Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) secara ekonomi merupakan
tanaman kacang-kacangan yang menduduki urutan kedua setelah kedelai,
sehingga berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi
tinggi dan peluang pasar dalam negeri yang cukup besar. Biji kacang tanah
dapat digunakan langsung untuk pangan dalam bentuk sayur, digoreng atau
direbus, dan sebagai bahan baku industri seperti keju, sabun dan minyak,
serta brangkasannya untuk pakan ternak dan pupuk (Marzuki, 2007).
Produksi kacang tanah selama kurun waktu 5 tahu tekahir (2008-
2012) terus mengalami penurunan. Luas rata-rata panen turun 2,28% pertahun
sedangkan rata-rata produksi menurun 1,02% per tahun. Di lain pihak
kebutuhan kacang tanah terus meningkat yaitu rata-rata 900.000 ton/tahun,
produksi rata-rata 771. 022 ton/tahun (85,67%) dengan volume impor rata-
rata 163.745 ton/tahun (Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi 2008-
2012).
Pertumbuhan dan produksi kacang tanah dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemupukan. Menurut Rinsema (1986), pemberian pupuk tidak
hanya menambah unsur hara tanaman namun sedikit banyak kondisi tanah
mengalami perubahan. Pemupukan merupakan alternatif yang sering
dilakukan untuk mendukung upaya peningkatan hasil kacang tanah terutama
pada lahan kahat akan unsur hara.
Pemupukan merupkan penambahan unsur hara kedalam tanah demi
tercapainya produksi yang maksimal. Hara atau nutrisi adalah zat yang
diserap tanaman untuk makanannya. Supaya tanaman tumbuh dengan baik
dan menghasilkan produksi yang tinggi diperlukan unsur hara dalam kondisi
memadai dan harus berada dalam suatu keseimbangan. Unsur hara yang
sering mendapat perhatian serius karena kurang dan lambat tersedia dalam
tanah adalah unsur N, P, Ca, Mg, S, dan P. Unsur hara paling utama yang
dibutuhkan oleh tanaman adalah N, P, K biasanya diberikan sebagai pupuk,
2

Ca dan Mg diberikan sebagai kapur dan S diberikan sebagai tepung belerang


(Setiawan, 2008).
Keberadaan unsur hara untuk dapat diserap oleh tanaman juga
dipengaruhi oleh pH tanah. Keadaan pH tanah yang ekstrim berakibat dapat
atau tidaknya unsur hara dipenuhi dan dapat atau tidaknya diserap oleh
tanaman. Pemberian pupuk dolomit mempengaruhi pH tanah sehingga
berakibat pada keefisienan serapan hara oleh tanaman dan menambahkan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman ke dalam tanah atau ke tanaman.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum tanam semusim mengenai penambahan dolomit
(Ca𝐶𝑂3) adalah mengetahui pengaruh pemberian pupuk dolomit dengan dosis
yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang
tanah.
3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Tanah


Kacang tanah (Arachis hypogea L.) berasal dari benua Amerika,
diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru
dan Brizilia sekarang. Tanaman ini sudah diusahakan oleh bangsa Indian Inca
dan Indian Maya di Amerika Selatan sejak 1500 sebelum Masehi (Hammons,
1982 dalam Sumarno, 2015). Di benua Asia, kacang tanah mula-mula
ditanam di India dan China, diperkirakan sejak abad VI. Tanaman kacang
tanah mulai ditanam di Indonesia diperkirakan sejak akhir abad XV.
Rumpfius, seorang penjelajah Belanda, telah menemukan kacang tanah di
Maluku pada tahun 1640.
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah tanaman polong-polongan
atau legum anggota suku Fabaceae yang dibudidayakan, serta menjadi
kacang-kacangan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman
yang berasal dari benua Amerika ini tumbuh secara perdu setinggi 30 s.d 50
cm dengan daundaun kecil tersusun majemuk. Tanaman ini adalah satu di
antara dua jenis tanaman budidaya selain kacang bogor yang buahnya
mengalami pemasakan di bawah permukaan tanah. Jika buah yang masih
muda terkena cahaya, proses pematangan biji terganggu (Adisarwanto, 2000).
Kacang tanah mempunyai dua tipe pertumbuhan yang berbeda yaitu
tipe tegak dan menjalar. Tipe tegak lebih disenangi oleh petani karena
berumur genjah yaitu 100-120 hari dan saat panen lebih mudah. Sedangkan
tipe menjalar berumur panjang yaitu 5-6 bulan dan ginofornya menyebar
menurut arah menyebarnya cabang tanaman (Somaatmaja, 1990). Kacang
tanah mempunyai susunan perakaran yang pertama adalah akar tunggang.
Akar-akar ini mempunyai akar cabang yang lurus dan berfungsi sebagai alat
penyerap hara. Seiring dengan meningkatnya umur tanaman, akar-akar
tersebut akan mati. Akar yang masih bertahan hidup akan menjadi akar yang
permanen. Pada akar-akar tersebut tumbuh bintil akar yang berisi
4

Rhizhobium japanicum. Bakteri ini dapat mengikat nitrogen di udara yang


digunakan untuk pertumbuhan kacang tanah (Sumarno, 1986).
Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap. Helaian daun terdiri
dari empat anak daun dengan tangkai daun agak memanjang (Adisarwanto,
2000). Bunga berbentuk kupu-kupu berwarna kekuningan dan bertangkai
panjang yang tumbuh dari ketiak daun. Fase berbunga biasanya 3-6 minggu
setelah tanam. Bunga kacang tanah menyerbuk sendiri (self pollination) pada
malam hari dan hanya 70%-75% yang membentuk bakal buah polong
(ginofor). Bunga mekar bervariasi tergantung pada varietasnya. Berat biji
kacang tanah antara 25-40 gram per 100 biji untuk ukuran kecil sedangkan
biji ukuran besar lebih kurang 50 gram per 100 biji (Rukmana, 1987).
Jumlah polong isi dan jumlah polong hampa dipengaruhi secara nyata
oleh pemupukan kalium. Hal ini karena kalium berperan penting dalam
pembentukan buah pada jenis kacang-kacangan. Kekurangan kalium akan
menyebabkan gagalnya pengisian polong kacang tanah atau terbentuknya
polong hampa (Haridi dan Zulhidiani, 2009).
Biji matang memiliki dormansi singkat atau tidak dorman sama sekali
dan penundaan panen dapat berakibat biji berkecambah di dalam polong. Biji
yang ditanam tidak menunjukan perkecambahan epigeal atau hipogeal, tetapi
kotiledon terdorong ke permukaan tanah oleh hipokotil dan tetap pada
permukaan tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kacang tanah dapat tumbuh diberbagai macam tanah, terutama yang
mempunyai adaptasi yang baik. Struktur tanah yang remah dari tanah lapisan
atas dapat menyuburkan pertumbuhan dan mempemudah pembentukan
polong. Kacang tanah tumbuh dengan baik jika ditanam di lahan ringan
(loamy sand, sandy, atau clay) yang cukup mengandung unsur hara (Ca, N, P,
K). Tanaman ini menghendaki lahan yang gembur agar perkembangan
perakarannya berjalan baik. Ginofornya mudah masuk ke dalam tanah untuk
membentuk polong, dan pemanenannya mudah (tidak banyak polong yang
hilang atau tertinggal dalam tanah). pH tanah yang baik antara 5,0-6,3. Pada
tanah yang sangat asam efisiensi bakteri dalam mengikat unsur N dari udara
5

akan berkurang, sedangkan pada tanah yang terlalu basa, unsur haranya
kurang tersedia (Suprapto, 1993).
Kacang tanah menghendaki keadaan iklim yang panas tetapi sedikit
lembab, yaitu rata-rata 65-75% dan curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu
sekitar 800-1300 mm/tahun. Pada waktu berbunga tanaman kacang tanah
menghendaki keadaan yang cukup lembab dan cukup udara, sehingga kuncup
buah dapat menembus tanah dengan baik dan pembentukan polong dapat
berjalan secara leluasa, sedangkan pada saat buah kacang tanah menjelang
tua, tanah harus diupayakan menjadi kering (Wijaya, 2011).
Kelembaban udara untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 65-
75%. Adanya curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban terlalu
tinggi di sekitar pertanaman. Penyinaran sinar matahari secara penuh amat
dibutuhkan bagi tanaman kacang tanah, terutama kesuburan daun dan
perkembangan besarnya kacang. Adanya curah hujan yang tinggi akan
meningkatkan kelembaban terlalu tinggi di sekitar pertanaman. Penyinaran
sinar matahari secara penuh amat dibutuhkan bagi tanaman kacang tanah,
terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang
(Prihatman, 2000).
Kacang tanah dapat tumbuh pada lahan dengan ketinggian 0-500 m di
atas permukaan laut. Tanaman ini tidak terlalu memilih tanah khusus.
Diperlukan iklim yang lembab. Kacang tanah termasuk tanaman yang
memerlukan sinar matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya matahari
akibat naungan atau halangan dan atau awan lebih dari 30% akan
menurunkan hasil kacang tanah karena cahaya mempengaruhi fotosintesis
dan respirasi. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor
akan mengurangi jumlah ginofor, sedangkan rendahnya intensitas cahaya
pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta
akan menambah jumlah polong hampa (Oentari, 2008).
Derajat keasaman tanah yang sesuai untuk budidaya kacang tanah
adalah pH antara 6,0 – 6,5. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman
kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal
6

dari mata air atau sumber air yang ada disekitar lokasi penanaman. Tanah
berdrainase dan beraerasi baik atau lahan yang tidak terlalu becek dan tidak
terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang tanah (Prihatman, 2000).
2.2 Kapur Dolomit (CaMg (CO3)2)
Pertumbuban tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada pH rendah Ca, Mg, dan P kurang
tersedia sedangkan unsur mikro tersedia, tetapi unsur Al yang meracun sangat
tinggi. Tanah yang ber- pH rendah (pH<6) diklasifikasikan sebagai tanah
masam. Tanah masan didunia hampir seluruh nya terpusat diwilayah tropika
basah (Hakim et al., 1986dalam Hardian, 1999).
Kemasaman tanah menunjukan tinggi rendahnya kadar ion H+
didalam tanah dan biasa disebut pH tanah. Masalah tanah masam antara lain
adalah kurang tersedianya unsur P,Ca, Mg, Dan Mo dan fiksasi N terhambat,
kelebihan unsur AI, Fe, dan Mn sehingga meracun bagi tanaman.
Kemasaman yang tinggi (pH rendah) dapat diperbaiki dengan pemberian
kapur atau pengapuran (Pangudijatno, 1988 dalam Hardian, 1999).
Manfaat pemberian kapur pada tanah masam dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu Mengurangi alumunium dan keracunan
metal lainnya, dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi fisik tanah,
merangsang aktivitas mikrobiologi di dalam tanah, meningkatkan KTK tanah
melalui peningkatan muatan negatif tanah yang dapat berubah-ubah atau
muatan tergantung pH, meningkatkan ketersediaan unsur hara tertentu
khususnya P, menyuplai Ca dan Mg untuk tanaman, dan meningkatkan
fiksasi N secara simbiotik oleh tanaman leguminose (Winarso, 2005).
Mineral dolomit merupakan variasi dari batu gamping (CaCO3)
dengan kandungan mineral karbonat > 50%. Istilah dolomit pertama kali
digunakan untuk batuan karbonat tertentu yang terdapat di daerah Tyrolean
Alpina (Pettijohn, 1956).
Dolomit dapat terbentuk baik secara primer maupun sekunder. Secara
primer dolomit biasanya terbentuk bersamaan dengan proses mineralisasi
yang umumnya berbentuk urat-urat. Secara sekunder, dolomit umumnya
7

terjadi karena terjadi pelindihan (leaching) atau peresapan unsur magnesium


dari air laut kedalam batu gamping atau istilah ilmiahnya proses dolomitisasi.
Proses dolomitisasi adalah proses perubahan mineral kalsit menjadi dolomit.
Hal-hal yang mempengaruhi pembentukan dolomit yaitu tekanan air laut
yang banyak mengandung unsur magnesium dalam jangka waktu yang relatif
lama. Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan
kekerasan lebih lunak dari batu gamping, yaitu berkisar antara 3,50 - 4,00,
bersifat pejal, berat jenis antara 2,80 - 2,90, berbutir halus hingga kasar dan
mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Klasifikasi
dolomit dalam perdagangan mineral industri didasarkan atas kandungan unsur
magnesium (Mg), kandungan mineral dolomit dan unsur kalsium (Ca).
Kandungan unsur magnesium ini menentukan nama dolomit tersebut.
Misalnya, batugamping mengandung 10 % MgCO3 disebut batu gamping
dolomitan, sedangkan bila mengandung 19 % MgCO3 disebut dolomit (Tabel
2.1)
Tabel 2.1 Pengklasifikasian Dolomit Berdasarkan Kandungannya
No Nama batuan Kadar dolomit Kadar MgO
(%) (%)
1 Batuan gamping 0–5 0,1 – 1,1
2 Batuangamping magnesium 5 - 10 1,1 – 2,2
3 Batuangamping dolomit 10 - 90 2,2 – 10,9
4 Dolomit berkalsium 50 - 90 10,9 – 19,l7
5 Dolomit 90 - 100 19,7 – 21,8
(Pettijohn, 1956).
Menurut Tushadi, (1990) menyatakan bahwa penyebaran dolomit
hampir di sebagian besar daerah di Indonesia, namun jumlahnya relatif jauh
lebih kecil dan hanya berupa lensa-lensa pada endapan batu gamping. Tetapi
yang mempunyai jumlah sumberdaya cukup besar adalah di Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura serta Papua.
Fungsi dolomit terhadap pengisian polong menurut Suntoro (2002)
menyatakan bahwa dolomit meningkatkan kadar Ca dan Mg dalam tanah,
magnesium merupakkan unsur yang sangat diperlukan dalam sintesis klorofil,
yang akan menentukan berlangsungnya proses fotosintesis. Proses
8

fotosintesis yang optimal sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan


tanaman terutama pada fase pembentukan dan pengisian polong, sehingga
menentukan hasil dari tanaman.
Menurut Nurhayati (2008) peningkatan produksi tanaman yang diberi
kapur/dolomit disebabkan adanya perbaikan unsur hara oleh tanaman karena
peranan kapur dolomit menciptakan kondisi pH yang sesuai dengan aktivitas
mikroorganisme tanah yang berperan dalam depupuk komposisi bahan
organik tanah. Sehingga mempengaruhi berat biji tanaman.
2.3 Pupuk Kandang
Sugito et al (1995) menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik
dalam sistem pertanian organik memberikan beberapa manfaat seperti suplai
hara makro dan mikro, meningkatkan kandungan bahan organik tanah
sehingga memperbaiki kemampuan tanah menahan air serta menambah
porositas tanah dan meningkatkan kegiatan renik dalam tanah. Penambahan
bahan organik selain menambah unsur hara tanah juga akan memperbaiki
sifat tanah lainnya seperti perubahan pH dan kemampuan tanah
mempertukarkan kation (KTK).
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak yang lebih dikenal
dengan pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan produk yang berasal dari
limbah usaha peternakan dalam hal ini adalah kotoran ternak. Jenis ternak
yang bisa menghasilkan pupuk organik ini sangat beragam diantaranya sapi,
kambing, domba, kuda, kerbau, ayam dan babi. Adapun fungsi dari pupuk
organik sebagai berikut: 1. Sebagai operator, yaitu memperbaiki struktur
tanah; 2. Sebagai penyedia sumber hara makro dan mikro; 3. Menambah
kemampuan tanah dalam menahan air; 4. Menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur-unsur hara (melepas hara sesuai kebutuhan tanah); 5. Sumber
energi bagi mikro organisme (Setiawan, 2010).
Menurut Sarief (1986) dalam Andy Wijaya (2011), pupuk kandang
memiliki keungulan dibandingkan dengan pupuk kali, yaitu: 1. Merupakan
humus yang dapat menjaga tanah sehingga tanah mudah diolah dan terisi
banyak oksigen; 2. Sebagai sumber hara makro (Nitrogen, Fosfor, dan
9

Kalium); 3. Meningkatkan daya menahan air; 4. Banyak mengandung


mikroorganisme. Semua keungulan pupuk kandang tersebut membuat pupuk
kandang dianggap sebagai pupuk yang lengkap. Pupuk kandang dapat berasal
dari sapi, kuda, babi, unggas, dan lain-lain.
2.4 Pupuk SP36
Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan
kacang tanah dalam jumlah relatif banyak dibandingkan unsur lainnya karena
hara fosfor diserap sepanjang masa pertumbuhannya. Rinsema (1986) yang
menyatakan bahwa, fosfat sangat diperlukan untuk pertumbuhan generatif,
terutama untuk pertumbuhan bunga dan bagian-bagian lainnya yang
selanjutnya akan menjadi polong dan biji. Tanaman yang cukup
mengabsorbsi hara fosfat disamping dapat memperbanyak polong dan biji
juga dapat mempercepat masak dan seragamnya masa panen.
Fosfor sangat diperlukan untuk pertumbuhan generatif terutama untuk
pertumbuhan bunga dan bagian - bagian lainnya, selanjutnya akan menjadi
polong dan biji. Tanaman cukup mengasorbsi hara fosfor dapat
memperbanyak polong dan biji juga dapat mempercepat masak dan
seragamnya masa panen, pemupukan fosfor dalam dosis yang rendah tidak
efektif tujuan pemupukan, sedangkan dalam dosis yang tinggi akan
mengalami pemakaian berlebihan dan menyebabkan keracunan bagi tanaman
(Marzuki, 2007).
Tanda tanaman kekurangan P adalah tanaman menjadi kerdil. Bentuk
daun tidak normal dan apabila defisiensi ada bagian- bagian daun, buah, dan
batang yang mati. Daun - daun tua akan terpengaruh lebih dulu dibandingkan
dengan daun-daun muda. Defisiensi P juga dapat menyebabkan penundaan
kemasakan. Tanaman biji-bijian yang tumbuh pada tanah menyebabkan
pengisian biji berkurang (Winarso, 2005).
10

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada 11 Oktober – 28 Desember 2017 di
Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya: cungkir, cangkul,
talirafia, embrat, meteran kain/penggaris, alat tulis, kantung plastik, pisau/gunting
dan neraca digital. Sedangkan bahan yang di gunakan diantaranya: benih kacang
tanah (Arachis hipogaea. L), pupuk kandang, Dolomit, SP36, Urea, dan KCL.

3.3 Prosedur Kerja


Praktikum ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan
dua factorial yaitu kacang tanah (Aerachis hipogaea) dengan pengaruh berbagai
dosis dolomit. Perbedaan pemberian pupuk dolomit dibagi atas lima perlakuan
diantaranya: D0 = Kontrol (0 kg/ha pupukDolomit), D1 = 100 kg/ha pupuk
Dolomit, D2 = 200 kg/ha pupuk dolomit, D3 = 300 kg/ha pupuk dolomite dan
D4= 400 kg/ha pupuk dolomit, dengan tiga kali pengulangan sehingga terdapat
lima belas satuan percobaan.
Benih kacang tanah ditanam sebanyak 2 benih /lubang tanam, setelah
pengolahan lahan sebelumnya tanah digemburkan dan diberikan pupuk kandang
dan dolomit sesuai perlakuan yang dibiarkan seminggu. Pengolahan lahan terdiri
atas pembuatan bedengan (3 × 1.2 m2), pemberian pupuk kandang (5
kg/bedengan) dan dolomit sesuai perlakuan perbedengan sebagai pupuk dasar, dan
pengaturan jarak tanam (20 × 30 cm).
Penyulaman pada kacang tanah dilakuakan stelah seminggu apabila benih
kacang tanah yang sudah ditanaman tidak mengalami perkecmbahan dan
pertumbuhan. Pada kedua benih kacang yang tumbuh dilakuakkan penjaragan,
yaitu seleksi salah satu bibit terbaik untuk optimalisasi pertumbuhan dan
produktivitas pada lubang tanam.
11

Perawatan dan pengamatan pada kacang tanah terdiri atas penyiraman,


pemupukan lanjutan, sanitasi lahan.Penyiraman dilakukan kondisional, apabila
tidak hujan maka dilakukan penyiraman pada sore hari. Pemupukan pada tanaman
kacang tanah diberikan saat pengolahan lahan yaitu pupuk kandang 75 kg/ha
(sebagai pupuk dasar), pupuk dolomit (sesuai perlakuan) dan 90 kg/ha Urea, 150
kg/ha SP-36, 60 kg/ha KCL (sebagai pupuk dasar) yang diberikan pada saat
penanaman benih. Sanitasi lahan, salah satunya penyiangan gulma yang dilakukan
manual setiap seminggu sekali. Pengamatan, peubah yang diamati pada tanaman
kacang tanah diantaranya: tinggi tanaman (cm), jumlah daun, lebar kanopi (cm),
jumlah bunga, dan jumlah ginofor.
Panen dan pasca panen pada kacang tanah terdiri atas waktu panen, ciri dan
umur panen. Umur panen tanaman kacang tanah tergantung dari jenis varietas
yaitu: Pasca panen, peubah yang diamati pada pasca panen diantaranya jumlah
polong keseluruhan, bobot polong keseluruhan (g), jumlah polong berisi, bobot
polong berisi (g), jumlah polong tidak berisi, bobot polong tidak berisi (g) dan
panjang polong.
12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Tabel 1 Pengataman tinggi tanaman
Tinggi tanaman Minggu Pengamatan
Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
D0 8,08 12 20,6 - -
D1 5,47 9,7 25,6 - -
D2 6,9 12,9 20,7 - -
D3 8,6 15 23,8 - -
D4 6,7 10,4 21 - -

b. Tabel 2 Pengamatan jumlah daun


Jumlah daun Minggu Pengamatan
Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
D0 18,2 30,9 49 - -
D1 16,3 24,1 48,3 - -
D2 20,1 30 42 - -
D3 25,8 38,8 38,2 - -
D4 12 21,5 42 - -

c. Tabel 3 Pengamatan lebar kanopi


Lebar kanopi Minggu Pengamatan
Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
D0 22,1 26,3 36,1 - -
D1 17,7 25,2 36,5 - -
D2 21,7 28,4 36,2 - -
D3 22,1 28,1 32,3 - -
D4 14 23,3 36,3 - -

d. Tabel 4 Pengamatan jumlah bunga


Jumlah bunga Minggu Pengamatan
Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
D0 - 5,8 6,7 4,5 3,05
D1 - 4,7 7,2 4,7 1,5
D2 - 6,7 5,8 6,1 2,4
D3 - 5,5 8,4 4,9 4
D4 - 4,4 4,7 4,3 2,1
13

e. Tabel 5 Pengamatan jumlah ginofor


Jumlah ginofor Minggu Pengamatan
Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
D0 - - 2,7 11,3 15,6
D1 - - 7,4 10,2 13
D2 - - 5,9 11,1 15,4
D3 - - 4,3 10 8,4
D4 - - 3,3 8,5 12

f. Tabel 6 Pengamatan polong isi, polong tidak isi, dan panjang polong
Perlakuan Keseluruhan polong isi polong tidak isi panjang polong
1/tanaman
jumlah bobot jumlah bobot jumlah bobot
polong polong polong polong polong polong
(g) (g) (g)
D0 20,6 56,5 46,6 46,8 15,6 4,5 4,7
D1 34 59 16 52 21,7 8,2 5,07
D2 40,3 67,6 23,1 62,2 17,1 5,4 4,9
D3 36 68 19,5 57,6 16,1 7,7 5,07
D4 26,4 56 17,5 54 21 10 4,9

4.2 Pembahasan
Persiapan lahan dilakukan oleh praktikan satu minggu sebelum
penanaman. Tanah diolah sedemikian hingga membentuk suatu bedengan. Tanah
yang sudah diolah lalu ditambahakan pupuk kandang dan dolomit. Tanah yang
sudah tercampur pupuk kandang dan dolomit didiamkan selama satu minggu.
Penanaman dilakukan pada minggu berikutnya, dimana setiap lubang
tanam ditanami dua benih kacang tanah. Jarak tanam yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu 20 cm x 30 cm dengan luas bedengan 3 m x 1,2 m sehingga
didapat 50 lubang tanam per bedengan. Penambahan pupuk urea, SP-36, dan
pupuk KCl diberikan pada saat penanaman. Dosis yang diberikan untuk pupuk
urea yaitu 90 kg/ha, dosis pupuk SP-36 yaitu 150 kg/ha, dan dosis pupuk KCl
yaitu 60 kg/ha.
Data hasil pengamatan tinggi tanaman kacang tanah menunjukkan
pertumbuhan tinggi tanaman terbaik pada 3 MST dan 4 MST ditunjukkan pada
perlakuan D3 (dosis dolomit 300 kg/ha) yaitu 8,6 cm dan 15 cm, sedangkan
14

pertumbuhan tinggi tanaman teredah terjadi pada perlakuan D1 (100 kg/ha) yaitu
5,47 cm pada 3 MST dan 9,7 cm pada 4 MST. Pengamatan tinggi tanaman 5 MST
pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan D1 (100 kg/ha) menunjukkan
pertumbuhan yang paling baik yaitu 25,6 cm, sedangkan pertumbuhan tinggi
tanaman terendah terjadi pada perlakuan D0 yaitu 20,6 cm.
Umur tanaman 3 MST dan 4 MST pemberian berbagai dosis dolomit pada
parameter tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. hal ini
disebabkan pertumbuhan tanaman kacang tanah masih dalam taraf awal sehingga
tinggi tanaman yang dihasilkan relatif seragam.
Pengamatan rata-rata jumlah daun di tunjukkan pada tabel 2, rata-rata
jumlah daun terbanyak pada 3 MST dan 4 MST yaitu pada perlakuan D3 (300
kg/ha) dimana rata-rata jumlah daun D3 pada 3 MST adalah 25,8 dan rata-rata
jumlah daun D3 pada 4 MST adalah 38,8. Rata – rata jumlah daun terbanyak pada
5 MST yaitu pada perlakuan D0 adalah 49, sedangkan rata-rata jumlah daun yang
paling sedikit yaitu pada perlakuan D3 (300 kg/ha) adalah 38,2.
Bunga tanaman kacang tanah muncul setelah 4 MST ditunjukkan pada
tabel 4. Pertumbuhan rata-rata bunga berlangsung sampai tanaman berumur 7
MST. Pertumbuhan rata-rata bunga pada setiap perlakuan meningkat setiap
minggunya, dan cenderung mengalami penurunan jumlahnya setelah tanaman
berumur 6 MST dan 7 MST. Bunga yang dihasilkan tidak semuanya akan
membentuk ginofor dan polong.
Ginofor muncul pada saat tanaman berumur 5 MST ditunjukkan pada tabel
5. Polong-polong yang terbentuk dari bunga-bunga yang berkembang. Polong
yang dihasilkan dari bunga yang muncul saat awal mempunyai kesempatan dalam
waktu dan persediaan asimilat yang lebih baik dari pada polong-polong yang
terbentuk dari bunga-bunga pada saat atu akhir periode pengisian. Suprapto
(1994) menyatakan bahwa dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya 55% yang
menjadi ginofor, dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum
sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil.
Pengamatan polong isi, polong tidak isi, dan panjang polong ditunjukkan
pada tabel 6. Pada parameter pengamatan rata-rata jumlah polong keseluruhan
15

yang paling sedikit terdapat pada perlakuan D0 (tanpa dolomit) yaitu 20,6
sedangkan untuk rata-rata bobot polong keseluruhan tidak jauh berbeda dengan
perlakuan D4 (400 kg/ha) yaitu 56 gram. Rata-rata jumlah polong isi terbanyak
terdapat pada perlakuan D0 (tanpa dolomit), sedangkan rata-rata bobot polong isi
terbanyak terdapat pada perlakuan D2 (200 kg/ha). Rata-rata jumlah polong tidak
isi dan rata-rata bobot polong tidak isi terbanyak terdapat pada perlakuan D4 (400
kg/ha). Panjang polong pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan untuk setiap parameter pengamatan mulai
tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, jumlah bunga, jumlah ginofor, dan
berat bobot tanaman kacang tanah untuk setiap perlakuan tidak terlalu berbeda.
Berdasarkan pemberian berbagai dosis dolomit yang dicobakan menunjukan
bahwa tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan D3 (dosis dolomit 300 kg/ha).
Hal ini disebabkan karena respon tanaman kacang tanah terhadap tambahan Ca
dan Mg yang telah mencapai nilai optimum. Pemberian dolomit disamping
menambah unsur hara Ca dan Mg juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur
harayang lain serta memperbaiki sifat fisik tanah, dengan semakin meningkatnya
unsurhara dan sifat fisik tanah maka pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik
(Sumaryo dan Suryono, 2000).
Meningkatnya pertumbuhan tanaman kacang tanah karena pemberian
dolomit dapat menekan unsur Al dan dapat memperbaiki pH serta agregat tanah.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Buckman dan Brady (1982) menjelaskan bahwa
pengapuran pada tanah masam dapat memperbaiki kesuburan tanah sebab akan
mengggiatkan kehidupan jasad renik dan unsur hara makro menjadi lebih tersedia
bagi tanaman. Absorpsi unsur-unsur Mo, p dan Mg akan meningkat dengan
adanya pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan
menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn yang dalam keadaan sangat
masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman.
Leiwakabessy dan Sutandi (2004) mengungkapkan bahwa pengapuran
bertujuan untuk menekan kejenuhan Al yang sangat tinggi sehingga pH tanah
16

dapat meningkat dan tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Oleh
karna itu, perkembangan akar tanaman menjadi optimum akibat pengapuran.
17

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setiap parameter pengamatan mulai tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
kanopi, jumlah bunga, jumlah ginofor, dan berat bobot tanaman kacang tanah
untuk setiap perlakuan tidak terlalu berbeda. Berdasarkan pemberian berbagai
dosis dolomit yang dicobakan menunjukan bahwa tanaman tertinggi terdapat pada
perlakuan D3 (dosis dolomit 300 kg/ha). Hal ini disebabkan karena respon
tanaman kacang tanah terhadap tambahan Ca dan Mg yang telah mencapai nilai
optimum.
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya perlu ada penambahan dosis tentang
penggunaan dosis dolomit dan pemberian dosis pupuk lainnya untuk dapat
meningkatkan petumbuhan tanaman kacang tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. 2000. Meningkatkan Kacang Tanah di Lahan Sawah Yang Kering.


Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
Buckman, H.O. dan N.C.Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan. Bharata Karya
Aksara, Jakarta.
Haridi, M dan R. Zulhidiani. 2009. Komponen Hasil dan Kandungan K Empat
Kultivar Kacang Tanah pada Empat Taraf Pemupukan K di Lahan Lebak.
Agroscientiae 2(16): 99-106.
Hardian. 1999. Pengaruh Kapur Dolomit, Pupuk Kandang, Pupuk TSP, dan Pupuk
NPK Terhadap Beberapa Jenis Tanaman Reboisasi Di Pulau Bintan.
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Leiwakabesy, F.M., A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan Tanah. Jurusan
Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Marzuki, R. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta.
Nurhayati. 2008. Tanggap Tanaman Kedelai Di Lahan Gambut Terhadap
Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah. Tesis. Medan. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara.
Oentari, A. P. 2008. Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Kapasitas Source Sink
Pada Enam Varietas Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.). Skripsi.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Pettijhon, 1956. Klasifikasi Dolomit.http://www.tekmira.esdm.go.id//. Di dalam
Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara
2011.
Prihatman, K. 2000. Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
dan Gizi. ITB, Bandung.
Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Karya Aksara:
Jakarta.
Rukmana, R. 1987. Bertanam Kacang Tanah. Penerbit Kanisius: Jakarta.
Setiawan, Prabu. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit terhadap Produksi
Getah Kopal di Gunung Walat Sukabumi. Skripsi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan.
Setiawan, B.S & Tim ETOSA. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Somaatmadja. 1990. Kacang Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta. 89 hal.
Sugito, Yogi, Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Sumarno. 1986. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru. Bandung. 79 hal.
Sumarno. 2015. Status Kacang Tanah Indonesia. Monograf Balitkabi No.13.
Sumaryo, dan Suryono. 2000. Pengaruh Dosis Pupuk Dolomit dan SP-36 terhadap
Jumlah Bintil Akar dan Hasil Tanaman Kacang Tanah di Tanah Latosol.
Agrosains vol.2: 54-58. Bogor.
Suntoro. 2002. Pengaruh Penambahan Bahan Organik, Dolomit Dan KCL
Terhadap Kadar Klorofil Dampaknya Pada Hasil Kacang Tanah (Arachis
hypogeae L.). Jurnal Bio Smart: 4(2): 36-40.
Suprapto. 1999. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta. 32 hal.
Tushadi, 1990. Analisa Penyebaran Dolomit di Indonesia. //
www.tekmira.esdm.go.id//. Di dalam Laporan Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sumatera Utara 2011.
Wijaya, A. 2011. Pengaruh Pemupukan dan Pemberian Kapur Terhadap
Pertumbuhan Dan Daya Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Skripsi. IPB Repository. Bogor.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah; Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media: Jogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai