Materi Ke-14
Materi Ke-15
(SPIP),
PENGAWASAN,
PENGELOLAAN
DAN
DAN
PEMERIKSAAN
TANGGUNGJAWAB
143010004497
PUTERI AL PHAROSI
143010004544
143010004527
143010004565
143010004501
KELAS II-G
2015
Daftar Isi
DAFTAR ISI
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (BLU) ....................................... 1
14.1 KONSEPSI DASAR BADAN LAYANAN UMUM ....................................................... 1
14.1.1
14.1.2
14.1.3
14.1.4
14.2.2
14.3.2
14.4.2
14.4.3
14.4.4
14.4.5
14.4.6
Investasi .................................................................................................................13
14.4.7
14.4.8
14.4.9
Daftar Isi
14.5.2
14.5.3
Remunerasi.............................................................................................................18
15.1.2
15.1.3
15.5.2
ii
Materi Ke-14
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (BLU)
14.1
Peraturan Pemerintah RI
a. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang MilikNegara/Daerah
Perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
57/PMK.05/2007
merupakan
bagian
perangkat
pencapaian
tujuan
kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian
layanan umum
yang
didelegasikan
kepadanya
oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Rencana
kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
kementerian negara/lembag/SKPD/pemerintah daerah. BLU mengelola penyelenggaraan layanan
umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka mewujudkan konsep bisnis yang
sehat, BLU harus senantiasa meningkatkan efisiensi dan produktivitas, antara lain dengan
kewenangan merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan.
14.2
semi
barang/jasa
publik
(quasipublic
goods).
Contoh
instansi
yang
menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum adalah pelayanan bidang
kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa
penelitian dan pengujian. Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau
kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet).
Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaen dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha
kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya
melalui
BLU
sebagaimana
direkomendasikan
oleh
menteri/pimpinan
Pernyataan kesanggupan dibuat oleh pimpinan instansi yang mengajukan usulan sebagai
BLU dan diketahui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
b. pola tata kelola;
Pola tata kelola (corporate governance) BLU yang dimaksud adalah peraturan internal
yang antara lain menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan tranparansi.
c. rencana strategis bisnis;
Rencana strategis bisnis mencakup antara lain pernyataan visi, misi, program strategis,
dan pengukuran pencapaian kinerja.
d. laporan keuangan pokok;
Laporan keuangan pokok yang dimaksud adalah laporan keuangan yang berlaku bagi
instansi tersebut, termasuk laporan realisasi anggaran/Iaporan operasional keuangan, laporan
posisi keuangan, laporan arus kas (dalam hal berlaku), dan catatan atas laporan keuangan, serta
neraca/prognosa neraca.
e. standar pelayanan minimum; dan
Standar pelayanan minimum yang dimaksud adalah prognosa standar pelayanan
minimum BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan/gubemur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai persyaratan administratif dalam rangka pengusulan dan penetapan satuan
kerja instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum adalah
Nomor 119/PMK.05/2007.
Dokumen
mendapatkan
disampaikan
persetujuan
kepada
sebelum
menteri/pimpinan
disampaikan
lembaga/kepala
kepada
SKPD
Menteri
untuk
Keuangan/
Keuangan/gubernur/bupati/walikota,
sesuai
dengan
kewenangannya.
Menteri
persyaratan. Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU
bertahap. BLU-Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah
dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan
standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. Fleksibilitas tidak diberikan dalam
pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan jasa. Batas-batas fleksibilitas
yang diberikan dan yang tidak diberikan tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan
memuaskan. Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah
terpenuhi, namun persyaratan administratif sebagaimana belum terpenuhi secara memuaskan.
Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun. BLU-Bertahap harus memenuhi seluruh
persyaratan secara memuaskan untuk ditetapkan menjadi BLU secara penuh dalam periode
tersebut pada ayat ini. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, maka status BLU-Bertahap dibatalkan.
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan
penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
diterima dan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
Penerapan PPK-BLU berakhir apabila:
a. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
b. dicabut
oleh
Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota
berdasarkan
usul
dari
penetapan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Menteri
membuat: penetapan
pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal
usul pencabutan diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan
dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan
kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan. Dalam rangka menilai usulan
penetapan dan
pencabutan,
Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota,
sesuai
dengan
14.3
Umum)
menggunakan
standar
pelayanan
minimum,
yang
ditetapkan
oleh
walikota, sesuai dengan kewenangannya, dibantu oleh suatu tim dengan nara sumber yang berasal
dan sektor terkait. Tarif layanan BLU harus mempertimbangkan:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat.
14.4
Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan
anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau
Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD. BLU
menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA
menjadi RBA definitif.
menteri/pimpinan
Sebagai
manifestasi
dari
hubungan
kerja
antara
menteri/pimpinan
pelaksanaan
anggaran
BLU
diatur
dengan
Peraturan
Menteri
10
11
12
panjang ditujukan hanya untuk belanja modal. Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang
berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai pinjaman. Kewenangan peminjaman diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota. Pembayaran kembali utang merupakan
tanggung jawab BLU. Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak
utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Jatuh tempo dihitung
sejak 1 Januari tahun berikutnya.
14.4.6 Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Investasi jangka panjang yang
dimaksud antara lain adalah penyertaan modal, pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang,
atau investasi langsung (pendirian perusahaan). Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang
berbadan
hukum,
kepemilikan
badan
usaha
tersebut
ada
pada
Menteri
Keuangan/
13
BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan
pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLU atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Kewenangan
pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis
barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan hasil penjualan aset
tetap sebagai akibat dari pengalihan merupakan pendapatan BLU. Pengalihan dan/atau
penghapusan aset tetap dilaporkan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi
BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tanah
dan
bangunan
BLU
disertifikatkan
atas
nama
Pemerintah
Republik
Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
14
15
likuiditas BLU. Surplus anggaran BLU dimaksud adalah selisih lebih antara pendapatan dengan
belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk
disetujui penggunaannya.
Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan
kewenangannya. Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan
anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran
berikutnya. Defisit anggaran BLU dimaksud adalah selisih kurang antara pendapatan dengan
belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu
periode anggaran.
14.5
2. Pejabat keuangan;
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
16
3. Pejabat teknis.
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing
yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau
tenaga profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan
dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari pegawai negeri sipil
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
keuangan
BLU
dilakukan
oleh
Menteri
Keuangan/PPKD
sesuai
dengan
17
BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
14.5.3 Remunerasi
Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi
berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota atas usulan
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
18
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
Materi Ke-15
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP),
PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN
TANGGUNGJAWAB KEUANGAN NEGARA (PPTKN)
15.1
19
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
keuangan
negara,
Presiden
selaku
Kepala
Pemerintah
mengatur
dan
15.2
20
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
Pemerintah wajib
menciptakan dan
memelihara
lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem
Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian
Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang
berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi
sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan,
sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, dan pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan
kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.
21
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
15.3
eksternal pemerintah. Pengawasan intern dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui:
a.
audit;
b.
reviu;
c.
evaluasi;
d.
pemantauan; dan
e.
a.
BPKP;
b.
Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern;
c.
d.
Inspektorat Kabupaten/Kota.
BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan
b.
kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara; dan
c.
melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
Dari Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 di atas tidak disebut BPK sebagai Badan
Pengawas Intern Pemerintah. Hal tersebut berarti BPK secara legal hukum disebut sebagai
22
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
pengawas ekstern pemerintah. Begitu pula pengawasan oleh DPR dan DPRD (pengawasan
politik); pengawasan oleh masyarakat (Wasmas - social control) dan pengawasan oleh lembaga
peradilan (pengawasan yudikatif).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan badan pengawas tertinggi dalam hal keuangan
Negara, sebagaimana diatur dalam Bab VIIIA Pasal 23E, 23F dan 23G UUD Negara Republik
Indonesia 1945. Kedudukan Badan Pemeriksaan Keuangan diatur lebih lanjut dengan UU Nomor
15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. Menurut ketentuan Pasal 2 UU Nomor 15
Tahun 2006, BPK merupakan satu lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara.
Sementara pengawasan DPR dan DPRD dikenal dengan pengawasan politik. DPR dan DPRD
melakukan pengawasan terhadap pemerintah atau daerah sesuai dengan tugas, wewenang, dan
haknya. Pengawasan DPR dilakukan melalui kegiatan Dengar Pendapat, Kunjungan Kerja,
pembentukan Panitia Khusus, dan pembentukan Panitia Kerja pemandangan umum fraksi-fraksi
dalam rapat paripurna; Pembahasan dalam Sidang Komisi; dan sebagainya sebagaimana diatur
dalam tata tertib dan peraturan perundang-undangan.
15.4
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undangundang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh
satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam
Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan
tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai saat ini, BPK masih
berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR
(Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor
320).
23
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
Sampai saat ini BPK, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan, masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam
pelaksanaan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, selain
berpedoman pada IAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada Indische
Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925 Nomor 448 Jo. Lembaran Negara 1968 Nomor 53).
Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam Undang-undang ini diatur
hal-hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara sebagai berikut:
1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa;
2. Lingkup pemeriksaan;
3. Standar pemeriksaan;
4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan;
5. Akses pemeriksa terhadap informasi;
6. Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern;
7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut;
8. Pengenaan ganti kerugian negara;
9. Sanksi pidana.
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemeriksa
adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara untuk dan atas nama BPK. Pejabat yang diperiksa dan/atau yang bertanggung jawab adalah
satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara. Lembaga perwakilan
adalah DPR, DPD, DPRD Provinsi dan/atau DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
24
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
15.5
Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan
pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
25
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
2.
Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan
atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah.
Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian
lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar
kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan
efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.
3.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan
tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas
didasarkan pada suatu standar pemeriksaan.
Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan
profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu
mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang
pemeriksaan.
26
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengawasan, dan Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (PPTKN)
kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan
difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan
keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat
pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.
BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang
diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan
pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan berlangsung.
27
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/4929177/BLU_Badan_Layanan_Umum_
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/21142-sistempengendalian-intern-dan-ekstern-pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 Tentang Persyaratan Administratif Dalam
Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi pemerintah Untuk Menerapkan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
28