Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Tumpul


2.1.1 Definisi Trauma Tumpul
Trauma atau luka dari aspek medikolegal sering berbeda dengan
pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah
hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma
adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan seseorang. Trauma mekanik terjadi karena alat atau
senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia, trauma tumpul
sendiri diakibatkan oleh benda yang memiliki permukaan tumpul (Mahardika,
2014)
Trauma benda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering
mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan
lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2008)
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar

2.1.2 Klasifikasi Trauma tumpul


Trauma tumpul dapat diklasifikasikan menjadi dua mekanisme utama
yaitu cedera akselerasi (kompresi) dan cedera deselerasi (perlambatan).

Cedera akselerasi (kompresi) merupakan suatu kondisi trauma tumpul


langsung ke area abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini memberikan
menifestasi kerusakan vascular dengan respons terbentuknya formasi hematom
di dalam viseria. Cedera kompresi yang kuat dapat juga mengakibatkan
peningkatan tekanan transien intraluminal yang memberikan respon adanya
rupture pada organ di dalam abdomen. Peningkatan tekanan transien
inraabdomen adalah mekanisme umum trauma tumpul yang mencederai usus
kecil. Kondisi cedera akselerasi memberikan berbagai masalah pada pasien
sesuai organ intraabdominal yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan
implikasi kedaruratan klinis, respons sistemik, dan dampak intervensi medis.
Cedera deselerasi adalah suatu kondisi di mana suatu peregangan yang
berlebihan memberikan manifestasi terhadap cedera intraabdomen. Kekuatan
peregangan secara longitudinal memberikan manifestasi rupture (robek) pada
struktur di persimpangan antara segmen intraabdomen. Cedera deselerasi yang
paling sering adalah cedera pada hepar sepanjang ligamentum teres dan cedera
lapisan intima arteri ginjal. Kondisi lain juga akan memberikan manifestasi
pergeseran usus besar, thrombosis, dan cedera mesentrika disertai dengan
cedera pada sistem vascular splanknik. (Mahardika, 2014).

2.1.3 Luka Akibat Trauma Tumpul


Manifestasi luka akibat trauma tumpul berbeda-beda tergantung pada
seberapa besar gaya dan bentuk impactnya. Ada 3 luka dasar, yaitu
1. Memar (Kontusio)
Memar dikarakteristikkan sebagai infiltrasi dari ekstravasasi darah ke
jaringan subkutan dan atau subepitel sebagai akiat dari ruptur pembuluh darah
kecil karena trauma tumpul (Vij, 2011). Merupakan salah satu bentuk luka yang
ditandai oleh kerusakan jaringan tanpa disertai discontinuitas permukaan kulit
(Luthfia, 2013). Namun begitu memar tidak hanya terdapat pada kulit namun
dapat juga pada organ internal seperti jantung, liver, ginjal, atau otot. Pada saat
timbul memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam
setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan menjadi kuning dalam
7-10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut
berlangsung mulai dari tepi. Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau
menderita kelainan darah, kerusakan yang terjadi akan lebih besar dibanding
orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan besar kecilnya benda penyebabnya atau keras tidaknya
pukulan (Luthfia, 2013).
Dilihat sepintas luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika
diperiksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaannya: Tabel 1. Perbedaan
memar dan lebam mayat (Luthfia, 2013).
Meskipun begitu, penelitian yang dilakukan oleh Christison menunjukkan
bahwa memar masih dapat terjadi pada sekitar 2-3 jam setelah kematian namun
dengan catatan bahwa gaya yang diberikan harus lebih besar dan memar yang
terbentuk lebih kecil bila dibandingkan terbentuk saat masih hidurp (Vij, 2011)
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi ukuran, waktu pembentukan,
jelas/tidaknya memar pada jenazah seperti seberapa besar gaya yang terjadi
pada saat kejadian, lokasi yang terkena gaya, vaskularitas dari area yang
terkena, dll. (Cahya, 2012)

2. Luka Babras (abrasi)


Luka babras atau luka lecet atau abrasi adalah luka yang disebabkan
oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari kulit (epidermis atau membran
mukosa) dikarenakan persentuhan dengan benda keras, tumpul, dan kasar, yang
ciri-cirinya adalah :
Bentuk luka tidak teratur
Batas luka tidak teratur
Tepi luka tidak rata
Kadang-kadang ditemukan sedikit perdarahan
Permukaan tertutup oleh krusta
Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya beberapa bagian yang
masih tertutup epitel dan reaksi jaringan (Luthfia, 2013).
Luka babras dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang
terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi sampai
ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang
dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung,
tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan
ketidakteraturan benda yang mengenainya (Luthfia, 2013).
Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat diklasifikasikan
sebagai:
a. Luka lecet gores : Diakibatkan oleh benda runcing, misal kuku jari, yang
menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) dan menyebabkan lapisan
tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.
b. Luka lecet serut : Variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan
dengan melihat letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan : Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul terhadap
kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka belum tentu
sama dengan permukaan benda, tetapi masih mungkin untuk mengidentifikasi
benda penyebab yang mempunyai bentuk khas, misal kisi-kisi radiator mobil,
jejas gigitan, dsb. Gambaran yang ditemukan adalah daerah kulit yang kaku
dengan warna lebih gelap dari sekitarnya.
d. Luka lecet geser : Disebabkan oleh tekanan linier kulit disertai gerakan
bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat. Luka lecet geser yang terjadi
semasa hidup sulit dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera pasca
mati.(Luthfia, 2013)

3. Luka Robek (Laserasi)


Luka robek (vulnus laceratum) / luka terbuka adalah luka yang
disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang
mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciri-cirinya
sebagai berikut :
Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
Bila ditautkan tidak dapat rapat (karena sebagaian jaringan hancur)
Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
Di sekitar garis batas luka di temukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang
(misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas). Karena terjadinya luka
disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut tidak
menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul yang
mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala maka luka
robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi (Mahardika, 2014).
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat
menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu,
ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan
sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda
yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan
jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.
Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami
indentasi (Mahardika, 2014).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan
jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan
jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi
dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat
menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi
laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang
terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan (Mahardika, 2014).
Bentuk dari laserasi tidak dapat menggambarkan bahan dari benda
penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan
jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga
pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau
laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi
yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow
tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip (Mahardika,
2014).
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke
sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan
bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan
parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain (Mahardika, 2014).
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan
tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera,
beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati
dapat dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya
perdarahan (Mahardika, 2014).
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil
tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai
jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit
atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan.
Port dentree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka
yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri,
khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang
terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat
menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga
dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi
pada organ jantung, aorta, hati dan limpa (Mahardika, 2014).
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang
komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat (Mahardika, 2014).

4. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur
sederhana dan komplit atau terbuka.Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma
juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak
tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang
tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur
tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana
dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan (Mahardika, 2014).

Fraktur akibat kekerasan benda tumpul dapat dengan mudah dibedakan


dengan patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api. Pada
trauma akibat benda tumpul, sering dijumpai bagian yang patah tertekan ke dalam
atau terjadi fraktur kompresi. Pada fraktur akibat kecelakaan lalu lintas, dimana
tubuh korban seringkali terlempar dan jatuh dengan kepala menyentuh jalan, maka
sering dijumpai patah tulang dengan garis yang linier, sehingga dapat dibedakan
apakah bena tumpul yang menghampiri kepala atau kepala yang mendekati benda
tumpulnya. Pada kecelakaan dimana tungkai terkena bumper, maka dapat
didapatkan informasi dari patah tulang yang terjadi tentang arah datangnya
kendaraan yang mengenai tungkai korban. Bagian yang tertabrak dan patah akan
mengalami dorongan searah dengan arah kendaraan. Perdarahan merupakan salah
satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat
menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar
jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat
berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah
yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Syok yang
terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang
dialaminya (Idries, 2008).

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur (Mahardika, 2014).

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila
ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian (Mahardika, 2014).

2.2 Trauma abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak


diantara toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus
dinding (abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen,
columna vertebralis, dan ilium (Dorland, 2010)

Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang


paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang
bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan
tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah
(regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi
tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca
dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang
rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale
(Harjadi W, 2008).

Daerah-daerah itu adalah:

1) hypocondriaca dextra

2) epigastrica

3) hypocondriaca sinistra

4) lateralis dextra

5) umbilicalis

6) lateralis sinistra

7) inguinalis dextra

8) pubica

9) inguinalis sinistra
Proyeksi letak organ abdomen yaitu:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung


empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal
kanan dan kelenjar suprarenal kanan.

2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan


sebagian hepar.

3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal


pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.

4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal


kanan, sebagian duodenum dan jejunum

5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah


duodenum, jejenum dan ileum.

6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal


kiri, sebagian jejenum dan ileum.

7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum


dan ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).

9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri (Susanto M, 2013).

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak


disengaja sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh.
Jika trauma yang didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan
anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang terkena. Trauma dapat
menyebabkan gangguan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme
kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Penderita trauma
berat mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi
membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan
dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC = diseminated
intravascular coagulation) (Sjamsuhidajat, 2010; Fardhani, 2013).

Kerusakan organ lunak karena trauma tumpul biasanya terjadi


sesuai dengan tulang yang terkena seperti terlihat pada tabel 2 sebagai
berikut: Tabel 2. Pola cedera organ lunak pada trauma tumpul abdomen
(Zinner, 1997).

Anda mungkin juga menyukai