Anda di halaman 1dari 35

RENCANA PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

: UJI EFEK HEPATOTERAPI EKSTRAK ETANOL


KELADI TIKUS (Thyponium flagelliforme
Lodd) TERHADAP TIKUS JANTAN ( Rattus
norvegicus)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kerusakan hati ditandai oleh adanya perangsangan difusi
dan menahun pada hati, diikuti dengan poliferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan
parenkim hati. Kerusakan akut pada hati dapat menjadi sangat berat
sehingga menyebabkan kematian dalam beberapa hari (gagal hati fulminans,
nekrosis hati akut, atrofi kuning akut dari hati). Sering hal ini disebabkan oleh
zat beracun. Kerusakan akut yang lebih ringan dapat pula terjadi biasanya
disebabkan oleh virus dari berbagai jenis. Pada masyarakat modern,
kerusakan hati ringan sampai pada berat dapat pula disebabkan oleh
pemakaian obat-obatan. (Mansjoer, et al.,2001 dan Sibuea,et al.,2009).
Selain itu, kerusakan hati juga dapat disebabkan oleh radikal bebas.
Salah satu radikal bebas adalah senyawa 7,12-dimetilbenzen()antrasen
(DMBA) yang banyak terdapat pada asap rokok, asap kendaraan bermotor
dan asap dapur (Farombi et al.,2004). Banyaknya paparan radikal bebas

yang terdapat di lingkungan sehingga sangat besar kemungkinan radikal


bebas tersebut berikatan dengan sel di dalam tubuh kita. DMBA di
metabolisme di hati dan akan menjadi senyawa yang reaktif setelah
mengalami

metabolisme,

hal

ini

kemungkinan

dapat

menyebabkan

kerusakan hati.
Sel hati atau hepatosit mengandung berbagai enzim, beberapa
diantaranya penting untuk diagnostik kerusakan hati karena enzim tersebut
dialirkan ke pembuluh darah. Aktivitasnya dapat diukur sehingga dapat
menunjukkan adanya penyakit hati. Enzim hati yang dapat dijadikan
pertanda kerusakan hati antara lain aminotransferase (transminase) dan
Alkalin fosfatase (ALP) (Sari,2008). Golongan enzim aminotransferase
adalah serum alanin amino transferase ( Serum Glutamic Pyruvic
Transminase atau SGPT) dan serum aspartat amin transferase (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transminase atau SGOT). Peningkatan kadar enzimenzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel hati.
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan alami
adalah tanaman keladi tikus (Thyponium flagelliforme Lodd). Keladi tikus
secara tradisional digunakan sebagai obat kanker, antivirus, anti bakteri, dan
sebagai penetralisir racun (Hariana,2008). Selain itu, telah dilakukan
penelitian oleh Farida et al (2010) tentang uji sitotoksik dan antioksidan dari
tumbuhan keladi tikus yang menunjukkan bahwa tumbuhan keladi tikus
memiliki aktifitas sebagai hepatoterapi.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk menguji


efek hepatoterapi dari ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium
flagelliforme Lodd) dengan parameter SGPT terhadp hewan uji tikus putih
jantan (Rattus norvegicus)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium
flagelliforme Lodd) mampu memberikan efek hepatoterapi pada tikus
jantan (Rattus norvegicus) yang terinduksi paracetamol?
2. Pada konsentrasi berapa pemberian ekstrak etanol umbi keladi tikus
(Thyponium flagelliforme Lodd) mampu memberikan efek hepatoterapi
pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang terinduksi paracetamol
berdasarkan pengukuran kadar SGPT?

C. Maksud dan Tujuan


1) Maksud
Maksud

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

menguji

efek

hepatoterapi ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme


Lodd)

pada

paracetamol.
2) Tujuan Umum

tikus

jantan

(Rattus

norvegicus)

yang

terinduksi

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan efek


hepatoterapi ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme
Lodd) dalam memperbaiki kerusakan hati pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) yang diinduksi paracetamol.
3) Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1) Untuk menentukan dosis pemberian ekstrak etanol umbi keladi tikus
(Thyponium flagelliforme Lodd) sebagai hepatoterapi pada tikus
putih jantan (Rattus norvegicus) yang terinduksi paracetamol.
2) Untuk mengukur kadar SGPT tikus putih jantan dengan pemberian
ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme Lodd)
sebagai hepatoterapi.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumber rujukan dan
data ilmiah untuk penelitian lanjutan, peneliti lain, dan informasi tentang
pengembangan pemanfaatan umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme
Lodd) sebagai obat tradisional, khususnya sebagai hepatoterapi.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan kepada
masyarakat khususnya para pembaca agar bisa menggunakan tanaman

umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme Lodd) sebagai obat tradisional


untuk mencegah kerusakan hati.

E. Hipotesis
Ekstrak etanol umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme
Lodd) dapat mengobati kerusakan hati pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) yang didiinduksi paracetamol.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dan terberat di dalam
tubuh beratnya 1,5 kg atau lebih yang letaknya di rongga perut
sebelah kanan atas, dibawah sekat rongga badan atau
diafragma. Dalam keadaan segar warnanya merah tua atau
merah coklat, warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya
darah yang amat banyak. Hati secara luas dilindungi oleh igaiga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak dibawah
diafragma, permukaaan bawah tidak rata dan memperlihatkan
lekukan, disebut fisura transverses. Permukaannya dilintasi
oleh berbagai pembuluh darah yang masuk keluar hati. Fisura
longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan
bawah, sedangkan ligament falsiformis melakukan hal yang
sama dari permukaan atas hati. (Irianto,2004 dan Wilson,2011).
Hati terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang
disebut kapsul Glison dan secara makroskopik dipisahkan
menjadi lobus kiri dan kanan. Kapsul Glison berisi pembuluh
darah, pembuluh limfa dan saraf. Kedua lobus hati tersusun
oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus (Corwin, 2009).
Lobulus hati berbentuk heksagonal (segi enam) di
bagian luarnya dan dibentuk ole sel berbentuk kubus yang

disebut hepatosit, disusun dalam pasangan kolom sel dan


menyebar pada vena sentral. Antara dua pasang kolum sel
sinusoid (pem buluh darah dengan dindinng yang tidak
lengkap) berisi campuran darah dari cabang-cabang kecil vena
porta dan arteri hepatika. Susunan ini memungkinkan darah
arteri dan darah vena porta (dengan konsentrasi nutrient yang
tinggi ) bercampur dan berdekatan dengan sel hati. Diantara sel
yang melapisi sinusoid terdapat makrofag (sel kupffer) yang
berfungsi untuk menelan dan menghancurkan sel darah yang
asing dan partikel asing yang ada di aliran darah menuju hati.
(Wilson, 2011).
Hati mempunyai dua jenis persendian darah, yaitu yang
datang melalui arteri hepatika dan yang melalui vena porta.
Terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelejahi
seluruh hati, dua yang masuk, yaitu : arteri hepatica dan vena
port, dan dua yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran
empedu.
Pembuluh-pembuluh darah pada hati tersebut akan
diuraikan dibawah ini (Irianto, 2004):
a. Arteri hepatika
Adalah pembuluh darah yang keluar dari aorta dan
memberikan seperlima darahnya kepada hati. Darah
ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.
b. Vena Porta
Adalah pembuluh yang terbentuk dari lienalis dan
vena mesenterika superior, mengantarkan 4/5 dara

ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan oksigen


hanya 70%, sebab beberapa oksigen telah diambil
oleh limfa dan usus. Darah vena porta ini membawa
kepada hati zat makanan yang telah diserap oleh
mukosa usus halus.
c. Vena hepatika
Pembuluh yang mengembalikan darah dari hati ke
vena cava inferior. Di dalan vena hepatika tidak
terdapat katup.
d. Saluran empedu
Pembuluh yang terbentuk dari penyatuan kapilerkapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari
sel hati.
Saluran empedu mulai sebagai kanalikuli yang kecil
sekali yang dibentuk oleh sel parenkim yang berdekatan.
Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu
interlobular dan saluran hati yang lebih besar. Saluran
hati utama menghubungkan duktus kistik dari kanduung
empedu dan membentuk saluran empedu biasa, yang
mengalir ke dalam duodenum. (Lu,1995).
Setiap lobus hati terbagai menjadi struktur-struktur
yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit
mikroskopis

dan

fungsional

organ.

Setiap

lobus

merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempenglempeng sel hati berbentuk kubus, terususn radial
mengelilingi

sentralis yang mengalirkan darah dari

lobulus. Diantara lempeng sel hati terdapat kapilerkapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan
unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempenglempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari
lobulus. Hati

manusia

memiliki

maksimal 100.000

lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapilerkapiller yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan
cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel
Kupffer.

Sel

Kupffer

merupakan

sistem

monosit-

makrofag, yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri


dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% dari
semua makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehingga
hati

merupakan

salah

satu organ penting dalam

pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik.


Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika
yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga tempat
saluran

empedu.

Saluran

empedu

interlobular

membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang


disebut sebagai kanalikuli (tinduk tampak), yang berjalan
ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk

dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang


bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama
makin

besar

hingga

menjadi

duktus

koledokus

(Price,2005).
B. Fungsi Hati ( Aru dkk,2009 dan Guyton,2007)
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam.
sirkulasi vena porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama
dalam hal metabolisme karbohidrat, proteun dan asam lemak.
Telah dibuktikan bahwa zona-zona hepatosit yang memperoleh
oksigenasi

yang

lebih

baik

mempunyai

kemampuan

glukoneogenesis dan sintesis glutation yang lebih baik.


Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi
empedu. Saluran empedu mengalirkan kandungan empedu ke
dalam

usus

halus

sesuai

yang

dibutuhkan,

hati

mengekskresikan sekitar satu liter empedu tiap hari. Unsur


utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk
pencernaan dan absorpsi lemak dalam ileum, mengalami
resirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan
resekresi. Walaupun

bilirubin (pigmen empedu) merupakan

hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai


peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati dan

saluran empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan


dan cairan yang berhubungan dengannya. Disamping itu ke
dalam empedu juga diekskresikan zat-zat yang berasal dari
luar tubuh, misalnya logam berat, beberapa macam zat warna
dan sebagainya.
Hati Berfungsi sebagai Penyimpanan Darah
Karena hati merupakan suatu organ yang dapat
diperluas, sejumlah besar darah dapat disimpan di dalam
pembuluh darah hati. Volume darah normal hati, meliputi yang
di dalam vena hati dan yang di dalam jaringan hati, adalah
sekitar 450 mililiter, atau hampir 10 persen dari total volume
darah tubuh. Bila tekanan tinggi di dalam atrium kanan
meneybabkan tekanan balik di dalam hati, hati meluas dan oleh
karena itu 0,5 sampai 1 liter cadangan darah kadang-kadang
disimpan di dalam vena hepatika dan sinus hepatika. Keadaan
ini terjadi terutama pada gagal jantung disertai dengan kongesti
perifer. Jadi sebenarnya hati adalah suatu organ yang besar,
dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja sebagai
tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume
darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra disaat
kekurangan volume darah.
Fungsi Metabolik Hati
Hati merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia
dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan

substrat dan energi dari suatu sistem metabolisme ke sistem


yang lain, mengolah dan menyintesis berbagai zat yang
diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai
fungsi metabolisme lain. Karena itu, bagian terbesar disiplin
ilmu biokimia menulis mengenai reaksi metabolisme dalam hati.
Tetapi di sini dirangkumkan fungsi metabolisme yangvterutama
penting dalam memahami kesatuan fisiologis tubuh.
1. Metabolisme Karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi
berikut ini :
a. Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
b. Konversi glukosa dan galaktosa menjadi glukosa
c. Glukoneogenesis
d. Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara
metabolisme karbohidrat
Hati
terutama
penting
konsentrasi
glikogen

glukosa

untuk

darah

memungkinkan

hati

mempertahankan

normal.

Penyimpanan

mengambil

kelebihan

glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian


mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi
glukosa darah mulai turun terlalu rendah. Fungsi ini
disebut fungsi penyangga glukosa hati. Pada organ
dengan fungsi hati yang buruk, konsentrasi glukosa
darah setelah memakan makanan tinggi

karbohidrat

dapat meningkatkan dua atau tiga kali lebih tinggi

dibandingkan pada orang dengan fungsi hati yang


normal.
Glukoneogenesis dalam hati juga penting untuk
memperthankan konsentrasi normal glukosa darah,
karena glukoneogenesis hanya terjadi secara bermakna
apabila konsentrasi glukosa darah mulai menurun di
bawah normal. Pada keadaan demikian, sejumlah besar
asam amino dan gliserol dari terigliserida diubah menjadi
glukosa, dengan demikian membantu mempertahankan
glukosa konsentrasi glukosa darah yang relatif normal.
2. Metabolisme lemak
Walaupun banyak sel tubuh memetabolisme lemak, aspek
metabolisme leak tertentu terutama terjadi di hati. Beberapa
fungsi spesifik hati dalam metabolisme lemak mengenai lipid
adalah sebagai berikut:
a. Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain
b. Sintesis kolesterol,

fosfolipid

dan

sebagian

besar

lipoprotein
c. Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Untuk memperoleh energi dari lemak netral, lemak
oertama-tama dipecah menjadi

gliserol dan asam

lemak; kemudian asam lemak dipecah oleh oksidasi


beta menjadi radikal asetil berkarbon 2 yang membentuk
asetil koenzim A (asetil-Koa). Asetil-Koa dapat memasuki
siklus asam sitrat dan dioksidasi untuk membebaskan
sejumlah energi yang sangat besar. Oksidasi beta dapat

terjadi disemua sel tubuh, namun terutama terjadi


dengan cepat dalam sel hati. Hati sendiri tidak dapat
menggunakan

semua

asetil-Koa

yang

dibentuk

sebaliknya asetil-Koa diubah melalui kondensasi dua


molekul asetil-Koa menjadi asam asetoasetat, yaitu
asam dengan kelarutan tinggi yang lewat dari sel hati
masuk ke cairan ekstrasel dan kemudian di transpor
keseluruh tubuh untuk diabsorbsi oleh jaringan lain.
Jaringan

ini

asetoasetat

kemudian
menjadi

mengubah
asetil-Koa

kembali
dan

asam

kemudian

mengoksidasinya dengan cara biasa. Jadi, hati berperan


pada sebagian besar metabolisme lemak.
Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
kemudian di ekskresikan kembali ke dalam empedu,
sisanya diangkut ke dalam lipoprotein dan dibawah oleh
darah

ke

seluruh

jaringan tubuh. Fosfolipid juga

disintesis di semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga


disintesis di hati dan terutama ditranspor di dalam
lipoprotein.

Keduanya,

fosfolipid

dan

kolesterol,

digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur


intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting
untuk fungsi sel.

Hampir semua sintesis lemak daalam tubuh dari


karbohidrat dan protein jyga terjadi di hati. Setelah lemak
disintesis di hati, leak ditranspor dalam lipoprotein ke
jaringan lemak untuk disimpan.
3. Metabolisme Protein
Tubuh tidak dapat menggantikan kontribusi hati pada
metabolisme protein lebih dari eberapa hari tanpa terjadi
kematian.

Fungsi

hati

yang

paling

penting

dalam

metabolisme protein adalah sebagai berikut:


a. Deaminasi asam amino
b. Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh
c. Pembentukan protein plasma
d. Interkonversi beragam asam

amino

dan

sintesis

senyawa lain dari asam amino.


Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum asam
amino dapat dipergunakan untuk energi atau diubah menjadi
karbohidrat atau lemak. Sejumlah kecil deaminasi dapat
terjadi di jaringan tubuh lain, terutama di ginjal, tetapi hal ini
tidak penting dibandingkan deaminasi asam amino di dalam
hati.
Pembentukan ureum oleh hati mengeluarkan amonia
dari cairan tubuh. Sejumlah besar amonia dibentuk melalui
proses deaminasi, dan jumlahnya masih ditambah oleh
pembentukan bakteri di dalam usus secara kontinyu dan
kemudian diabsorbsi ke dalam darah. Oleh karena itu, bila

hati tidak membentuk ureum, konstentrasi amonia plasma


meningkat dengan cepat dan menimbulkan koma hepatik
dan kematian. Sebenarnya, bahkan penurunan aliran darah
yang besar melalui hati, yang kadang terjadi bila timbul
pintasan

antara

vena

porta

dan

vena

cava,

dapat

meningkatkan jumlah amonia yang berlebihan dalam darah,


suatu keadaan yang sangat toksik.
Pada dasarnya semua protein plasma, kecuali bagian
dari gamma globulin, dibentuk oleh sel hati. Sel hati
menghasilkan kira-kira 90 persen dari semua protein plasma.
Sisa gamma globulin adalah antibodi yang dibentuk terutama
oleh sel plasma dalam jaringan limfe tubuh. Hati mungkin
dapat

membentuk

protein

plasma

pada

kecepatan

maksimum 15 sampai 50 gram/hari. Oleh karena itu, bahkan


jika tubuh kehilangan sebanyak separuh protein plasma,
jumlah ini dapat digantikan dalam waktu satu atau dua
minggu.
Hal ini menarik terutama bahwa kehilangan protein
plasam menimbulkan mitosis sel hati yang cepat dan
pertumbuhan
digandakan

hati
oleh

menjadi

lebih

kecepatan

besar, pengaruh

protein

plasma

ini

sampai

konsentrasi plasma kembali normal. Pada penyakit hati


kronis (contohnya sirosis), protein plasma seperrti albumin,

dapat turun ke nilai yang sangat rendah, menyebabkan


edema generalisata dan asites.
Diantara

fungsi

hati

yang

paling

penting

adalah

kemampuan hati untuk membentuk asam amino tertentu dan


juga membentuk senyawa kimia lain yang penting dari asam
amino, misalnya yang disebut asam amino non essensial
dapat disintesis semuanya dalam hati. Untuk itu, mula0mula
dibentuk asam keto yang mempunyai komposisi kimia yang
sama (kecuali oksigen pada keto) dengan asam amino yang
akan dibentuk. Kemudian, satu radikal amino ditransfer
melalui beberapa tahap transminase dari asam amino yang
tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto.
4. Fungsi Metabolik Hati yang Lain
a. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin
Hati mempunyai kecenderungan tertentu

untuk

menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai


sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan
pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hati
adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
Vitamin B12 juga disimpan secara normal. Jumalh vitamin
A yang cukup dapat disimpan selama 10 bulan untuk
mencegah kekurangan vitamin A. Vitamin D dalam
jumlah yang cukup dapat disimpan untuk mencegah
defisiensi selama 3 sampai 4 bulan, dan vitamin B 12 yang

cukup dapat disimpan untuk bertahan paling sedikit 1


dan mungkin beberapa tahun.
b. Hati Menyimpan Besi dalam Bentuk Ferritin
Kecuali besi dalam hemoglobin darah, sebagian besar
besi di dalam tubuh biasanya disimoan di hati dalam
bentuk ferritin. Sel hati mengandung sejumlah besar
protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan
tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin
membetuk ferritin dan disimoan dalam bentuk ini di
dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam
sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar yang rendah,
maka ferritin akan melepaskan besi. Dengan demikian,
sistem apoferritin hati bekerja sebagai penyangga besi
darah dan juga sebagai media penyimpanan besi.
Fungsi

hepar

lain

daalam

hubungannya

dalam

metabolisme besi dan pembentukan sel darah merah.


c. Hati Membentuk Zat-Zat yang Digunakan untuk
Koagulasi Darah dalam Jumlah Banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada
proses koagulasi meliputi fibrinogen, protrombin, globulin
akselerator, faktor VII dan beberaapa faktor koagulasi
penting

lain.

Vitamin

dibutuhkan

oleh

proses

metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan

faktor VII, IX, dan X. Bila tidak terdapat vitamin K, maka


konsentrasi zat-zat ini akan turun secara bermakna, dan
keadaan inni mencegah koagulasi darah.
d. Hati Mengeluarkan atau Mengekskresikan Obat-Obatan
atau Zat Lain.
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya
dalam melakukan detoksifikasi atau ekskresi berbagai obatobatan,

meliputi

sulfonamid,

penisilin,

ampisilin,

dan

eritromisin ke dalam empedu.


Fungsi Imunologi
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel Kupffer,
yang meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari total
populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting
dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh
dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.

C. Mikroskopis Kerusakan Hepar


Tipe kerusakan organ hepar tergantung pada tipe agen
toksikannya, berat intoksikasi, dan lama menderita baik akut
maupun kronis (Hodgson dan Levi, 2000).
Suatu proses degeneratif yang mengarah pada kematian
sel disebut nekrosis. Nekrosis biasanya adalah kerusakan

hepar yang bisa terjadi secara fokal maupun pasif. Fokal


nekrosis adalah nekrosis yang terlokalisasi dan mempengaruhi
hanya beberapa hepatosit. Sedangkan nekrosis masif atau
nekrosis luas mengenai seluruh lobus. Kematian sel terjadi
bersamaan dengan rupturnya membran plasma, dan didahului
oleh beberapa perubahan morfologi seperti edema sitoplasma,
dilatasi

dari

retikuloendoplasmik,

akumulasi

trigliserida,

pembengkakan mitokondria dan kekacauan pada krista, juga


terpisahnya organela dan nukleusnya. Peristiwa biokimia yang
mungkin menyebabkan kerusakan hepar adalah ikatan antara
metabolit reaktif dan protein juga lemak tak jenuh (menginduksi
peroksidasi lemak dan selanjutnya pengrusakan membran),
gangguan keseimbangan homeostasis Ca 2+ seluler, gangguan
pada jalur metabolik, perubahan keseimbangan Na + dan K+,
dan hambatan pada sintesa protein. Karena hepar memiliki
kemampuan

untuk

beregenerasi,

lesi

nekrotik

bukan

merupakan suatu keadaan yang genting. Tetapi nekrotik hepar


yang luas bisa membawa pada kerusakan bahkan kegagalan
hepar (Hondgson dan Levi, 2000). Hepar memiliki cadangan
fungsional yang sangat besar, dan selain penyakit hepar
fulminan, regenarasi terjadi pada semua penyakit (Robbin
dkk,2004). Pada jejas ringan, hepar dapat segera beregenerasi
kembali pada fungsinya semula. Namun kapasitas cadangan

hepar dapat habis apabila hepar terkena penyakit yang


menyerang

seluruh

parenkim

hepar

kerusaakan pada hepar (Robbin dkk,2004).

D. Uraian Hewan
1. Klasifikasi Hewan Coba ( Sugiyanto,1995 )
Kingdom

Animalia

Filum

Chordata

Kelas

Mamalia

Ordo

Rodentia

sehingga

timbul

Sub Ordo

Odontoceti

Family

Muridae

Sub Famili

Murinae

Genus

Rattus

Species

Rattus norvegicus

2. Karakteristik Hewan Coba (Malole, 1989)


Berat badan dewasa

300-400 gram jantan; 250-300 gram betina

Berat lahir

5 6 gram

Umur dewasa

40 60 hari

Lama hidup

2-3 tahun, dapa sampai 4 tahun

Temperatur tubuh

36,0 - 39 C

Volume darah

57 70 ml/kg

Mulai dikawinkan

10 minggu ( jantan dan betina )

Jumlah pernafasan

65-115 / menit

Detak jantung

330 480/menit

Tekanan darah

90 180 sistol/60-145 diastol

AST (SGOT)

45,7 80,8 IU/liter

ALT (SGPT)

17,5 30,2 IU/liter

B. Uraian Tanaman
1. Klasifikasi tumbuhan (Heyne, 1987)
Kingdom

: Plantae

Division

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Class

: Monocotyledone

Order

: Arales

Family

: Araceae

Sub Family

: Aroideae

Genus

: Thyponium

Species

: Thyponium flagelliforme Lodd

2. Nama daerah
Ada beberapa penamaan tanaman adalah sebagai berikut
(Heyne,1987):
Indonesia
Sunda
Ternate
Jawa

: Bira kecil
: Ileus, ki babi
: Gofu sepa
: Trenggiling mentik

3. Morfologi tanaman
Keladi tikus berdaun tunggal, berwarna hijau, dan tersusun di
roset, panjang daun 6-16 cm, berbentuk lonjong dengan ujung
menajam seperti ujung tombak. Pangkal daunnya berbentuk jantung
tidak sama dan bertepi rata. Permukaan daun halus mengkilap.Ciri
khas dari tanaman ini adalah memiliki bunga unik yang bentuknya
menyerupai keladi tikus (ekor tikus). Bunganya muncul dari roset akar,

bertangkai, panjang 4-8 cm, dan berkelopak bunga memanjang 5-21


cm dan ujungnya meruncing menyerupai ekor tikus(sudewo, 2004).
4. Kandungan kimia
Ekstrak keladi tikus mengandung argirin dengan konsentrasi
tinggi (0,874 %) dan tryptophan (0,800 %)(Choo, 2001).Keladi tikus
mengandung terpenoid, flavonoid, stigmasterol, saponin, steroid, atau
triterpenoid, dan kumarin. (Palupi,2005, Handoko,2005).

5. Kegunaan
-

Membunuh atau menghambat pertumbuhan sel kanker


Menekan efek negatif dari proses pengobatan modern (kemoterapi)
seperti rambut rontok, napsu makan hilang, rasa mual dan rasa nyeri

di tubuh,
Bersifat antivirus
Antibakteri
Mengobati penyakit

seperti

koreng,

borok,

frambusia,

dan

menetralisir racun (Hariana,2008).

C. Metode Ekstraksi
1. Defenisi ekstraksi (Ditjen POM,1986; Tobo dkk.,2001)
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif
dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk
biota laut dengan menggunakan pelarut yang sesuai.Zat-zat aktif

tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan


berbeda.Demikian pula ketebalannya sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
2. Metode ekstraksi secara maserasi(Ditjen POM,1986)
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar
sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Persitiwa tersebut
terulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
dan di dalam sel.
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia
dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi
dengan cairan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindung dari cahaya sambil diaduk secara berulang-ulang, lalu
diserkai, diperas dan dicuci residunya dengan cairan penyari. Penyarian
diakhiri setelah hasil kromatografi lapis tipis tidak memperlihatkan
adanya noda, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada
tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu residu dipisahkan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.

Tempat/ Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober sampai selesai


penelitian.Dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
B. Populasi dan Sampel

Sampel yang digunakan adalah umbi keladi tikus (Thyponium


flagelliforme Lodd) yang diperoleh dari kabupaten Bulukumba Sulawesi
Selatan. Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) yang dibagi atas 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri
atas 3 ekor tikus.
C. Bahan dan Alat
1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan adalah alat maserasi dan refluks, batang
pengaduk, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik (Ohauss),
timbangan hewan (Berkel), mikropipet (Huawei), gunting aseptis,
penangas air, seperangkat alat rotavapor.
2. Bahan yang digunakan
Bahan-bahan dari penelitian ini adalah air suling, aluminium foil,
curliv, EDTA, etanol 96%, kapas, Na.CMC, paracetamol, ketamin,
Pereaksi SGPT dan sampel umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme).
D. Metode Kerja
1. Penyiapan Bahan Penelitian
a. Pengambilan sampel
Pengambilan

sampel

umbi

keladi

tikus

(Thyponium

flagelliforme) dilakukan pada siang hari sekitar pukul 15.00 WITA di


Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Pengolahan Sampel
Umbi keladi tikus (Thyponium flagelliforme), dibersihkan dari
kotoran-kotoran yang melekat dengan menggunakan air yang

mengalir, umbi kemudian dipotong hingga menjadi bagian-bagian


yang lebih kecil, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari
langsung.
2. Ekstraksi Sampel
Sampel kering yang telah di haluskan diambil dan ditimbang
sebanyak 600 g kemudian di masukkan kedalam wadah untuk
dimaserasi, kemudian ditambahkan etanol hingga simplisia tersebut
terendam, dibiarkan selama 1 hari dalam bejana tertutup dan terlindung
dari cahaya matahari sambil diaduk secara periodik, setalah itu
simplisia disaring. Maserasi dilanjutkan kembali selama 2 hari dengan
pelarut etanol yang baru, sambil diaduk secara periodic, kemudian
disaring.Maserasi kembali dilanjutkan selama 2 hari menggunakan
pelarut etanol yang baru. Ekstrak etanol yang telah diperoleh
dikumpulkan kemudian diuapkan dan didapatkan ekstrak etanol
(Depkes RI,1989).
3. Pembuatan Suspensi Natrium Karboksimetilselulosa (Na.CMC 1%
b/v)
Sebanyak 1 gram Na.CMC ditimbang dan dilarutkan dengan 50
ml air hangat sambil diaduk hingga larut kemudian dicukupkan
volumenya hingga 100ml dengan air suling dan diaduk hingga
homogen.
4. Pembuatan Suspensi Ekstrak Umbi Keladi Tikus (Thyponium
flagelliforme)

Suspensi yang dibuat adalah suspensi ekstrak etanol umbi


keladi tikus (Thyponium flagelliforme) dengan konsentrasi 2%, 4%,
dan 6% b/v. Cara pembuatan larutan ekstrak etanol 2% b/v adalah
sebanyak 2 mg ekstrak keladi tikus ditimbang lalu disuspensikan
dengan Na.CMC sedikit demi sedikit sambil diaduk sebanyak 100 ml
hingga homogen. Dilakukan hal yang sama untuk pembuatan
suspensi ekstrak etanol keladi tikus 4% b/v dan 6% b/v dengan
menimbang ekstrak etanol keladi tikus masing-masing 4 mg dan 6 mg.
5. Pembuatan Suspensi Curliv
Suspensi Curliv dibuat dengan menimbang 115.02 mg lalu
ditambahkan Na.CMC 1% b/v sebanyak 50 ml dan diaduk rata hingga
homogen.
6. Pembuatan Suspensi Paracetamol
Suspensi paracetamol dibuat dengan dosis tinggi yaitu 2,5
g/kgBB. Dimana paracetamol ditimbang sebanyak 0,00075 mg lalu
ditambahkan suspensi Na.CMC 1% kemudian dimasukkan dalam labu
ukur. Aduk

sampai

terbentuk

suspensi

yang

homogen.

Dosis

paracetamol dipilih berdasarkan dosis hepatotoksiknya terhadap tikus


yaitu 2,5 g/kgBB (Donatus. Et al.,1983).
7. Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji
a. Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih jantan yang berumur 1-2 bulan dengan bobot badan 100-200

gram yang telah dikarantina untuk menyesuaikan dengan lingkungan


selama waktu kurun 1 minggu.
b. Penyiapan Hewan Uji
Disiapkan 15 ekor tikus putih jantan dibagi 5 kelompok yaitu
kelompok kontrol negatif( larutan koloidal Na.CMC 1% b/v),
kelompok kontrol positif ( suspensi curliv ), kelompok ekstrak keladi
tikus 2% b/v, kelompok ekstrak keladi tikus 4% b/v, dan kelompok
ekstrak keladi tikus 6% b/v.
8. Perlakuan terhadap hewan uji
Terlebih dahulu tikus puih jantan dipuasakan selama 3-4 jam sebelum
perlakuan. Lalu diambil darah tikus putih jantan untuk diukur kadar SGPT
awal. Setelah itu semua kelompok perlakuan diinduksi dengan
pemberian suspensi paracetamol selama 2 hari dan setelah 2 hari
dilakukan pengukuran kadar SGPT, kemudian diberikan perlakuan
sebagai terapi masing-masing sebagai berikut:

Kelompok I (kelompok kontrol negatif) diberi larutan koloidal Na.CMC


1% b/v selama 7 hari secara peroral.

Kelompok II (Kelompok kontrol positif diberi suspensi curliv selama 7


hari secara peroral.

Kelompok III diberi suspensi esktrak etanol keladi tikus 2% b/v selama
7 hari secara peroral.

Kelompok IV diberi suspensi ekstrak etanol keladi tikus 4% b/v selama


7 hari secara peroral.

Kelompok V diberi suspensi ekstrak etanol keladi tikus 6% b/v selama


7 hari secara peroral.
Diukur kadar SGPT akhir.

9. Pengukuran Kadar SGPT Darah Hewan Uji (Elitech Procedure)


Tabung eppendrof yang telah beirisi sampel darah selanjutnya
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian
diambil serumnya lalu dilakukan pengukuran kadar SGPT dengan cara
sebanyak 25 l serum darah ditambahkan 250 l pereaksi uji SGPT dan
diukur kadarnya pada alat Human Analyzer (Microlab 300).
E. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental
laboratorium dan bersifat deskriptif dan diujikan pada hewan uji.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A.R.,et al., 2012, Isolasi dan Elusidasi Struktur Antioksidan dan
Penghambat Enzim Xantin Oksidase Ekstrak Daun Pletekan (Ruellia
tuberosa L.), Tesis, M.Farm., Fakultas MIPA, Universitas Indonesia,
Depok.
Choo Cy, Chan KI, Takeya K, Itokawa H., 2001. Citotoxic Activity of
Typhonium flagelliforme Lodd.Phytother. Res, 15 (3) : 260-2
Corwin, E.J.2009. Buku Saku Patofisiologi.Penerbit Buku Kedokteran
EGC:Jakarta
Ditjen POM.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Depkes RI:Jakarta
Farombi, E.O.,Moller,P.,Dragsted,L.O.,2004.Ex-Vivo and In Vivo Protective
Effect of Kolaviron Againts Oxygen-Derived Radical-Induced DNA
Damaged and Oxidative Stress In Human Iymphocytes and Rat Liver
Cells, Cell Biol Toxicol.20(2):71-82
Guyton, A.C.,Hall, J.E.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Penerbit
buku kedokteran EGC:Jakarta

Handoko, B.J.F., 2005. Karakterisasi dan Uji Hayati Pendahuluan Metabolit


Sekunder Aktif dari Fraksi Etil Asetat Umbi Keladi Tikus (Typhonium
flagelliforme Lodd). Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
Hariana, A., 2008.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Edisi kedua. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid IV, Edisi 1. Badan
Penelitian dan pengembangan Kehutanan, Jakarta.
Hodgson E, Levi P.E.2000.Target Organ Toxicity. In Textbook of Modern
Toxycologi.2nd ed.Boston.McGraw Hill.pp102-247
Irianto, Kus.2004. Struktur dan Fungsi
Paramedis.Yrama Widya:Bandung

Tubuh

Manusia

untuk

Lu, C.F.1995.Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko


Edisi II.UI Press: Jakarta
Malole, M.BM., dan Pramono, C.S.U.1989.Penggunan Hewan-Hewan
Laboratorium.Penelaan Masduki Partadirja Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.Universitas IPB:Bogor
Mansjoer, A.et al.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Pertama.Media Aesculapius FK UI:Jakarta
Palupi, D., 2005. Isolasi Identifikasi dan Uji Hayati Salah Satu Kandungan
Kimia dalam Fraksi n-heksan dari Ekstrak Metanol Herba Keladi
Tikus (Typhonium flagelliforme Lodd)Araceae. Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila, Jakarta.
Price, SA.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
Robbins S.L., Kumar V.,Cotran R.S.2004.Buku Ajar Patologi I dan II Edisi
7.Alih Bahasa:Pendit B.U.Jakarta:EGC,pp:664-669
Sari,W.2008.Care Your Self Hepatitis.Penebar Plus:Jakarta
Sibue, H.et al.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Rineka Cipta:Jakarta
Sudewo, B., 2004. Tanaman obat popular penggempur Aneka penyakit.
Agromedia Pustaka.
Sudoyo, Aru.et al.2009.Buku
Publishing:Jakarta

Ajar

Ilmu

Penyakit

Dalam.Interna

Sugiyanto.1995.Petunjuk Praktikum Farmakologi Edisi IV.Fakultas Farmasi


Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi.Jogya:UGM
Wilson, dan Ross.2011.Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi.Penerbit Salemba
Medika:Jakarta

PROPOSAL PENELITIAN

UJI EFEK HEPATOTERAPI EKSTRAK ETANOL KELADI TIKUS


(Thyponium flagelliforme) TERHADAP TIKUS JANTAN
(Rattus norvegicus)
DINA MARDIANA
150 2013 0157

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai