Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Kemuhammadiyahan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Kemuhammadiyahan ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Paseh, Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1; Latar Belakang

Kesinambungan sebuah organisasi selain didukung oleh banyak faktor seperti sumber
daya manusia yang selalu siap (regenerasi) untuk meneruskan langkah dan segala seluruh visi
dan misi yang telah ada beserta anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya (AD/ART)
sebuah organisasi, perhatian terhadap kemampuan finansial, kemampuan beradaptasi dengan
dinamisasi zaman dan segala problematika yang ada di dalamnya atau yang sedang
berlangsung serta yang tak kalah pentingnya adalah kepercayaan dari calon anggota terlebih
lagi loyalitas serta dedikasi dari anggota serta jajaran pengurus yang sudah lama berada
adalah bukti konkrit dari hal ini.
Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi yang keberadaannya sudah sejak lama
bahkan ikut berperan serta dalam perjuangan juga sebagai sebuah gerakan yang dahulunya
hanya memfokuskan pada penyebaran agama hal ini tidak dapat disepelekan begitu saja.
Dalam penyebaran agama yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri
Muhammadiyah tidak hanya menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
semata. Akan tetapi di samping itu Muhammadiyah sebagai gerakan sekaligus organisasi juga
turut membantu bangsa ini agar bisa terlepas dari cengkeraman penjajah.
Berangkat dari hal ini maka Muhammadiyah sebagai bagian dari komponen bangsa
sekaligus sebagai warna dalam kemajemukkan bangsa tercinta ini. Kita akui sebagai bangsa
yang majemuk baik dari terdapatnya berbagai macam suku, bahasa dan kebudayaan serta
organisasi-organisasi kemasyarakatan (ORMAS) adalah warna yang masing-masing
mempunyai keunikan tersendiri.
1.2; Rumusan Masalah

Dari pendahuluan yang singkat di atas maka kali ini penulis mengangkat beberapa
rumusan dari makalah ini, yang berupa di antaranya adalah:
1; Urgensi ideologi dalam gerakan Muhammadiyah
2; Metode yang diterapkan Muhammadiyah dalam menghadapi problematika ideologi
3; Militansi kader dalam gerakan Muhammadiyah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1; Peran Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam bentuk


amal usaha dengan mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan
kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan modern, serta mendirikan
sekolah-sekolah
umum
dengan
memasukkan
kurikulum
keislaman
dan
kemuhammadiyahan.Setelah 1 abad Muhammadiyah berdiri, banyak yang telah
Muhammadiyah persembahkan, abdikan dan dedukasikan untuk negeri ini. Sejarah
menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam rentang usia satu abad
telah berkiprah optimal untuk memajukan kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia, yang
memberi makna bagi kehidupan umat manusia pada umumnya. Muhammadiyah telah
berjuang melalui gerakan dakwah dan tajdid dalam usaha pembinaan kehidupan beragama
sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi serta melakukan usaha-usaha pembaruan
kemasyarakatan melalui pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan
masyarakat, peran politik kebangsaan, dan sebagainya, yang merupakan perwujudan untuk
membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menghadirkan Islam sebagai
rahmat bagi semesta alam. Dengan kuantitas lembaga pendidikan yang sudah dimiliki
Muhammadiyah tersebut, Muhammadiyah terus mengembangkan dan membentuk inovasiinovasi dalam bidang pendidikan ini agar peserta didiknya mampu menjawab tantangan
zaman. Saat ini sudah ada lembaga pendidikan yang sudah mapan, namun ada juga yang
belum. Untuk yang belum mapan inilah yang masih membutuhkan perhatian lebih dari
Muhammadiyah untuk terus mengembangkan dan memajukannya.
2.2; Konsep Dasar Pendidikan Muhammadiyah

Secara umum konsep dasar pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional).
Sementara itu konsep dasar pendidikan Muhammadiyah menurut KH Ahmad Dahlan adalah
sebagai berikut :
a;
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan
dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat . Tujuan Pendidikan
yang digagas KH Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu
tampil sebagai "ulama-ulama intelek" atau "intelek ulama", yaitu sorang Muslim yang
memiliki keteguhan iman dan Ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Adapun tujuan
pendidikan Muhammadiyah mengacu pada tujuan Muhammadiyah yaitu:
a; Pada waktu pertama kali berdiri tujuannya adalah Menyebarkan ajaran Kanjeng
Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera didalam residenan
Yogyakarta menunjukan hal Agama Islamkepada anggotanya,
b; Setelah Muhammadiyah berdiri dan menyebar keluar Yogyakarta menjadi
memajukan dan menggembirakan pengajaran dan memajukan Agama Islam kepada
sekutu-sekutunya.
b;
Pendidik
Pendidik Secara etimologi berarti orang yang memberikan bimbingan. Pengertian ini
memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang

c;

d;

e;

pendidikan. Kata tersebut seperti teacher artinya guru yang mengajar dirumah.
Sedangkan secara Secara terminologi adalah: Ahmad D Marimba mengemukakan
bahwa "Pendidik adalah sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik"
adapun menurut Muri yusuf yaitu "Pendidik adalah individu yang mampu
melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan".
Peserta Didik
Peserta didik atau disebut juga Mutarabbi, hakikatnya adalah orang yang memerlukan
bimbingan. Secara kodrati, seorang anak memerlukan Pendidikan dan bimbingan dari
orang dewasa, paling tidak, karena ada dua aspek, yaitu aspek pedagogis dan sosiologis.
Kurikulum
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No 20 Tahun
2003 pasal 1 ayat 19 kurikulum adalah sebagai berikut:
a; Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu.
b; Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam suatu sistem
Pendidikan, karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan Pendidikan
dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengjaran pada semua jenis dan
tingkat Pendidikan.
Metode
Metode mengajar adalah cara atau tekhnik untuk mencapai tujuan pelajaran, Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh pendidik dalam
membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran.

2.3; Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan


1;
Masalah Kualitas Pendidikan

Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan


yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang
sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi,
serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi
pengembangan kemajuan umat dan bangsa.
Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha
Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu mengemban
misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.
2;
Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi
guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting
bagi keberhasilan pendidikan.
Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer,
yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru
tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada
banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah
salah satu permasalahan internal yang harus menjadi pekerjaan rumah bagi
pendidikan Muhammadiyah masa kini.
3;
Masalah kebudayaan (alkulturasi)

4;

5;

6;

Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental
spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan
adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan,
moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan
islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh
budaya-budaya barat.
Permasalahan Strategi Pembelajara
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung
secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran
berbasis factual atau pengetahuan
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional
ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih
banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini
agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.
Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan
berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam. Dampak negatif dari
teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada
prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh berkembang
dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan
informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan
pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya
dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan
sebagainya.
Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral.
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan
tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

2.4; Faktor Yang Melatarbelakangi Pendidikan Muhammadiyah


1;
Faktor Internal (dari dalam diri umat Islam sendiri)
a; Sikap Beragama Umat Islam

Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.
a; Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan
pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan
menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan

pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam
melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk bentuk sikap
penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
b; Sinkretisme

2;

Pertemuan Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya


khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format
sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakatmasyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan
budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa
misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun
kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistik tidak
berubah. Kepercayaan terhadap roh roh halus, pemujaan arwah nenek
moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai
kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha, dan animisme hadir secara
bersama sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah
Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
c; Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste
pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai nilai
keIslamaan ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional
sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam
sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan
kader kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai
dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran
yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir,
Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan
materi materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia,
fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi
umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka
menunaikan tugas sebagai khalikfah di muka bumi. Ketiadaan lembaga
pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu
latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu
pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
Faktor Eksternal
a;
Kristenisasi
Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatan kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan
peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme
Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia,
memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan
kegiatan kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana dana

b;

c;

2.5;

negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang


terutama menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam
dari pemurtadan.
Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik,
ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu
mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh
Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin
al - Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain
sebagainya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan tulisan
Jamaluddin al Afgani yang dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang
dibaca oleh K.H. Ahmad Dahlan. Tulisan tulisan yang membawa angin
segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan,
dan merealisasikan gagasan gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal
yang riil secara terlembaga. Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran
Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan telah
melakukan lompatan besar dalam beritijhad. Prinsip prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al-Quran dan Sunnah,
namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter
dinamis dan terus berubah ubah sesuai dengan perkembangan zaman
Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara
terbuka ( misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari
yayasan yayasan Katolik dan Protestan yang ba;nyak muncul di
Yogyakarta waktu itu).

Pemikiran dan Praktis Pendidikan Muhammadiyah

Sebagai gerakan dakwah Islam amar maruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut
untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan
melalui jalur pendidikan. Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran
Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) di semua lembaga pendidikan (formal) milik
Muhammadiyah. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori
pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah menurut
Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu penjajahan Belanda,
sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan melakukan reformasi ajaran
dan pendidikan Islam. Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan
segala kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat. Dalam sejumlah
hal bahkan dikritik kalah bersaing dengan pendidikan lain yang unggul. Pendidikan AIK pun
dipandang kurang menyentuh subtansi yang kaya dan mencerahkan. Kritik apapun harus
diterima untuk perbaikan dan pembaharuan. Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian

yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah dan telah berusia sepanjang umur
Muhammadiyah. Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan :
a; Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama Islam
dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
b; Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan
sekaligus mengamalkannya, dan.
c; Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan
Muhammadiyah
2.6;

KEYAKINAN DAN CITA CITA HIDUP MUHAMMADIYAH


a; Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar,
beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah
SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah
Allah di muka bumi
b; Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang
diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan
hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
c; Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
d; Al-Quran: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
e; Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Quran yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.
f; Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang: Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam
yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bidah dan khufarat, tanpa
mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
g; Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah rasul, tidak bersendi
kepada nilai-nilai ciptaan manusia
h; Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah
dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan
dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam
sebagai rahmatan lil'alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenarbenarnya.
2.7;

2.8;

Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar memiliki

misi :

1; Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa

oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2; Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam

untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.


3; Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an sebagai kitab Allah

terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.


4; Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
2.9;
REVITASI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
1;
Revitalisasi

2;

3;

Kata dasar dari revitalisasi yaitu vital, artinya penting. Kata re sebelum kata
vital bisa diartikan sebagai proses pengulangan, dan atau sikap sadar untuk
melakukan upaya atau usaha. Jadi kata revitalisasi itu berarti upaya untuk
melakukan perbaikan (pementingan) dari beberapa kekurangan yang yang ada
dan diketahui sebelumnya. Perbaikan, maksud arti dari kata revitalisasi biasanya
lebih sering digunakan untuk hal-hal yang tidak nampak secara kasat mata.
Seperti paradigma, konsep dan yang lain-lain. Sementara dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.
Pendidikan
Pendidikan adalah proses yang secara sengaja direncanakan oleh pendidik dan
dialami oleh peserta didik dalam bentuk interaksi antara pendidik dan peserta
didik di lingkungan pendidikan dan menjadikan materi pendidikan sebagai
sarana pembelajaran menuju perbaikan tingkah laku, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan seperti yang diinginkan pendidik. Sedangkan
Ahmad Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai suatu bimbingan atau
pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasamani dan
rohani peserta didik menuju kepribadian yang utama. Prinsip dari rencana
pendidikan itu biasanya dilakukan dengan penuh sadar untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kemampuan dan keterampilan
yang diperlukan dirinya untuk terjun di tengah-tengah masyarakat.
Pendidikan Muhammadiyah
Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen) Muhammadiyah Pusat periode 2000-2005, acapkali melontarkan
wacana Robohnya Sekolah Muhammadiyah untuk menggambarkan betapa
rendahnya rata-rata kualitas dan mutu sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah. Kritisi atas pendidikan Muhammadiyah juga muncul
berkenaan dengan belum tercerminnya nilai-nilai Islam dalam perilaku warga
sekolah, belum berhasil menekan ongkos pendidikan sampai ke batas termurah,
belum sanggup menciptakan kultur islami yang representatif, telah kehilangan
identitasnya, dan lebih kooperatif dengan kelompok penekan. Berbagai kritik
tersebut tidak cukup dijawab hanya dengan perombakan kurikulum, peningkatan
gaji guru, pembangunan gedung sekolah ataupun pengucuran dana. Untuk
menyahuti dan menuntaskan problem-problem itu harus ada keberanian untuk
membongkar akar permasalahan yang sesungguhnya, yaitu karena belum
tersedianya orientasi filosofi pendidikan Muhammadiyah dan teori-teori
pendidikan modern dan islami. Karena adakalanya keterbelakangan sektor
kependidikan suatu bangsa atau suatu umat disebabkan tidak terutama oleh
keterbelakangan infrastruktur yang mendukungnya tetapi oleh perangkat konsep
yang mendasarinya. Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad dengan

4;

jumlah lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan


Perguruan Tinggi ribuan, adalah suatu yang aneh Muhammadiyah belum
mempunyai filsafat pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk-pikuk
pendidikan tanpa satu panduan cita-cita yang jelas? Apakah lagi bila dikaitkan
dengan upaya mendidik dalam rangka pembentukan generasi ke depan.
Ketiadaan penjabaran filsafat pendidikan ini, menurut Mahsun Suyuthi,
merupakan sumber utama masalah pendidikan di Muhammadiyah. Bahkan Rusli
Karim menengarai bahwa kekosongan orientasi filosofis ini ikut bertanggung
jawab atas penajaman dikotomi antara ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu
umum, yang pada giliran berikutnya akan melahirkan generasi yang
berkepribadian ganda yang tidak menutup kemungkinan justru akan melahirkan
musuh dalam selimut. Dengan demikian, sudah tinggi waktunya untuk
bergegas mencoba menjajagi kemungkinan munculnya satu alternatif rumusan
pendidikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar meniti jalan baru pendidikan
Muhammadiyah. Menyatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah belum
memiliki rumusan filosofis bukan berarti tidak ada sama sekali perbincangan ke
arah itu. Laporan seminar nasional filsafat pendidikan Muhammadiyah Majlis
Dikdasmen Muhammadiyah Pusat, telah mulai menyinggung pembahasan
tentang filsafat pendidikan Muhammadiyah, terutama tulisan A. Syafii Maarif
yang berjudul Pendidikan Muhammadiyah, aspek normatif dan filosofis.
Sesuai dengan temanya, Maarif hanya menelusuri hasil-hasil keputusan resmi
Muhammadiyah (aspek normatif) dan orientasi filosofis konsep ulul albab.
Demikian pula buku suntingan Yunahar Ilyas dan Muhammad Azhar berjudul
Pendidikan dalam Persepektif Al-Quran yang ditulis oleh tokoh-tokoh
Muhammadiyah, berusaha mengelaborasi konsep-konsep pendidikan di dalam
Al-Quran dan mendialogkan wahyu dengan perkembangan teori-teori
pendidikan mutakhir. Karya terakhir yang patut dipertimbangkan adalah buku
Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan
Dakwah karya Abdul Munir Mulkhan, seorang aktifis Muhammadiyah.
Menurutnya, kemacetan intelektualisme Islam serta kemandegan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia Muslim akibat berkembangnya semacam
ideologi ilmiah yang menolak apapun yang bukan berasal dari Islam.
Problem Pendidikan Muhammadiyah
Problem pendidikan Muhammadiyah terletak pada empat hal, yakni :
a; problem ideologi ialah banyak dan berlalu-lalangnya paham-paham
keagamaan lainnya yang tidak sevisi dengan Muhammadiyah. Kehadiran
paham-paham tersebut tentu saja disebabkan karena begitu lemahnya daya
kontrol persyarikatan terhadap amal usaha pendidikan. Karena itu, menjadi
wajar apabila para Muhammadiyah dadakan dapat lebih leluasa dalam
membuka palang pintu masuknya paham-paham keagamaan non
Muhammadiyah di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
b; problem paradigmatik. Problem ini sesungguhnya muncul akibat
kegagalan para pimpinan amal usaha pendidikan dalam menafsirkan serta
memahami maksud dan tujuan Muhammadiyah. Kegagalan yang
dimaksud terletak pada satu bentuk kesalahan dalam memaknai sejarah. Para
pimpinan amal usaha pendidikan tidak lagi melihat sejarah secara kritis,
sehingga seringkali terjebak pada romantisme sejarah itu sendiri. Dalam hal
ini, kejayaan sejarah Muhammadiyah, terlebih kesuksesan amal usaha
pendidikan yang dikelolanya, bukan lagi ditempatkan sebagai epos masa lalu
yang mengandung hikmah dan ibrah untuk dijadikan bekal dalam menatap

masa depan. Dengan demikian menjadi wajar apabila banyak ditemukan


institusi pendidikan Muhammadiyah yang cenderung bangga dengan
kemapanan, sehingga hal itu ber-dampak pada keringnya inovasi untuk
mengembangkan dirim . Di samping itu, problem paradigmatik juga dapat
dilihat pada hilangnya orientasi para pimpinan amal usaha pendidikan dalam
menafsir ulang maksud dan tujuan Muhammadiyah secara sinergis dengan
visi lembaga yang dipimpinnya. Hal ini yang kadang kala menjadikan visi di
antara keduanya justru berlainan, dan bahkan juga ada yang saling
berseberangan. Dalam menafsirkan istilah modern misalnya, tidak sedikit
para pimpinan amal usaha yang justru terbelenggu dengan pelbagai
program-program masa kini, seperti sukses Ujian Nasional. Banyak para
pimpinan amal usaha yang memiliki anggapan jika sukses ujian nasional
adalah prioritas, sementara ISMUBA di-tempatkan sebagai pelengkap .
c; problem profesionalisme manajemen. Sebagaimana diketahui bahwa amal
usaha pendidikan Muhammadiyah umumnya lahir, tumbuh, dan berkembang
dari bawah (grass root), seperti tokoh-tokoh Muhammadiyah yang didukung
oleh masyarakat sekitar. Tujuannya pun juga jelas, di mana para tokoh
tersebut ingin menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai
sarana dakwah, upaya sosialisasi dan penanaman ajaran Islam di tengahtengah masyarakat. Sokongan masyarakat itu juga dapat berdampak positif
dan negatif. Dari sisi positif, lembaga pendidikan memiliki kekuatan besar
untuk dapat bertahan hidup, meskipun jumlah siswanya sedikit. Semangat
yang tiada pernah mengenal kata menyerah untuk melaksanakan dakwah
melalui jalur pendidikan tiada kunjung surut. Namun, pada sisi negatifnya
yaitu, lembaga pendidikan terkadang justru dikelola seadanya, tidak teratur,
dan tidak terencana dengan baik. Hal inilah yang terkadang menjadi salah
satu penyebab lemahnya lembaga pendidikan Muhammadiyah saat
berkompetisi dengan lembaga pendidikan lainnya. Oleh sebab itu,
diperlukan adanya reformasi manajemen. Reformasi manajemen yang
dimaksud ialah suatu upaya untuk meruntuhkan budaya-budaya pengelolaan
sekolah Muhammadiyah bersifat konvensional dan dialihkan menjadi
manajemen mutu terpadu .
d; problem pengembangan pendidikan. Problem ini sesungguhnya tidak
sepenuhnya menjadi tanggungjawab pengelola lembaga pendidikan, seperti
Kepala dan warga sekolah. Dalam hal ini, problem pengembangan
pendidikan Muhammadiyah lebih ditujukan kepada pihak penyelenggara,
yakni persyarikatan dan khususnya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen). Sampai saat ini, Majelis Dikdasmen belum memiliki blue
print yang jelas mengenai pola pengembangan pendidikan Muhammadiyah .
Kerja-kerja praktis (untuk tidak dikatakan pragmatis) administratif dan
birokratis telah menjebak penyelenggara pendidikan Muhammadiyah dalam
menjalankan kegiatan-kegiatan rutinan. Dalam keseharian, pihak
penyelenggara cenderung habis energinya dalam mengurusi beban
struktural, dibanding melahirkan karya intelektual yang berisi konsep ilmiah
mengenai pengembangan pendidikan Muhammadiyah. Belum adanya
konsep tersebut acapkali menjadikan pihak pelaksana pendidikan terseokseok, dan bahkan gagap dalam menghadapi berbagai isu-isu pendidikan,
seperti deschooling society, sekolah gratis, dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP
3.1; Kesimpulan

Dari paparan yang cukup singkat di atas maka dapat diketahui bahwa ideologi
merupakan ruh dalam sebuah organisasi. Kesamaan ideologi bagi warga dalam sebuah
organisasi menjadikan ia sebagai petunjuk dari sistem yang akan dijalankan oleh warga
terlebih bagi pemimpinnya. Solidaritas kolektif, pembentukan karakter, penusunan strategi
langkah-langkah dan mobilisasi anggota, kader, dan pimpinan adalah merupakan buah dari
kesamaan dari ideologi yang dianut oleh sebuah organisasi gerakan.
Urgensi dari ideologi merupakan hal yang cukup serius demi kelangsungan dan
keberlanjutan organisasi. Maka, dari itu segala problematika yang menyangkut tentang
ideologi harus selalu mendapat perhatian serius dan mendapat prioritas. Oleh karena itu
revitalisasi yang dilakukan oleh organisasi harus mampu beradaptasi dengan dinamisasi
zaman yang cukup pesat dari hari ke hari.
Dengan adanya revitalisasi yang dilakukan bukan untuk semata-mata demi kepentingan
suatu golongan dalam organisasi saja, akan tetapi hal itu juga menuntut dedikasi dari seluruh
warga, baik kader, terlebih lagi pimpinan dari organisasi. Kesempatan atau kelebihan dalam
organisasi merupakan salah satu pengukur dari loyalitas seseorang kepada organisasi yang
diikutinya. Hendaklah loyalitas itu merupakan bukti dari kesungguhan dan dedikasi yang
semestinya diberikan kepada organisasi sehingga nantinya revitalisasi yang dicanangkan oleh
organisasi bukan merupakan hal yang memberatkan akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa
revitalisasi dapat dibuktikan dengan loyalitas serta dedikasi yang nyata dari para warga dari
organisasi tersebut.
3.2; Saran

Setelah penulis gali, kaji dan simpulkan maka penulis hanya dapat memberikan sarah
bahwa karena Muhammadiyah bergerak dalam bidang nahi mungkar, maka lembaga
pendidikan Muhammadiyah tidak boleh terlepas sifat gerakan yang telah dirumuskan dalam
Kepribadian Muhammadiyah dan hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan islam dan
dakwa amar maruf nahi mungkar harus diterjemahkan kedalam pendidikan sekolah
Muhammadiyah tersebut. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Amin...

Anda mungkin juga menyukai