TERKAIT CUKAI
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
CHRISTOPHER RICARDO SITOMPUL (4)
GHASSIN SAFFANI PUTRI
(13)
JUWITO ARIBOWO
(17)
KOMANG YAGUS SETIAWAN
(18)
MUH. IQBAL BAHRUN
(21)
RIDWAN HERIANSYAH PUTRA
(25)
KELAS 4-B
Terlebih di tahun ini hanya ada 12 bulan dengan target yang sama seperti 14 bulan
di tahun 2015.
Selain itu yang penurunan penerimaan bea cukai sampai dengan 29
Februari ini dipicu kenaikan tarif cukai rokok sebesar 11,3 persen pada 2016. Hal
ini telah mendorong pembelian pita cukai besar besaran di akhir tahun 2015.
Sehingga, di Januari dan Februari 2016 turun pemesanan pitanya, Ditambah lagi
pada Januari maupun Februari 2016, produksi rokok berdasarkan CK-1 samasama mengalami penurunan produksi di banding 2015, yakni 22,30 persen
(Januari) dan 24,73 persen (Februari).
Perlu diperhatikan juga adalah munculnya pita cukai ilegal. Dari data
Universitas Gajah Mada, tahun 2014 pita cukai ilegal mencapai 11 persen.
Disamping itu masih maraknya peredaran rokok bodong (tak berpita cukai) yang
masih bebas dan belum jelas penanganan dari pemerintah. Ditambah lagi
kebijakan yang mengharuskan perusahaan membayar tunai 3 bulan atas beban
cukainya sangat menggangu perusahaan rokok.
Tapi dari pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tetap optimis akan peningkatan penerimaan cukai pada tahun 2016. ,
kondisi penurunan penerimaan tersebut akan berbalik arah ke keadaan normal lagi
pada Maret ini. Bahkan cenderungnya penerimaan meningkat, dan puncaknya
terjadi pada Desember mendatang. Sehingga target penerimaan cukai rokok pada
tahun ini masih bisa dicapai.
Penurunan penerimaan cukai di akhir bulan Februari 2016 dibanding tahun
lalu merupakan dampak dari penerapan beberapa kebijakan terkait cukai pada
tahun ini. Diantaranya adalah PMK No 20/2015 dan kebijakan kenaikan tarif
cukai. Sebagai akibat dari pemberlakuan No 20/2015 maka kesempatan negara
mendapat penerimaan cukai dari pembayaran kewajiban cukai pada tahun
sebelumnya menjadi hilang. Dan dari penerapan kebijakan kenaikan tarif cukai
pada tahun 2016 berakibat respon perusahan rokok yang memborong pita cukai
pada akhir tahun 2015 untuk memenuhi persediaannya sehingga pemesanan pita
cukai pada awal tahun 2016 menurun.
padahal
itu
dampaknya
mahal
sekali.
Zaman
sekarang
kita
perlu aware sama lingkungan. Padahal begitu sungainya macet karena plastik kita
marah-marah," kata Goro.
Namun, Goro belum bisa memastikan berapa besarnya cukai yang akan
dikenakan. Alasannya, sampai saat ini masih dalam kajian internal Kementerian
Keuangan. Selain itu, rencana kebijakan ini perlu dibahas lebih lanjut bersama
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perindustrian,
serta para pemangku kepentingan lainnya
"Kajian dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kita juga minta
kajian kementerian Perindustrian, harus juga ke mereka. Minta masukan
dari stakeholder yang lain," tuturnya. Dia menambahkan, hasil kajian itu
diharapkan bisa selesai tahun ini. Sehingga, Menteri Keuangan bisa segera
menentukan kapan kebijakan tersebut berlaku sehingga bisa menambah
penerimaan negara dari sektor cukai.
"Kalau tahun ini selesai, jadi paling tidak ada sedikit tambahan untuk penerimaan
cukai. Nanti hasilnya diserahkan ke Menteri Keuangan," pungkas Goro.
2) Wacana Cukai Plastik Kemasan Air Minum Dinilai Salah Sasaran
Muhammad Abdi Amna Kamis, 31/03/2016 01:02 WIB
Bisnis.com, JAKARTAPelaku industri menilai kajian pengenaan cukai pada
plastik kemasan air minum yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal salah sasaran
dan berpotensi semakin menurunkan penerimaan negara.
Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia
(Aspadin), mengatakan dibutuhkan kajian yang komprehensif untuk mengenakan
cukai pada plastik kemasan air minum, mengingat pelaku usaha ini di Indonesia
mencapai 700 unit dengan 2.000 merek dagang.
Ini industri padat karya dengan ratusan ribu tenaga kerja. Konsumen industri air
minum dalam kemasan sangat sensitif dengan perubahan harga. Jika pengenaan
cukai tetap dipaksakan, potensi penurunan penjualan akan menimbulkan efek
ganda, ujarnya kepada Bisnis, Rabu (30/3/2016).
Industri air minuman kemasan, lanjutnya, berhubungan langsung dengan industri
plastik, serta logistik. Dengan demikian, pengenaan cukai yang berpotensi
menekan permintaan juga berdampak langsung pada produksi industri plastik dan
logistik nasional.
Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam menyusun kajian ini.
Karena, sesuai undang-undang yang berlaku, pengenaan cukai diberikan kepada
barang tertentu yang perlu dikendalikan, peredaran diawasi, menimbulkan
dampak negatif kepada lingkungan dan lainnya.
Jika isu lingkungan yang dijadikan dasar kajian pengenaan cukai, lanjutnya, hal
ini tidak relevan. Pasalnya, limbah plastik kemasan air minum yang memiliki nilai
ekonomi tinggi ditarik dan dikumpulkan kembali oleh industri daur ulang plastik.
Limbah plastik air kemasan bernilai tinggi, sehingga dicari sebagai bahan baku
industri plastik daur ulang. Persentase daur ulang limbah plastik air kemasan
paling tinggi ketimbang plastik jenis lainnya, tuturnya.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan berhati-hati memberlakukan cukai pada
plastik air kemasan yang pada tahun lalu berproduksi 24,7 miliar liter kubik
dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun berkisar 8%-10%.
keseimbangan.
Pemasukan
dari
cukai
terhadap
pendapatan
negara
memberikan
negara dapat kita lihat pada capaian cukai tahun 2015 lalu sebesar Rp 144,6
trilliun atau 99,2 persen target APBN-P. Kemudian pada tahun 2016 ini demi
meyelamatkan anggaran maka pemerintah terus melakukan perluasan terhadap
objek pajak dan cukai. Berkesinambungan dengan kebijakan Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 terkait perluasan objek
cukai maka pemerintah mulai melakukan kajian-kajian terhadap barang-barang
yang berpotensi untuk dikenakan cukai. Sebagaimana karakteristik barang kena
cukai, maka pengkajian diarahkan pada barang-barang yang memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan. Salah satu yang menjadi kajian dari pemerintah ialah
plastik kemasan air minum.
Plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. Ada
berbagai alasan sehingga orang menggunakan kemasan plastik sebagai
pembungkus pada makanan dan minuman, antara lain karena plastik memiliki
sifat-sifat unggulan seperti: kuat, ringan, tidak berkarat, serta dapat diberi label
atau cetakan dengan berbagai kreasi serta ada yang mudah diubah bentuknya
mengikuti bentuk makanan atau minuman tersebut. Akan tetapi sifat konsumtif
masyarakat tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh sampah plastic
yang semakin hari semakin menumpuk. Masyarakat tidak memperhatikan sifat
plastic yang sulit terurai dan membutuhkan waktu relatif lama untuk bisa
diuraikan. Sampah plastic berserakan dimana-mana, mengotori lingkungan,
menimbulkan bau tidak sedap. Hal ini melatarbelakangi mulai dikajinya plastic
kemasan air minum sebagai salah satu objek barang kena cukai. Rencana
pengenaan cukai terhadap plastic kemasan minuman itu dilakukan untuk
yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan tentunya sampah plastik
dari kemasan airpun juga akan bertambah. Hal yang ingin dicapai oleh pemerintah
dari penerapan kebijakan ini ialah untuk menambah pendapatan negara agar target
pendapatan negara tercapai untuk dapat membiayai belanja dan berbagai
kebutuhan dalam APBN. Kemudian selain itu, untuk menekan penggunaan
kemasan plastik yang dapat memberi dampak negatif pada lingkungan karena
salah satu sifat plastik yang tidak mudah terurai.
Kondisi diatas merupakan kondisi ideal yang diharapkan dari penerapan
kebijakan tersebut. Akan tetapi kami kaji lebih dalam dari berbagai sudut pandang
dan menghasilkan pendapat berbeda. Hal tersebut berdasarkan fakta-fakta yang
terjadi di lapangan. Pelaku usaha air minum di Indonesia mencapai 700 unit
dengan 2.000 merek dagang. Karenanya dibutuhkna kajian yang komprehensif
untuk mengenakan cukai pada plastik kemasan air minum. Konsumen air minum
dalam kemasan sangat sensitif terhadap perubahan harga. Kenaikan harga akibat
adanya pemungutan cukai akan memberi dampak signifikan terhadap produksi air
minum
dalam
kemasan
yaitu
menurunnnya
jumlah
produksi.
Dengan
dapat menimbulkan banjir, maka perlu kita amati lagi bahwa yang banyak
menyumbat saluran air ialah sampah plastik seperti pembungkus makanan,
pembungkus deterjen, dsb. Bentuk penanggulangan lain terhadap sampah ialah
bisa dapat dilakukan dengan melakukan daur ulang menjadi berbagai produk
bernilai ekonomi seperti kerajinan tangan, ornament bangunan, melakukan
incinerasai (pembakaran pada suhu tinggi), dsb.
Dari paparan di atas, kita berkesimpulan bahwa pengenaan cukai atas
plastik kemasan air minum kurang tepat untuk diberlakukan. Hal ini dikarenakan
banyak dampak negatif yang akan ditimbulkan dan akan menimbulkan multipliyer
effect.
10
sumber energi lainnya sebagai pengerak rodak ekonomi dan industri atau yang
dikenal sebagai filosofi energi.
Pemerintah melihat ada peluang pengenaan cukai untuk seluruh jenis bahan
bakar minyak (BBM). Pemerintah masih melakukan kajian untuk lima aspek
terhadap BBM yaitu aspek legal, filosofis, sosial, ekonomi dan keuantungan, serta
operasional dan penerapannya (best pratice) di negara lain seperti Malaysia.
Namun saat ini masih terganjal di aspek sosial yang masih perlu di sosialisasikan
lebih lanjut. Penerapan cukai pada BBM memiliki landasan Undang-Undang
Lingkungan Hidup.
Pengenaan cukai pada BBM ini sejalan dengan mulai bergesernya
mekanisme penjualan sejumlah produk minyak yang sudah tidak lagi menerima
subsidi. Selain itu pengenaan cukai pada BBM dilakukan sebagai kompensasi atas
kerusakan lingkungan akibat penggunaan BBM. Pengunaan cukai pada BBM juga
akan mendorong pengembangan energi Baru Terbarukan (EBT). Hal ini karena
kenaikan BBM yang akan berimbas kepada masyarakat untuk melakukan
pengalihan konsumsi ke EBT yang lebih murah karena tidak dikenai cukai.
Namun, dampak langsung yang terjadi jika kebijakan pengenaan cukai pada
BBM diimplementasikan adalah naiknya harga BBM. Seperti yang kita ketahui,
saat ini BBM telah dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang merupakan
penerimaan bagi pemerintah pusat dan Pajak Bahan Bakan Kendaraan Bermotor
yang merupakan penerimaan bagi pemerintah provinsi.
Sementara disisi lain, rencana pengenaan cukai pada BBM mengundang
sejumlah kontra dari berbagai pihak seperti pelaku usaha dan anggota DPR.
Keputusan ini dinilai akan membebani pelaku usaha dan seluruh lapisan
masyarakat. Salah satu pihak yang menolak keras adalah Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat. Menurutnya, wacana pungutan cukai
pada BBM ini hanya sebagai upaya menaikan penerimaan negara. Selain itu
mengutip UUD 1945, komoditas energi sejatinya digunakan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat. BBM memiliki multiflier effect yang sangat luas
dan menyentuh seluruh sendi kehidupan. Daya beli masyarakat akan anjlok dan
harga kebutuhan barang-barang diindikasikan akan merangkak naik.
11
Berdasarkan penjabaran diatas, untuk saat ini kami tidak setuju atas
penerapan cukai pada BBM. Jika alasan pemerintah adalah untuk mengalihkan
fungsi BBM sebagai bahan bakar ke Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai
enggantinya, hal ini dirasa kurang tepat untuk saat sekarang ini. Alasannya adalah
masih kurangnya sosialisasi terhadap Energi Baru Terbarukan dan belum
tersedianya secara nasional SPBU yang dapat mnegisi EBT ini. Hal ini dapat
menjadi beban bagi masyarakat yang memiliki akses terbatas untuk mendapat
EBT. Selain itu adanya multiflier efek yang dapat mempengaruhi daya beli
masyarakat dan pendapatan rill. Pemerintah perlu mengkaji ulang penerapan cukai
pada BBM ini karena secara ekonomi masyarakat Indonesia masih jauh dari
kategori sejahtera. Oleh sebab itu hal ini dapat memberatkan masyarakat dan
semakin membuat rakyat miskin menderita. Selain itu angkutan umum juga
mengalami dampak yang signifikan, karena kenaikan harga BBM akan
menyebabkan naiknya ongkos angkutan umum. Kemudian masyarakat akan
berfikir dua kali untuk menggunakan angkutan umum dan dapat disimpulkan
pendapatan mereka juga akan menurun. Selain itu karena kenaikan BBM akan
menaikan ongkos pengiriman barang yang akan dibebankan kepada harga barang
terutama komoditas pertanian. Tentu saja hal ini memberikan dampak yang luar
biasa terhadap pendapatan rill masyarakat. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya
inflasi.
Pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ini. Namun jik apemerintah
sudah siap dengan Energi Baru Terbarukan, kami rasa tidak akan menjadi masalah
yang sangat besar. Karena masyarakat mendapatkan ganti dengan harga yang
lebih murah tanpa dikenai pajak dan akses yang mudah untuk mendapatkannya.
Sepertinya secara bertahap, Pemerintah harus terlebih dahulu melakukan
sosialisasi EBT secara tepat dengan mendirikan stasiun-stasiun pengisian yan
mudah dijangkau terutama untuk masyarakat pedesaan.
12