Anda di halaman 1dari 24

1

I.
PENGENALAN SISTEM HIDROPONIK
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan
merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak
masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan
apa keuntungannya. Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata
hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik
memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan
menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam
pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini
terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh
semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk
bagi tanaman.
Membudidayakan tanaman dengan sistem hidroponik adalah salah
satu cara penanaman atau menumbuhkan tanaman. Tanaman yang
umumnya dibudidayakandengan cara hidroponik adalah tanaman sayur sayuran, tanaman hias dan beberapa jenis dari tanaman buah-buahan.
Membudidayakan tanaman dengan sistem hidroponik, dalam dunia
pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini
masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara
melakukan dan apakeuntungannya.
Penggunaan teknik budidaya tanaman secara hidroponik memiliki
barbagai keuntungan. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan teknik ini adalah mengeliminasi serangan hama, cendawan,
dan penyakit asal tanah sehingga dapat meniadakan penggunaan pestisida,
mengurangi penggunaan areal tanam yang luas, meningkatkan hasil panen
serta menekan biaya produksi yang tinggi. Selain itu teknik dapat
mempercepat waktu panen, penggunaan air dan unsur hara yang terukur,
dan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas hasil yang terjamin.
2. Tujuan Praktikum
1

Adapaun tujuan praktikum pengenalan sistem hidroponik adalah


sebagai berikut :
a. Mendeskripsikan komponen instalasi dan skema cara kerja tiap-tiap
jenis sistem hidroponik,
b. Merinci kelemahan dan kelebihan dari tiap-tiap jenis sistem
hidroponik,
c. Menjelaskan contoh teknik aplikasi jenis-jenis sistem hidroponik
untuk budidaya tanaman hortikultura semusim
d. Memberikan contoh-contoh gambar/foto visualisasi

modifikasi

aplikasi jenis-jenis sistem hidroponik untuk budidaya tanaman


hidroponik.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum pengenalan sistem hidroponik dilaksanakan pada
tanggal 16 Oktober 2014 bertempatkan di rumah kaca B Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
1. Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit apung
Teknik hidropinik sistem rakit apung (Floating Hydroponics
System) adalah menggunakan tanaman pada rakit yang dapat mengapung
di atas permukaan air atau nitrisi dengan akar menjuntai di dalam air
(larutan nutrisi). Sterofoam diambangkan pada kolam larutan nutrisi
sedalam kurang lebih 30 cm. Pada Sterofoam diberi lubang tanam dan
bibit ditancapkan dengan bantuan busa/ rockwool (Sutiyoso 2003).

Dalam hidroponik sistem rakit apung diperlukan larutan nutrisi.


Larutan nutrisi harus memperhatikan jumlah dan pH larutan. Untuk pH
berkisar antara 5,5 hingga 7,5. Larutan nutrisi ini mengandung
konsentrasi N, P, K, Ca, Mg, S, dalam jumlah yang besar, sedangkan
unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl dalam jumlah yang kecil. Larutan
hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam tersebut ke dalam air.
Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan nutrisi,
pilihan biasanya atas dasar harga dan kelarutan garam pupuk tersebut
(Izmi 2010).
2. Nutrient Film Technique (NFT)
Nutrient Film Technique merupakan salah satu sistem hidroponik
akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi
sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi dan oksigen.
Sirkulasi air dan nutrisi di butuhkan oleh tanaman. Gerakan sirkulasi
larutan nutrisi berasal dari dorongan pompa, juga disebabkan oleh
kemiringan talang yang digunakan. Semakin curam kemiringan talang
yang digunakan maka dapat menyebabkan tanaman menjadi sulit untuk
berdiri tegak dan nutrisi yang diserap sedikit karena aliran yang terlalu
cepat. Kemiringan talang yang terlalu kecil dapat menyebabkan aliran
nutrisi mudah tersumbat karena aliran yang terlalu lambat (Wibowo, S
dan Asriyanti, A 2013) .
Hidroponik sistem NFT (Nutrient Film Technique) merupakan
model budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air nutrisi
yang dangkal dan tersirkulasi. Tanaman yang dibudidayakan dengan
sistem NFT ditegakkan di talang berbentuk segi empat, biasanya dari
talang untuk perumahan. Tanaman dijepit dengan Styrofoam agar bisa
berdiri tegak. Styrofoam disambung sepanjang talang tempat penanaman.
Styrofoam dapat berfungsi sebagai pelindung bagian dasar talang dari
sinar matahari langsung karena larutan nutrisi bereaksi terhadap sinar
matahari yang berakibat timbulnya lumut. Aliran nutrisi pada sistem NFT
dapat terjadi dengan dorongan pompa dari tangki nutrisi. Larutan nutrisi
akan tersirkulasi dan kembali lagi ke tangki penampungan. Sirkulasi ini

berjalan terus menerus. Lapisan nutrisi dalam sistem NFT dibuat


maksimal 3 mm agar kebutuhan air (nutrisi) dan oksigen dapat terpenuhi
(Lingga 2002).
Karakteristik NFT adalah: air dangkal di sekeliling akar
membentuk lapisan tipis larutan nutrisi (nutrient film), larutan nutrisi
dialirkan ke saluran/bedeng tanaman dan ditampung kembali dalam
tangki, akar berkembang di dalam dan di atas larutan nutrisi dan
membentuk jalinan akar seperti keset, sebagian akar berada pada ruang
udara dalam saluran sehingga dapat menyerap oksigen, pemanfaatan
pupuk dan air lebih efisien dibanding dengan cara bercocok tanam secara
biasa, tanaman yang relatif toleran terhadap perubahan konsentrasi ion
lebih mudah dibudidayakan, komposisi unsur larutan nutrisi yang
terpakai dapat diperbaiki lagi dengan menambah unsur yang kurang
(Harjoko 2003).
3. Substrat dalam kolom bertingkat (vertikultur Talang)
Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun atau
dirakit secara horizontal dan vertikal atau bertingkat. Cara tanam dengan
vertikultur biasanya diusahakan pada lahan yang terbatas atau sering
diusahakan pada halaman rumah. Jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan dengan vertikultur adalah tanaman sayuran atau tanaman
hias (BBTP Jawa Tengah 2006).
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal atau bertingkat. Sistem vertikultur memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan sistem budidaya biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut antara
lain kualitas produk lebih baik dan lebih bersih, kuantitas produksi lebih
tinggi dan kontinuitas produk terjaga, efisiensi lahan, pupuk, air, benih
dan tenaga kerja, menjadi lahan bisnis, baik langsung ataupun tidak
langsung, mempercantik halaman dan berfungsi sebagai paru-paru kota
dan sebagainya (Andoko 2004).
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal atau bertingkat. Vertikultur berasal dari kata vertical dan culture,
maka vertikultur dapat diartikan sebagai sistem budidaya pertanian yang
dilakukan secara vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor.

Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan


konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan
terbatas. Vertikultur ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan
produktivitas tanaman sayur dan tanaman hias. Misalnya, lahan 1 meter
mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman, dengan sistem
vertikal bisa untuk 20 batang tanaman (Maya 2012).
4. Substrat (sekam dan pasir)
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hidro yang berarti air
dan ponus yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik dapat berarti
memberdayakan air. Kegunaan air sebagai dasar pembangunan tubuh
tanaman dan berperan dalam proses fisiologi tanaman. Di Indonesia
hidroponik yang berkembang pertama kali yaitu hidroponik substrat.
Hidroponik substrat merupakan sistem hidroponik yang menggunakan
media selain tanah dan steril, misalnya arang sekam, pasir, dan serbuk
sabut kelapa (Sutiyoso 2006).
Hidroponik substrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau
menyediakan nutrisi, air, dan aerasi serta mendukung akar tanaman
seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam
hidroponik substrat ini antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau
gambut. Kemampuan mengikat kelembaban suatu media tergantung dari
ukuran partikel, bentuk, dan porositasnya. Semakin kecil ukuran partikel,
semakin besar luas permukaan jumlah pori, maka semakin besar pula
kemampuan menahan air. Bentuk partikel media yang tidak beraturan
lebih banyak menyerap air dibanding yang berbentuk bulat rata. Media
yang berpori juga memiliki kemampuan lebih besar menahan air
(Lingga 2008). Ukuran partikel dan komposisi organik dalam hidroponik
sangat penting, karena itu menentukan baik kapasitas memegang air dan
aerasi media. Aerasi yang baik dan kapasitas menahan air sangat penting
untuk penanaman jangka panjang. Ukuran partikel yang baik umumnya
kurang dari 0,59 mm (Jones 2005).

Karakteristik hidroponik substrat adalah (a) tanaman ditanam pada


media tanam porous dalam wadah; (b) tanaman dijaga agar tegak dengan
benang, tali atau ajir; (c) larutan nutrisi menetes ke media dan dibiarkan
menyebar dan merembes keluar wadah; (d) penggunaan nutrisi dan air
relatif efesien karena kelebihan nutrisi atau air ditekan sekecil mungkin
atau didaur ulang (Tanjung 2007).Ukuran partikel dan komposisi organik
dalam hidroponik sangat penting, karena itu menentukan baik kapasitas
memegang air dan aerasi media. Aerasi yang baik dan kapasitas
menahan air sangat penting untuk penanaman jangka panjang. Ukuran
partikel yang baik umumnya kurang dari 0,59 mm (Jones 2005).
Pemberian nutrisi pada sistem hidroponik substrat biasanya
dilakukan dengan irigasi tetes. Irigasi tetes adalah pemberian air irigasi
dengan cara membasahi daerah sekitar tanaman atau daerah perakaran,
yang bertujuan memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi
keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan
yang berlebihan dan efisiensi pemakaian air dapat mendekati 100%.
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana
akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan
nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan
oksigen secara cukup. Kelebihan hidroponik jenis ini adalah dapat
menyerap dan menghantarkan air, tidak mempengaruhi pH air, tidak
berubah warna, dan tidak mudah lapuk (Ricardo 2009).
5. Ebb dan Flow atau penggenangan tiap-tiap jenis sistem dan pengatusan
Sistem ebb and flow termasuk sistem yang efisien dalam
penggunaan larutan nutrisi sedangkan greenhouse memungkinkan
tanaman terlindungi dari faktor lingkungan yang merugikan tanaman.
Akar tanaman pada sistem ebb and flow digenangi larutan nutrisi selama
beberapa saat, kemudian larutan nutrisi tersebut dialirkan kembali ke
tangki penampungan larutan nutrisi. Langkah tersebut dilakukan
berulang kali, berkisar tiga sampai empat kali sehari, untuk memberikan
kesempatan akar tanaman menyerap oksigen dari udara. Frekuensi
penggenangan tergantung kepada jenis dan umur tanaman, jenis media

tanam, serta parameter lingkungan seperti temperatur dan kelembaban


udara. Pemberian larutan nutrisi tersebut pada umumnya dilakukan
secara manual oleh operator dengan menghidupkan atau mematikan
pompa penyaluran larutan nutrisi. Pengendalian derajat keasaman (pH)
larutan nutrisi biasanya tidak dilakukan (Suhardiyanto et al. 2007).
Sistem ebb and flow disebut sistem pasang surut. Sistem ini
bekerja dengan membanjiri tempat penanaman dengan larutan nutrisi dan
kemudian mengeringkan larutan tersebut kembali ke wadahnya
(reservoir). Sistem pasang surut menggunakan pompa yang dihubungkan
dengantimer. Timer digunakan untuk mengatur kapan air membanjiri
tempat penanaman dan air surut dari tempat penanaman (Karsono 2008).
Kelebihan sistem Ebb and flow system ini adalah lebih hemat
nutrisi, dapat digunakan sebagai penghias ruangan. Kekurangan sistem
Ebb and flow system ini adalah rangkaiannya rumit, sehingga butuh
membutuhkan tenaga ahli untuk menanganinya serta membutuhkan
kecermatan lebih tinggi dalam pemeliharaan. Menurut Setiawan (2009),
kekurangan budidaya dengan sistem ebb and flow ini adalah biaya alat
yang agak mahal, tergantung kepada aliran listrik, kualitas nutrisi yang
sudah dipompakan berkali-kali tidak akan sebagus awalnya, sehingga
harus selalu dipantau.
6. Aeroponik
Aeroponik merupakan cara bercocok tanam dimana akar tanaman
tergantung di udara dan disemprot dengan larutan nutrisi secara terus
menerus.Prinsip dari aeroponik adalah sebagai berikut: Helaian
Styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. dengan
menggunakan ganjal busa atau rockwool, anak semai sayuran
ditancapkan pada lubang tanam tersebut. Akar tanaman akan menjuntai
bebas ke bawah. Sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut larutan
hara ke atas hingga mengenai akarterdapat di bawah helaian sterofoam.
Salah satu kunci keunggulan budidaya aeroponik ialah oksigenasi dari
tiap butiran kabut halus larutan hara yang sampai ke akar. Selama
perjalanan dari lubang sprinkler hingga sampai ke akar, butiran akan

menambat oksigen dari udara hingga kadar oksigen terlarut dalam butiran
meningkat. Proses respirasi pada akar dapat berlangsung lancar dan
menghasilkan banyak energi. Selain itu dengan pengelolaan yang
terampil, produksi dengan sistem aeroponik dapat memenuhi kualitas,
kuantitas dan kontinuitas (Purnomo 2009).
Sistem aeroponik adalah sistem dengan teknologi yang tinggi.
Media tanamnya adalah udara. Akar tanaman menggantung di udara dan
diembuni dengan larutan nutrisi. Pengembunan biasanya dilakukan setiap
beberapa menit sehingga diperlukantimer untuk pengaturannya. Jika
proses pengembunan terganggu akar tanaman dapat cepat mengering
seperti pada sistem NFT (Karsono 2008).
Ada beberapa macam desain hidroponik, antara lain adalah desain
genangan (floating hydroponic), desain aeroponik, desain hidroponik
tetes (drip system) dan desain hidroponik NFT (Nutrient Film
Technique). Desain aeroponik dan desain hidroponik NFT merupakan
desain hidroponik aktif yang menggunakan pompa dan mensirkulasi
larutan nutrisi kembali ke tandon. Perbedaanya, mekanisme pemberian
larutan nutrisi pada desain hidroponik NFT dialirkan hanya selapis tipis,
sedangkan pada desain aeroponik, larutan nutrisi disemprotkan berupa
pengabutan butir-butir air (Roberto 2003).
7. Deep Flow Technique (DFT)
Teknik hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan
menggunkan papan sterofoam yang mengapung di atas larutan nutrisi dan
larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada dasarnya
hidroponik

system

DFT

sama

dengan

rakit

apung

tetapi

pengaplikasiannya berbeda. Perbedaannya adalah pada rakit apung


larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT tersirkulasi
dengan baik karena ada aliran atan flof (Sumiati 2000).
Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode
hidroponik yang menggunakan air sebagai media untuk menyediakan
nutrisi bagi tanaman dengan pemberian nutrisi dalam bentuk genangan.
Tanaman dibudidayakan di atas saluran yang dialiri larutan nutrisi
setinggi 4-6 cm secara kontinyu, dimana akar tanaman selalu terendam di

dalam larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan dikumpulkan kembali ke dalam


bak nutrisi, kemudian dipompakan melalui pipa distribusi ke kolam
penanaman secara kontinyu (Chadirin 2007).
Deep Flow Technique (DFT) sebaiknya dilakukan pada kolam
berbentuk persegi empat dan berukuran besar. Penggunaankolam tersebut
dimaksudkan agar mudah dalam melakukan pengaturan dan tidak ada
ruang yang terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah
dibandingkan dengan sistem hidroponik yang lain, yaitu dengan
menngganti sterofoam, menguras kolam dan mengontrol instalasi irigasi
yaitu pada pompa dan pipa-pipa distribusi (Gunarto 1999).
8. Hidroponik vertikultur (Vertikultur karpet)
Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun atau
dirakit secara horizontal dan vertikal atau bertingkat. Cara tanam dengan
vertikultur biasanya diusahakan pada lahan yang terbatas atau sering
diusahakan pada halaman rumah. Jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan dengan vertikultur adalah tanaman sayuran atau tanaman
hias (BBTP Jawa Tengah 2006).
Vertikultur bisa diartikan sebagai budidaya tanaman secara vertikal
sehingga penanamannya

dilakukan dengan menggunakan sistem

bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang


sempit secara optimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas
memang terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan.
Tingkat kesulitan bertanam secara vertikultur tergantung kepada model
dan sistem tambahan yang dipergunakan. Dalam model sederhana,
struktur dasar yang digunakan mudah diikuti dan bahan pembuatannya
mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan di rumah-rumah. Sistem
tambahan yang memerlukan keterampilan dan pengetahuan khusus,
contohnya penggunaan sistem hidroponik atau drive irrigation (irigasi
tetes) (Anonim 2011).
Keuntungan budidaya tanaman dengan menggunakan sistem
vertikultur sangat banyak antara lain: (1) efisien dalam penggunaan
lahan; (2) mudah dalam pemeliharaan, (3). Penghematan dan mudah
dalam pemakaian pupuk organik cair (POC) dan biopestisida; (4) praktis

10

dan mudah dalam kontrol pertumbuhan rumput atau gulma; (5) dapat
dipindah-pindahkan; (6) hasil panen lebih bersih dan sehat (BPTP
Yogyakarta 2010).Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan
terhadap serangan jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman harus
sering

dilakukan.

Populasi

tanaman

yang

tinggi

menyebabkan

kelembaban udara tinggi, sehingga memungkinkan serangan penyakit


mudah menyebar. Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu meskipun
hujan, terutama bila tanaman ditanam pada sistem bangunan beratap
(Haryanto et al. 2005).
9. Aquaponik
Akuaponik adalah kombinasi menarik antara akuakultur dan
hidroponik yang mampu mendaur ulang nutrisi, dengan menggunakan
sebagian kecil air daur ulang hingga memungkinkan pertumbuhan ikan
dan tanaman secara terpadu. Sistem ini memerlukan campur tangan
teknologi sederhana dan tepat guna. Budidaya dengan sistem akuaponik
menjamin kadar oksigen ar, dan menekan racun amonia yang dihasilkan
dari kotoran ikan (Putra Iskandar et al. 2011).
Ada beberapa macam desain hidroponik, antara lain adalah desain
genangan (floating hydroponic), desain aeroponik, desain hidroponik
tetes (drip system) dan desain hidroponik NFT (Nutrient Film
Technique). Desain aeroponik dan desain hidroponik NFT merupakan
desain hidroponik aktif yang menggunakan pompa dan mensirkulasi
larutan nutrisi kembali ke tandon. Perbedaanya, mekanisme pemberian
larutan nutrisi pada desain hidroponik NFT dialirkan hanya selapis tipis,
sedangkan pada desain aeroponik, larutan nutrisi disemprotkan berupa
pengabutan butir-butir air (Roberto 2003).

11

C. Metodelogi Praktikum
1. Alat
a. Alat tulis
b. Kamera
2. Bahan
Beberapa macam sistem hidroponik :
a. Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit apung
b. Nutrient Film Technique (NFT)
c. Substrat dalam kolom bertingkat (vertikultur Talang)
d. Substrat (sekam dan pasir)
e. Ebb dan Flow atau penggenangan tiap-tiap jenis sistem dan
pengatusan
f. Aeroponik
g. Deep Flow Technique (DFT)
h. Hidroponik vertikultur (Vertikultur karpet)
i. Aquaponik
3. Cara Kerja
a. Mengamati bagian-bagian dari bentuk-bentuk modifikasi sistem
hidroponik meliputi sistem : Floating Hydroponic System (FHS) atau
rakit apung Nutrient Film Technique (NFT), Substrat dalam kolom
bertingkat (vertikultur Talang), Substrat (sekam dan pasir), Ebb dan
Flow atau penggenangan tiap-tiap jenis sistem dan pengatusan,
Aeroponik, Deep Flow Technique (DFT), Hidroponik vertikultur
(Vertikultur karpet) dan Aquaponik.
b. Mengamati cara pengoperasian sistem hidroponik tersebut
c. Mengamati kelemahan dan kelebihan dari tiap-tiap bentuk modifikasi
sistem hidroponik.

12

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Berbagai Sistem Hidroponik
Jenis Sistem Hidroponik
Floating
Hydroponic

Gambar

System (FHS) atau rakit


apung
Gambar 1.1 Floating Hydroponic System
(FHS)
Nutrient Film Technique
(NFT)

Gambar 1.2 Nutrient Film Technique


(NFT)
Substrat
bertingkat

dalam

kolom

(vertikultur

Talang)

Gambar 1.3 Substrat dalam kolom


bertingkat
Substrat (sekam dan pasir)

Gambar 1.4 Substrat (sekam dan pasir)


Vertikultur Talang

13

Gambar 1.5 Vertikultur Talang

Aeroponik
Gambar 1.6 Aeroponik
Deep Flow Technique
(DFT)

Gambar 1.7 Deep Flow Technique (DFT)

Hidroponik

vertikultur

(Vertikultur karpet)

Gambar 1.8 Hidroponik vertikultur


(Vertikultur karpet)

Aquaponik

Gambar 1.9 Aquaponik


Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan

14

Hidroponik (hydroponics) berasal dari bahasa latin (Greek), hydro


berarti air dan phonos berarti kerja sehingga hidroponik merupakan air
yang bekerja. Hidroponik adalah aktivitas pertanian yang dijalankan
menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah. Jadi,
hidroponik merupakan media tanam tanpa menggunakan tanah dan
mengambil unsur hara mineral dari yang dibutuhkan dari larutan nutrisi
yang dilarutkan dalam air. Penanaman hidroponik dapat menggunakan
kerikil, pasir kasar, atau sabut kelapa. Terdapat bentuk-bentuk modifikasi
system hidroponik antara lain: Floating hydroponic system (FHS) atau
rakit apung, Nutrient Film Technique (NFT), Substrat dan kolom
bertingkat, Ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan serta
Aeroponik.
Penanaman sayuran secara hidroponik mempunyai banyak
keuntungan antara lain: Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan
berproduksi lebih terjamin. Perawatan lebih praktis dan gangguan hama
lebih terkontrol. Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien). Tanaman yang
mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru. Tidak membutuhkan
banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat dan memiliki
standarisasi. Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang
tidak kotor dan rusak. Hasil produksi lebih kontinu dan lebih tinggi
dibanding dengan penanaman di tanah. Harga jual hidroponik lebih tinggi
dari produk non-hidroponik. Tidak ada risiko kebanjiran, erosi,
kekeringan, atau ketergantungan dengan kodisi alam. Tanaman hidroponik
dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya di atap,
dapur, atau garasi. Budidaya dengan teknologi hidroponik tidak seperti
budidaya tanaman yang dilakukan dengan media tanah, budidaya tanaman
secara hidroponik dilakukan tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan
nutrisi

sebagai

sumber

utama

pasokan

nutrisi

tanaman

(Steinberg et al. 2000).


Bercocok tanam secara hidroponik juga mempunyai beberapa
kekurangan antara lain: Investasi awal yang mahal. Memerlukan

15

keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia.


Ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit.
a.
Teknik hidropinik sistem rakit apung (Floating Hydroponics
System) adalah menggunakan tanaman pada rakit yang dapat
mengapung di atas permukaan air atau nitrisi dengan akar menjuntai di
dalam air (larutan nutrisi). Sterofoam diambangkan pada kolam larutan
nutrisi sedalam kurang lebih 30 cm. Pada Sterofoam diberi lubang
tanam dan bibit ditancapkan dengan bantuan busa/ rockwool (Sutiyoso,
2003).
Kelebihan budidaya dengan FHS ini adalah dapat memanfaatkan
lahan yang sempit, mudah dan sederhana sehingga tidak memerlukan
keahlian mendalam serta hemat karena tidak membutuhkan aliran
listrik. Kekurangan budidaya dengan FHS ini adalah memungkinkan
tanaman kekurangan oksigen karena tertutup oleh sterofoam, cepat
terjadi peningkatan suhu, memerlukan pemantauan yang rutin yang
meliputi pemantauan pH dan kepekatan lebih rutin dan pertumbuhan
b.

akar sering terganggu.


Hidroponik sistem NFT (Nutrient Film Technique) merupakan
model budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air
nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi. Tanaman yang dibudidayakan
dengan sistem NFT ditegakkan di talang berbentuk segi empat,
biasanya dari talang untuk perumahan. Tanaman dijepit dengan
Styrofoam agar bisa berdiri tegak. Styrofoam disambung sepanjang
talang tempat penanaman. Styrofoam dapat berfungsi sebagai pelindung
bagian dasar talang dari sinar matahari langsung karena larutan nutrisi
bereaksi terhadap sinar matahari yang berakibat timbulnya lumut.
Aliran nutrisi pada sistem NFT dapat terjadi dengan dorongan pompa
dari tangki nutrisi. Larutan nutrisi akan tersirkulasi dan kembali lagi ke
tangki penampungan. Sirkulasi ini berjalan terus menerus. Lapisan
nutrisi dalam sistem NFT dibuat maksimal 3 mm agar kebutuhan air
(nutrisi) dan oksigen dapat terpenuhi (Lingga 2002).

16

Kelebihan budidaya

tanaman dengan sistem NFT adalah

pertumbuhan tanaman lebih baik, karena terdapat sirkulasi yang baik


pada bagian akar dan penggunaan nutrisi lebih efisien. Kekurangan
budidaya tanaman dengan sistem NFT adalah tidak cocok digunakan
pada daerah yang belum dialiri listrik, memerlukan tenaga ahli,
memerlukan kecermatan dan pemantauan aliran nutrisi, mahal karena
c.

membutuhkan suplai listrik terus menerus.


Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun atau
dirakit secara horizontal dan vertikal atau bertingkat. Cara tanam
dengan vertikultur biasanya diusahakan pada lahan yang terbatas atau
sering diusahakan pada halaman rumah. Jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan dengan vertikultur adalah tanaman sayuran atau tanaman
hias (BBTP Jawa Tengah 2006).
Keuntungan budidaya tanaman dengan menggunakan sistem
vertikultur sangat banyak antara lain: (1) efisien dalam penggunaan
lahan; (2) mudah dalam pemeliharaan, (3). Penghematan dan mudah
dalam pemakaian pupuk organik cair (POC) dan biopestisida; (4)
praktis dan mudah dalam kontrol pertumbuhan rumput atau gulma; (5)
dapat dipindah-pindahkan; (6) hasil panen lebih bersih dan sehat (BPTP
Yogyakarta 2010). Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan
terhadap serangan jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman
harus sering dilakukan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan
kelembaban udara tinggi, sehingga memungkinkan serangan penyakit
mudah menyebar. Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu
meskipun hujan, terutama bila tanaman ditanam pada sistem bangunan

d.

beratap (Haryanto et al. 2005).


Hidroponik substrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau
menyediakan nutrisi, air, dan aerasi serta mendukung akar tanaman
seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam
hidroponik substrat ini antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau
gambut. Kemampuan mengikat kelembaban suatu media tergantung

17

dari ukuran partikel, bentuk, dan porositasnya. Semakin kecil ukuran


partikel, semakin besar luas permukaan jumlah pori, maka semakin
besar pula kemampuan menahan air. Bentuk partikel media yang tidak
beraturan lebih banyak menyerap air dibanding yang berbentuk bulat
rata. Media yang berpori juga memiliki kemampuan lebih besar
menahan air

(Lingga, 2008). Ukuran partikel dan komposisi organik

dalam hidroponik sangat penting, karena itu menentukan baik kapasitas


memegang air dan aerasi media. Aerasi yang baik dan kapasitas
menahan air sangat penting untuk penanaman jangka panjang. Ukuran
partikel yang baik umumnya kurang dari 0,59 mm (Jones 2005).
Hidroponik substrat menggunakan media buatan, umumnya pasir
dan arang sekam, yang cara penanamannya hampir sama dengan
bertanam biasa menggunakan tanah dalam pot. Sistem hidroponik
substrat merupakan metode budidaya tanaman di mana akar tanaman
tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi
sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen
secara cukup. Substrat adalah dapat menyerap dan menghantarkan air,
e.

tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna tidak mudah lapuk.


Sistem ebb and flow disebut sistem pasang surut. Sistem ini bekerja
dengan membanjiri tempat penanaman dengan larutan nutrisi dan
kemudian mengeringkan larutan tersebut kembali ke wadahnya
(reservoir).

Sistem

pasang

surut

menggunakan

pompa

yang

dihubungkan dengantimer. Timer digunakan untuk mengatur kapan air


membanjiri tempat penanaman dan air surut dari tempat penanaman
(Karsono 2008).
Kelebihan sistem Ebb and flow system ini adalah lebih hemat
nutrisi, dapat digunakan sebagai penghias ruangan. Kekurangan sistem
Ebb and flow system ini adalah rangkaiannya rumit, sehingga butuh
membutuhkan tenaga ahli untuk menanganinya serta membutuhkan
kecermatan lebih tinggi dalam pemeliharaan. Menurut Setiawan (2009),
kekurangan budidaya dengan sistem ebb and flow ini adalah biaya alat
yang agak mahal, tergantung kepada aliran listrik, kualitas nutrisi yang

18

sudah dipompakan berkali-kali tidak akan sebagus awalnya, sehingga


f.

harus selalu dipantau.


Sistem aeroponik adalah sistem dengan teknologi yang tinggi.
Media tanamnya adalah udara. Akar tanaman menggantung di udara
dan diembuni dengan larutan nutrisi. Pengembunan biasanya dilakukan
setiap beberapa menit sehingga diperlukantimer untuk pengaturannya.
Jika proses pengembunan terganggu akar tanaman dapat cepat

mengering seperti pada sistem NFT (Karsono 2008).


g.
Teknik hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan
menggunkan papan sterofoam yang mengapung di atas larutan nutrisi
dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada
dasarnya hidroponik system DFT sama dengan rakit apung tetapi
pengaplikasiannya berbeda. Perbedaannya adalah pada rakit apung
larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT
tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flof (Sumiati 2000).
Kelebihan dari teknik hidroponik sistem DFT ini adalah pada saat
aliran arus listrik padam maka larutan nutrisi tetap tersedia untuk
tanaman, karena pada sistem ini kedalam larutan nutrisinya mencapai
kedalaman 6 cm. Jadi pada saat tidak ada aliran nutrisi maka masih ada
larutan nutrisi yang tersedia. Sedangkan untuk kekurangannya adalah
pada sistem DFT ini memerlukan larutan nutrisi yang lebih banyak
dibandikan dengan sistem NFT (Susyanto 2013).
h.
Vertikultur bisa diartikan sebagai budidaya tanaman secara vertikal
sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem
bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang
sempit secara optimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas
memang terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan.
Tingkat kesulitan bertanam secara vertikultur tergantung kepada model
dan sistem tambahan yang dipergunakan.
Keuntungan budidaya tanaman dengan menggunakan sistem
vertikultur sangat banyak antara lain: (1) efisien dalam penggunaan
lahan; (2) mudah dalam pemeliharaan, (3). Penghematan dan mudah
dalam pemakaian pupuk organik cair (POC) dan biopestisida; (4)

19

praktis dan mudah dalam kontrol pertumbuhan rumput atau gulma; (5)
dapat dipindah-pindahkan; (6) hasil panen lebih bersih dan sehat (BPTP
Yogyakarta 2010). Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan
terhadap serangan jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman
harus sering dilakukan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan
kelembaban udara tinggi, sehingga memungkinkan serangan penyakit
mudah menyebar. Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu
meskipun hujan, terutama bila tanaman ditanam pada sistem bangunan
beratap (Haryanto et al. 2005).
i.
Akuaponik adalah kombinasi menarik antara akuakultur dan
hidroponik yang mampu mendaur ulang nutrisi, dengan menggunakan
sebagian kecil air daur ulang hingga memungkinkan pertumbuhan ikan
dan tanaman secara terpadu. Sistem ini memerlukan campur tangan
teknologi sederhana dan tepat guna. Budidaya dengan sistem akuaponik
menjamin kadar oksigen ar, dan menekan racun amonia yang dihasilkan
dari kotoran ikan (Putra Iskandar et al 2011).
Keunggulan teknologi aeroponik

dibandingkan

sistem

hidroponik lainnya (Purnomo 2009), antara lain : a) Pertumbuhan


tanaman lebih pesat karena teknologi ini memproduksi butiran cairan
halus (droplet) berupa kabut; b) Aeroponik mengikuti kaidah
konservasi air dan nutrisi. Evaporasi pada sistem aeropink hingga
mencapai nol persen, karena sistem terisolasi (sealed). Sedangkan sisa
air yang tidak menempel di akar akan kembali ke larutan yang ada di
bawah; c) Aeroponik meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara;
d) Metode aeroponik juga mengoptimalisasikan potensi lahan sempit
karena tidak harus dibangun pada area yang luas, e) Aeroponik
meminimalisasi resiko terkena damping off karena larutan tidak
terkena

genangan

larutan

nutrisi;

f)

Sistem

aeroponikbisa

meningkatkan pertumbuhan hingga 10 kali lebih cepat pada beberapa


tanaman semusim.
Teknologi aeroponik selain memiliki kelebihan juga memiliki
kelemahan. Kelemahan aeroponik adalah adanya ketergantungan

20

terhadap kabut yangdihasilkan springkel. Akar tanaman akan


mengering jika siklus pengkabutan terganggu atau terbuka diudara
tanpa bak penutup (sealed). Sementara spring kelsangat tergantung
dari suplai listrik yang tersedia.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum pengenalan sistem hidroponik
adalah :
a. Hidroponik adalah aktivitas pertanian yang dijalankan menggunakan
air sebagai medium untuk menggantikan tanah.
b. Teknik hidropinik sistem rakit apung (Floating Hydroponics System)
adalah menggunakan tanaman pada rakit yang dapat mengapung di
atas permukaan air atau nitrisi dengan akar menjuntai di dalam air
(larutan nutrisi).
c. Hidroponik sistem NFT (Nutrient Film Technique) merupakan model
budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air nutrisi
yang dangkal dan tersirkulasi.
d. Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun atau dirakit
secara horizontal dan vertikal atau bertingkat.
e. Hidroponik substrat menggunakan media buatan, umumnya pasir dan
arang sekam, yang cara penanamannya hampir sama dengan bertanam
biasa menggunakan tanah dalam pot.

21

f. Sistem ebb and flow disebut sistem pasang surut. Sistem ini bekerja
dengan membanjiri tempat penanaman dengan larutan nutrisi dan
kemudian mengeringkan larutan tersebut kembali ke wadahnya
(reservoir).
g. Sistem aeroponik adalah sistem dengan teknologi yang tinggi. Media
tanamnya adalah udara.
h. Teknik hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan
menggunkan papan sterofoam yang mengapung di atas larutan nutrisi
dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi.
i. Vertikultur bisa diartikan sebagai budidaya tanaman secara vertikal
sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem
bertingkat.
j. Akuaponik adalah kombinasi menarik antara akuakultur dan
hidroponik yang mampu mendaur ulang nutrisi, dengan menggunakan
sebagian kecil air daur ulang hingga memungkinkan pertumbuhan
ikan dan tanaman secara terpadu.
2. Saran
Adapun saran untuk praktikum pengenalan hidroponik ini adalah
diharapkan co-ass lebih aktif memperikan penjelasan mengenai sistem
hidroponik yanga ada dirumah kaca b kepada praktikannya.

22

DAFTAR PUSTAKA
Andoko A 2004. Budidaya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Anonim 2011. Selada Hidroponik. http://prakosoisme.blogspot.com. Diakses pada
25 November 2014.
BPTP

Yogyakarta 2010. Vertikultur Berdiri Menggunakan


Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.

Paralon.

BBTP Jawa Tengah 2006. Vertikultur. Semarang : Departemen Pertanian Balai


Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Chadirin Y 2007. Diktat Kuliah Teknologi Greenhouse dan Hidroponik.
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarto A 1999. Budidaya Hidroponik Hortikultura Untuk Skala
Komersial.Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi. Badan
Pengkajiandan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Haryanto E, T Suhartini, E Rahayu, dan H Sunarjono 2005. Sawi dan Selada.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Izmi Hany 2010. Bertanam Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jones, J B 2005. Hydroponics. CRC Press. Boca Raton. Florida. Pp 445.
Jones JB 2005. Hydroponic: A Pratical Guide for the Soilless Grower.
Washington DC.CRL Press.
Karsono S 2008. Pengenalan Sistem Hidroponik. Bogor : Parung Farm.
Lingga, P 2002. Hidroponik Bercocok tanam tanpa tanah. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Lingga Pinus 2008. Hidroponik bercocok tanam tanpa tanah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Maya Ria 2012. Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Sederhana.
Kepulauan Bangka Belitung : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Purnomo A 2009. Aeroponik, Hidrogroup Indonesia. www.hidrogroup.co.id.
Diakses pada 25 November 2014.
Putra Iskandar dan Niken Ayu Pamukas 2011. Pemeliharaan Ikan Selais (Ompok
sp) dengan Resirklasi Sistem Aquaponik. Jurnal Perikanan dan Kelautan
16 (1) : 125-131.
Ricardo 2009. Hydroponics Substrat. http://bscstlouis1.blogspot.com. Diakses
pada 24 November 2014.

23

Roberto K 2003. How to Hydroponics. 4th Edition. The Future Garden Press.
New York.
Setiawan B 2009. Ebb and Flow. http://badrussetiawan1.blogspot.com. Diakses
pada 25 November 2014.
Steinberg D, Jaquelin, dan C Vengers 2000. Efisiensi Penggunaan Air pada Tiga
Teknik Hidroponik untuk Budidaya Bayam Hijau.Depok :Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Suhardiyanto H, Heru Sukoco, Sugi Guritman,Yani Prabowo, dan Hariatun
Kusyunarti Saptasari 2007. Aplikasi PLC untuk Mengendalikan
Lingkungan Pertumbuhan Tanaman Krisan pada Sistem Ebb and Flow.
Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer1 (1) : 2-7.
Sumiati, E 2000. Konsentrasi dan jumlah aplikasi mepiquat klorida untuk
meningkatkan produksi kentang di dataran tinggi dengan system DFT. J.
Hort. 9(4):293.
Sutiyoso 2003. Hidroponik Rakit Apung. Jakarta : Penebar Swadaya.
Susyanto 2013. Budidaya Tanaman Sawi dengan Hidroponik Sistem DFT.
http://susyantokewl.blogspot.com/2013/05/sawi-hidroponik.html. Diakses
pada 25 November 2014.
Wibowo, S dan Asriyanti, A 2013. Aplikasi Hidroponik NFT pada Budidaya
Budidaya Pakcoy (Brassica rapachinensis). Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan. Vol. 13. No. 3. Hal : 159-167.

24

Anda mungkin juga menyukai