Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa
upaya perluasan jangkauan pelayanan antenatal dan pertolongan
persalinan persiangan yang bermutu, mencegah hipotermi, infeksi
dan perawatan BBLR yang adekuat serta penerapan secara tepat
dan

berkualitas

dan

tata

laksana

neonatus

sakit

dapat

menurunkan kematian perinatal dan neonatal kepada Bayi baru


lahir akan sangat bermanfaat dalam menurunkan angka kematian
bayi, (Depkes RI, 2000). BBLR bisa di sebabkan bayi kurang bulan
atau bayi kecil pada masa kehamilan. Untuk mencegah itu,
banyak hal yang dapat di lakukan sebelum bayi lahir, selama
persalinan dan setelah bayi lahir. Masalah jangka panjang pada
Berat

Bayi

Lahir

Rendah

kemungkinan

terjadi

gangguan

perkembangan dan pertumbuhan, retinopati karena prematuritas,


penyakit paru kronik, kenaikan angka kesakitan dan frekuensi
kelainan bawaan (Samad, 2005).
Ibu hamil yang menderita masalah gizi khususnya gizi
kurang seperti kurang energi kronis (KEK), anemia, penyakit
menahun ibu, umur ibu yang kurang dari 20 tahun kondisinya
belum siap untuk menerima kehamilan karena anatomi tubuhnya
belum sempurna, umur ibu lebih dari 35 tahun anatomi tubuhnya
mulai mengalami degenerasi, jarak kehamilan yang terlalu dekat.
Mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar dibanding dengan
ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih
besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat
persalinan, perdarahan pasca persalinan. Bayi yang di lahirkan
dengan BBLR umumnya kurang mampu beradaptasi dengan
lingkungan

yang

baru,

sehingga

dapat

berakibat

pada

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat


menggangu kelangsungan hidupnya (Lubis,2003)
Berdasarkan data SDKI 2007 derajat kesehatan ibu dan anak
di Indonesia masih perlu di tingkatkan, ditandai oleh Angka

Kematian Ibu (AKI) yaitu 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH), dan


tahun 2008, 4.692 jiwa ibu meninggal di masa kehamilan,
persalinan dan nifas. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
34/1000 KH, Sedang menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab
kematian bayi baru lahir 0 6 hari di Indonesia adalah gangguan
pernapasan

(36,9%),

prematuritas

(32,4%),

sepsis

(12%),

Hipotermi (6,8%), kelainan darah (6,6% )dan lain-lain. Penyebab


kematian bayi 7 28 hari adalah sepsis (20,5%, kelainan
congenital (18,1%), pneumonia (15,4%, prematuritas dan BBLR
(30,2%). Oleh karena itu, upaya penurunan AKB dan AK Balita
perlu

memberikan

perhatian

yang

besar

pada

upaya

penyelamatan bayi baru lahir dan penanganan penyakit infeksi


(diare dan pneumonia). (Depkes RI,2000)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu memberikan asuhan
keperawatan pada neonatal dengan berat badan lahir rendah.
2. Tujuan Khusus
a. Saya mampu menyebutkan pengertian berat badan lahir rendah
b. Saya mampu menyebutkan etiologi berat badan lahir rendah
c. Saya mampu menjelaskan patofisiologi berat badan lahir rendah
d. Saya mampu menyebutkan manifestasi klinis berat badan lahir rendah
e. Saya mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostik berat badan lahir
rendah
f. Saya mampu menyebutkan penatalaksanaan berat badan lahir rendah.
g. Saya mampu menyebutkan diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan berat badan bayi rendah

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram ( berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir. BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah
(WHO 1961). BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram (Depkes 1992). Menurut Saifuddin (2001), bayi berat lahir rendah ialah bayi
baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499
gram). Menurut depkes RI (1996) bayi berat lahir rendah ialah bayi yang lahir dengan
berat 2500 gram atau kurang tanpa memerhatikan usia kehamilannya.
Ada dua macam BBLR yaitu :
1.

Prematuritas murni: jika masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannyasesuai untuk berat badan untuk masa gestasinya, biasa juga disebut neonatus
kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).

2.

Dismaturitas: bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnyauntuk masa gestasinya. Artinya, bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
B. Etiologi
Penyebab bayi lahir premature :
1. Faktor Ibu :
a. Toksemia gravidarum, yaitu preeklampsi dan eklampsi
b. Kelainan bentuk uterus (missal. Uterus bikornis, inkompeten serviks)
c. Tumor (mis. Mioma uteri, sistoma)
d. Ibu yang menderita penyakit antara lain:
Akut dengan gejala panas tinggi (mis. Tifus abdominalis, malaria)
Kronis (mis. TBC, penyakit jantung, gromerulonefritis kronis)
e. Trauma pada masa kehamilan antara lain:
Fisik (mis. jatuh)
Psikologis (mis. stress)
f. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
g. Plasenta antara lain: plasenta previa, solusio plasenta.

2. Faktor janin
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. Ketuban pecah dini
d. Cacat bawaan
e. Infeksi (mis. Rubeolla, sifilis, toksoplasmosis)
f. Insufisiensi plasenta
g. Inkompatabilitas darah ibu dan janin (factor rhesus, golongan darah ABO)
3. Factor plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
Penyebab bayi lahir dismature :
1. Faktor ibu
a. penyakit jantung, penyakit ginjal kronis, hipertensi
b. Ibu DM berat
c. Hipoksia ibu (penyakit paru kronis, hemoglobinopat, tinggal di pegunungan)
d. Malnutrisi
e. Bahan teratogonik ( alcohol, radiasi, obat )
2. Faktor uterus dan plasenta: kelainan pembuluh darah, insersi tali pusat yang tidak
normal, sebagian plasenta lepas, infark plasenta dll
3. Faktor janin: kehamilan ganda, kelainan kromosom, infeksi dalam kandungan
(TORCH)
4. Faktor sosial ekonomi.
C. Manaifestasi Klinis
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
1. Prematuritas murni
a. BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
b. Masa gestasi < 37 minggu
c. Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
d. Lanugo banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan lengan,
lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar

e. Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, pada laki-laki testis belum turun.
f. Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
g. Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
h. Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
i. Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
j. Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami
apnea, otot masih hipotonik
k. Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum
sempurna
2. Dismaturitas
a. Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
b. Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
c. Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
d. Tali pusat berwarna kuning kehijauan
D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primary
gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan
usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada
penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada

dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi
dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan
pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen
tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam
organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan
kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi
darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan
gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
F. Penatalaksanaan
1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar.
Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
2. Pertahankan suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam mempertahankan


suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu rectal
dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal
tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat rendah
yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan pengendalian
lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi bayi yang
berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat kurang dari
2000 gram
3. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur
perawatan dapat dilakukan melalui jendela atau lengan baju. Sebelum
memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi
yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi
terhadap pernafasan lebih mudah.
4. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa
yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
5.

menimbulkan kebutaan
Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang kurang
berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap
infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci
tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas,
lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan

infeksi dan sakit kulit.


6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan
melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Maternal
1.

Umur ibu dalam resiko kehamilan ( < 16 thn atau > 35 thn)

2.

Kehamilan ganda ( gemeli)

3.

Status ekonomi rendah, malnutrisi dan ANC kurang

4.

Adanya riwayat kelahiran prematur sebelumnya

5.

Infeksi: TORCH, penyakit kelamin dll

6.

Kondisi kehamilan: toksemia gravidarum, KPD, plasenta previa dll

7.

Penggunaan Narkoba, alkohol, rokok

b. Riwayat Kelahiran
1.

Gestasi : 24- 37 minggu

2.

BB : < 2500 gram

3.

APGAR SKORE

c. Sistem kardiovaskuler
1.

HR : 120-160 x/menit

2.

Saat lahir mungkin terdapat murmur: indikasi adanya


shunt ke kiri dan tekanan paru yang masih tinggi atau adanya atelektasis

d. Sistem gastrointestinal
1.

Abdomen menonjol

2.

Pengeluaran mekonium: 12-24 jam

3.

Refleks hisap lemah, koordinasi mengisap dan


menelan lemah

4.

Anus: paten, jika tidak pertanda kelainan


kongenital

5.

Berat badan kurang 2500(5lb 8 oz).

e. Sistem integumen
1.

Kulit: pucat, sianosis, ikterik, kutis


marmorata atau kemerahan

2.

Kulit tipis, transparan, halus dan licin

3.

Verniks caseosa sedikit dengan lanugo


banyak

4.

Terdapat edema umum atau lokal

f.

5.

Kuku pendek

6.

Rambut sedikit dan halus

7.

Garis tangan sedikit dan halus

Sistem muskuloskeletal
1.

Tulang rawan telinga


(Cartilago ear) belum berkembang, telinga halus dan lunak

2.

Tulang kepala dan tulang rusuk


lunak

3.

Reflek kurang dan letargi

g. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar
dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan,
fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum
terjadi, mata mungkin merapat(tergantung usia gestasi).
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi
minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan bernafas
biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari
refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka
tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi anterior
dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32.
Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
h. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
i. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus
pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau
sianosis/pucat.

Lanugo

terdistribusi

secara

luas

diseluruh

tubuh.

Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada
pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin pendek.

j. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora,
dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin
banyak atau tidak ada pada skrotum.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler
2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap
defisiensi surfaktan
3. Resiko tinggi tidak efektifnya terumoregulasi : hipotermi berhubungan dengan
mekanisme pengaturan suhu tubuh immatur.
4. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan (imaturitas saluran cerna).
6. Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi
kardiovaskuler
7. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
8. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
9. Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d
stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif
10. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan
I. Rencana Keperawatan
Dx. Keperawatan Tujuan
Perencanaan
Tidak efektifnya Pola nafas efektif. Kriteria
pola nafas b.d
Hasil :
1. Observasi pola Nafas.
imaturitas fungsi
paru dan neuro
2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
RR 30-60 x/mnt
muscular
3. Observasi adanya sianosis.
Tidak Sianosis

Sesak berkurang

Ronchi tidak ada

Whezzing tidak ada

4. Monitor dengan teliti hasil


pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan kepala pada posisi
hiperekstensi.

6. Beri O2 sesuai program dokter


7. Observasi respon bayi terhadap
ventilator dan terapi O2.
8. Atur ventilasi ruangan tempat
perawatan klien.
9. Kolaborasi dengan tenaga medis
lainnya.
Gangguan
Pertukaran gas adekuat
pertukaran gas
b/d kurangnya
Kriteria :
ventilasi alveolar
sekunder terhadap
Tidak sianosis.
defisiensi
surfaktan
Analisa gas darah
normal

Saturasi oksigen
normal.

1. Lakukan isap lendir kalau perlu


2. Berikan oksigen dengan metode
yang sesuai
3. Observasi warna kulit
4. Ukur saturasi oksigen
5. Observasi tanda-tanda perburukan
pernafasan
6. Lapor dokter apabila terdapat tandatanda perburukan pernafasan
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan
analisa gas darah
8. Kolaborasi dalam pemeriksaan
surfaktan

Resiko tinggi
Suhu tubuh kembali
tidak efektifnya normal.Kriteria Hasil :
terumoregulasi :
hipotermi
Suhu 36-37C.
berhubungan
dengan
Kulit hangat.
mekanisme
pengaturan suhu
Sianosis tidak ada
tubuh immatur.

Ekstremitas hangat

1. Observasi tanda-tanda vital.


2. Tempatkan bayi pada incubator.
3. Awasi dan atur control temperature
dalam incubator sesuai kebutuhan.
4. Monitor tanda-tanda Hipertermi.
5. Hindari bayi dari pengaruh yang
dapat menurunkan suhu tubuh.
6. Ganti pakaian setiap basah.

7. Observasi adanya sianosis.


Resiko tinggi
gangguan
keseimbangan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit b/d
ktidakmampuan
ginjal
mempertahankan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit
Resiko gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
b.d
ketidakmampuan
mencerna nutrisi
(Imaturitas
saluran cerna)

Hidrasi baik
1. Observasi turgor kulit.
Kriteria:
2. Catat intake dan output

Turgor kulit elastik

Tidak ada edema

3. Kolaborasi dalam pemberian cairan


intra vena dan elektrolit

Produksi urin 1-2


cc/kgbb/jm

4. Kolaborasi dalam pemeriksaan


elektrolit darah

Nutrisi terpenuhi dengan


Kriteria hasil :

Reflek hisap dan


menelan baik

Muntah tidak
terjadi

Kembung (-)

BAB lancar

Berat badan
meningkat

Turgor elastis.

1. Observasi intake dan output.


2. Observasi reflek hisap dan menelan.
3. Beri minum sesuai program
4. Pasang NGT bila reflek menghisap
dan menelan tidak ada.
5. Monitor tanda-tanda intoleransi
terhadap nutrisi parenteral.
6. Kaji kesiapan untuk pemberian
nutrisi enteral
7. Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
8. Timbang BB setiap hari.

Resiko tinggi
Perfusi jaringan baik
terjadi gangguan
perfusi jaringan
Tekanan darah
b/d imaturitas
normal
fungsi
kardiovaskuler
Pengisian kembali
kapiler <2 detik

Akral hangat & tak


sianosis

Produksi urin 1-2


cc/kgbb/jm

1. Ukur tekanan darah kalau perlu


2. Observasi warna dan suhu kulit
3. Observasi pengisian kembali kapiler
4. Observasi adanya edema perifer
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium
6. Kolaborasi dalam pemberian obatobatan

Kesadaran
composmentis

Resiko infeksi b.d Infeksi tidak


defisiensi
terjadi.Kriteria Hasil :
pertahanan tubuh
(imunologi)
Suhu 36-37C

1. Kaji tanda-tanda infeksi.


2. Isolasi bayi dengan bayi lain.

Tidak ada tandatanda infeksi.

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah


kontak dengan bayi.

Leukosit 5.00010.000

4. Gunakan masker setiap kontak


dengan bayi.
5. Cegah kontak dengan orang yang
terinfeksi.
6. Pastikan semua perawatan yang
kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
7. Kolaborasi dengan dokter.
8. Berikan antibiotic sesuai program.

Resiko gangguan Gangguan integritas kulit


integritas kulit b.d tidak terjadi Kriteria hasil :
tipisnya jaringan
kulit, imobili.sasi.
Suhu 36,5-37 C

Tidak ada lecet atau


kemerahan pada
kulit.
Tanda-tanda infeksi
(-)

1. Observasi vital sign.


2. Observasi tekstur dan warna kulit.
3. Lakukan tindakan secara aseptic dan
antiseptic.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan bayi.
5. Jaga kebersihan kulit bayi.

6. Ganti pakaian setiap basah.


7. Jaga kebersihan tempat tidur.
8. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
9. Monitor suhu dalam incubator.
Gangguan
Persepsi dan sensori baik
persepsi-sensori :
penglihatan,
Kriteria :
pendengaran,
penciuman, taktil
Bayi berespon
b/d stimulus yang
terhadap stimulus
kurang atau
berlebihan dari
lingkungan
perawatan intensif

1. Membelai bayi sebelum malakukan


tindakan
2. Mengajak bayi berbicara atau
merangsang pendengaran bayi
dengan memutarkan lagu-lagu yang
lembut
3. Memberikan rangsang cahaya pada
mata
4. Kurangi suara monitor jika
memungkinkan
5. Lakukan stimulas untuk refleks
menghisap dan menelan dengan
memasang dot

Kecemasan orang Cemas berkurang Kriteria


tua b.d kurang
hasil :
pengetahuan
orang tua dan
Orang tua tampak
kondisi krisis.
tenang

1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua


2. Beri penjelasan tentang keadaan
bayinya.

Orang tua tidak


bertanya-tanya lagi.

3. Libatkan keluarga dalam perawatan


bayinya.

Orang tua
brpartisipasi dalam
proses perawatan.

4. Berikan support dan reinforcement


atas apa yang dapat dicapai oleh
orang tua.
5. Latih orang tua tentang cara-cara
perawatan bayi dirumah sebelum
bayi pulang.

BAB III
RESUME KASUS
A. Study Kasus
Bayi Ny. L, laki-laki

umur 16 hari (26-09-2012), dirawat di ruang

Perinatologi RSUD Tugurejo Semarang dengan BBLR. Riwayat persalinan


G1P1A0. Proses persalinan di RSUD Tugurejo, dengan persalinan sectio cesarea,
berat badan 1600 gram, panjang badan 37 cm, LILA 8 cm, lingkar dada 25 cm,
lingkar perut 27 cm, lingkar kepala 29 cm. Klien belum bisa minum ASI karena
refleks menghisap klien masih lemah, klien terpasang O2 1 liter/menit, klien
tampak menggunakan otot bantu pernafasan, RR 59 X/menit, suhu 35,6C, klien
terpasang infus D10+1/4 NS di lengan kanan, klien mendapat injeksi aminophilin
2x2,5 mg, ceftriaxone 1x75 mg, ranitidine 2x3mg, klien terpasang OGT, klien
mendapat pasi 20 cc/6jam, banyak terdapat lanugo di dahi dan lengan klien, kulit
tidak elastis, akral dingin, menangis lemah.
B. Permasalahan
Berdasarkan resume kasus diatas, muncul beberapa pertanyaan yang terkait
dengan tujuan khusus dari kontrak belajar antara lain:
1. Tanda dan gejala dari bayi dengan BBLR
2. Penatalaksanaan bayi dengan BBLR
C. Diskusi Ekspert
1. Expert 1
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang
dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Neonatus dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Bayi kurang
bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari),
bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu sampai

dengan 42 minggu (259 hari sampai dengan 293 hari), bayi lebih bulan adalah
bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.
2. Expert 2
Orang tua tidak mengetahui tentang BBLR, oleh karena itu perlu
diberikan penjelasan kepada ibu mengenai tanda gejala dan penanganan bayi
adengan BBLR. Masalah utama bayi dengan BBLR adalah bisa terjadinya
gangguan pola nafas dan resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
karena BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran
kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Bayi
tersebut juga belum bisa menghisap secara baik. Refleks menghisapnya pun
masih lemah, organ pencernaan bayi juga belum terbentuk sempurna

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Tanda dan Gejala Bayi Asfiksia
Tanda dan gejala pada bayi L dengan BBLR adalah BB 1600 gram (artinya BB
kurang dari 2500 gram) terdapat lanugo di lengan, panjang badan 37 cm (kurang
dari 46 cm), lingkar kepala 29 cm (kurang dari 33 cm), lingkar dada 25 cm (kurang
dari 30 cm), kulit tidak elastis. Tanda dan gejala yang terjadi pada bayi Ny. L
seperti teori yang diungkapkan diatas, namun ada beberapa tanda gejala yang s
tidak muncul pada bayi Ny.L karena usia gestasi Ny. L tidak didapatkan secara jelas
dari jawaban Ny.L.
2. Penanganan Bayi dengan BBLR
Penanganan pada bayi dengan bayi berat lahir rendah meliputi hal-hal berikut:
a. Mempertahankan suhu dengan ketat. Bayi berat lahir rendah mudah mengalami
hipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan bayi berat lahir rendah
harus memerhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan.
Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada bayi dengan berat lahir
rendah belum sempurna. Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan
dengan hati-hati.
d. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukan secara ketat
karena peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Saifuddin, 2001).
Bayi Ny.L mendapatkan penanganan yang sesuai dengan teori yang tertera
diatas, yaitu mendapatkan pengawasan nutrisi yang terprogram, suhu
lingkungan yang hangat, penimbangan secara ketat, bayi juga terpasang OGT
karena refleks penghisapan masih lemah sedangkan nutrisi klien harus
terpenuhi maka dari itu klien dipasang OGT untuk memenuhi nutrisi klien.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

1. BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang
dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Neonatus dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature.
2. Masalah utama yang muncul pada bayi L dengan BBLR adalah pola napas tak
efektif dan resiko tinggi nutria kurang dari kebutuhan tubuh, dan tindakan
utama yang dilakukan adalah memberikan O2 1 lt/mnt menjaga suhu incubator
agar tetap hangat, meletakan bayi dalam incubator tertutup
B. Saran
Bayi berat lahir rendah merupakan kondisi yang harus mendapatkan penanganan
yang optimal dan harus memantau nutrisi klien dan berat badan klien setiap hari.
jadi diperlukan penanganan yang optimal oleh ahli kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
DEPKES, 1992, Asuhan Perawatan Anak dalam Konteks Keluarga,
Jakarta, Departemen Kesehatan.
Wilkinson JM, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta, EGC

dengan

Doenges EM, 2001, Rencana Perawatan Maternal/bayi: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Klien, Jakarta,
EGC
Doengoes, 2000, Rencana asuhan keperawatan, Jakarta, EGC
Syafruddin 2009, Kebidanan Komunitas, Jakarta, EGC

Surasmi A, dkk 2003, Perawatan Bayi Resiko Tinggi, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai