STUDI PUSTAKA
pengaliran dari sungai itu sendiri. Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan
pada hampir seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara
penanganan ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk
penampang bawah, perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi
dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir.
2.
sungai lama dan mengalirkannya melalui flood way. Pembuatan flood way dapat
dilakukan apabila kondisi setempat sangat mendukung, misalnya tersedianya alur
sungai yang akan digunakan untuk jalur flood way.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan flood way
antara lain adalah :
10
Kondisi alur lama yang berbelok-belok terlalu jauh untuk menuju ke laut
sangat tidak menguntungkan dari segi hidrologis;
Terdapatnya jalur untuk alur baru yang lebih pendek menuju ke laut dengan
menggunakan sungai kecil yang ada;
QL
LAU
QT
QF
Gambar 2.1.
3.
Flood Way
menampung volume air banjir yang akan datang dari hulu, untuk sementara waktu dan
kemudian melepaskan kembali saat banjir surut. Penanganan banjir dengan cara ini
sangat tergantung dari kondisi lapangan. Sedangkan daerah cekungan atau depresi
yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
11
Daerah tersebut harus mempunyai area atau volume tampungan yang besar
Adapun bangunan yang diperlukan dalam penanganan banjir dengan cara ini yaitu :
kolam
daerah
yang
dilindungi
Inflow
dari banjir
Gambar 2.2.
4.
outlow
Retarding Basin
aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola inflow-outflow
hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan
tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu
dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :
Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang lebih
besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga
penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara
inflow dan outflow hidrograf yang besar.
12
+ HWL
sedimentasi
Semua kegiatan tersebut diatas dilakukan dengan tujuan untuk mengalirkan debit
banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di bagian hilir dan menurunkan
serta memperlambat debit di hulu, sehingga tidak mengganggu daerah aliran sungai.
Dari beberapa macam pengendalian banjir diatas, maka salah satu alternatif
pengendalian banjir yang dipilih adalah perencanaan normalisasi sungai.
2.3. Normalisasi Sungai
Normalisasi sungai terutama dilakukan berkaitan dengan pengendalian banjir,
yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang terjadi untuk selanjutnya disalurkan
13
ke sungai yang lebih besar atau langsung menuju ke muara/laut, sehingga tidak terjadi
air limpasan dari sungai tersebut.
Pekerjaan normalisasi alur aliran sungai pada dasarnya meliputi kegiatan yang
terdiri dari :
Perencanaan Tanggul
2.3.1
Metode yang dipakai pada suatu lokasi lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan data.
Dalam praktek, perkiraan debit banjir dilakukan dengan beberapa metoda, dan debit
banjir rencana ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis (engineering judgement).
Debit banjir rencana hasil perhitungan itu nantinya untuk mendimensi penampang
sungai yang akan dinormalisasi.
Perhitungan debit banjir rencana dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Debit Banjir Rencana berdasarkan Curah Hujan
Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya curah hujan, waktu
hujan, luas daerah aliran sungai dan karakteristik daerah aliran sungai itu. Untuk
menghitung debit banjir rencana berdasarkan curah hujan dapat digunakan metode
FSR Jawa Sumatra, Rasional, Melchior, Weduwen, Haspers, dan Gama I.
b. Debit Banjir Rencana Berdasarkan Data Debit
Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya debit, waktu hujan, dan
luas daerah aliran sungai. Untuk menghitung debit banjir rencana berdasarkan debit
dapat digunakan Metode Hidrograf Satuan, dan Passing Capacity.
14
Dalam hal didapatkan data debit yang cukup panjang secara statistik dan
probabilistik dapat langsung dipergunakan metode analisa frekuensi dengan tidak
meninjau kejadian Curah Hujannya. Akan tetapi bila data debit tidak ada atau
kurang panjang perlu dikumpulkan data curah hujan.
2.3.2.a Analisa Frekuensi
Analisa frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali
setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada
setiap kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi
terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10
tahunan.
Data yang diperlukan untuk menunjang teori kemungkinan ini adalah minimum
10 besaran hujan atau debit dengan harga tertinggi dalam setahun, jelasnya diperlukan
data minimal 10 tahun.
2.3.2.b Parameter Distribusi
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data, meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness
(kecondongan atau kemencengan).
Parameter Distribusi Debit Banjir digunakan untuk perhitungan estimasi debit banjir
dengan periode ulang tertentu dari data debit banjir maksimum tahunan yang ada.
15
Sampel
x =
Populasi
1
n
i=1
= E(X ) =
Koefisien skewness
G =
(n
i =1
(x i
f ( x ) dx
{[
= E ( x )2
s
CV = v
x
Koefisien Variasi
2
n
1
( x i x )2
s =
n 1 i =1
Simpangan baku
CV =
3
x)
1 )(n 2 )s 3
]}
1
2
E (x )
Koefisien Curtosis
Ck =
n 2 ( xi x) 3
i =1
Dimana :
xi = nilai kejadian/variabel ke-i
n = jumlah kejadian/variabel
1.
Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas
peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah
bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal
dapat
(x )2
exp
2 2
2
1)
16
dimana :
P(X)
= rata-rata nilai X
= simpangan baku dari nilai X
Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik dan . Bentuk
kurvanya simetris terhadap X = , dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta
mendekati (berasimtut) sumbu datar X, dimulai X = + 3 dan X = - 3. Nilai mean
= median = modus. Nilai X mempunyai batas -:< X < +:.
Apabila suatu populasi dari data hidrologi, mempunyai distribusi berbentuk distribusi
normal (Gambar 2.4) , maka:
Luas 68,27%
Luas 96,45%
Luas 99,73%
1). Kira-kira 68,27%, terletak di daerah satu deviasi standar sekitar nilai rataratanya, yaitu antara ( - ) dan (+).
2). Kira-kira 95,45%, terletak di daerah dua deviasi standar sekitar nilai rataratanya, yaitu antara ( - 2) dan (+2).
3). Kira-kira 99,73%, terletak di daerah tiga deviasi standar sekitar nilai rataratanya, yaitu antara ( - 3) dan (+3).
Sedangkan nilai 50%-nya terletak di daerah antara ( - 0,6745) dan (+0,6745).
Luas kurva normal selalu sama dengan satu unit persegi, sehingga:
(x )2
exp
dx
2 2
2
P( < X < ) =
2)
17
x2
P( x 1 < X < x 2 ) =
3)
Apabila nilai X adalah standar, nilai rata-rata = 0, dan deviasi standar (simpangan
baku) = 1, maka persamaan (2-3) dapat ditulis sebagai:
P(t ) =
1
2
.e
1
t2
2
4)
dimana:
t=
5)
6)
7)
dimana :
KT =
XT X
S
8)
di mana:
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan,
X = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat,
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
Bentuk ini sama dengan bentuk variabel normal standar t yang didefinisikan pada
persamaan (2-5).
18
Periode ulang, T
(tahun)
1,001
1,005
1,010
1,050
1,110
1,250
1,330
1,430
1,670
2,000
2,500
3,330
4,000
5,000
10,000
20,000
50,000
100,000
200,000
500,000
1000,000
Peluang
KT
0,999
0,995
0,990
0,950
0,900
0,800
0,750
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,250
0,200
0,100
0,050
0,020
0,010
0,005
0,002
0,001
-3,05
-2,58
-2,33
-1,64
-1,28
-0,84
-0,67
-0,52
-0,25
0
0,25
0,52
0,67
0,84
1,28
1,64
2,05
2,33
2,58
2,88
3,09
2.
mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi
Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai
berikut:
(Y Y )2
exp
X 2
2 Y 2
Y = LogX
P(X) =
X>0
(2-9)
di mana:
P(X)
19
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan
persamaan garis lurus sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan
persamaan:
YT = + K T
(2-10)
YT = Y + K TS
(2-11)
YT Y
S
(2-12)
di mana:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan,
Y =
3.
sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori
tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi Log Normal.
Person telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai
untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tidak seperti konsep yang melatar
belakangi pemakaian distribusi Log Normal untuk banjir puncak, distribusi
probabilitas ini hampir tidak berbasis teori. Distribusi ini masih tetap dipakai karena
fleksibilitasnya.
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang
menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log-Person Type III (LP.III). Tiga
parameter penting dalam LP. III yaitu (i) harga rata-rata; (ii) simpangan baku; dan (iii)
koefisien kemencengan. Yang menarik, jika koefisien kemencengan sama dengan nol,
distribusi kembali ke distribusi Log Normal.
Langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Tipe III
20
log X =
log X
i =1
(2-13)
n 1
0 ,5
(2-14)
G=
n (log X i log X )
i =1
(n 1)(n 2)s 3
(2-15)
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
log X T = log X + K.s
(2-16)
4.
Distribusi Gumbel
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas, Chow (1964) menyarankan
(2-17)
dimana:
= harga rata-rata populasi
= standar deviasi (simpangan baku)
K = faktor probabilitas.
Untuk jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka persamaan diatas dapat didekati
dengan persamaan:
X = X + sK
(2-18)
dimana:
X =
21
YTr Yn
(2-19)
Sn
dimana:
Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n (tabel lampiran)
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah
sampel/data n (tabel lampiran)
YTr = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan:
T 1
YTr = ln ln r
Tr
Substitusikan persamaan K =
YTr Yn
Sn
X Tr = X +
=X
(2-20)
YTr Yn
Sn
YnS YTr S
+
Sn
Sn
(2-21)
atau
1
X Tr = b + YTr
a
(2-22)
dimana:
S
Y S
a = n dan b = X n
S
Sn
Uji Chi-kuadrat
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
22
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 2, yang dapat dihitung dengan
rumus:
G
h2 =
(Oi
i =1
Ei )
Ei
(2-23)
dimana:
h2 = parameter chi-kuadrat terhitung,
G = jumlah sub kelompok,
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i,
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i.
Parameter h2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai h2 sama atau lebih besar
dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (2) dapat dilihat pada Tabel 2-3.
Tabel 2-3. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)
derajat kepercayaan
DK
0,995
0,99
0,975
0,95
0,05
0,025
0,01
0,0000393
0,000157
0,000982
0,00393
3,841
5,024
6,635
0,005
7,879
0,0100
0,0201
0,0506
0,103
5,991
7,378
9,210
10,597
0,0717
0,115
0,216
0,352
7,815
9,348
11,345
12,838
0,207
0,297
0,484
0,711
9,488
11,143
13,277
14,860
0,412
0,554
0,831
1,145
11,070
12,832
15,086
16,750
0,676
0,872
1,237
1,635
12,592
14,449
16,812
18,548
0,989
1,239
1,690
2,167
14,067
16,013
18,475
20,278
1,344
1,646
2,180
2,733
15,507
17,535
20,090
21,955
1,735
2,088
2,700
3,325
16,919
19,023
21,666
23,589
10
2,156
2,558
3,247
3,940
18,307
20,483
23,209
25,188
11
2,603
3,053
3,816
4,575
19,675
21,920
24,725
26,757
12
3,074
3,571
4,404
5,226
21,026
23,337
26,712
28,300
13
3,565
4,107
5,009
5,892
22,362
24,736
27,688
29,819
14
4,075
4,660
5,629
6,571
23,685
26,119
29,141
31,319
15
4,601
5,229
6,262
7,261
24,996
27,488
30,578
32,801
16
5,142
5,812
6,908
7,962
26,296
28,845
32,000
34,267
17
5,697
6,408
7,564
8,672
27,587
30,191
33,409
35,718
18
6,265
7,015
8,231
9,390
28,869
31,526
34,805
37,156
19
6,844
7,633
8,907
10,117
30,144
32,852
36,191
38,582
20
7,434
8,260
9,591
10,851
31,410
34,170
37,566
39,997
21
8,034
8,897
10,283
11,591
32,671
35,479
38,932
41,401
22
8,643
9,542
10,982
12,338
33,924
36,781
40,289
42,796
23
9,260
10,196
11,689
13,091
36,172
38,076
41,638
44,181
24
9,886
10,856
12,401
13,848
36,415
39,364
42,980
45,558
25
10,520
11,524
13,120
14,611
37,652
40,646
44,314
46,928
26
11,160
12,198
13,844
15,379
38,885
41,923
45,642
48,290
27
11,808
12,879
14,573
16,151
40,113
43,194
46,963
49,645
28
12,461
13,565
15,308
16,928
41,337
44,461
48,278
50,993
29
13,121
14,256
16,047
17,708
42,557
45,722
49,588
52,336
23
30
13,787
14,953
16,791
18,493
43,773
46,979
50,892
53,672
(O i E i )2
dan
(O i E i )2
Ei
2
6). Jumlah seluruh G sub-grup nilai (O i E i ) untuk menentukan nilai chi-kuadrat
Ei
hitung,
7). Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R = 2 untuk distribusi normal dan
binomial).
Interpretasi hasil uji:
4). Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat
diterima,
5). Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak
dapat diterima,
6). Apabila peluang berada di antara 1 - 5%, maka tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu data tambahan.
2.
Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non
P(X1)
24
X2
P(X2)
X3
2). Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya):
X1
P(X1)
X2
P(X2)
X3
3). Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis:
D maks = maksimum (P(Xn) P(Xn)
4). Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga Do dari
Tabel 2-4.
Tabel 2-4. Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov
Derajad kepercayaan,
0,20
0,10
0,05
0,01
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
N>50
1,07
N 0 ,5
1,22
N 0,5
1,36
N 0, 5
1,63
N 0,5
2.3.2
25
digunakan untuk melakukan perhitungan Aliran Tetap dan Aliran Tak Tetap (Steady
Flow and Unsteady Flow ).
Perhitungan profil muka air aliran tetap (steady flow water surface profile
computations)
Simulasi aliran tak tetap (unsteady flow simulation) dan perhitungan profil
muka air
Komponen-komponen ini menghitung profil muka air dengan proses iterasi dari data
masukan yang telah diolah sesuai dengan kriteria dan standar yang diminta oleh paket
program ini.
Sedangkan output dari program ini dapat berupa grafik maupun tabel.
Diantaranya adalah plot dari skema alur sungai, potongan melintang, profil, lengkung
debit (rating curve), hidrograf (stage and flow hydrograph), juga variabel hidrolik
lainnya. Selain itu juga dapat menampilkan gabungan potongan melintang (cross
section) yang membentuk alur sungai secara tiga dimensi lengkap dengan alirannya.
2.3.2.a Analisa Profil Muka Air Aliran Tetap pada Program HEC-RAS
energi
diakibatkan
oleh
gesekan
(Persamaan
Manning)
dan
26
Profil permukaan air dihitung dari satu potongan melintang kepada yang berikutnya
dengan pemecahan Persamaan energi dengan suatu interaktif prosedur disebut metoda
langkah standard. Persamaan energi di tulis sebagai berikut:
(2-24)
Dimana :
Y1, Y2
(m)
27
Z1, Z2
V1, V2
= kecepatan rata-rata
(total pelepasan / total area aliran)
(m)
(m/dtk)
1, 2
= percepatan gravitasi
(m/dtk2)
he
= tinggi energi
(m)
(2-25)
(2-26)
(2-27)
(2-28)
(2-29)
28
Dimana :
berturut-turut untuk arus di dalam tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan
= perhitungan rata-rata debit yang berturut-turut untuk arus
antara bagian tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan,
K
nc
Pi
ni
2.3.2.b Analisa Profil Muka Air Aliran Tidak Tetap pada Program HEC-RAS
Penjelasan Aliran tak tunak
Hukum fisika yang mengatur aliran air di dalam suatu arus adalah: (1) prinsip
kekekalan massa (kontinuitas), dan (2) prinsip kekekalan momentum. Hukum ini
dinyatakan secara matematik dalam wujud persamaan diferensial parsial, yang
selanjutnya akan dikenal sebagai persamaan momentum dan kontinuitas. Asal dari
29
persamaan ini diperkenalkan di dalam bab ini berdasar pada suatu catatan oleh James
A. Liggett dari buku " Unsteady Flow in Open Channels "
( Mahmmod dan Yevjevich, 1975).
Persamaan kontinuitas
Dengan menganggap bahwa volume kontrol dasar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7. Di dalam gambar ini, jarak x diukur sepanjang saluran, seperti
ditunjukkan. Di titik tengah dari volume kontrol adalah arus dan total area arus
ditandai Q(x,t) dan AT, berturut-turut. Total area arus adalah penjumlahan dari area
aktif A dan off-channel area penampungan S.
Gambar 2.7. Kontrol Dasar Volume untuk Asal usul dari Kontinuitas dan Persamaan
Momentum.
Kekekalan massa untuk suatu keadaan volume kontrol yang laju aliran netto ke dalam
volume sama dengan tingkat perubahan penyimpanan di dalam volume itu. Tingkat
inflow kepada volume kontrol mungkin adalah ditulis seperti:
(2-30)
Misalkan x kecil, maka perubahan di dalam massa di dalam volume kontrol sama
dengan:
(2-33)
30
di mana Ql adalah arus lateral/samping yang memasuki volume kontrol dan rapat
fluida itu. Disederhanakan dan dibagi dengan x menghasilkan format akhir dari
persamaan kontinuitas:
(2-34)
di mana h adalah kedalaman, y jarak di atas saluran, dan T(y) suatu fungsi lebar yang
menghubungkan lebar potongan melintang kepada jarak di atas saluran.
Jika Fp adalah gaya tekan pada arah x di tengah-tengah volume kontrol, gaya di ke
hulu akhir volume kontrol mungkin ditulis sebagai:
(2-37)
31
Gambar 2.8. Ilustrasi dari Istilah/Terminologi yang Dihubungkan dengan Definisi Gaya tekan
Penjumlahan dari gaya tekan untuk volume kontrol dapat ditulis sebagai:
(2-39)
di mana FPN adalah gaya tekan netto untuk volume kontrol, dan FB adalah gaya tekan
di tepi sungai pada arah x diatas fluidaitu. Ini dapat disederhanakan menjadi:
(2-40)
Integral pertama pada persamaan 2-41 adalah cross-sectional area, A. Integral kedua
(dikalikan dengan -gx) adalah gaya tekan yang digunakan oleh fluida pada tepi
sungai, yang besarnya sama, tetapi arahnya berlawanan dengan FB. Karenanya gaya
tekan netto ditulis sebagai:
(2-42)
Gaya gravitasi: Gaya gravitasi pada fluida pada volume kontrol pada arah x adalah:
(2-43)
32
di sini Apakah sudut yang dibentuk saluran terhadap horisontal. Untuk sungai alami
adalah kecil dan sin tan = Z0 / X, di mana z0 ketinggian. Oleh karena itu gaya
di mana o adalah batas rata-rata tegangan geser (force/unit area) yang bekerja sebagai
batas-batas cairan, dan P adalah keliling basah. Tanda negatif menunjukkan bahwa,
jika arus searah dengan arah x-positif, gaya berlawanan arah atau searah x-negatif.
Dari analisa dimensional, o dinyatakan sebagai istilah dari koefisien tahanan, CD,
sebagai berikut:
(2-46)
Substitusikan persamaan 2-46, 2-47, dan 2-48 ke dalam 2-45, dan disederhanakan,
menghasilkan rumus berikut untuk gaya tahanan batas:
(2-49)
Di mana Sf adalah kemiringan gesek, yang bernilai positif untuk arus searah sumbu xpositif. Kemiringan gesek harus dihubungkan dengan aliran dan tinggi aliran. Yang
biasanya digunakan persamaan gesek Manning dan Chezy. Karena Persamaan
Manning sebagian besar digunakan di Amerika Serikat, ini juga yang digunakan pada
HEC-RAS. Persamaan Manning ditulis seperti:
(2-50)
Perubahan momentum: Dengan ke tiga istilah gaya yang telah disebutkan, hanya
perubahan momentum yang tersisa. Perubahan terus menerus (flux) memasuki volume
kontrol ditulis sebagai:
(2-51)
dan perubahan terus menerus (flux) yang meninggalkan volume ditulis sebagai:
(2-52)
Oleh karena itu tingkatan netto momentum (momentum flux) yang memasuki volume
kontrol adalah:
(2-53)
Karena momentum dari fluida pada volume kontrol adalah QX, tingkat akumulasi
momentum ditulis sebagai:
(2-54)
Tinggi dari permukaan air, z, sama dengan z0 + h. Oleh karena itu menjadi:
(2-56)
34
2.3.3
tinggi air dibanding lebar sungai (h/B) sangat rendah, bentuk penampang ganda,
kemiringan dasar sungai sangat landai dan kapasitas pengaliran yang rendah. Sehingga
untuk menambah kapasitas pengaliran pada waktu banjir, dibuat penampang ganda,
dengan menambah luas penampang basah dari pemanfaatan bantaran sungai.
Bentuk penampang sungai sangat dipengaruhi oleh faktor bentuk penampang
berdasarkan kapasitas pengaliran, yaitu :
Q=V.A
V =
Q.n
I
A.R
(2-58)
1 2 3 12
R I
n
= A.R
(2-59)
(2-60)
35
B
Gambar 2.9. Penampang melintang sungai
V =
(2-61)
(2-62)
P = B + 2H 1 + m
(2-63)
A = H ( B + mH )
(2-64)
Q=V.A
(2-65)
Kemiringan
Perbandingan b/h
Debit
3
Kemiringan
Perbandingan b/h
(m /det)
Talud (1 : m)
(n)
(m /det)
Talud (1 : m)
(n)
0,15 - 0,30
1,0
1,0
5,00 - 6,00
1,5
2,9 - 3,1
0,30 - 0,50
1,0
1,0 - 1,2
6,00 - 7,50
1,5
3,1 - 3,5
0,50 - 0,75
1,0
1,2 - 1,3
7,50 - 9,00
1,5
3,5 - 3,7
0,75 - 1,00
1,0
1,3 - 1,5
9,00 -10,00
1,5
3,7 - 3,9
1,00 - 1,50
1,0
1,5 - 1,8
10,00 - 11,00
2,0
3,9 - 4,2
1,50 - 3,00
1,5
1,8 - 2,3
11,00 - 15,00
2,0
4,2 - 4,9
3,00 - 4,50
1,5
2,3 - 2,7
15,00 - 25,00
2,0
4,9 - 6,5
4,50 - 5,00
1,5
2,7 - 2,9
25,00 - 40,00
2,0
6,5 - 9,0
2.3.4
Sudetan hanya dilakukan pada alur sungai yang berkelok-kelok sangat kritis
dan dimaksudkan agar banjir dapat mencapai bagian hilir atau laut dengan cepat,
dengan mempertimbangkan alur sungai yang stabil. Hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam pembuatan sudetan adalah akibat sudetan tidak menimbulkan problem banjir di
bagian hilir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu
36
tiba banjir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu tiba
banjir yang lebih pendek, sehingga akan menurunkan muka air banjir hulu dan
menambah banjir di bagian hilir. Berdasarkan pertimbangan di atas maka pekerjaan
sudetan dalakukan pada alur sungai di bagian hilir daerah yang dilindungi dan harus
diimbangi dengan normalisasi sungai di bagian hilir sudetan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sudetan antara lain adalah :
Daerah
yang
Alur susetan
dilindungi
dari banjir
Alur lama
2.3.5
Besarnya tinggi jagaan sungai yang paling baik adalah berkisar antara 0.751.50 m. Hal-hal lain yang mempengaruhi besarnya nilai tinggi jagaan adalah
penimbunan sedimen di dalam sungai, berkurangnya efisiensi hidrolik karena
tumbuhnya tanaman, penurunan tebing dan kelebihan jumlah aliran selama terjadinya
hujan. Sedangkan secara praktis untuk menentukan besarnya tinggi jagaan yang
diambil berdasarkan debit banjir dapat diambil dengan menggunakan tabel 2-6.
37
Q<200
0,6
200<Q<500
0,75
2000<Q<5000
1,25
5000<Q<10000
1,50
2.3.6
1.
Butiran tanah pembentuk penampang sungai harus stabil terhadap aliran yang
terjadi, karena akibat pengaruh kecepatan aliran dapat mengkibatkan penggerusan pada
tebing maupun dasar sungai. Maka perlu di cek terhadap stabilitas butiran pada tebing
dan dasar sungai.
Tegangan geser pada penampang yang terjadi adalah :
o = . g .h. I
0.75 .g.h
0.97 .g.h
(m)
38
tegangan kritis (c), maka akan terjadi erosi. Tegangan geser kritis yaitu tegangan geser
yang terjadi pada saat butiran dasar / lereng sungai mulai bergerak.
Besarnya tegangan geser kritis (c) tergantung dari diameter material dasar /
lereng sungai. Kecepatan aliran yang menimbulkan terjadinya tegangan geser kritis
disebut kecepatan kritis (Vcr). Apabila diameter butiran dasar / lereng sungai
diketahui, maka tegangan geser kritis (c) dapat dilihat pada diagram Shields dalam
Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Grafik hubungan tegangan geser kritis dan kecepatan aliran kritis (Diagram Shields)
K = cos 1
tg
39
2.
Longsoran atau land slide merupakan pergerakan massa tanah secara perlahanlahan melalui bidang longsoran (lihat gambar 2.13) karena tidak stabil akibat gayagaya yang bekerja. Untuk memperhitungkan kestabilan maka bidang longsoran dibagi
dalam beberapa bagian atau segmen, apabila lebar segmen semakin kecil maka akan
semakin teliti. Perhitungan berdasarkan pasa keadaan terburuk, yaitu pada waktu muka
air banjir surut dan muka air tanah dalam tanggul masih tinggi. Secara praktis land
slide adalah pergerakan massa tanah secara perlahan dalam waktu relatif tetap.
Metode ini menggunakan runtuh permukaan potensial pada tebing yang
diasumsikan berbentuk busur lingkaran dengan pusat o dan jari-jari r, metode irisan
atau juga disebut metode pias-pias (slice method) dipergunakan untuk jenis tanah yang
tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalamnya memberikan bentuk aliran dan
volume tanah yang tidak menentu. Gaya normal yang bekerja adalah akibat berat tanah
sendiri yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor. Dalam metode ini
massa tanah longsoran dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dengan lebar sama.
Lebar pias biasanya diambil sebesar 0,1 r. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
gambar 2-13.
Dasar dari setiap pias diasumsikan sebagai garis lurus. Sudut yang dibentuk oleh
dasar setiap pias dengan sumbu horisontal adalah , tinggi pias dihitung berdasarkan
panjang sumbu vertikal pias yaitu sebesar h. Faktor keamanan adalah perbandingan
momen penahan longsoran dengan penyebab longsoran.
Keterangan :
O = titik pusat longsoran
40
: C x L dan (N tan )
:T
2.3.7
Perencanaan Tanggul
Lebar Tanggul
(m /det)
(m)
Q < 200
3,0
200<Q<500
4,0
2000<Q<5000
5,0
5000<Q<10000
6,0
Elevasi tanggul ditentukan oleh elevasi muka air banjir sungai ditambah tinggi jagaan
tertentu. Elevasi muka air banjir didapat berdasarkan perhitungan hidrolik banjir
sungai. Ketentuan tinggi jagaan tanggul seperti tercantum dalam Tabel 2-8.
41
Debit Rencana
3
(m /det)
(m)
Q < 200
0,6
200<Q<500
0,75
500<Q<2000
1,00
2000<Q<5000
1,25
5000<Q<10000
1,50
Q > 10000
2,00
2.3.8
Pada pengendalian banjir perlu memperhatikan muka air pada waktu banjir di
sepanjang sungai dan muka air banjir akibat back water. Hal ini atas pertimbangan
bahwa dengan adanya limpasan pada sebagian tanggul akan mengakibatkan bobolnya
tanggul adalah merupakan gagalnya system pengendali banjir.
Cara yang biasa digunakan dalam menghitung pengaruh back water adalah cara
analisa hidrolik steady non uniform flow, terutama untuk sungai yang mempunyai
bentuk penampang yang tidak beraturan maupun kemiringan dasar sungai yang
bervariasi.
V2
2g
Sf
Z
datum
dz dh d V 2
+
+
dx dx dx 2 g
(2-66)
42
dH
dz dh d V 2
=
+
+
dx dx dx 2 g
dx
(2-67)
dh Q 2T dh
dx gA 3 dx
(2-68)
-Sf
= -So +
dh
dx
dh
dx
So Sf
Q 2T
1
gA3
(2-69)
So Sf
1 Fr 2
(2-70)
Back water dapat terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan aliran pada suatu titik
(saluran) yang ditinjau.
a. Terjadi back water (H hulu < H hilir)
Hulu
Hilir
Hulu
Hilir
43
Dalam perhitungan panjang back water dapat digunakan dengan dua cara, yaitu :
1.
Energi spesifik
=h+
V2
+ h2 + So.x
2g
V
= 1 + h1 + Sf. x
2g
(2-72)
E2 + So.x
= E2 + Sf.x
(2-73)
(2-71)
E 2 E1
Sf So
Sf + Sf 2
= 1
2
Sf
2.
V2
2g
(2-74)
(2-75)
Energi total
H
=Z+h+
V2
2g
Z1 + h1 +
V1
2g
(2-76)
2
= Z2 + h2 +
V2
+ H
2g
(2-77)
H1
= H2 + H
(2-78)
= Sf. x
(2-79)
= So. X
(2-80)
44