Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

PEMBAHASAN

1.1

Pembahasan Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan penyuluhan dan pembagian pot

feses kepada siswa SD kelas 3,4, dan 5 di wilayah Kecamatan Kedungkandang.


Jumlah seluruh pot yang dibagikan adalah 1552 dan sebanyak 757 pot kembali
(coverage sebesar 48,78%). Angka coverage ini lebih rendah dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Disrinama di SDN Kotalam 6 di Kota
Malang pada tahun 2006 yaitu sebesar 66% dan oleh Alfiani di Kecamatan Turen
Kabupaten Malang pada tahun 2008 dengan angka coverage sebesar

73%

(Disrinama,2006 ; Alfiani, 2008). Angka coverage yang kecil ini mungkin bisa
disebabkan karena pada waktu yang sudah ditentukan siswa tidak bisa buang air
besar, siswa tidak datang pada waktu hari pengumpulan feses dan siswa merasa
jijik untuk membawanya.
Berdasarkan data pada tabel 5.2 tingkat coverage yang paling besar
terdapat pada SD Tlogowaru 1 dengan coverage 75%. Tingginya coverage pada
SD Tlogowaru 1 ini disebabkan karena adanya bantuan dari pihak sekolah untuk
menghimbau siswa membawa feses. Selain itu, juga disebabkan karena
dilakukan 2 kali pengambilan feses pada hari yang berbeda oleh peneliti.
Sehingga siswa yang tidak membawa feses pada hari pertama bisa membawa
pada hari kedua pengumpulan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan metode Kato Thick
Smear didapatkan prevalensi kecacingan adalah sebesar 4,6%. Pemeriksaan

serupa yang dilakukan di Jawa Timur pada tahun 2008 2010 menghasilkan
angka prevalensi sebesar 7,95% (Kemenkes, 2012). Penelitian mengenai
kecacingan di kota Palu pada tahun 2014 didapatkan prevalensi kecacingan
sebesar 31,6% (Chadijah, 2014). Penelitian serupa juga dilakukan pada tahun
2012 di Minahasa menunjukkan prevalensi kecacingan sebesar 12,2%
(Kundaian, 2012). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa angka prevalensi
kecacingan di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang tergolong rendah.
Didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara prevalensi kecacingan di
daerah perkotaan dan pedesaan berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Kalimantan Selatan yaitu sebesar 6,4% dan 11,5% (Hairani, dkk, 2012). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa angka prevalensi kecacingan yang rendah di
Kecamatan Kedungakandang karena merupakan wilayah perkotaan.
Dari data penelitian bahwa Ascaris lumbricoides memiliki prevalensi paling
tinggi yaitu 28 kasus (80%), Hookworm ditemukan 5 kasus (14,3%), dan
Trichuris trichiura 1 kasus (2,85%). Selain Soil Transmitted Helminth ternyata
juga

ditemukan

Hymenolepsis

nana

kasus

(2,85%)

di

Kecamatan

Kedungkandang. Data dari WHO dilaporkan sebanyak 800 juta orang terinfeksi
Ascaris lumbricoides, 600 juta orang terinfeksi Trichuris trichiura, dan 600 juta
orang terinfeksi Hookworm (WHO, 2012).
lumbricoides

Prevalensi cacing

Ascaris

di Indonesia termasuk dalam kategori tinggi yaitu memiliki

frekuensi antara 60-90% pada anak usia sekolah dasar. Ascaris lumbricoides
banyak ditemukan di dataran dan daerah yang lembab (Prasetyo, 2003). Hal
tersebut menunjukan bahwa jenis cacing yang paling banyak menginfeksi
manusia, khususnya pada anak usia sekolah dasar adalah Ascaris lumbricoides.

1.2

Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Angka Kecacingan


Pada penelitian ini pengetahuan orang tua dinilai dari hal-hal yang

diketahui oleh orang tua meliputi kesadaran tentang infeksi cacing, tanda dan
gejala infeksi cacing, pencegahan infeksi cacing, cara penularan dan pertolongan
dini terhadap penyakit kecacingan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
dari 110 sampel terdapat 73 siswa dengan pengetahuan orang tua yang buruk
sedangkan 37 lainnya dengan pengetahuan orang tua yang baik. Hal tersebut
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan orang tua mengenai infeksi cacing di
Kecamatan Kedungkandang tergolong buruk.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa pengetahuan orang tua tidak
memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kecacingan pada siswa
sekolah

dasar

di

Kecamatan

Kedungkandang

Kota

Malang.

Karena

berdasarakan uji statisktik yaitu nilai p-value 0.745. Meskipun secara statistik
tidak ditemukannya hubungan dan pengaruh yang bermakna antarvariabel
tersebut, bukan berarti tingkat pengetahuan orang tua tidak mempengaruhi
kejadian kecacingan pada siswa sekolah dasar. Karena berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Marlina et al. (2012) pada siswa sekolah dasar di
Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Bengkulu bahwa pengetahuan
orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan infeksi cacing. Hal ini
sesuai dengan penelitian Gazali (2008), bahwa rendah prevalensi infeksi STH di
Kecamatan Periukan disebabkan tingkat pengetahuan yang semakin baik.
Sejalan dengan penelitian Wachidanijah tahun 2002 menyatakan prevalensi
kecacingan rendah didapat pada orang tua yang mempunyai pengetahuan baik.
Tingkat pengetahuan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap
tinggi rendah prevalensi kecacingan (Sastroasmoro & Ismael, 2002) demikian

juga penelitian bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
dan perilaku ibu yang mempunyai anak usia sekolah di Kelurahan Pisangan Baru
Jakarta Timur terhadap pencegahan penyakit kecacingan (Gandahusada et
al.,2006). Pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit akan mengurangi
tingginya kejadian akan penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang (Soekidjo, 2007). Salah satu faktor
yang menyebabkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan
orang tua dengan angka kecacingan di Kecamatan Kedungkandang adalah
angka prevalensi kecacingan yang rendah di Kecamatan Kedungkandang.

1.3

Hubungan Sanitasi Rumah dengan Angka Kecacingan


Pada penelitian ini, sanitasi rumah tangga dinilai dari 6 indikator yaitu

sumber air, kepemilikan jamban, tempat pembuangan tinja, jenis lantai. Jenis
tempat sampah dan jarak rumah dengan TPS/TPA. Berdasarkan penelitian
didapatkan bahwa dari 110 responden didapatkan sebanyak 67 responden
(60,9%) yang memiliki sanitasi rumah yang baik. Sedangkan sanitasi rumah yang
sedang sebanyak 11 responden (10%) dan tidak ada responden yang memiliki
sanitasi rumah yang buruk. Hal ini menunjukan bahwa sanitasi rumah di
Kecamatan Kedungkandang tergolong baik.
Berdasarkan penelitian ini dapat ditunjukan bahwa tingkat sanitasi rumah
tangga terdapat hubungan yang tidak bermakna terhadap kejadian kecacingan
pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Karena
berdasarkan uji statistic yaitu nilai p-value = 0.077. Meskipun secara statistik
tidak ditemukannya hubungan dan pengaruh yang bermakna antarvariabel
tersebut, bukan berarti tingkat pengetahuan orang tua tidak mempengaruhi

kejadian kecacingan pada siswa sekolah dasar. Karena berdasarkan penelitian


yang dilakukan oleh Jallaludin (2008) pada siswa sekolah dasar di Kecamatan
Blang Mangat Kota Lhokseumawe bahwa sanitasi lingkungan rumah memiliki
hubungan yang bermakna dengan angka infeksi kecacingan. Hal yang serupa
juga didapatkan Yulianto melalui penelitiannya pada tahun 2007 bahwa
ketersediaan jamban, jenis lantai rumah, dan sumber air bersih memiliki hubngan
yang signifikan dengan infeksi cacing pada siswa sekolah dasar Rowosari 01
Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Untuk menncegah terjadinya penyakit
infeksi cacing dibutuhkan sumber air yang bersih dan diolah terlebih dulu
sebelum dikonsumsi (Notoatmojo,2003). Jamban merupakan salah satu sarana
pembuangan tinja yang sangat penting, karena banyak sekali penyakit yang
dapat disebabkan oleh tinja manusia. Orang yang terinfeksi cacingan merupakan
sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena jika mereka membuang tinja
sembarangan dapat mengembangbiakan telur dan dapat hidup dalam waktu
yang lama (Onggowaluyo, 2002). Bahan lantai dari tanah akan lebih cocok untuk
perkembangan cacing dibandingkan dengan lantai yang terbuat dari papan atau
semen. (Nurhaedar Jafar dkk, 2008). Keadaan lingkungan rumah dan sekolah
yang tidak memenuhi syarat kesehatan menyebabkan tingginya prevalensi
kecacingan siswa sekolah dasar. Hal ini sesuai dengan teori Blum yang
menyatakan bahwa faktor lingkungan mempunyai kontribusi yang paling besar di
dalam

mempengaruhi

status

kesehatan

individu

maupun

masyarakat

(Notoatmodjo, 2003). Salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya


hubungan yang signifikan antara sanitasi rumah dengan angka kecacingan di
Kecamatan Kedungkandang adalah angka prevalensi kecacingan yang rendah di
Kecamatan Kedungkandang.

1.4

Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Sanitasi Rumah


Berdasarkan penelitian ini dapat ditunjukan bahwa tingkat pengetahuan

orang tua memiliki hubungan yang tidak bermakna terhadap sanitasi rumah pada
siswa sekolah dasar di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Karena
berdasarkan uji statistic yaitu nilai p-value = 0.257. Hal ini dapat disebabkan oleh
karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi lingkungan
sekitar rumah dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Penelitian mengenai
hubungan pengetahuan orang tua dengan sanitasi rumah belum pernah
dilakukan sebelumnya sehingga data mengenai penelitian terdahulu tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai