Anda di halaman 1dari 8

II.

Konjungtivitis Virus

II.1.

Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh

berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat
hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama
daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).
II.2.

Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus

adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus
yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita
dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang
menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas,
2008).
II.3.

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis

konjungtivitis

ataupun

mikroorganisme

penyebabnya

(Hurwitz,

2009).

Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.


II.4.

Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan

etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus


biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang
dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis
setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan &
Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada
saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan
demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret

mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis
hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus
memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat
terjadi kimosis (Scott, 2010).
II.5.

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika

konjungtivitisnya

folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika

pseudomembran reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat


nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering diatas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.

II.6.

Komplikasi
Konjungtivitis

virus

bisa

berkembang

menjadi

kronis,

seperti

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran,


dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul
vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
II.7.

Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang

dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun
antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea
(Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005).
III.

Konjungtivitis Alergi (Vernal)

III.1.

Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan

disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun
(Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

III.2.

Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis

Alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya


dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis
atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan

subkategorinya.

Misalnya

konjungtivitis

alergi

musiman

dan

tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal
konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman.
Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan
konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa kontak atau mata buatan dari plastik
(Asokan, 2007).
III.3.

Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya.

Pada
Konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah
gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis
berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat
gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan
ditemukan giant papil di konjungtiva palpebra inferior. Dapat ditemukan gambaran
seperti renda pada limbus (Horner trantas dots). Sensasi terbakar, pengeluaran sekret
mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada
keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan juga tepian palpebra yang eritematosa dan
konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala
yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

Horner Trantas Dots


III.4.

Giants Papilae

Laboratorium
Pada kerokan konjungtiva di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel-sel

eosinofil dan basofil.


III.5.

Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan

infeksi sekunder (Jatla, 2009).


III.6.

Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal

dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).
IV.

Konjungtivitis Klamidia (Trachoma)

IV.1.

Definisi
Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis.
IV.2.

Etiologi dan Faktor Resiko


Iklim yang kering dan berdebu memiliki prevalensi yang lebih tinggi dalam

menyebabkan trachoma. Usia bayi dan anak lebih rentan terkena infeksi. Namun yang
paling banyak terjadi adalah dikarenakan kondisi higienis, kebersihan air, peralatan
yang bersih dan memadai dan edukasi tentang penyakit ini. Di indonesia yang
mayoritas islam biasanya dikarenakan cara berwudhlu dalam air yang tidak mengalir
sehingga menularkan Chlamydia trachomatis.

IV.3.

Gejala Klinis
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-

kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat,
pembalikan kelopak mata kedalam (entropion) dan bulu mata kedalam (trikiasis)
terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terusmenerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat
parut pada kornea yang disertai neovaskularisasi (pannus), umumnya setelah berusia
50 tahun. Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi
atau anak biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau
tanpa komplikasi pada orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat
berkembang. Sering mirip konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia,
sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi
papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan, pembentukan panus. Semua tanda
trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurangkurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada
palpebra

superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior,

folikellimbus dan sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas
dilimbus atas.

Folikel Trachoma
IV.4.

Entropion-Trikiasis

Laboratorium
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas

dengan giemsa tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari
sel epitel, namun tidak selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay

enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilaboratorium klinik, yang terbaru
adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel.
IV.5.

Komplikasi
Panus totalis dikonjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada

trakoma dan dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal dan menutupi muara kelenjar
lakrimal. Hal ini akan mengurangi komponen air dalam film air mata pre-kornea, dan
mungkin hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut akan menyebabkan trikiasis atau
entropion, sehingga bulu mata terus menerus

menggesek kornea menyebabkan

ulserasi kornea, infeksi, dan parut kornea.


IV.6.

Penatalaksanaan
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracyclin 1-1.5

g/hari/oral dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Doxycyclin 100 mg per os 2 kali
sehari selama 3 minggu, eritromycin 1 g/hari per os dibagi 4 dosis selama 3-4 minggu.
Tetracyclin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah 7 tahun atau wanita hamil.
Karena tetracyklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang
tumbuh sehingga gigi menjadi kuning dan kelainan rangka. Salep atau tetes topikal
termasuk sulfonamid, tetracyclin, eritromycin, rifampisin empat kali sehari selama 6
minggu sama efektifnya.
V.

Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan

merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun
yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides
immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
VI.

Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis,

Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosomahaematobium, Taenia


solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

VII.

Konjungtivitis kimia atau iritatif


Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansisubstansi iritan yang


masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,
alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejalagejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan
iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan
pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

VIII. Konjungtivitis lain


Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis
juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit
tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit
sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya
(Vaughan, 2010). Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne
rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah
wajah. (AOA, 2008).

BAB III

RANGKUMAN
1. Diagnosis konjungtivitis adalah berdasarkan kondisi pasien. Diagnosis dapat
dibuat pada pasien dengan keluhan mata merah dan terdapat discharge hanya
pada visus normal dan tidak mempunyai gejala dari keratitis, iritis, atau
glaucoma.
2. Konjungtivitis dibedakan menjadi konjungtivitis infeksius (bakteri atau virus)
atau non infeksius (alergi, toxic, dryness dan lainya).
3. Paling banyak infeksi konjungtivitis mungkin adalah karena virus, meskipun
konjungtivitis bacterial lebih umum pada anak-anak daripada dewasa.
4. Konjungtivitis virus dan bakteri mempunyai resiko menular sangat tinggi.
5. Semua etiologi dari konjungtivitis mempunyai gejala mata tidak dapat dibuka
atau terekat pada pagi hari.
6. Diagnosis konjungtivitis bakterial dapat dibuat dari pasien dengan tanda secret
atau discharge purulen dan berlangsung dalam beberapa hari. Discharge dapat
menyeluruh pada mata atau hanya pada sudut mata saja. Konjungtivitis
bakterial biasanya unilateral tetapi dapat juga bilateral.
7. Spesies Neisseria biasanya menyebabkan konjungtivitis bacterial hiperakut
dan mengancam penglihatan, maka perlu segera dilakukan pengobatan mata.
8. Jenis konjungtivitis virus memperlihatkan adanya injeksi, secret serous atau
mukoid, dan perasaan panas, seperti berpasir, dan berawal hanya pada satu
mata.
9. Infeksi virus melibatkan pada mata kedua dalam 24-48 jam, meskipun hanya
unilateral dan tidak memperlihatkan suatu proses infeksi virus. Dan
mempunyai secret mukoid, mata susah dibuka, merah pada sudut mata.
Biasanya memperlihatkan air mata yang mengandung secret. Pada konjungtiva
tarsal mempunyai tampilan folikel-folikel yang besar. Dan biasanya disertai
dengan penyakit common cold. Gejala tampak setelah 3 sampai 5 hari, dan
penyakit berangsur-angsur mengalami perbaikan dalam dua minggu dan total
pada tiga minggu.
10. Konjungtivitis alergi mempunyai tipikal merah pada kedua mata, berair, dan
gatal. Gatal adalah tanda alergi, panas, atau iritasi.
11. Pasien konjungtivitis alergi mempunyai riwayat atopi, alergi bersifat musiman,
atau alergi spesifek (seperti makanan dll).
12. Konjungtivitis non infeksi lainya memperlihatkan mata merah dan discharge
mukoid. Biasanya akibat proses kimia, atau kurang produksi air mata.
13. Konjungtivitis jamur infeksi yang jarang terjadi disebabkan oleh Candida spp,
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium seeberi, Coccidioides immitis umumnya
tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes
atau pasien terganggu kekebalannya.
14. Selain macam-macam konjungtivitis diatas masih ada jenis konjungtivitis
yang lain seperti konjungtivitis Rickettsia, parasit atau cacing, konjungtivitis
akibat penyakit autoimun, konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis
yang tidak diketahui penyebabnya, konjungtivitis pada dakriosistisis atau
kanalikulitis, dan konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik.

Anda mungkin juga menyukai