Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam tubuh manusia yang
berguna menjaga kestabilan tubuh. Ginjal berperan dalam keseimbangan
cairan tubuh , elektrolit dan asam basa dengan cara, memfiltrasi darah
yang melewati ginjal, reabsorpsi selektif air dan mesekresi kelebihannya
sebagai urin. Ginjal juga berperan vital sebagai penghasil renin sebagai
pengatur tekanan darah juga bentuk aktif vitamin D (kalsiterol) untuk
pengatur kalsium. Selain itu, ginjal juga memproduksi eritropoetin sebagai
stimulus produksi eritrosit. Kegagalan fungsi ginjal dalam peran vitalnya
akan menimbulkan penyakit gagal ginjal kronik (Ketut.S, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Gagal
ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal. Bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua
kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut.
Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik
sangat mirip satu dengan yang lain (Price dan Wilson, 2006). Menurut
United States Renal Data System (USRDS) gagal ginjal kronik terjadi
karena nefropati diabetik (20,5%), hipertensi 15,7% dan penyakit jantung
adalah 18%.
Prevalensi gagal ginjal kronik meningkat dengan bertambahnya
usia. Prevalensi pada usia 65-74 tahun adalah 7,2% dan pada usia lebih
dari 85 tahun adalah 17%. Prevalensi gagal ginjal kronik pada kulit hitam
(15%) adalah 50% lebih tinggi dari orang kulit putih atau ras lainnya
(10%). Prevalensi pada orang Asia adalah 11% (USRDS. 2014). Di
Indonesia, menurut Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2014 gagal
ginjal terjadi karena adanya penyakit nefropati diabetik (27%). Pasien
diabetes dibandingkan dengan non-diabetes memiliki kecenderungan 17
kali terjadi gagal ginjal kronik (Tjokroprawiro A, 2006).
Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan
penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan hemodialisis berdasarkan
2

data tahun 2014, karena hipertensi (37%), penyakit diabetes melitus atau
nefropati obstruksi (7%), karena asam urat (1%), penyakit lupus (1%) dan
penyebab lainnya (1%). Melengkapi pernyataan tersebut, hasil riset
kesehatan dasar (riskesdas) pada tahun 2013 menunjukan data bahwa
penduduk indonesia kurang aktifitas fisik (26,1%), penduduk usia > 15
tahun merupakan perokok aktif (36,3%), penduduk > 10 tahun kurang
mengonsumsi buah dan sayur (93%), serta penduduk > 10 tahun memiliki
kebiasaan minum-minuman beralkohol (4,6%). Tidak hanya orang dewasa,
anak-anak juga mempunyai resiko terkena penyakit tidak menular (PTM)
khususnya penyakit ginjal. Anak-anak memiliki resiko penyakit ginjal
bahkan pada saat mereka usia dini (bayi). Oleh karena itu, penting
mendorong deteksi dini tentang gejala dari penyakit ginjal agar kita dapat
memberikan pencegahan maupun pengobatan yang lebih optimal kepada
pasien dengan gagal ginjal kronik.

B. Tujuan
1. Umum
Memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan gagal ginjal kronis dan dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif sesuai dengan teori pasien gagal
ginjal kronis di ruang Hemodialisa RSUD Kraton Pekalongan.
2. khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dengan diabetes melitus di ruang Hemodialisa RSUD
Kraton Pekalongan.
b. Untuk mengetahui diagnosa pada pasien dengan gagal ginjal kronis
dengan diabetes melitus di ruang Hemodialisa RSUD Kraton
Pekalongan.
c. Untuk mengetahui intervensi pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dengan diabetes melitus di ruang Hemodialisa RSUD
Kraton Pekalongan.
d. Untuk mengetahui implementasi pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dengan diabetes melitus di ruang Hemodialisa RSUD
Kraton Pekalongan.
3

e. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien dengan gagal ginjal kronis


dengan diabetes melitus di ruang Hemodialisa RSUD Kraton
Pekalongan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama pantang
waktu lebih dari tiga bulan, gagal ginjal kronis dapat menimbulkan
4

simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60ml/men/1,73 m 2,


atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine.
Menurut Brunner Suddart, gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversible (tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Asadi. 2012. H.16).
Menurut Qholfi Anggi tahun 2013. Nepropati diabetik merupakan
komplikasi mikrovaskuler yang sering ditemukan baik pada diabetes
melitus tipe 1 maupun diabetes tipe 2.

2. Etiologi
Menurut Mary et al tahun 2009 penyebab utama end stage renal
disease (gagal ginjal kronis) adalah diabetes melitus (32%), hipertensi
(28%) dan glomerulonefritis (45%). Menurut Sukandar tahun 2006
penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis primer/ sekunder,
penyakit ginjal herediter, hipertensi esensial, uropati obstruktif, infeksi
saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) dan nefritis interstisial

3. Manifestasi klinis
a. Menurunya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah)
letargi, anoreksia. Mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus uremic frost,
3
perikarditis, kejang-kejang sampai koma yang ditandai dengan GFR <
dari 5-10 ml/mnt.` kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam
dan terjadi perubahan biokimia dan gejala komplek (Huda kusuma.
2015)

4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
5

yang terjadi kurang lebih sama, ginjal mempunyai kemampuan untuk


beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor, hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptif berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa, proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi, adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin
angiotensis aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth faktor seperti
trans (TGF-) beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, terhadap variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointersitial (mary. 2014).

5. Pathways
Terlampir

6. Pemerisaan diagnostik
a. Pielografi retrograd yaitu untuk memvisualisasi saluran kemih
prosedurnya dilakukan dengan kateterisasi uretra, injeksi kontras dan
film sinar x struktur ginjal
b. Pielografi intravena (IVP)
c. Kidney, ureter, bladder (KUB)
d. CT scan
e. Angiorafi ginjal yaitu untuk memvisualisasikan sirkulasi ginjal
f. Ultrasonografi
g. Biopsi ginjal
h. Sistoskopi yaitu untuk pemeriksaan langsung pada kandung kemih
i. Uji laboratorium
1) Uji darah (BUN dan kreatinin)
2) Uji fungsi ginjal
a) Kreatinin serum (pria 0,85-1,5 mg/ 100 ml, wanita 0,7-1,25)
6

b) BUN 5-20 mg/ 100 ml yaitu ekskresi ampas nitrogen


c) Berat jenis urine 500-800 mOsm
d) Klirens kreatinin (pria 90-140 ml/ mnt, wanita 85-125)
j. Urinaisis yaitu untuk memeriksa sedimen setelah urine disentrifugasi
k. Spesimen urine aliran tengah
l. Urine 24 jam

7. Pengkajian klinik
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit
penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan
fungsi ginjal. Faktor resiko untuk penurunan fungsi ginjal dan faktor
resiko untuk penyakit kardiovaskuler, pengelolaan dapat meliputi:
a. Terjadi penyakit ginjal
b. Pengobatan penyakit penyerta
c. Penghambatan penurunan fungsi ginjal
d. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler
e. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
f. Terapi pengganti ginjal dengan dialisis / transplantasi jika timbul gejala
dan tanda uremia

8. Pengkajian
Data dasar pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
DS: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah/ somnolen)
DO: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak
b. Sirkulasi
DS: riwayat hipertensi lama/ berat
DO: HT, nadi kuat, edema jaringan, disritmia jantung, nadi lemah,
hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemia, pucat, kuning,
kecenderungan perdarahan
c. Integritas ego
DS: faktor stres, perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan
DO: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
d. Eliminasi
DS: penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare/ konstipasi
DO: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria dapat menjadi anuria
e. Makanan/ cairan
7

DS: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan


(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/ muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia) penggunaan deuretik.
DO: disensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembapan, edema (umum, tergantung), ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
DS: skit kepala, penglihatan kabur, kram otot atau kejang, kebas terasa
terbakar pada telapak kaki, kesemutan.
DO: gangguan status mental, contoh: penurunan lapang pandang,
perhatian, stupor, koma, kejang, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/ kenyamanan
DS: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot
DO: perilaku hati-hati/ distraksi, gelisah
h. Pernafasan
DS: nafas pendek, dipsnea, nokturnal, paroksimal, batuk dengan atau
tanpa sputum kental dan banyak.
DO: takipnea, dipsnea, peningkatan/ kedalaman, batuk produktis
dengan sputum merah muda encer.
i. Keamanan
DS: kulit gatal ada / berulang infeksi
DO: pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), nomotermia, patekie, area
ekomosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium.
j. Seksualitas
DS: penurunan libido, amenore, infertilitas
k. Interaksi sosial
DS: kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran
l. Penyuluhan/pembelajaran
DS: riwayat DM, keluarga (resiko tinggi gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, maligansi, riwayat
terpajang pada toksin. Contoh obat, racun lingkungan, penggunan anti
biotik nefrotoksik atau berulang

9. Diagnosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan halaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium
8

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia, mual dan muntah, perubahan membran mukosa
mulut
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
penurunan curah jantung
d. Rsiko perdarahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan proses dialisis, penurunan akses
f. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
g. Kerusakan integritas kulit

10. Intervensi
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan halaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium
Intervensi
1) Kaji intake dan output pasien
2) Berikan posisi nyaman
3) Ajarkan latih gerak pasif atau aktif
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi dialiser/ diuretik
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah, perubahan membran mukosa
mulut
Intervensi
1) Kaji status nutrisi pasien
2) Beri makan sedikit tapi sering
3) Ajarkan pasien untuk mencatat makanan yang masuk dan keluar
4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diit yang tepat
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
penurunan curah jantung
1) Kaji TTV
2) Pantau adanya edema perifer
3) Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian O2
d. Resiko perdarahan
1) Kaji adanya perdarahan
2) Kaji adanya ptekie
3) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
e. Resiko infeksi berhubungan dengan proses dialisis, penurunan akses
1) Kaji adanya tanda-tanda inflamasi
2) Bersihkan daerah akses
3) Ajarkan pasien tentang cara menjaga kebersihan akses
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
f. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi
1) Kaji aktivitas pasien
2) Ajarkan alat bantu kursi roda atau tongkat
9

3) Ajarkan relaksasi napas dalam


4) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
g. Kerusakan integritas kulit
1) Kaji adaanya luka
2) Bersihkan luka
3) Ajarkan cara merawat kuit
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat

11. Evaluasi
a. Diharapkan kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
halaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium dapat
teratasi
b. Diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, perubahan
membran mukosa mulut dapat teratasi
c. Diharapkan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti
paru, penurunan curah jantung dapat teratasi
d. Diharapkan resiko perdarahan dapat teratasi
e. Diharapkan resiko infeksi berhubungan dengan proses dialisis,
penurunan akses dapat teratasi
f. Diharapkan intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
dapat teratasi
g. Diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi

B. Hemodialisa
1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma
& Nurarif, 2012).
2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-
produk limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke
dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan
10

hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital


lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal
secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss
sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit
3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui
transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

3. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera
dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera
dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara lain
a. Kegawatan ginjal
Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi,Oligouria (produksi
urine <200 ml/12 jam),Anuria (produksi urine <50 ml/12
jam)Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG,
biasanya, K >6,5 mmol/l ),Asidosis berat ( pH <7,1 atau
bikarbonat <12 meq/l),Uremia ( BUN >150 mg/dL),Ensefalopati
uremikum, Neuropati/miopati uremikum, Perikarditis
uremikum,Disnatremia berat (Na >160 atau <115
mmol/L,Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
c. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan
mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR
<15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit
tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai
jika dijumpai salah satu dari hal tersebut antara lain GFR <15
ml/menit, tergantung gejala klinis, Gejala uremia meliputi;
lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah, adanya malnutrisi
11

atau hilangnya massa otot, Hipertensi yang sulit dikontrol dan


adanya kelebihan cairan,Komplikasi metabolik yang refrakter.
4. Prinsip hemodialisa
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya
perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke
dialisat.
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga
kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.

BAB III
TINJAUAN KASUS
12

A. Pengkajian
Tn. B adalah perempuan berusia 49 tahun beralamat di coprayan rt
6 Rw 6 Kec buaran Kabupaten pekalongan. Ny R memiliki riwayat
penyakit diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu. Keluarga pasien
mengatakan pasien memeriksakan kesehatannya ke dokter, setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan data kadar ureum dan kreatininnya
tinggi sehingga pasien di anjurkan untuk diberikan terapi pengganti ginjal
(hemodialisa), pasien pertama kali dilakukan hemodialisa yaitu pada
tanggal 24 oktober 2016 di RSUD Kraton Pekalongan yaitu 1 kali dalam
seminggu. Setelah dilakukan pemeriksaan di ruang hemodialisa
didapatkan data pemeriksaan yaitu TD: 150/90, Nadi 80 x/ menit, Rr 27 x/
menit, suhu tubuh 360C, BB 60 Kg, Tb 150 cm, keadaan umum baik,
kesadaran composmentis GCS 15, terdapat edema di kedua kaki dan
tangan sebelah kanan, pasien sesak saat akan dilakukan hemodialisa,
pasien lemas, piting edema derajat 2 pola eliminasi pasien terganggu yaitu
pola BAK pasien sedikit dengan konsistensi 6x dalam sehari jumlah
hanya sedikit 100 cc, warna khas urine pola BAB terkadang 1x dalam 2
hari dengan jumlah 100 cc, iwl 187,5 cc/ 5 jam. Pola nutrisi pasien
makan hanya 1x dalam sehari itupun hanya 3 sendok dengan jumlah
100 cc, pasien makan kudapan seperti tahu dan tempe dengan jumlah
100 cc, minum 3 gelas kecil air putih 300 cc. Intake 500 cc, output
387,5 cc. Balance cairan + 112,5 cc
Pasien mengatakan sudah mempunyai penyakit diabetes 10 tahun,
pasien mengatakan mempunyai keturunan diabetes melitusdari ibunya
sehingga pasien biasa memeriksakan keadaanya ke tenaga medis dan rutin
mengkonsumsi obat penurun gula darah seperti metformin, pasien juga
sudah mengetahui apa itu gagal ginjal dan penyakit DM dan makanan
yang di anjurkan sehingga tiap hari pasien selalu membatasi makanan
yang akan di konsumsi, pasien terpasang cateter double lumen (CDL) di
dada sebelah kanan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
13 data LED 11 mm/jam, lekosit 7,07
tanggal 8 febuari 2017didapatkan
13

103/ul, eritrosit L 3,92 juta/mm3, hb 11,0 gr/dl, hematokrit31,3 %, MCV


79,80 um3, MCH 28,10 pg, MCHC 35,10 gr/dL, trombosit 209.000
/mm3, neutrofil 58,6 %, limfosit 25,9 %, monosit H 10,5 %, easinofil 4,7
%, basofil 0,3 %, ureum H 73,1 mg/dl, creatinin H 9,18 mg/dl

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa yang saya tegakan pada hari kamis tanggal 16 februari 2017
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
2. Diagnosa yang saya tegakan pada hari senin tanggal 20 februari 2017
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal)
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas
3. Diagnosa yang saya tegakan pada hari kamis tanggal 23 februari 2017
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas
4. Diagnosa yang saya tegakan pada hari senin tanggal 27 februari 2017
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas

C. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x5 jam diharapkan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal dapat
teratasi dengan kriteria hasil
a. Tidak ada edema
b. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Intervensi:
a. Kaji intake dan output pasien
Rasional: untuk mengetahui cairan yang masuk dan keluar pada
pasien
b. Kaji piting edema
Rasional: untuk mengetahui pasien edema atau tidak
c. Ajarkan pada pasien tentang diit pasien
14

Rasional: untuk memberikan edukasi tentang diit pasien


d. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian program
hemodialisa
Rasional: berkolaborasi dengan dokter untuk mengatasi kelebihan
volume cairan
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 5 jam diharapkan
Ketidakefektifan pola napas dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui TD, Nadi, Rr dan suhu pasien
b. Berikan posisi yang nyaman
Rasional: untuk memberikan kenyamanan pada pasien
c. Ajarkan relaksasi napas dalam
Rasional: memberikan edukasi untuk mengatasi sesak napas
pasien
d. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian O2 nasal kanul 3 lpm
Rasional: untuk mengatasi sesak pasien yaitu dengan
berkolaborasi dengan dokter
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 5 jam diharapkan
intoleran aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. TD dalam batas normal.
b. Pasien tidak lemas lagi
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah
Rasional: mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan pasien
b. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui pola TD dan Rr pasien
c. Ajarkan pasien dan keluarga tentang aktivitas yang menggunakan
sedikit O2.
Rasional: untuk beraktivitas tanpa menggunakan O2 yang banyak
d. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat penurun
tekanan darah (amlodipin 10 mg IV)
Rasional: untuk menurunkan tekanan darah
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 5 jam diharapkan
nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil:
15

a. Nyeri berkurang
b. Pasien nyaman
Intervensi
a. Kaji skala nyeri pasien
Rasional: untuk mengetahui pencetus, durasi, kualitas, tempat,
skala dan waktu saat nyeri
b. Berikan kompres hangat
Rasional: untuk menurunkan nyeri pasien
c. Ajarkan relaksasi distraksi
Rasional:untuk menurunkan nyeri pasien
d. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik (analgesik 30
mg IV)
Rasional: untuk menurunkan nyeri dengan obat farmakologi
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 5 jam diharapkan
gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. Pasien dapat tidur dengan normal
Intervensi
a. Kaji pola istirahat pasien
Rasional: mengetahui pola istirahat pasien
b. Ajarkan pasien untuk memperbanyak aktivitas di siang hari
Rasional: agar malam hari pasien bisa istirahat
c. Ajarkan pasien tentang manajemen uap sederhana
Rasional: untuk melancarkan pernapasan pasien
d. kolaborasi dengan dokter pemberian obat bronkodilator / O2
Rasional: untuk melancarkan pernapasan pasien

D. Implementasi
1. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis, 16 februari
2017 adalah mengkaji TTV, berkolaborasi memberikan program HD,
mengajarkan relaksasi napas dalam, mengkaji intake dan output
pasien, mengajarkan pasien tentang diit pasien, mengkaji tingkat
kemampuan pasien untuk berpindah, memantau respon
kardiorespiratori terhadap aktivitas, mengkaji TTV, mengkaji TTV
2. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin, 20 februari
2017 adalah mengkaji TTV, memberikan posisi yang nyaman,
mengkaji intake dan output pasien, mengkaji piting edema, mengkaji
tingkat kemampuan pasien untuk berpindah, berkolaborasi
memberikan program HD, mengkaji skala nyeri, mengkaji TTV,
mengajarkan relaksasi napas dalam, mengkaji pola istirahat pasien,
16

mengajarkan pasien tentang manajemen imajinasi, mengajarkan


pasien tentang diit yang benar, mengajarkan relaksasi distraksi,
mengkaji TTV, mengkaji TTV pasien, menimbang BB post HD,
mengajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang aktivitas yang
menggunakan sedikit oksigen.
3. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis, 23 februari
2017 adalah mengkaji TTV, memberikan posisi yang nyaman,
mengkaji intake dan output pasien, mengkaji piting edema,
berkolaborasi memberikan program HD, mengkaji skala nyeri,
mengkaji TTV, mengajarkan relaksasi distraksi, mengkaji pola
istirahat pasien, mengajarkan pasien tentang manajemen imajinasi,
mengajarkan pasien tentang diit yang benar, mengkaji TTV,
mengkaji TTV pasien, menimbang BB post HD,
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin, 27 februari
2017 adalah mengkaji TTV, memberikan posisi yang nyaman,
mengkaji intake dan output pasien, mengkaji piting edema, mengkaji
tingkat kemampuan pasien untuk berpindah, berkolaborasi
memberikan program HD, mengkaji TTV, mengajarkan relaksasi
napas dalam, mengkaji pola istirahat pasien, mengajarkan pasien
tentang manajemen imajinasi, mengajarkan pasien tentang diit yang
benar, mengkaji TTV, mengkaji TTV pasien, menimbang BB post
HD, mengajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang aktivitas
yang menggunakan sedikit oksigen.

E. Evaluasi
1. Evaluasi pada hari kamis 16 februari 2017 untuk diagnosa Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal belum teratasi
masih terdapat edema di kedua kaki dan tangan kanan pasien, piting
edema derajat 2, balance cairan +104 cc, lanjutkan intervensi kaji
intake dan output pasien, kaji piting edema, dan ajarkan tentang diit
yang pas buat pasien, diagnosa Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi belum teratasi TD 150/ 90
mmHg, nadi 80 x/ menit, Rr 24 x/ menit dan suhu 36,2 0C lanjutkan
17

intervensi kaji TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi


napas dalam, diagnosa Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 belum teratasi
(pasien lemas tanpa aktivitas, pasien terbaring di tempat tidur, pasien
merasa letih) lanjutkan intervensi kaji tingkat kemampuan pasien
untuk berpindah, ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang
aktivitas yang menggunakan sedikit O2. Untuk diagnosa Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal) belum
teratasi (pasien meringis kesakitan, pasien menunjukan daerah yang
nyeri) lanjutkan intervensi kaji skala nyeri pasien, berikan kompres
hangat, ajarkan relaksasi distraksi.
2. Evaluasi pada hari senin 20 februari 2017 untuk diagnosa Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal belum teratasi
masih terdapat edema di kedua kaki dan tangan kanan pasien, piting
edema derajat 2, balance cairan +204 cc, lanjutkan intervensi kaji
intake dan output pasien, kaji piting edema, dan ajarkan tentang diit
yang pas buat pasien, diagnosa Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hiperventilasi belum teratasi TD 150/ 90
mmHg, nadi 80 x/ menit, Rr 24 x/ menit dan suhu 36,2 0C lanjutkan
intervensi kaji TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi
napas dalam, diagnosa Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 belum teratasi
(pasien lemas tanpa aktivitas, pasien terbaring di tempat tidur, pasien
merasa letih) lanjutkan intervensi kaji tingkat kemampuan pasien
untuk berpindah, ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang
aktivitas yang menggunakan sedikit O2. Untuk diagnosa Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal) belum
teratasi (pasien meringis kesakitan, pasien menunjukan daerah yang
nyeri, nyeri di tangan kanannya yang bengkak, nyeri seperti di tekan
keras, skala 6 waktu terus menerus) lanjutkan intervensi kaji skala
nyeri pasien, berikan kompres hangat, ajarkan relaksasi distraksi.
Untuk diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan
18

sesak napas belum teratasi (pasien terlihat lemas, letih) lanjutkan


intervensi kaji pola istirahat pasien
3. Evaluasi pada hari kamis 23 februari 2017 untuk diagnosa Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal belum teratasi
masih terdapat edema di kedua kaki dan tangan kanan pasien, piting
edema derajat 2, balance cairan +410 cc, lanjutkan intervensi kaji
intake dan output pasien, kaji piting edema, dan ajarkan tentang diit
yang pas buat pasien. Untuk diagnosa Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis (gagal ginjal) belum teratasi (pasien
meringis kesakitan, pasien menunjukan daerah yang nyeri, nyeri di
tangan kanannya yang bengkak, nyeri seperti di tekan keras, skala 6
waktu terus menerus) lanjutkan intervensi kaji skala nyeri pasien,
berikan kompres hangat, ajarkan relaksasi distraksi. Untuk diagnosa
Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas
belum teratasi (pasien terlihat lemas, letih) lanjutkan intervensi kaji
pola istirahat pasien
4. Evaluasi pada hari senin 27 februari 2017 untuk diagnosa Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal belum teratasi
masih terdapat edema di kedua kaki dan tangan kanan. Balance
cairan + 110 piting edema derajat 2, lanjutkan intervensi kaji intake
dan output pasien, kaji piting edema, dan ajarkan tentang diit yang
pas buat pasien, diagnosa Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi belum teratasi TD 170/ 90 mmHg, nadi 75 x/
menit, Rr 25 x/ menit dan suhu 36,2 0C lanjutkan intervensi kaji
TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan relaksasi napas dalam,
diagnosa Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 belum teratasi (pasien masih lemas,
pasien merasa letih) lanjutkan intervensi kaji tingkat kemampuan
pasien untuk berpindah, ajarkan pada pasien dan orang terdekat
tentang aktivitas yang menggunakan sedikit O2. Untuk diagnosa
Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas
belum teratasi (pasien terlihat lemas, letih, saat tidur pasien sesak)
lanjutkan intervensi kaji pola istirahat pasien,
19

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama pantang
waktu lebih dari tiga bulan, gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma,
yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60ml/men/1,73 m 2, atau di atas
nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine (Asadi. 2012.
H.16). Pada kasus ini pasien mengatakan sudah mempunyai penyakit gula
darah tinggi sudah lama yaitu lebih dari 10 tahun, pasien mengalami penyakit
gangguan gagal ginjal kronik baru beberapa bulan ini tepatnya pada tanggal
24 oktober 2016, pada saat itu dokter memberikan intervensi untuk dilakukan
terapi hemodialisa karena kadar ureum dan kreatinin yang tinggi, pada
penilaian LFG didapatkan nilai <15 yaitu gagal ginjal kronis stage V dengan
nilai 5,95 yang artinya kerusakan ginjal stadium akhir/ terminal dimana
pasien memerlukan terapipengganti ginjal atau tranplantasi.
20

Pasien sudah mengerti tentang gagal ginjal dan DM, makanan yang di
anjurkan dan dilarang untuk pasien gagal ginjal juga sudah mengerti sehingga
pasien sangat menjaga asupan nutrisi pasien yaitu dengan membatasi asupan
cairan agar tidak terjadi volume cairan yang berlebih,
Pada saat pengkajian didapatkan data pasien mengatakan keluarganya
mempunyai riwayat diabetes mellitus yaitu dari saudara pasien seperti kakak
dan adiknya, hal ini menunjukan bahwa penyebab DM yaitu disebabkan
karena keturunan dan juga faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes seperti usia, obesitas dan gaya hidup. Komplikasi dari
diabetes seperti hipertensi, stroke, gagal ginjal, glaukoma, hal ini sesuai
dengan kasus yang saya ambil pada pasien Ny R dengan gagal ginjal kronis
dengan riwayat DM 10 tahun dan gaya hidup yang salah seperti pasien
sering minum es soda susu dengan nilai ureum H 73,1 mg/dl, creatinin H 9,18
mg/dl dengan nilai LFG (gagal ginjal kronik stage V), pasien mengeluhkan
sesak napas yang disebabkan karena terjadinya eksudasi cairan ke paru.
1. Pola eliminasi pasien
Pola eliminasi pada hari kamis tanggal 16 februari 2017
didapatkan hasil pasien terganggu yaitu pada pola defekasi dimana pasien
terkadang BAB 1 kali dalam 2 22
hari dengan jumlah 100cc, konsistensi
lunak, warna dan bau khas feses, pada pola BAK pasien juga mengalami
masalah karena pasien hanya BAK 6 kali dalam sehari dengan jumlah
sedikit 100cc, bau khas urine, warna kecoklat-coklatan.Pada
pengkajian pola nutrisi dan cairan di dapatkan data pasien makan hanya 1
kali dalam sehari 200cc, tetapi pasien makan kudapan seperti tempe
tahu 100 cc, pasien minum 3 gelas kecil 300cc, berat badan pasien 63
kg IWL 196 cc/ 5 jam. BB post HD yang lalu yaitu 60 kg. Peningkatan
berat badan 3 Kg. Intake 600, output 396. Balance cairan + 104
Pola eliminasi pada hari senin tanggal 20 februari 2017
didapatkan hasil pasien terganggu yaitu pada pola defekasi BAB 1 kali
dalam dengan jumlah 100cc, konsistensi lunak, warna dan bau khas
feses, pada pola BAK pasien juga mengalami masalah karena pasien
hanya BAK 6 kali dalam sehari dengan jumlah sedikit 100cc, bau
khas urine, warna kecoklat-coklatan. Pada pengkajian pola nutrisi dan
cairan di dapatkan data pasien makan hanya 1 kali dalam sehari 200cc,
21

tetapi pasien makan kudapan seperti tempe tahu 100 cc, pasien minum 3
gelas kecil 300cc, berat badan pasien 63 kg IWL 196 cc/ 5 jam. BB
post HD yang lalu yaitu 60 kg. Peningkatan berat badan 3 Kg. Intake 700
cc, output 396 cc. Balance cairan + 204
Pada kasus ini di dapatkan bahwa pasien mengalami edema di
kedua kaki dan tagan kanannya, hal ini disebabkan karenaRetensi
natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada
yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan
terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah
cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah.
Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh
factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan
sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan
ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

Pola eliminasi pada hari kamis tanggal 23 februari 2017


didapatkan hasil pasien terganggu yaitu pada pola defekasi dimana pasien
terkadang BAB 1 kali dalam 2 hari dengan jumlah 100cc, konsistensi
lunak, warna dan bau khas feses, pada pola BAK pasien juga mengalami
masalah karena pasien hanya BAK 6 kali dalam sehari dengan jumlah
sedikit 100cc, bau khas urine, warna kecoklat-coklatan. Pada
pengkajian pola nutrisi dan cairan di dapatkan data pasien makan hanya 1
kali dalam sehari 200cc, tetapi pasien makan kudapan seperti tahu
100 cc, pasien minum 5 gelas kecil 500cc, berat badan pasien 63 kg
IWL 190 cc/ 5 jam. BB post HD yang lalu yaitu 60 kg. Peningkatan berat
badan 1 Kg. Intake 800 cc, Output 390 cc. Balance Cairan + 410 cc
Pola eliminasi pada hari senin tanggal 27 februari 2017
didapatkan hasil pola defekasi pasien BAB 1 kali dengan jumlah
100cc, konsistensi lunak, warna dan bau khas feses, pada pola BAK
pasien juga mengalami masalah karena pasien hanya BAK 8 kali dalam
sehari dengan jumlah sedikit 300cc, bau khas urine, warna kecoklat-
coklatan. Pada pengkajian pola nutrisi dan cairan di dapatkan data pasien
makan hanya 2 kali dalam sehari 300cc, tetapi pasien makan kudapan
22

seperti tahu 100 cc, pasien minum 3 gelas kecil 300cc, berat badan
pasien 61 kg IWL 190 cc/ 5 jam. BB post HD yang lalu yaitu 58 kg.
Peningkatan berat badan 2 Kg. Intake 700 cc, output 590 cc. Balance
cairan + 110 cc.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data kepala tidak ada luka,
tidak ada benjolan abnormal, rambut warna hitam, tidak ada ketombe,
tidak rontok, dan tidak ada nyeri tekan. Pada leher pasien tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaraan vena
jugularis. Pada mata didapatkan mta simetris, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik penglihatan pasien menggunakan alat bantu kaca
mata. Telinga pasien pendengaran baik, tidak ada serumen dan tidak ada
luka. Hidung pasien baik, penciuman pasien juga masih normal. Pada
mulut dan tenggorokan pasien baik, tidak ada karies, tidak memakai gigi
palsu, lidah lembab, tidak ada pembesaran tonsil. Pada kulit pasien tidak
kering, tidak ada luka, tidak ada hiperpigmentasi, tidak ada bercak-
bercak kehitaman maupun gatal-gatal. Pada jantung didapatkan hasil
tidak ada luka, tidak ada benjolan abnormal, tidak tampak iktus kordis,
terdengar bunyi jantung 1 Lub dan bunyi jantung 2 dub, irama teratur,
tidak ada bunyi tambahan pasien terpasang CDL di dada sebelah kanan,
perkusi pekak. Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil simetris, tidak
ada luka, naik turunnya dada simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
benjolan abnormal, terdengar vesikuler, tidak terdenar ronkhi maupun
whezing, perkusi sonor pada ICS ke 1-3 kanan dan kiri, pekak pada ics 4-
6 dada kanan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak ascites,
tidak ada luka, terdengar peristaltik usus 8x per menit, tidak ada nyeri
tekan di semua kuadran, perkusi tympani. Pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan hasil pada tangan kanan pasien bengkak, piting edema derajat
2, di kedua kaki pasien kaki pasien terdapat edema, piting edema derajat
2. Pada persyarafan pasien tidak ada masalah
1. Pemantauan program hemodialisa hari kamis tanggal 16 februari 2017
Pada program dialisis pasien mendapatkan terapi dengan waktu 4.30
menit, dengan nilai QB 250, UFG 3500, lama heparin 3.30 menit, BB
post HD yang lalu 60 Kg. BB pre HD 63 Kg.Nilai adekuasi KT/V adalah
23

1,7 (terapi hemodialisa pada Ny.R efektif karena lebih dari 1,2)akses
pasien yaitu CDL (cateter double lumen) di dada sebelah kanan, pasien
juga sudah dipasang akses AV shunt di tangan sebelah kanan tetapi belum
digunakan karena belum sempurna untuk dilakukan pemasangan. BB
post HD 63 Kg. Balance cairan + 104
2. Pemantauan program hemodialisa hari senin tanggal 20 februari 2017
Pada program dialisis pasien mendapatkan terapi dengan waktu 4.30
menit, dengan nilai QB 200, UFG 3500, lama heparin 3.30 menit, BB
post HD yang lalu 63 Kg. BB pre HD 63 Kg. Nilai adekuasi KT/V adalah
1, 5 (terapi hemodialisa pada Ny.R efektif karena lebih dari 1,2) akses
pasien yaitu CDL (cateter double lumen) di dada sebelah kanan. Pasien
mengatakan masih sesak, pasien tidak tidur tadi malam karena sesak.
Pasien juga mengeluh nyeri di kaki karena bengkak, nyeri seperti di
tekan keras, skala 8 waktu terus menerus. BB post HD 60 Kg. Balance
cairan + 204
3. Pemantauan program hemodialisa hari kamis tanggal 23 februari 2017
Pada program dialisis pasien mendapatkan terapi dengan waktu 4.30
menit, dengan nilai QB 210, UFG 2500, lama heparin 3.30 menit, BB
post HD yang lalu 60 Kg. BB preHD 61 Kg. Nilai adekuasi KT/V adalah
1,5 (terapi hemodialisa pada Ny.R efektif karena lebih dari 1,2) akses
pasien yaitu CDL (cateter double lumen) di dada sebelah kanan. Pasien
mengatakan mengeluh nyeri di tangan kanannya yang bengkak, nyeri
seperti di tekan keras, skala 6 waktu terus menerus. BB post HD 58 Kg.
Balance cairan + 410
4. Pemantauan program hemodialisa hari senin tanggal 27 februari 2017
Pada program dialisis pasien mendapatkan terapi dengan waktu 4.30
menit, dengan nilai QB 200, UFG 2000, lama heparin 3.30 menit, BB
post HD yang lalu 58 Kg, BB pre HD 60 Kg. Nilai adekuasi KT/V adalah
1,5 (terapi hemodialisa pada Ny.R efektif karena lebih dari 1,2) akses
pasien yaitu CDL (cateter double lumen) di dada sebelah kanan, pasien
mengatakan lemas, tadi malam pada saat tidur sering terbangun karena
24

sesak, pasien megatakan masih terdapat edema di kedua kaki dan tangan
kanan. Balance cairan + 110

B. Diagnosa
Pada pertemuan pertama diangkat 3 diagnosa yaitu diagnosa kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal,ketidakefektifan pola
napasa berhubungan dengan hiperventilasi, intoleran aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2, pada pertemuan kedua
muncul diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi
ginjal, ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi,
intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dan
gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas, Pada
pertemuan ke tiga kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi
ginjal, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dan gangguan
pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak napas dan pada pertemuan
yang keempat Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal,
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, Intoleran
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan sesak
napas

2) Intervensi
Intervensi yang saya tegakan pada diagnosa pertama kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal dengan Intervensi: kaji
intake dan output pasien, Kaji piting edema, Ajarkan pada pasien tentang diit
pasien, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat diuretik atau terapi
hemodialisa. Diagnosa kedua gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler alveolar dengan Intervensi: Kaji tanda-tanda
vital, Berikan posisi yang nyaman rasionalnya untuk memberikan
kenyamanan pada pasien, Ajarkan relaksasi napas dalam, Kolaborasi dengan
dokter tentang pemberian O2. Diagnosa ketiga intoleran aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
dengan Intervensi: Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah, Pantau
25

respon kardiorespiratori terhadap aktivitas, Ajarkan pasien dan keluarga


tentang aktivitas yang menggunakan sedikit O2, Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian obat penurun tekanan darah. Diagnosa keempat nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis (gagal ginjal) dengan Intervensi
Kaji skala nyeri pasien, berikan kompres hangat, ajarkan relaksasi distraksi
rasionalnya untuk menurunkan nyeri pasien, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat analgesik. diagnosa kelima gangguan pola tidur berhubungan
dengan gangguan sesak napas dengan Intervensi Kaji pola istirahat pasien,
Ajarkan pasien untuk memperbanyak aktivitas di siang hari, Ajarkan pasien
tentang manajemen uap sederhana, kolaborasi dengan dokter pemberian obat
bronkodilator / O2

3) Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji TTV,
memberikan posisi yang nyaman, mengkaji intake dan output pasien,
mengkaji piting edema, mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk
berpindah, berkolaborasi memberikan program HD, mengkaji skala nyeri,
mengajarkan relaksasi napas dalam, mengkaji pola istirahat pasien,
mengajarkan pasien tentang manajemen imajinasi, mengajarkan pasien
tentang diit yang benar, mengajarkan relaksasi distraksi, menimbang BB pre
dan post HD, mengajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang aktivitas
yang menggunakan sedikit oksigen.

4) Evaluasi
Pada evaluasi yang dilakukan selama 4 hari diagosa ketidakefektifan
pola napas teratasi kecuali di hari ke dua karena pasien masih belum nyaman,
untuk diagnosa kelebihan volume cairan, intoleran aktivitas, nyeri akut dan
gangguan pola tidur masih belum teratasi, pada Ny R pasien mengalami
keluhan yang sama sesuai dengan tanda gejala pada pasien gagal ginjal
seperti sesak, edema, nyeri, lemas letih, susah untuk tidur
26

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pengkajian
Menurut bruner sudart, gagal ginjal kronis atau penyakit renal
tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan ireversible (tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Asadi. 2012. H.16)
Pada kasus ini pasien mengatakan sudah mempunyai penyakit gula darah
tinggi sudah lama yaitu lebih dari 10 tahun, pasien mengalami penyakit
ginjal karena di tandai dengan nilai ureum H 73,1 mg/dl, creatinin H 9,18
mg/dl. pasien mengalami penyakit gangguan gagal ginjal kronik baru
beberapa bulan ini dengan nilai LFG yaitu <15 (gagal ginjal kronis stage
V) dengan nilai 5,95 yang artinya kerusakan ginjal stadium akhir/
terminal dimana pasien memerlukan terapi pengganti ginjal atau
tranplantasi. Pada nilai adekuasi hemodialisa pertama didapatkan hasil
1.7, hari kedua 1.5, hari ketiga 1.5, hari keempat 1.5, yang dapat di ambil
kesimpulan bahwa selama proses hemodialisa pasien efektif menjalani
hemodialisa.

B. Saran
1. Bagi Profesi Keperawatan
27

Perawat disarankan untuk mengobservasi kadar glukosa secara ketat agar


dapat mengetahui nilai kadar glukosa pasien gagal ginjal kronis diruang
hemodialisa RSUD Kraton Pekalongan.
2. Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang telah
di dapatkan pada saat perkuliahan maupun di lapangan agar mahasiswa
dapat memberikan pelayanan yang berkualitas
DAFTAR PUSTAKA

Asadi muhammad. 2012. Serba-serbi gagal ginjal. Jogjakarta: diva press


Mary et al. 2009. Klien gangguan ginjal: seri asuhan keperawatan. Jakarta EGC
29 terapi dialisis tahun 2006. Bandung:
Sukandar. 2006. Gagal ginjal dan panduan
unpad
Huda. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
nanda nic noc 2015 jilid 2. Jogjakarta: medi action
Herdman. 2011. Nursing diagnosis definition dan klasification. 2012-2014
Diakses di http://www.depkes.go.id/article/print16031000001/hari-ginjal-sedunia-
2016-cegah-nepropati-sejak-dini.html
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson,
E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai