Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan
terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan
ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang
dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan
Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap
berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir
menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan
sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap
nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan
budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural,
dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat,
tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup
di Republik Indonesia tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul Ulama
alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul
Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan
organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa
dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam Makalah ini,
penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul Ulama,
bagaimana sejarah terbentuknya dan apa saja ajaran/pokok pikiran yang mendasar
di Nahdlatul Ulama ini.
1.2. Rumusan masalah
1) Apa itu Nahdlatul Ulama?
2) Bagaimana Sejarah Terbentuknya Nahdlatul Ulama?
3) Apa saja ajaran/pokok pikiran yang ada di Nahdlatul Ulama?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Apa itu Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama disingkat NU, artinya kebangkitan Ulama. Sebuah
organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal : 16 Rajab 1344 H / 31
Januari 1926 M di Surabaya.
Nahdlatul Ulama sebagai jamiyah diniyah adalah wadah para Ulama dan
pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan
menganut salah satu dari madzhab empat masing-masing adalah :
1.
2.
3.
4.

Imam Abu Hanifah an-Numan


Imam Malik bin Anas
Imam Muhammad Idris As-Syafii dan
Imam Ahmad bin Hanbal.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang

bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat


yang bertaqwa kepada Alloh Swt, cerdas, trampil, ber-akhlaq mulia, tenteram, adil
dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian
ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk
kepribadian khas Nahdlatul Ulama.
2.2. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama
2.2.1. Latar belakang Berdirinya Nahdlatul Ulama
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan
pemikiran keagamaan dan politik dunia islam kala itu. Salah satu faktor
pendorong lahirnya NU adalah karena adanya tantangan yang bernama globalisasi
yang terjadi dalam dua hal :
Globalisasi Wahabi, pada tahun 1924, Syarief Husein, Raja Hijaz
(Makkah) yang berpaham Sunni di taklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang
beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua
bentuk amaliyah keagamaan kaum sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh
tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan

agama dengan sistem bermadzhab, tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain
sebagainya, akan segera di larang.
Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di lakukan
oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan bumi
Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang di jajah bangsa Eropa.
2.2.2. Proses Berdirinya Nahdlatul Ulama
1. Berdirinya komite HIJAZ dan Lahirnya Nahdlatul Ulama
Sebelum tahun 1924, raja yang berkuasa di Mekkah dan Madinah
ialah Syarif Husen, yang bernaung di bawah Kesultanan Turki. Akan
tetapi pada tahun 1926 Syarif Husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu
Suud ialah seorang pemimpin suku yang taat kepada seorang pengajar
agama bernama Abdul Wahhab dari Nejed yang ajaran-ajaranya sangat
konservatif. Misalnya berdoa di depan makam nabi dihukumi syirik.
Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin
islam seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar Islam di Mekkah
pada bulan Juni 1926. Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah
terbentuk CCC (Centra Comite Chilafat) disebut Komite Hilafat, dan
duduk di dalamnya berbagai wakil Organisasi Islam, termasuk K.H.
Wahab Hasbullah. CCC yang akan menentukan utusan Indonesia
kemuktamar tersebut.
Berhubungan dengan itu, maka K.H. Wahab Hasbullah bersamasama para ulama Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu
K.H. Hasyim Asyari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri
kemukatamar pada juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu
komite hijaz.
2. Susunan Komite Hijaz
Penasehat :

K.H. Abdul Wahab Hasbullah


K.H. Cholil Masyhuri

Ketua

H.Hasan Gipo

Wakil Ketua

H. Sholeh Syamil

Sekretaris

Muhammad Shodiq

Pembantu

K.H. Abdul Halim

Pada tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya


dengan mengundang para ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H.
Hasyim Asyari dan K.H. Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus
sebagai delegasi Komite Hijaz menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.
2.2.3. Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
1.
Kiyai Kholil
Kiyai Kholil lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan
Madura nama ayahnya Abdul Latif, beliau sangat berharap dan
memohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin
ummat.
Pada tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiyai Kholil
memutuskan untuk pergi ke Mekkah dengan biaya tabungannya,
sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di
Mekkah beliau belajar pada Syeikh di Masjidil Haram tetapi beliau
lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab Syafii .
Sepulang dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot
bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga
hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Kiyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91
th. hampir semua pesantren di Indonesia sekarang masih mempunyai
2.

sanad dengan pesantren Kiyai Kholil.


K.H. Muhammad Hasyim Asyari
Beliau adalah seorang ulama yang luar biasa hampir seluruh
kiyai di Jawa memberi gelar Hadratus Syeikh (Maha Guru) beliau
lahir selasa kliwon 24 Dzulqadah 1287 H bertepatan dengan tanggal
14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang. Ayahnya bernama
K. Asyari Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah putri dari
Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang.
Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat
maka K.H. Muhammad Hasyim Asyari mendirikan pesantren
Tebuireng,

jombang

pada

tahun

1899

M.

Dengan

segala

kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi Pabrik


pencetak kiai.

Pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli


1947M K.H. Muhammad Hasyim Asyari Memenuhi panggilan
3.

Ilahi.
K.H. Abdul Wahab Hasbullah
Beliau adalah seorang ulama yang sangat alim dan tokoh besar
dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa
Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888.
Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai
pemimpin dalam segala permainan.
Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab Hasbullah kelak
sebagai bapak pendiri NU, itu merupakan usaha membangun
semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih
nama Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air.

2.3. Perjalanan Nahdlatul Ulama


1) 1926 1942
Berdiri di Surabaya atas nama perkumpulan para ulama. Pada masa
ini perjuangan dititik-beratkan pada penguatan paham Ahlussunnah
Waljamaah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Diantara
program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai/tidak sesuai
ajaran Ahlussunnah Waljamaah. Di samping melakukan penguatan
persatuan diantara para kyai dan pengasuh pesantren.
Pada tahun 1937, empat orang tokoh pergerakan Islam berkumpul di
Surabaya untuk mendirikan federasi organisasi Islamm. Mereka adalah
KH. Abdul Wahab Chasbullah dan KH. Dahhlan Ahyad (keduuanya dari
NU), KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan Wondoamiseno (Sarekat
Islam). Pertemuan menyepakati berdirinya Majlis Islam Ala Indonesia,
disingkat MIAI.
Selain KH. Abdul Wahab Chasbullah dan KH. Dahlan Ahyad yang
tercatat sebagai salah seorang pendiri MIAI, dalam perjalanan
selanjutnya KH. A. Wachid Hasyim terpilih sebagai Ketua Dewan MIAI
jabatan tertinggi yang ada dalam organisasi itu. Ketika putera Hadratus

Syeikh KH. M Hasyim Asyari itu mengundurkan diri, posisinya


digantikan

oleh

KH.

M.

Dahlan,

yang

juga

tokoh

NU.

Selain mereka, terdapat juga nama KH. Zainul Arifin, yang menjabat
Ketua Komisi Pemberantas Penghinaan Islam dan KH. Machfudz Siddiq
dalam Komisi Luar Negeri MIAI. Peranan para tokoh NU sangat
dominan dalam menentukan perjalanan MIAI.
Namun ketika Jepang datang (Maret 1942), semua organisasii social
kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia dibekukan. Termasuk
NU dan MIAI. Bahkan Rais Akbar NU KH. M. Hasyim Asyari dan
Ketua Umum PBNU KH. Machfudz Siddiq ditahan oleh Jepang.
2) 1942 1945
Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nippon, perjuangan para
kiai NU difokuskan melalui jalur diplomasi. Tahun 1942, K.H. A.Wachid
Hasyim dan beberapa kiai masuk sebagai anggota Chuo SangiIn(parleman Jepang).
Lewat parlemen itu pula KH. A. Wachid Hasyim meminta agar
pemerintahan balatentara Jepang mengijinkan NU dan Muhammadiyah
diaktifkan kembali. Pada bulan September 1943, pemerintaan itu baru
dikabulkan. NU dan Muhammadiyah bisa beraktivitas kembali seperti di
masa penjajahan Belanda.
Perjuangan diplomasi terus ditingkatkan. Pada akhir Oktober 1943,
atas prakarsa NU dan Muhammadiyah pula,didirikan wadah perjuangan
baru bagi umat Islam bernama Majelis Syuro Muslimin Indonesia,
disingkat Masyumi, dengan KH. A. Wachid Hasyim Asyari sebagaian
pimpinan tertinggi. Sedangkan K.H.A.Wachid Hasyim duduk sebagai
wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIA yang dibubarkan oleh
balatentara Jepang.
Ketika pemerintahan balatentara Jepang meminta para pemuda Islam
Indonesia bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang(Heiho),
KH. A. Wachid Hasyim atas nama pemimpin Masyumi, justru meminta
agar jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah.

Pada 14 Oktober 1944, permintaan itu dikabulkan dengan dibentuknya


Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para komandan PETA dengan
pengawasan prajurit Jepang. Bertindak sebagai Panglima Tertinggi
Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU.
Sejak itu pesantren-pesantren berubah menjadi markas pelatihan
Hizbullah. Para santri menjadi prajurit dan para Gus (putra kiai) menjadi
komandannya. Sedangkan para kiai sebagai penasehat spiritual sekaligus
penentu kebijakannya.
Sementara di bidang politik, selain aktif dalam pucuk pimpinan
masyumi, KH. A. Wahid Hasyim juga duduk sebagai Pimpinan Tertinggi
Shumubu (Departemen Agama), menggantikan KH. M. hasyim Asyari
yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
3) 1945 1952
Ketika Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dibentuk pada 29 April 1945, KH. A. Wahid Hasyim duduk
sebagai salah satu anggotanya. Begitu juga dengan KH. A. Wahab
Chasbullah, KH. Masjkur dan KH. Zainul Arifin. KH. A. Wahid Hasyim
bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Ia juga tercatat sebagai salah seorang perumus dasar Negara dan
turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta, bersama delapan orang
lainnya.
Disaat belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil
mengultimatum agar pejuang Indonesia menyerah, NU mengeluarkan
Fatwa Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa yang dikenal dengan Resolusi
Jihad Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat perjuangan kaum
muslimin. Mereka tidak gentar menghadapi kematian karena perang
tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).
Setelah Indonesia merdeka, banyak tokoh NU menduduki jabatan penting
dalam pemerintahan.
a. Dalam Kabinet Presidensil (2 September 1945), KH. A. Wahid Hasyim
duduk sebagai Menteri Negara.

b. Dalam Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946), KH. Fathur Rahman


Kafrawi duduk sebagai Menteri Agama dan KH. A. Wahid Hasyim
sebagai salah seorang Menteri Negara.
c. Dalam Kabinet Amir Syarifuddin II (1947), KH. Masjkur sebagai
Menteri Agama.
d. Dalam Kabinet Hatta I, Kabinet Hatta II dan Kabinet Susanto (19481949), KH. Masjkur Sebagai menteri Agama.
e. Dalam Kabinet RIS (20 Desember 1949 3 April 1952), KH. A.
Wahid Hasyim Sebagai Menteri Agama.
Sementara dalam dunia kemiliteran, sejak tahun 1947 seluruh lasykar
dibubarkan pemerintah, digabung menjadi satu dalam wadah Tentara Nasional
Indonesia(TNI).banyak tokoh NU yang telah lama aktif dalam Hizbullah
bergabung ke dalam TNI.mereka turut memper kuat barisan angkatan perang
yang baru lahir itu
4) 1952 - 1973
Lewat Muktamar NU ke-19 di Palembang pada 1952, NU menjadi
partai politik sendiri, setelah sekian lama bergabung dalam Masyumi
kekuatan NU yang sebelumnya tidak diperhitungkan, ternyata muncul
kekuatan yang sangat besar. Dalam pemilu pertama 1955, partai NU
menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi Banyak tokoh NU
menduduki posisi penting dalam pemerintahan,
a. DalamKabinet Ali Sastroamijoyo I, KH. Zainul Arifin sebagai Wakil
Perdana Menteri, KH. Masjkur sebagai Menteri Agama dan
Muhammad Hanafiah sebagai Menteri Agraria.
b. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap, Sunaryo, SH menjadi Menteri
Dalam Negeri dan KH. M. Ilyas sebagai Menteri Agama.
c. Dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo II, Dr. KH. Idham Chalid sebagai
Wakil Perdana Menteri, Sunaryo, SH sebagai Menteri Dalam Negeri,
Mr Burhanuddin sebagai Menteri Perekonomian, Kh. Fattah yasin
sebagai Menteri Sosial dan KH. Ilyas sebagai menteri Agama.

d. Dalam Kabinet Karya, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana
Menteri, Prof. Drs. Sunarjo sebagai menteri Perekonomian yang
kemudian digantikan oleh Drs. Rahmat Mulyomiseno, KH. M. Ilyas
sebagai Menteri Agama dan Sunaryo, Sh sebagai Menteri Agraria.
e. Dalam Kabinet Kerja, KH. A. Wahib Wahab sebagai Menteri Agama
kemudian digantikan oleh KH. Saifuddin Zuhri, KH. Fattah Yasin
sebagai Menteri Penghubung Alim Ulama dan H. M. Hasan sebagai
Menteri PPP.
f. Dalam Kabinet Dwikora, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra,
KH. Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama, KH. Fattah Yasin
sebagai Menteri Penghubung Alim Ulama yan kemudian digantikan
oleh KH. M. Ilyas dan H. Aminuddin Aziz sebagai Menteri Negara.
g. Dalam Kabinet Ampera, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra
dan KH. Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama.
h. Dalam Kabinet Pembangunan I, KH. M. Dahlan sebagai Menteri
Agama dan Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra.
b. Selain berkiprah dalam pemerintahan, pada masa ini banyak juga
tokoh NU yang menduduki posisi pimpiman dalam Lembaga Tertinggi
dan Lembaga Tinggi Negara. Mereka adalah:
1. KH.Zainul Arifin, menjadi Ketua DPR-GR (1962 1963).
2. HM.Subchan ZE, Wakil Ketua MPRS (1966 - 1971).
3. KH. A. Syaichu, Ketua DPR-GR (1966 - 1971).
4. Dr. KH. Idham Chalid, Ketua MPR-DPR RI (1971 - 1978).
Di samping banyak tokoh NU menempati posisi strategis dalam
Kabinet, Lembaga Tinggi Negara, banyak juga yang diangkat Duta Besar
RI di luar Negeri.
5) 1973 1984
Sejak Tahun 1973, Pemerintah Orde Baru menerbitkan partaipartai peserta pemilu. Dari 10 peserta pemilu 1971, disederhanakan
menjadi dua partai: partai-partai yang berazas nasionalis dileburkanke
dalam partai Demokrasi Indonesia (PDI), sedangkan partai-partai yang

berazas islami dileburkan ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).


Partai NU tidak diakui lagi, dan diharuskan melebur kedalam PPP.
Sedangkan Golongan Karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai lagi,tapi
diperbolhkan sebagai salah satu peserta pemilu.
Pada masa ini tokoh NU dibersihkan dari pemerintahan. Bahkan
Menteri Agama yang sejak awal langganan tetap NU pun diberikan orang
lain. Para tokoh NU juga dikikis habis dari berbagai jabatan di
pemerintahan. Hanya dua orang yang diberi posisi penting, yaitu KH.
Masjkur sebagai Wakil Ketua MPR-DPR RI (1977 - 1983) dan KH. Idham
Chalid sebagai Dewan Pertimbangan Agung (1977 - 1982).
Dalam kancah politik maupun pemerintahan, para tokoh NU benarbenar dipinggirkano oleh pemerintah Orde Baru yang didukung penuh
oleh TNI dan POLRI. Dalam dua kali pemilu (1977 dan 1982) banyak
tokoh NU masuk penjara dengan aneka macam tuduhan.Sebagai dampak
langsung dari sifat represif pemerintah kala itu, banayak Cabang NU
besrta Badan Otonmnya di daerah tidak aktif. Pengurusnya ketakutan.
6) 1984 1998
Lewat Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984, NU
memasuki babak baru. Setelah malang melintang dalam dunia politik
praktis selama 32 tahun, akhirnya NU kembali ke jati dirinya seperti saat
didirikan pada tahun 1926. Preristiwa itu dikenal dengan istilah kembali ke
Khittah 1962. NU telah lepas dari politik praktis dan kembali ke jamiyah
diniyah (organisasi keagamaan) yang mengurusi dakwah dan keagamaan.
Dalam dua kali pemilu kemudian (1987 dan 1992), banyak tokoh
NU yang menjadi penggembosan PPP. Selain karena paktor pribadi, aksi
itu terjadi karena ekses dari campur tangan pemerintah Orde Baru pada
partai politik yang begitu mendalam. Amat adanya unsur adu domba
antara kelompk NU dan MI dalam kelom PPP. Akibat dari unsure besarbesaran itu, PPP benar-benar gembos. Perolehan suaranya merosot tajam.
Sementara itu NU mulai sibuk kembali membenahi sekolahsekolah dan rumah sakit-rumah sakitnya yang telah lama terabaikan.

Pengajian-pengajian mulai masuk ke unit-unit pemerintahan.Hubungan ke


pemerintah yang telah sekian lama terputus dirajut kembali sedikit demi
sedikit. Satui persatu Cabang dan ranting yang mati dihidupkan
kembali.Di sisi lain, nama NU semakin dikenal di luar Negeri. Beberapa
kali

Ketua

Umum

PBNU

KH. Abdurrahman

Wahid

mendapat

penghargaan. Bahkan untuk pertama kalinya Ketua Umun PBNU terpilih


sebagai salah satu presiden Agama-agama di dunia(WRCP).
7) 1998 2004
Ketika terjadi euphoria pasca jatuhnya Presiden Soeharto dan
terbukanya Orde Reformasi dalam dunia politik (1998), NU kembali
masuk kembali ke dalam kancah politik praktis. PBNU memfasilitasi
berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998. Mau tak
mau partai baru ini menyeret NU ke dalam permainan politik lagi.
Untuk pertama kalinya, Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), terpilih sebagai Presiden Replubik Indonesia keempat,
1999. Mau tak mau naiknya Gus Dur sebagai presiden membawa dampak
psikologis bagi NU. Euforia kemenangan masuk ke berbagai lini. Banyak
tokoh NU yang semula terpinggirkan kembali masuk ke pemerintahan.
Namun ketika Gus Dur dijatuhkan lewat impeachment DPR pada 2003,
dampaknya juga sangat dirasakan oleh NU dan PKB. Posisi NU terasa
goyang dimana-mana. Meski Wakil Presiden dijabat oleh Hamzah Haz
yang juga orang NU, namun tetap tidak banyak memberikan perubahan.
Posisi itu semakin diperburuk dengan gonjang ganjing dalam tubuh PKB.
Bahkan partai itu terbelah menjadi dua.
8) 2004 sekarang
Lewat muktamarnya yang ke-31 di Donohudon, Solo pada 2004,
Nu meneguhkan kembali jati dirinya untuk keluar dari politik praktis dan
kembali ke jalan Khittah sebagaimana yang pernah diputuskan dalam
muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984. Perjuangan Nu lebih difokuskan
pada peningkatan kualitas pendidikan, ekonomi dan dakwah. Sementara

dalam politik praktis NU menjaga jarak yang sama terhadap semua partai
politik.
Pada masa ini nama NU semakin dikenal di luar negeri. Bahkan
telah menbuka Pengurus Cabang Istimewa (PCI) di beberapa negara. Tak
kurang dari PCI Amerika, Australia, Inggris, Jepang, Saudi Arabia, Sudan,
Mesir dan lain sebagainya telah didirikan. Sedikit demi sedikit para
mahasiswa NU dikirim untuk belajar ke luar negeri, dengan biaya ataupun
fasilitas dari PBNU.
Pada tahun 2004 NU memprakarsai berdirinya International
Conference

of

Islamic

Scholars

(ICIS,

Konferensi

Internasional

Cendekiawan Islam) di Jakarta. ICIS adalah sebuah organisasi Islam yang


beranggotakan ulama-ulama moderat sedunia. Lewat ICIS itu pula nama
Nahdlatul Ulama semakin dikenal di pentas dunia sebagai pelopor
gerakan Islam moderat, hingga sekarang.
2.4. Ajaran atau Pokok Pikiran Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang
berhaluan Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah, sebagai wadah pengemban dan
mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arbaah dalam rangka
mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai
salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara
keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah sebagai mazhabnya. Sehingga,
ketika NU berpegang pada mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam (fiqh)
dari empat Imam Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafii
dan mazhab Hambali. Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat
Imam Asy-Syafii, oleh karenanya NU sering dicap sebagai penganut fanatik
mazhab Syafii. Hal ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan
dalam menyelesaikan kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul.
Alasan yang sering dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab
Syafii.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Jamiyah Diniyah Islamiyah yang bertujuan
membangun atau mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada

Allah SWT senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan (ajaran


Islam) dan kaidah-kaidah fiqh lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan
langkah guna memajukan jamiyah tersebut. Dalam bidang keagamaan dan
kemasyarakatan alam pikiran (pokok ajaran) Nahdlatul Ulama (NU) secara
ringkas dapat dibagi menjadi tiga bidang ajaran yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan
tasawuf.
Dalam bidang aqidah yang dianut oleh NU sejak didirikan pada 1926 adalah
Islam atas dasar Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah. Faham ini menjadi landasan
utama bagi NU dalam menentukan segala langkah dan kebijakannya, baik sebagai
organisasi keagamaan murni, maupun sebagai organisasi kemasyarakatan. Hal ini
ditegaskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
bahwa NU mengikuti Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah dan menggunakan jalan
pendekatan (mazhab). Adapun faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah yang dianut
NU adalah faham yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asyari dan Imam Abu
Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal memiliki keahlian dan keteguhan dalam
mempertahankan itiqad (keimanan) Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah seperti yang
telah disyaratkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi dalam melaksanakan
ajaran Islam, bila dikaitkan dengan masalah-masalah aqidah harus memilih salah
satu di antara dua yaitu al-Asyari dan al-Maturidi.
Sementara dalam bidang fiqh ditegaskan bahwa: Nahdlatul Ulama (NU)
sebagai Jamiyah Diniyah Islamiyah beraqidah Islam menurut faham Ahlu asSunnah Wa al-Jamaah dan mengikuti faham salah satu mazhab empat: Hanafi,
Maliki, Syafii dan Hambali. Namun dalam prakteknya para Kyai adalah penganut
kuat dari pada mazhab Syafii.
Jadi dengan demikian NU memegang produk hukum Islam (fiqh) dari salah
satu empat mazhab tersebut, artinya bahwa dalam rangka mengamalkan ajaran
Islam, NU menganut dan mengikuti bahkan mengamalkan produk hukum Islam
(fiqh) dari salah satu empat mazhab empat sebagai konsekuensi dari menganut
faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamaah. Walaupun demikian tidak berarti terus
Nahdlatul Ulama tidak lagi menganut ajaran yang diterapkan Rasulullah SAW.
sebab keempat mazhab tersebut dalam mempraktekkan ajaran Islam juga

mengambil landasan dari al-Quran dan as-Sunnah di samping Ijma dan Qiyas
sebagai sumber pokok penetapan hukum Islam.
Adapun alasan kenapa Nahdlatul Ulama dalam bidang hukum Islam (fiqh)
lebih berpedoman kepada salah satu dari empat mazhab; Pertama, al-Quran
sebagai dasar hukum Islam yang pokok atau utama bersifat universal, sehingga
hanya Nabi SAW. yang tahu secara mendetail maksud dan tujuan apa yang
terkandung dalam al-Quran. Nabi SAW sendiri menunjukkan dan menjelaskan
makna dan maksud dar al-Quran tersebut melalui sunnah-sunnah beliau, yaitu
berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Kedua, sunnah Nabi SAW. yang berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang hanya diketahui oleh para sahabat
yang hidup bersamaan (semasa) dengan beliau, oleh karena itu perlu untuk
memeriksa, menyelidiki dan selanjutnya berpedoman pada keterangan-leterangan
para sahabat tersebut. Namun sebagian ulama tidak memperbolehkan untuk
mengikuti para sahabat dengan begitu saja. Maka dari itu untuk mendapatkan
kepastian dan kemantapan, maka jalan yang ditempuh adalah merujuk kepada
para ulama mujtahidin yang tidak lain adalah imam madzhab yang empat, artinya
bahwa dalam mengambil dan menggunakan produk fiqh (hukum Islam) dari
ulama mujtahidin harus dikaji, diteliti dan dpertimbangkan terlebih dahulu
sebelum dijadikan pedoman dan landasan bagi Nahdhatul Ulama.
Oleh karena itu, untuk meneliti dan mengkaji suatu produk fiqh (hukum
Islam) dalam NU ada suatu forum pengkajian produk-produk hukum fiqh yang
biasa disebut Bahsul Masail ad-Diniyah (pembahasan masalah-masalah
keagamaan). Jadi dalam forum ini berbagai masalah keagamaan akan digodok
dan diputuskan hukumnya, yang selanjutnya keputusan tesebut akan menjadi
pegangan bagi Jamiyah Nahdlatul Ulama.
Faham Nahdlatul Ulama dalam bidang tasawuf. Tasawuf sebenarnya
merupakan dari ibadah yang sulit dipisahkan dan merupakan hal yang penting,
terutama yang berkaitan dengan makna hakiki dari suatu ibadah. Jika fiqh
merupakan bagian lahir dari suatu ibadah yang segala ketentuan pelaksanaannya
sudah ditetapkan dalam agama, untuk mendalami dan memahami bagian dari
ibadah, maka jalan yang dapat ditempuh adalah melalui tasawuf itu sendiri.

Di antara berbagai macam aliran tasawuf yang tumbuh dan berkembang, NU


mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh Imam Junaid al-Bagdadi dan Imam
al-Gazali. Imam Junaid al-Bagdadi adalah salah seorang sufi terkenal yang wafat
pada tahun 910 M di Irak, sedangkan Imam al-Gazali adalah seorang ulama besar
yang berasal dari Persia.
Untuk kepentingan ini, yaitu membentuk sikap mental dan kesadaran batin
yang benar dalam beribadah bagi warga Nahdlatul Ulama, maka pada tahun 1957
para tokoh NU membentuk suatu badan Jamiyah at-Tariqah al-Mutabarah
badan ini merupakan wadah bagi warga NU dalam mengikuti ajaran tasawuf
tersebut. Dalam perkembangannya pada tahun 1979 saat muktamar NU di
Semarang badan tersebut diganti namanya Jamiyah at-Tariqah al-Mutabarah
an-Nadiyyah. Dengan melihat nama badan tersebut di mana di dalamnya ada
kata nadhiyyin ini menunjukkan identitasnya sebagai badan yang berada dalam
linkungan Nahdhatul Ulama.
Selanjutnya, sejalan dengan derap langkah pembangunan yang sedang
dilakukan, maka Nahdlatul Ulama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat dan bangsa harus mempunyai sikap dan pendirian dalam dan turut
berpartisipasi dalam pembangunan tersebut. Sikap dan pendirian Nahdlatul Ulama
ini selanjutnya menjadi pedoman dan acuan warga NU dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat dan bernegara. Sikap NU dalam bidang kemasyarakatan
diilhami dan didasari oleh sikap dan faham keagamaan yang telah dianut. Sikap
kemasyarakatan NU bercirikan pada sifat: tawasut dan itidal, tasamuh, tawazun
dan amar maruf nahi munkar. Sikap ini harus dimiliki baik oleh aktifis Nahdlatul
Ulama maupun segenap warga dalam berorganisasi dan bermasyarakat :
1. Sikap Tawasut dan Itidal.
Tawasut artinya tengah, sedangkan Itidal artinya tegak. Sikap tawasuth
dan itidal maksudnya adalah sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup
yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah
kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, maka NU akan selalu menjadi
kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersikap
membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf
(ekstrim).

2.

Sikap Tasamuh.
Maksudnya adalah Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap perbedaan

pandangan, baik dalam masalah keagamaan teruma hal-hal yang bersifat furu
atau yang menjadi masalah khilafiyah maupun dalam masalah yang berhubungan
dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
3.

Sikap Tawazun.
Yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyesuaikan berkhidmad

kepada Allah SWT, khidmat sesama manusia serta kepada lingkungan sekitarnya.
Menserasikan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
4.

Amar Maruf Nahi Munkar.


Segenap warga Nahdlatul Ulama diharapkan mempunyai kepekaan untuk

mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, serta


mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahakan nilai-nilai
kehidupan manusia.
Dengan adanya beberapa aspek tersebut di atas, diharapkan agar kehidupan
umat Islam pada umumnya dan warga Nahdlatul Ulama pada khususnya, akan
dapat terpelihara secara baik dan terjalin secara harmonis baik dalam lingkungan
organisasi maupun dalam segenap elemen masyarakat yang ada.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Nahdlatul Ulama sebagai jamiyah diniyah adalah wadah para Ulama dan
pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang
bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat
yang bertaqwa kepada Alloh Swt, cerdas, trampil, ber-akhlaq mulia, tenteram, adil
dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian
ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk
kepribadian khas Nahdlatul Ulama.

3.2. Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil
manfaat tentang pentingnya mengetahui sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama,
meneladani para tokoh nasional yang merupakan para pendiri Nahdlatul Ulama
ini yang dengan pemikiran dan perjuangannya beliau dapat membuat koridor
hubungan keagamaan secara horizontal yang bersifat baik. Selain itu juga kita
hendaknya tahu, apa yang menjadi tujuan dan ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul
Ulama tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://dokumen.tips/download/link/makalah-nahdlatul-ulama-55cac76767643
http://infomediakita.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sejarah-berdirinya-nahdlatul.html
http://aiirm59.blogspot.co.id/2012/07/makalah-sejarah-nahdlatul-ulama.html

Anda mungkin juga menyukai