Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

BAB I........................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 2
A.

Latar Belakang Masalah................................................................................... 2

B.

Rumusan Masalah........................................................................................... 2

C.

Tujuan Pembahasan......................................................................................... 2

BAB II.......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN............................................................................................................ 3
A.

Muharomat (Wanita-wanita yang haram di nikahi)...........................................3

B.

Kewajiban Suami Dan Istri................................................................................5

BAB III......................................................................................................................... 6
PENUTUP.................................................................................................................... 6
Kesimpulan.............................................................................................................. 6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menikah adalah sunah Rosulullah Saw untuk dilaksanakan oleh umatnya.
Menikah adalah jalan kemuliaan yang di ridhoi dan di mudahkan pengaturannya
dalam islam. Dengan menikah pula maka seseorang dapat terhindar dari
kemaksiatan dan kehinaan yang sekarang ini sering kali dipromosikan secara besarbesaran di berbagai media massa dewasa ini.
Salah satu barokah yang Allah SWT berikan kepada hambanya yang
menyegerakan diri untuk menikah adalah dijaminnya kecukupan rezeki. Tetapi tidak
semua lawan jenis boleh kita nikahi, ada beberapa golongan yang tidak boleh atau
haram untuk dinikahi, salah satunya yaitu Mahram (Al-Muharramah) yang akan kita
bahas dala makalah ini

Kemudian, Keluarga yang harmonis dan mengikuti aturan rumah


tangga ataupun mengikuti sesuai dengan ADRT adalah hal yang sangat
penting untuk melanggengkan ikatan rumah tangga tersebut. sehingga
harus bisa menjaga dan memelihara setiap individunya untuk bisa
memberikan yang terbaik kepada suami ataupun istri. Hal itu dikaji dalam
ilmu Fikih Munakahat yang menjelaskan tentang bagaimana hak dan
kewajiban suami istri dalam rumah tangga.
B.
A.
B.
C.
D.
E.
C.

Rumusan Masalah
Apa yang di maksud Muharromat
Siapa saja yang tidak boleh (Haram) untuk di nikahi
Hak dan kewajiban suami istri
Hak dan kewajiban suami terhadap istri
Kewajiban istri terhadap suami

Tujuan Pembahasan
a) Mengetahui siapa saja kerabat atau saudara kita yang sesungguhnya
di haramkan untuk dinikahkan dengan kita
b) Mengetahui dan memahami bagi yang sudah dan yang akan menjalin
rumah tangga akan seberapa jauh kewajiaban yang harus dilakukan
dalam rumah tangga, baik untuk suami ataupun untuk istri.
c) Menyadarkan betapa pentingnya kewajiban bagi suami istri dalam
rumah tangga.
2

d) Menjalin rumah tangga yang penuh tanggung jawab untuk


mempertahankan jalinannya hingga akhir hayat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Muharomat (Wanita-wanita yang haram di nikahi)


Wanita-wanita yang haram di nikahi ada dua macam:
1. Haram di nikahi selama-lamanya (sepanjang hidup),
2. Haram di nikahi dalam jangka waktu tertentu.
Wanita-wanita yang selamanya haram di nikahi karena 3 sebab berikut:
1. Nasab
Lantaran hubungan nasab ini, di haramkan menikah dengan 7 wanita
yang di sebutkan dalam firman Allah Taala :

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, puteri-puterimu, saudarisaudarimu bapakmu, saudari-saudari ibumu puteri-puteri saudara dan puteriputeri saudari.. Perempuan Yang Haram Dinikahi sebab hubungan nasab adalah sebagai
berikut:
1. Ibu-ibu, termasuk ibu, ibu dari ibu (nenek dari ibu), ibu dari ayah (nenek dari
ayah) dan seterusnya keatas.
2. Anak-anak perempuan kandung, termasuk cucu terus kebawah.
3. Saudara-saudara perempuan, termasuk sekandung seayah dan seibu.
4. Saudara-saudara ayah yang perempuan (bibi dari ayah), termasuk juga
saudara perempuan dari kakek.
5. Saudara-saudara ibu yang perempuan, termasuk saudara nenek yang
perempuan.
6. Anak-anak perempuan dari saudara-saudara laki-laki
saudara laki-laki), baik sekandung maupun seibu.

(keponakan

dari

7. Anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan (keponakan dari


saudara perempuan), baik yang sekandung, seayah maupun seibu.

2. Susuan
Lantaran susuan ini di haramkan mengawini dua wanita : Yang di susui
dan saudari sesusuan. Ini berdasarkan firman Allah Taala :

Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu yang menyusuimu dan
saudari-saudarimu sesusuan(An-Nisa : 23)
Wanita yang menyusui sama seperti ibu sendiri dan ia haram
untuk dinikahi. Wanita yang menyusui ini haram dinikahi sampai pada
pertalian nasabnya, mereka-mereka itu adalah :
1) Perempuan yang menyusui, karena memberikan air susuan itu ia
di anggap sebagai ibunya sendiri.
2) Ibu dari perempuan yang menyusui karena ia di anggap sebagai
neneknya.
3) Ibu dari suami perempuan yang menyusukan karena ia juga
dianggap sebagai nenek.
4) Saudara perempuan dari perempuan yang menyusukan, karena
ia di anggap seperti ibu sendiri.
5) Saudara perempuan dari suami wanita yang menyusukan,
karena seperti ibu sendiri.
6) Anak dan cucu perempuan dari perempuan yang menyusukan.
7) Saudara sesusuan.1
3. Hubungan Keluarga lewat perkawinan : Lantaran sebab ini ada wanita
yang haram di nikahi
a. Ibunya Istri
Ini berdasarkan firman Allah Taala :

Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibu isterimu .(AnNisa : 23)
b. Anak Perempuan Istri (anak tiri)
Demikian juga anak perempuan anak-anaknya, dengan syarat
ibu itu (atau istri itu) telah di setubuhinya. Ini berdasarkan
Firman Allah Taala
,

Diharamkan atas kamu mengawini anak-anak perempuan
istrimu dari suami lain, yang dalam pemeliharaanmu dari istri
yang telah kamu setubuhi. Tapi jika kamu belum
menyetubuhinya (dan sudah kamu cerai), maka tidak berdosa
kamu mengawini mereka(An-Nisa : 23)
1 Selamat,Kasmuri,pedoman mengayuh bahtera rumah tangga , hlm 16
5

Demikian pula anak perempuan istri sesusuan, sekalipun tidak


dalam pemeliharaan suami itu.
c. Istri Ayah (ibu tiri)
Demikian juga istri kakek, baik dari ayah maupun dari ibu, baik
lantaran nasab maupun susuan. Ini berdasarkan firman Allah
Taala :

Dan janganlah kamu mengawini wanita-wanita yang telah
dikawin Ayahmu(An-Nisa : 22 )
d. Istri Anak (menantu)
Demikian juga anak-anaknya anak sekalipun ke bawah, baik
lantaran nasab maupun susuan. Ini berdasarkan firman Allah
Taala :

Dan diharamkan atas kamu mengawini isteri-isteri anak
kandungmu (menantu) (An-Nisa : 23).
Wanita-wanita yang haram dinikahi berlaku untuk sementara.
Ini bagian kedua dari orang-orang yang haram dinikahi.
Keharaman mereka ini berlaku tidak selamanya, melainkan
hanya berlaku sementara saja dan hanya terjadi pada satu
sebab, yakni
a) Saudara perempuan isteri hingga istrinya dicerai dahulu
dan masa iddahnya habis, atau ia meninggal dunia.
Seperti dalam QS. An-Nisa:23 yang artinya
Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara.
b) Kemudian bibi istri baik dari jalur bapaknya maupun dari
jalur ibunya. Jadi, ia tidak boleh dinikahinya hingga istri di
cerai terlebih dahulu
c) Satu orang laki-laki yang menikahi wanita berikut
saudaranya, bibi dari pihak ayah, ataupun ataupun dari
pihak ibu
d) Pengharaman sebab menikahi lebih dari 4 istri
e) Wanita Pezina
Terdapat dalam QS. A-Nur ayat 3
f) Wanita Musyrik
g) Wanita yang sedang ihram
B. Kewajiban Suami Dan Istri
Adapun kewajiban-kewajiban perempuan sebagai istri yaitu:
6

a) Mematuhi perintah suami


Kewajiban pertama bagi isteri adalah taat, sebab oleh karena
Allah ia diserahi untuk memimpin keluarganya. Ia harus
mentaatinya, agar mampu melaksanakan kepemimpinannya
dengan mudah, tidak kacau atau emosional
Kewajiban seorang istri untuk mematuhi suami meupakan ciri-ciri
perempuan sholihah suami seperti di sebutkan dalam Q.S AnNisa:34 Hanya dalam hal perintah-perintah yang baik saja
b) Melayani
c) Mengatur Rumah Tangga
d) Menjaga Harta Suami
Seorang isteri harus menjaga harta suami, sehingga ia bisa
menjadi orang yang mengatur nafkahnya. Harus taat kepada
suami dalam hal itu, sehingga ia tidak boleh menafkahkan atau
mengambil hartanya kecuali dengan izinnya. Setelah diizinkan
baru boleh membelanjakan.2
e) Mengatur Kebutuhan Rumah Tangga
Istri harus mengatur kebutuhan rumah tangga dan mendidik
anak, karena ini merupakan tabiatnya, ini adalah kekhususan
dalam kehidupan rumah tangga. Dalam hal ini mendidik anak,
Kewajiban Suami
1. Memberikan Mahar
2. Memberikan Nafkah yang baik
Nafkah berasal dari lafadz Infaq yang artinya mengeluarkan
3. Memperlakukan yang baik terhadap isteri

4. Memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal


5. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan baiaya pengobatan
bagi istri dan anak
6. Biaya pendidikan bagi anak

2 Ash-shabagh Mahmud, Keluarga bahagia dalam islam, hlm 160


3 Najieh, Achmad, Terjemah Fathul Muin hlm 171
7

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tidak semua orang perempuan boleh dinikahi dan ada batasan-batasan yang harus diperhatikan
ketika akan memilih seorang calon isteri Pada bab pertama telah disinggung tentang wanita atau
orang perempuan yang boleh dinikahi dan menyinggung sedikit tentang wanita yang haram
dinikahi. Oleh karna itu kita sebagai makhluk yang beriman dan bermoral tentunya mempunyai
landasan hukm dan aturan-aturan yang sebagaimana mestinya harus kita lakukan dengan baik.
Dalam makalah ini telah di sebutkan kewajiban masing-masing antara istri ataupun suami.
Dengan terpenuhinya kewajiban-kewajiban dari masing-masing peran niscaya InsyaAllah tujuan
dari terlaksananya pernikahan akan berjalan indah

DAFTAR PUSTAKA
Selamat,Kasmuri. (1998).Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga. Jakarta:
Kalam Mulia
Wahyudi Asmin, Yudian dan Zainal Muhtadin. (1993). Keluarga Bahagia Dalam Islam.
Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq
Syarifudin, Amir. (2006). Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana
Najieh, Achmad. (2003). Terjemah Fathul Muin. Bandung: Husaini

Anda mungkin juga menyukai