Anda di halaman 1dari 13

ISU TERKINI

TERKAIT CUKAI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
CHRISTOPHER RICARDO SITOMPUL (4)
GHASSIN SAFFANI PUTRI
(13)
JUWITO ARIBOWO
(17)
KOMANG YAGUS SETIAWAN
(18)
MUH. IQBAL BAHRUN
(21)
RIDWAN HERIANSYAH PUTRA
(25)
KELAS 4-B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBENDAHARAAN NEGARA


JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2016

ISU I: TARGET PENERIMAAN CUKAI 2016 DINILAI SULIT TERCAPAI


Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara untuk
membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan, sedangkan
Sumber-sumber penerimaan Negara berasal dari berbagai sektor, dimana semua
hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan
meningkatkan kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia. Sumber-sumber penerimaan
Negara antara lain pajak, retribusi, pinjaman,keuntungan BUMN/BUMD, dll,,dan
penerimaan negara yang paling potensial adalah dari peneriman pajak. , dan salah
satu penerimaan pajak dalam negeri yaitu cukai. Dapat dikatakan setiap tahunnya
penerimaan negara dari sektor pajak mengalami kenaikan. Pada dasarnya
penerimaan negara didapat dari masyarakat dan semestinya digunakan lagi bagi
kepentingan masyarakat pada umumnya
Istilah Cukai banyak orang yang tahu tentang istilah ini. Karena diantara
secara sadar maupun tidak orang orang juga membayar cukai, contohnya dengan
menghisap rokok atau meminum minuman keras yang juga merupakan objek
cukai. Cukai itu sendiri adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang
barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam
undang-undang, dimana kita tahu bahwa realisasi dari penerimaan Bea cukai
setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada tahun
2016 target penerimaan cukai dinilai sulit tercapai. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penerimaan cukai pada tahun 2016 sulit tercapai dari target yang
diinginkan.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan realisasi
penerimaan cukai per akhir Februari 2016 senilai Rp 2,27 triliun, turun sekitar 87
persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 17,3 triliun. Rendahnya
penerimaan pada awal tahun ini merupakan konsekuensi atas pemberlakuan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015 tentang Penundaan
Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau importir Barang Kena Cukai
yang melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai. Akibatnya
Produsen rokok tersengal-sengal karena mengejar target cukai yang tinggi.

Terlebih di tahun ini hanya ada 12 bulan dengan target yang sama seperti 14 bulan
di tahun 2015.
Selain itu yang penurunan penerimaan bea cukai sampai dengan 29
Februari ini dipicu kenaikan tarif cukai rokok sebesar 11,3 persen pada 2016. Hal
ini telah mendorong pembelian pita cukai besar besaran di akhir tahun 2015.
Sehingga, di Januari dan Februari 2016 turun pemesanan pitanya, Ditambah lagi
pada Januari maupun Februari 2016, produksi rokok berdasarkan CK-1 samasama mengalami penurunan produksi di banding 2015, yakni 22,30 persen
(Januari) dan 24,73 persen (Februari).
Perlu diperhatikan juga adalah munculnya pita cukai ilegal. Dari data
Universitas Gajah Mada, tahun 2014 pita cukai ilegal mencapai 11 persen.
Disamping itu masih maraknya peredaran rokok bodong (tak berpita cukai) yang
masih bebas dan belum jelas penanganan dari pemerintah. Ditambah lagi
kebijakan yang mengharuskan perusahaan membayar tunai 3 bulan atas beban
cukainya sangat menggangu perusahaan rokok.
Tapi dari pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tetap optimis akan peningkatan penerimaan cukai pada tahun 2016. ,
kondisi penurunan penerimaan tersebut akan berbalik arah ke keadaan normal lagi
pada Maret ini. Bahkan cenderungnya penerimaan meningkat, dan puncaknya
terjadi pada Desember mendatang. Sehingga target penerimaan cukai rokok pada
tahun ini masih bisa dicapai.
Penurunan penerimaan cukai di akhir bulan Februari 2016 dibanding tahun
lalu merupakan dampak dari penerapan beberapa kebijakan terkait cukai pada
tahun ini. Diantaranya adalah PMK No 20/2015 dan kebijakan kenaikan tarif
cukai. Sebagai akibat dari pemberlakuan No 20/2015 maka kesempatan negara
mendapat penerimaan cukai dari pembayaran kewajiban cukai pada tahun
sebelumnya menjadi hilang. Dan dari penerapan kebijakan kenaikan tarif cukai
pada tahun 2016 berakibat respon perusahan rokok yang memborong pita cukai
pada akhir tahun 2015 untuk memenuhi persediaannya sehingga pemesanan pita
cukai pada awal tahun 2016 menurun.

Sebaiknya penerpan kebijakan-kebijakan tersebut tidak terlalu dekat


rentangnya, terutama kebijakan kenaikan taif cukai. Karena kebijakan kenaikan
tarif cukai mempunyai peluang blunder lebih besar kepada pemerintah. Kebijakan
kenaikan tarif ini dapat mengakibatkan keengganan perusahaan untuk
meningkatkan produksinya hingga kemungkinan PHK karyawan bisa terjadi.
Sehingga bukanya peningkatan penerimaan yang diperolah, malah kerugian yang
ada.

ISU II: RENCANA PENGENAAN CUKAI PLASTIK KEMASAN AIR


MINUM
1) Pemerintah Bidik Cukai Plastik Kemasan Air Minum
Hans Henricus B.S Aron - detikfinance
Selasa, 29/03/2016 06:57 WIB
Jakarta -Pemerintah sedang mengkaji pengenaan cukai untuk plastik kemasan air
minum. Kajian ini sedang digarap Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
"Iya Sedang dikaji. Plastik untuk minuman. Contohnya, untuk minuman botol,
cup, kemudian minuman-minuman lain yang kemasannya dari plastik itu," ujar
Kepala Pusat Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kementerian
Keuangan, Goro Ekanto, kepada detikFinance, Senin (28/3/2016).
Menurut Goro, tujuannya pengenaan cukai adalah untuk menekan dampak negatif
plastik terhadap lingkungan. Selama ini, Goro mengatakan, masih banyak orang
yang tak menyadari bahwa plastik itu bahan yang tak mudah terurai di alam
karena butuh waktu yang sangat lama.
"Kebijakan itu akan mengarahkan perilakunya. Kita kan minum buang, minum
buang,

padahal

itu

dampaknya

mahal

sekali.

Zaman

sekarang

kita

perlu aware sama lingkungan. Padahal begitu sungainya macet karena plastik kita
marah-marah," kata Goro.
Namun, Goro belum bisa memastikan berapa besarnya cukai yang akan
dikenakan. Alasannya, sampai saat ini masih dalam kajian internal Kementerian
Keuangan. Selain itu, rencana kebijakan ini perlu dibahas lebih lanjut bersama
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perindustrian,
serta para pemangku kepentingan lainnya
"Kajian dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kita juga minta
kajian kementerian Perindustrian, harus juga ke mereka. Minta masukan
dari stakeholder yang lain," tuturnya. Dia menambahkan, hasil kajian itu
diharapkan bisa selesai tahun ini. Sehingga, Menteri Keuangan bisa segera
menentukan kapan kebijakan tersebut berlaku sehingga bisa menambah
penerimaan negara dari sektor cukai.

"Kalau tahun ini selesai, jadi paling tidak ada sedikit tambahan untuk penerimaan
cukai. Nanti hasilnya diserahkan ke Menteri Keuangan," pungkas Goro.
2) Wacana Cukai Plastik Kemasan Air Minum Dinilai Salah Sasaran
Muhammad Abdi Amna Kamis, 31/03/2016 01:02 WIB
Bisnis.com, JAKARTAPelaku industri menilai kajian pengenaan cukai pada
plastik kemasan air minum yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal salah sasaran
dan berpotensi semakin menurunkan penerimaan negara.
Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia
(Aspadin), mengatakan dibutuhkan kajian yang komprehensif untuk mengenakan
cukai pada plastik kemasan air minum, mengingat pelaku usaha ini di Indonesia
mencapai 700 unit dengan 2.000 merek dagang.
Ini industri padat karya dengan ratusan ribu tenaga kerja. Konsumen industri air
minum dalam kemasan sangat sensitif dengan perubahan harga. Jika pengenaan
cukai tetap dipaksakan, potensi penurunan penjualan akan menimbulkan efek
ganda, ujarnya kepada Bisnis, Rabu (30/3/2016).
Industri air minuman kemasan, lanjutnya, berhubungan langsung dengan industri
plastik, serta logistik. Dengan demikian, pengenaan cukai yang berpotensi
menekan permintaan juga berdampak langsung pada produksi industri plastik dan
logistik nasional.
Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam menyusun kajian ini.
Karena, sesuai undang-undang yang berlaku, pengenaan cukai diberikan kepada
barang tertentu yang perlu dikendalikan, peredaran diawasi, menimbulkan
dampak negatif kepada lingkungan dan lainnya.
Jika isu lingkungan yang dijadikan dasar kajian pengenaan cukai, lanjutnya, hal
ini tidak relevan. Pasalnya, limbah plastik kemasan air minum yang memiliki nilai
ekonomi tinggi ditarik dan dikumpulkan kembali oleh industri daur ulang plastik.
Limbah plastik air kemasan bernilai tinggi, sehingga dicari sebagai bahan baku
industri plastik daur ulang. Persentase daur ulang limbah plastik air kemasan
paling tinggi ketimbang plastik jenis lainnya, tuturnya.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan berhati-hati memberlakukan cukai pada
plastik air kemasan yang pada tahun lalu berproduksi 24,7 miliar liter kubik
dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun berkisar 8%-10%.

Cukai merupakan salah satu punguntan negara yang dikenakan oleh


pemerintah terhadap barang-barang tertentu. Adapun barang kena cukai adalah
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik antara lain,
konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakainnya dapat
menimbulkan efek negative bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau
pemakaiannya

perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan

keseimbangan.
Pemasukan

dari

cukai

sumbangsih yang cukup besar.

terhadap

pendapatan

negara

memberikan

Besarnya kontribusi cukai terhadap pendapatan

negara dapat kita lihat pada capaian cukai tahun 2015 lalu sebesar Rp 144,6
trilliun atau 99,2 persen target APBN-P. Kemudian pada tahun 2016 ini demi
meyelamatkan anggaran maka pemerintah terus melakukan perluasan terhadap
objek pajak dan cukai. Berkesinambungan dengan kebijakan Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 terkait perluasan objek
cukai maka pemerintah mulai melakukan kajian-kajian terhadap barang-barang
yang berpotensi untuk dikenakan cukai. Sebagaimana karakteristik barang kena
cukai, maka pengkajian diarahkan pada barang-barang yang memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan. Salah satu yang menjadi kajian dari pemerintah ialah
plastik kemasan air minum.
Plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. Ada
berbagai alasan sehingga orang menggunakan kemasan plastik sebagai
pembungkus pada makanan dan minuman, antara lain karena plastik memiliki
sifat-sifat unggulan seperti: kuat, ringan, tidak berkarat, serta dapat diberi label
atau cetakan dengan berbagai kreasi serta ada yang mudah diubah bentuknya
mengikuti bentuk makanan atau minuman tersebut. Akan tetapi sifat konsumtif
masyarakat tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh sampah plastic
yang semakin hari semakin menumpuk. Masyarakat tidak memperhatikan sifat
plastic yang sulit terurai dan membutuhkan waktu relatif lama untuk bisa
diuraikan. Sampah plastic berserakan dimana-mana, mengotori lingkungan,
menimbulkan bau tidak sedap. Hal ini melatarbelakangi mulai dikajinya plastic
kemasan air minum sebagai salah satu objek barang kena cukai. Rencana
pengenaan cukai terhadap plastic kemasan minuman itu dilakukan untuk

mengendalikan konsumsi masyarakat, sehingga dapat menekan dampak negatif


plastik terhadap lingkungan
Rencana pengenaan cukai terhadap plastik kemasan air minum memiliki
dampak luas bagi masyarakat dan menyentuh setiap lini dalam masyarakat serta
berdampak pada perekonomian nasional. Rencana kebijakan ini tentunya
memerlukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan. Sebagai kebijakan yang akan memberi dampak luas, kajian
rencana tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak dengan beragam
kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan pro kontra antar satu sama lain. Di
satu sisi, langkah penyelamatan anggaran negara yang salah satunya melalui
perluasan objek cukai memang sangat diperlukan demi tercapainya target
pendapatan guna mendanai kebutuhan negara. Selain itu, sampah plastic kemasan
air minum akan menimbulkan masalah lingkungan jika tidak segera ditanggulangi
dengan penerapan kebijkan-kebijkan baru. Akan tetapi di sisi lain, penerapan
kebijakan tersebut memberi dampak kurang baik terhadap dunia insdutri. Industri
yang akan sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut ialah industri air
minum, industri plastik, dan logistik. Penerapan cukai akan berdampak pada
kenaikan harga, penurunan produksi, pengurangan tenaga kerja, dan berbagai
multipliyer effect yang pada akhirnya akan dirasakan dampaknya oleh
perekonomian nasional.
Sebagaimana

yang kita ketahui bahwa target penerimaan negara

sebelumnya belum mencapai target yang telah ditentukan sehingga menjadi


semakin menambah defisit APBN. Oleh karena itu pemerintah ingin
meningkatkan penerimaan negara salah satunya dengan cara menambah objek
pengenaan cukai.
Hal ini berkaca pada penerimaan DJBC dari post pungutan cukai memberi
sumbangsih yang cukup besar terhadap pendapatan negara. Tujuan meningkatkan
pendapatan negara melalui perluasan objek cukai ini juga dikaitkan dengan isu
lingkungan yaitu permasalahan lingkungan yang timbul akibat sampah plastik
kemasan air minum yang semakin hari jumlahnya semakin mengkhawatirkan.
Mengacu pada kebijakan yang telah lebih dulu diterapkan yaitu pengenaan cukai
terhadap kantong plastik maka rencana pengenaan cukai terhadap plastik kemasan
air minum ini dipandang akan lebih efektif mengingat jumlah produksi air minum
7

yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan tentunya sampah plastik
dari kemasan airpun juga akan bertambah. Hal yang ingin dicapai oleh pemerintah
dari penerapan kebijakan ini ialah untuk menambah pendapatan negara agar target
pendapatan negara tercapai untuk dapat membiayai belanja dan berbagai
kebutuhan dalam APBN. Kemudian selain itu, untuk menekan penggunaan
kemasan plastik yang dapat memberi dampak negatif pada lingkungan karena
salah satu sifat plastik yang tidak mudah terurai.
Kondisi diatas merupakan kondisi ideal yang diharapkan dari penerapan
kebijakan tersebut. Akan tetapi kami kaji lebih dalam dari berbagai sudut pandang
dan menghasilkan pendapat berbeda. Hal tersebut berdasarkan fakta-fakta yang
terjadi di lapangan. Pelaku usaha air minum di Indonesia mencapai 700 unit
dengan 2.000 merek dagang. Karenanya dibutuhkna kajian yang komprehensif
untuk mengenakan cukai pada plastik kemasan air minum. Konsumen air minum
dalam kemasan sangat sensitif terhadap perubahan harga. Kenaikan harga akibat
adanya pemungutan cukai akan memberi dampak signifikan terhadap produksi air
minum

dalam

kemasan

yaitu

menurunnnya

jumlah

produksi.

Dengan

menurunnnya jumlah produksi tersebut maka tentu akan menurunkan jumlah


pegawai yang dibutuhkan sehingga dapat mengakibatkan PHK bagi sebagian
pegawai yang kemudian dapat meningkatkan jumlah pengangguran. Sebagaimana
yang kita tahu, peningkatkan pengangguran akan menimbulkan dampak lain
seperti meningkatknya jumlah kriminalitas dan angka kemiskinan. Selain itu
industri air minuman kemasan berhubungan langsung dengan industri plastik,
serta logistik. Dengan demikian, pengenaan cukai yang berpotensi menekan
permintaan juga berdampak langsung pada produksi industri plastik dan logistik
nasional.
Fakta lain yang perlu diperhatikan ialah bahwasanya limbah plastik
kemasan air minum memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga ditarik dan
dikumpulkan kembali oleh industri daur ulang plastik. Kita sering melihat
dimana-mana pemulung mengumpulkan plastik kemasan air minum dan dijual
kembali. Hal ini merupakan salah satu usaha pengurangan sampah plastik dari air
minum kemasan. Persentase daur ulang limbah plastik air kemasan paling tinggi
ketimbang plastik jenis lainnya. Jika yang pemerintah khawatirkan ialah sampah
plastik air minum dapat menumpuk dan menyumbat saluran air yang nantinya
8

dapat menimbulkan banjir, maka perlu kita amati lagi bahwa yang banyak
menyumbat saluran air ialah sampah plastik seperti pembungkus makanan,
pembungkus deterjen, dsb. Bentuk penanggulangan lain terhadap sampah ialah
bisa dapat dilakukan dengan melakukan daur ulang menjadi berbagai produk
bernilai ekonomi seperti kerajinan tangan, ornament bangunan, melakukan
incinerasai (pembakaran pada suhu tinggi), dsb.
Dari paparan di atas, kita berkesimpulan bahwa pengenaan cukai atas
plastik kemasan air minum kurang tepat untuk diberlakukan. Hal ini dikarenakan
banyak dampak negatif yang akan ditimbulkan dan akan menimbulkan multipliyer
effect.

ISU III: PENGENAAN CUKAI PADA BAHAN BAKAR MINYAK


Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pengertian
cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu. Barang-barang tertentu tersebut
mempunyai sifat atau karateristik yang konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan
pungunan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Sementara menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dari/atau
diolah dari Minyak Bumi. Minyak Bumi sendiri merupakan hasi proses alami
berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur asmosfer berupa
fase cair atau padat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, pendapatan cukai
ditargetkan mencapai Rp 146.439.923.240.000,00 (seratus empat puluh enak
triliun empat ratus tiga puluh sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta
dua ratus empat puluh ribu rupiah) atau menyumbang sekitar 8,03% dari total
target pendapatan negara. Saat ini pengenaan cukai hanya dikenakan terhadap etil
alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa
pun, dan hasil tembakau. Tidak menuntup kemungkinan perubahan jenis Barang
Kena Cukai.
Pemerintah Indonesia saat ini memiliki wacana untuk menerapkan tarif
cukai bagi penjualan bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, selama ini BBM
dianggap merusak lingkungan dan sifat masyarakat Indonesia yang terlalu
konsumtif terhadap BBM. Wacana penerapan cukai BBM ini dilontarkan
Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak
pertengahan tahun 2015. Menurutnya, pungutan cukai terhadap setiap liter bahan
bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat bisa saja menjadi opsi
pemerintah. Nantinya hal ini akan mengembalikan esensi pemanfaatan BBM atau

10

sumber energi lainnya sebagai pengerak rodak ekonomi dan industri atau yang
dikenal sebagai filosofi energi.
Pemerintah melihat ada peluang pengenaan cukai untuk seluruh jenis bahan
bakar minyak (BBM). Pemerintah masih melakukan kajian untuk lima aspek
terhadap BBM yaitu aspek legal, filosofis, sosial, ekonomi dan keuantungan, serta
operasional dan penerapannya (best pratice) di negara lain seperti Malaysia.
Namun saat ini masih terganjal di aspek sosial yang masih perlu di sosialisasikan
lebih lanjut. Penerapan cukai pada BBM memiliki landasan Undang-Undang
Lingkungan Hidup.
Pengenaan cukai pada BBM ini sejalan dengan mulai bergesernya
mekanisme penjualan sejumlah produk minyak yang sudah tidak lagi menerima
subsidi. Selain itu pengenaan cukai pada BBM dilakukan sebagai kompensasi atas
kerusakan lingkungan akibat penggunaan BBM. Pengunaan cukai pada BBM juga
akan mendorong pengembangan energi Baru Terbarukan (EBT). Hal ini karena
kenaikan BBM yang akan berimbas kepada masyarakat untuk melakukan
pengalihan konsumsi ke EBT yang lebih murah karena tidak dikenai cukai.
Namun, dampak langsung yang terjadi jika kebijakan pengenaan cukai pada
BBM diimplementasikan adalah naiknya harga BBM. Seperti yang kita ketahui,
saat ini BBM telah dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang merupakan
penerimaan bagi pemerintah pusat dan Pajak Bahan Bakan Kendaraan Bermotor
yang merupakan penerimaan bagi pemerintah provinsi.
Sementara disisi lain, rencana pengenaan cukai pada BBM mengundang
sejumlah kontra dari berbagai pihak seperti pelaku usaha dan anggota DPR.
Keputusan ini dinilai akan membebani pelaku usaha dan seluruh lapisan
masyarakat. Salah satu pihak yang menolak keras adalah Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat. Menurutnya, wacana pungutan cukai
pada BBM ini hanya sebagai upaya menaikan penerimaan negara. Selain itu
mengutip UUD 1945, komoditas energi sejatinya digunakan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat. BBM memiliki multiflier effect yang sangat luas
dan menyentuh seluruh sendi kehidupan. Daya beli masyarakat akan anjlok dan
harga kebutuhan barang-barang diindikasikan akan merangkak naik.

11

Berdasarkan penjabaran diatas, untuk saat ini kami tidak setuju atas
penerapan cukai pada BBM. Jika alasan pemerintah adalah untuk mengalihkan
fungsi BBM sebagai bahan bakar ke Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai
enggantinya, hal ini dirasa kurang tepat untuk saat sekarang ini. Alasannya adalah
masih kurangnya sosialisasi terhadap Energi Baru Terbarukan dan belum
tersedianya secara nasional SPBU yang dapat mnegisi EBT ini. Hal ini dapat
menjadi beban bagi masyarakat yang memiliki akses terbatas untuk mendapat
EBT. Selain itu adanya multiflier efek yang dapat mempengaruhi daya beli
masyarakat dan pendapatan rill. Pemerintah perlu mengkaji ulang penerapan cukai
pada BBM ini karena secara ekonomi masyarakat Indonesia masih jauh dari
kategori sejahtera. Oleh sebab itu hal ini dapat memberatkan masyarakat dan
semakin membuat rakyat miskin menderita. Selain itu angkutan umum juga
mengalami dampak yang signifikan, karena kenaikan harga BBM akan
menyebabkan naiknya ongkos angkutan umum. Kemudian masyarakat akan
berfikir dua kali untuk menggunakan angkutan umum dan dapat disimpulkan
pendapatan mereka juga akan menurun. Selain itu karena kenaikan BBM akan
menaikan ongkos pengiriman barang yang akan dibebankan kepada harga barang
terutama komoditas pertanian. Tentu saja hal ini memberikan dampak yang luar
biasa terhadap pendapatan rill masyarakat. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya
inflasi.
Pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ini. Namun jik apemerintah
sudah siap dengan Energi Baru Terbarukan, kami rasa tidak akan menjadi masalah
yang sangat besar. Karena masyarakat mendapatkan ganti dengan harga yang
lebih murah tanpa dikenai pajak dan akses yang mudah untuk mendapatkannya.
Sepertinya secara bertahap, Pemerintah harus terlebih dahulu melakukan
sosialisasi EBT secara tepat dengan mendirikan stasiun-stasiun pengisian yan
mudah dijangkau terutama untuk masyarakat pedesaan.

12

Anda mungkin juga menyukai