adalah Tuhan yang


bergantung kepada-Nya segala sesuatu yakni yang disandarkan pada setiap
kebutuhan. Begitulah makna yang diriwayatkan oleh adh-dhahhak dari ibnu Abbas,
seperti makna yang disebutkan pada firman Allah, Dan apa saja ni`mat yang ada pada
kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan,
maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (An-Nahl: 53).
Para ulama bahasa mengatakan: kata ash-shamad artinya adalah tuan yang dapat
diandalkan ketika terjadi musibah atau membutuhkan sesuatu.
Sekelompok orang mengartikan ini dengan makna: Yang selalu ada dan selalu akan
tetap ada, Yang terdahulu dan tidak akan hilang eksistensiNya.
Lalu ada juga yang menafsirkan, bahwa penafsiran ayat ini disebutkan pada ayat
setelahnya, yaitu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Makna ini pula yang disampaikan oleh Ubai bin Kaab, ia mengatakan: ash-shamad
adalah Yang tidak memiliki anak dan tidak pula terlahirkan, karena setiap yang
terlahirkan pasti akan mati, dan setiap yang mati pasti akan mewariskan.
Ali, Ibnu Abbas, Abu Wail Syaqiq bin Salamah, dan Sufyan, menafsirkan bahwa
makna ash-shamad adalah seorang tuan yang memiliki kedudukan, kehormatan, dan
kekuasaan yang paling tertinggi.
Abu Hurairah menafsirkan, bahwa maknanya adalah : yang tidak membutuhkan
apapun dan siapapun namun dibutuhkan oleh semuanya.
As-Suddi menafsirkan, bahwa maknanya adalah: Yang dituju ketika ada suatu
kebutuhan dan Yang diminta pertolongan ketika ada suatu musibah.
Al Husein bi Al Fadhl menafsirkan, bahwa maknanya adalah: Yang melakukan
apapun yang dikehendaki dan memutuskan apapun yang diinginkan.
Muqatil menafsirkan, bahwa maknanya adalah: Yang sempurna yang tidak memiliki
suatu aib atau kecelaan walau sedikitpun.
Al Hasan , Ikrimah, Adh-Dhahhak, dan Ibnu Jubair juga menafsirkan, bahwa
maknanya adalah: yang tidak berlubang (tempat pembuangan) dan tidak memiliki
perut (tidak butuh makanan untuk menjaga keberlangsungan hidup atau apapun juga).

Menurut saya Al Qurtubi: kami telah merincikan semua pendapat ulama mengenai
kata ash-shamad dalam kitab kami yang lain, yaitu Al Asna.
Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang memaknainya dengan
memperhatikan kata awalnya. Rangkuman ini disampaikan oleh Al Khaththabi.
Dan

beliau

(Al

Qurtubi)

merinci

Al Khaththabi mengartikan kata Ash-Shamad pada ayat ini dengan makna: yang tidak
memiliki anak dan tidak pula terlahirkan, karena setiap yang terlahirkan pasti akan
mati, dan setiap yang mati pasti akan mewariskan, sedangkan Allah tidak akan pernah
mati dan tidak pula mewariskan.
Saya rasa penjelasannya cukup memadai dan dapat dipahami dengan baik.
12. AYAT KETIGA
Lam yalid wa lam yulad ((Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan)
Di antara kesempurnaan-Nya adalah bahwa Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, karena sempurnanya kecukupan-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman:
Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala
sesuatu. (Terj. Al Anaaam: 101)
Ibnu Abbas menafsirkan, bahwa makna dari firman Allah lam yalid adalah: Allah
tidak beranak seperti halnya Maryam. wa lam yulad yakni : Allah tidak
diperanakkan seperti halnya Isa dan Uzair.
Ayat ini sekaligus menjadi sindiran terhadap orang-orang Nasrani dan Yahudi yang
menganggap Isa dan Uzair adalah anak Allah.
Dalam

tafsir

al

azhar,

buya

hamka

menjelaskan

dan Dia, Allah itu tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapak, karena
kalau Dia berbapak teranglah bahwa sianak kemudian terlahir ke dunia dari ayahnya.

Dan kemudian ayahnya itupun mati. Si anak menyambung kuasa. Kalau seperti orang
nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu beranak dan anak itu Isa al masih, yang
menurut susunan kepercayaan mereka sama dahulu tidak berpemulaan dan sama akhir
yang tidak berkesudahan diantara sang bapak dan sang anak, maka bersamaanlah
wujud diantasa si ayah dan si anak sehingga tidak perlu ada yang bernama bapak dan
ada pula yang bernama anak. Dan kalau anak itu kemudian baru lahir, nyatalah kalau
itu suatu kekuasaan atau ketuhanan yang tidak perlu, kalau diakui bahwa si bapak
kekal dan tidak mati-mati sedangkan si anak tiba kemudian
13. AYAT KE EMPAT
Wa lam yakullahu kufuwan ahad (Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia)
Sungguh tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah baik sifatnya maupun
perbuatannya.
Allahlah pemilik kekuasaan tertinggi.
Allahlah pemilik pengetahuan tertinggi.
Allahlah pemilik kebenaran tertinggi,
Allahlah pemilik hikmah tertinggi,
DitanganNyalah segala urusan, dan
Semua adalah ciptaanNya baik yang dilangit maupun dibumi
Imam

Al

Qurtubi

menjelaskan

wa lam yakullahu kufuwan ahad yakni: tidak ada yang menyerupaiNya.


Pada ayat terakhir ini terdapat takdim dan takhir (kata yang dimajukan dan kata yang
diakhirkan), dimana khabar kaana (yaitu kata kufuwan) dimajukan terhadap isim
kaana ahadun. Biasanya kalimat yang menyebutkan kata kaana seperti ini maka
yang disebutkan setelahnya adalah isimnya dahulu baru setelah itu khabarnya, namun
untuk menyesuaikan irama akhir-akhir ayat agar terbentuk menjadi satu, maka khabar

kaana pada ayat ini diakhirkan, dan bentuk kalimat seperti ini merupakan bentuk
bahasa yang sangat tinggi.
Untuk qiraah kaa kufuwan pada ayat ini dibaca oleh sebagian ulama dengan
menggunakan harakat dhammah pada huruf fa (kufuan) dan sebagian lainnya
menggunakan sukun (kufan), namun kedua qiraah ini adalah bentuk bahasa yang
benar, karena seperti yang sudah kami jelaskan pada surat al Baqarah, bahwa setiap
isim yang terdiri dari 3 huruf dan huruf awalnya menggunakan harakat dhammah,
maka pada huruf tengahnya boleh menggunakan sukun dan boleh juga menggunakan
harakat dhammah. Kecuali isim yang disebutkan pada firman Allah SWT, Dan
mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripadaNya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat
Allah). (Az-Zukhruf [43]: 15)
Dan ada qiraah ketiga yang berbeda dengan kedua qiraah diatas, yaitu qiraah yang
dibaca oleh hafsh, ia membacanya kufuwan (dengan menggunakan harakat dhammah
pada huruf fa namun tanpa menggunakan huruf hamzah dibelakang kata), dan qiraah
ini juga termasuk bentuk bahasa yang fasih.
Buya

HAMKA

menjelaskan

dalam

tafsir

Al

Azhar-nya

yang Tuhan itu ialah yang Mutlak kuasanya. Tiada terbagi, tiada separuh seorang,
tiada gandingan, tiada bandingan, dan tiada tandingan. Dan tidak pula ada Tuhan yang
nganggur, tidak bertugas karena bapaknya masih ada.
Ibroh yang bisa kita ambil dalam ayat keempat ini adalah:
A. sekalipun dalam kondisi membantah orang-orang kafir, Allah melakukannya
dengan cara yang sangat indah. Perhatikanlah, seluruh akhir surat berakhiran huruf
dal. Bahkan ayat terakhir khabar kaana (yaitu kata kufuwan) dimajukan terhadap
isim kaana ahadun untuk menjaga keindahan bahasa itu dan untuk menunjukkan cita
rasa yang sangat tinggi.

Demikianlah aktivis dakwah diajai Allah cara membantah syubhat musuh2 dakwah
dengan bahasa yang singkat, berkesan, namun tetap menjaga keindahan dan cita rasa
bahasa yang berkelas.
Subhanallah. Maha suci Allah dengan segala keagunganNya.
Begitu banyak hikmah yang bisa kita petik.
Wallahu

alam

bisshowab

[1] HR Al-Bukhari pada pembahasan tentang keutamaan Al-Quran, bab: Keutamaan


Surat Al-Ikhlash (3/230)
[2] HR. Al Bukhari pada pembahasan tentang keutamaan Al-Quran, Bab: keutamaan
surah Al-Ikhlas (3/230). Dan makna hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Muslim
pada pembahasan tentang tata cara shalat musafir, bab: keutamaan surah Al-Ikhlash
(1/556).
[3] HR. Muslim pada pembahasan tentang tatacara shalat musafir. (1/556)
[4] HR Muslim pada pembahasa tentang tata cara shalat musafir, bab: keutamaan
membaca surat al ikhlash. Hadits ini juga disebutkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya,
yang dinukilkan dari imam Al Bukhari pada pembahasan tentang tauhid.
[5] HR AtTirmidzi pada pembahasan tentang keutamaan Al-Quran, Bab: Hadits yang
menyebutkan tentang surah Al-Ikhlash (5/169, nomor 2901).
[6] Lih. Ahkam Al Quran (4/1995)
[7] HR At Tirmidzi pada pembahasan tentang keutamaan Al-Quran(5/167-168,
Nomor 2897), ia mengomentari hadits ini termasuk hadits hasan gharib.

Anda mungkin juga menyukai