Anda di halaman 1dari 10

PRESENTASI KASUS POLI

TENSION TYPE HEADACHE

Disusun oleh:
Tiara Gian Puspi

G4A014082

Pembimbing :
dr. Hernawan, Sp.S

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


SMF SARAF
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus Poli


TENSION TYPE HEADACHE

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik


Di Bagian SMF Saraf
RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Tiara Gian Puspi

G4A014082

Purwokerto, Juli 2016


Mengetahui

Pembimbing,

dr. Hernawan, Sp.S

TENSION TYPE HEADACHE


A Definisi
Tension Type Headache (TTH) adalah episode berulang dari nyeri
kepala yang berlangsung beberapa menit hingga beberapa minggu. Rasa
nyeri khasnya yaitu seperti ditekan atau diikat, dari yang intensitas ringan
hingga sedang dan lokasinya bilateral serta tidak diperburuk dengan
aktivitas fisik rutin. Mual dan muntah biasanya tidak ada tapi fotofobia
atau fonofobia mungkin ada. Nyeri kepala ini sebelumnya disebut sebagai
nyeri kepala psikogenik, nyeri kepala stres, nyeri kepala psikomiogenik,
nyeri kepala kontraksi otot dan lainnya. Kata tension dan type
merupakan

penjelasan

dari

patogenesis

yang

tidak

pasti

dan

mengindikasikan beberapa jenis ketegangan mental atau otot yang


berperan sebagai penyebabnya.
B Klasifikasi
Dalam ICHD II, TTH dibagi menjadi dua jenis yaitu TTH episodik
dan TTH kronik. TTH episodik dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu TTH
episodik frekuen dan TTH episodik infrekuen. Semua tipe TTH ini
memiliki ciri klinis yang sama kecuali untuk frekuensinya. Pada
pemeriksaan fisik, dokter juga seharusnya memeriksa nyeri tekan
perikranial pada pasien dengan TTH dan membagi TTH lagi menjadi yang
berhubungan dengan nyeri tekan perikranial dan yang tidak berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial.
Karakteristik Frekuensi TTH

C Epidemiologi
Studi di Denmark, prevalensi TTH tinggi yaitu 78% dan mayoritas
adalah TTH episodik infrekuen (1 hari dalam sebulan atau kurang) tanpa
memerlukan pengobatan yang spesifik. Sekitar 24-37% adalah penderita
yang mengalami TTH beberapa kali dalam sebulan, 10% mengalami TTH
setiap minggu dan 2-3% mengalami TTH kronik, biasanya berlangsung
selama sebagian besar waktu dari hidupnya.
D Patofisiologi
Meskipun banyak studi klinis dan neurofisiologi, penyebab TTH
masih tetap sulit dipahami. Mekanisme miofasial perikranium mungkin
sangat penting pada TTH episodik, sedangkan sensitisasi dari jalur nyeri di
sistem saraf

pusat

yang

disebabkan

dari

rangsangan

nosiseptif

berkepanjangan dari jaringan miofasial perikranium tampaknya berperan


dalam perubahan TTH episodik ke TTH kronik. Jelas bahwa sumber
nosiseptif perifer ini masih harus diidentifikasi dan cara untuk mencegah
sensitisasi sentral dapat menyediakan jalan untuk mengatasi kesulitan
dalam mengobati pasien.
E Diagnosis
Diagnosis TTH berdasarkan klinis dan hanya bergantung pada
gejala. Anamnesis yang teliti selama pemeriksaan (terutama untuk
menyingkirkan penyebab sekunder) merupakan sebuah keharusan. Tidak
ada pemeriksaan laboratorium yang dapat menegakkan diagnosis.
Gambaran Klinis Utama TTH

F Gambaran klinis
1

Nyeri
Nyeri pada TTH biasanya digambarkan seperti nyeri tumpul,
terasa seperti ditekan, diikat atau terasa berat pada kepala. Cukup
banyak pasien yang menggambarkan nyeri kepala mereka seperti
memakai topi yang ketat atau pita yang terikat kuat disekitar kepala
atau seperti ada beban berat di kepala. Aktivitas fisik tidak
mempengaruhi intensitas nyeri kepala pada sebagian besar pasien. Hal
tersebut berkebalikan dengan migren dimana nyeri kepala memburuk
ketika melakukan aktivitas fisik rutin dan hal tersebut dipertimbangkan
menjadi satu dari kriteria terbaik untuk membedakan antara TTH dan
migren. Lokasi nyeri kepala pada TTH biasanya bilateral pada 90%
pasien. Bagaimanapun lokasi nyeri kepala bervariasi dan dapat berupa
nyeri kepala dalam atau nyeri kepala belakang.

Gejala Penyerta
Mual dan muntah bisa ada pada penderita TTH. Sekitar 20%
pasien TTH dapat mengeluh anoreksia ringan hingga sedang (sesuai
kriteria ICHD I) yang perlu dibedakan dari mual. Fotofobia atau
fonofobia mungkin juga ada namun kehadiran dua gejala tersebut
secara bersamaan tidak ada.

G Pemeriksaan Fisik
Untuk

mendiagnosis

TTH

memerlukan

penyingkiran

dari

penyebab lain, anamnesis yang baik dan cermat serta pemeriksaan fisik
dan neurologis yang teliti sangat diharuskan. Pemeriksaan fisik seharusnya
termasuk pemeriksaan palpasi manual pada otot perikranial untuk

menentukan tender points dan trigger points. Tender points adalah


daerah dimana tekanan manual menginduksi nyeri lokal sedangkan
trigger points di daerah nyeri dalam dimana tekanan terus-menerus juga
menginduksi nyeri lain pada daerah lain yang masih satu regio.

H Diagnosis Banding
Meskipun TTH terjadi pada hampir 78% pasien nyeri kepala, TTH
merupakan jenis nyeri kepala yang paling berbeda. Diagnosis klinisnya
terutama berdasarkan pada ciri negatif (tidak adanya gejala yang menjadi
ciri nyeri kepala primer atau sekunder lainnya). Seperti tidak adanya sifat
unilateral, tidak adanya sifat berdenyut, tidak dipengaruhi oleh aktivitas
fisik, tidak ada mual dan muntah, tidak ada foto dan fonofobia.
Namun, harus dipahami bahwa sebagian kecil pasien TTH dapat
memiliki beberapa ciri tersebut. Misalnya 18% mungkin memiliki nyeri
kepala berdenyut, 10% nyeri kepala bersifat unilateral, 28% nyeri kepala
diperberat oleh aktivitas fisik rutin, 18% anoreksia, 4% mual, dan 11%
fotofobia. Selanjutnya, banyak jenis nyeri kepala sekunder dapat meniru
TTH di beberapa tahap perkembangan klinis mereka.
Oleh karena itu, riwayat atipikal atau pemeriksaan klinis abnormal
pada pasien yang dicurigai TTH menunjukkan perlunya pemeriksaan lebih
lanjut dengan Computed Tomography atau Magnetic Resonance Imaging.
Namun, sebagian besar dengan riwayat yang khas dan pemeriksaan klinis
yang normal memiliki kemungkinan sangat rendah terhadap penyakit
intrakranial tertentu dan karena itu tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut.
I

Pengobatan
1

Terapi TTH Episodik


Seperti telah dibahas sebelumnya, sebagian besar pasien TTH
episodik infrekuen tidak pergi ke dokter dan membeli sendiri obat anti
nyeri. Pasien dengan TTH episodik frekuen, analgesik dan NSAID
adalah obat andalan dalam terapi serangan akut. Aspirin (500 mg dan

1000 mg) dan acetaminophen (1000 mg) efektif dalam terapi serangan
akut untuk TTH. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara aspirin
dan acetaminophen dalam mengatasi nyeri. NSAID seperti ibuprofen
(200-400 mg), naproxen sodium (375-550 mg), ketoprofen (25-50
mg), dan kalium diklofenak (50-100 mg) terbukti lebih efektif daripada
plasebo pada pasien TTH akut. NSAID ini mungkin lebih efektif
daripada asetaminofen dan aspirin seperti yang ditunjukkan dalam
banyak studi meskipun hasilnya tidak selalu tegas. Kafein, kodein,
sedatif, atau transquilizer sering dikombinasikan untuk meningkatkan
efektivitas NSAID namun harus dihindari karena risiko ketergantungan
dan penyalahgunaan. Pemantauan harus dilakukan untuk menghindari
penggunaan obat secara berlebihan. Opiat harus dihindari. Bukti
efektivitas pelemas otot lemah dan ada risiko untuk habituasi. Oleh
karena itu obat tersebut tidak direkomendasikan. Beberapa pasien
dengan ETTH yang juga memiliki migrain mungkin berespon terhadap
triptan. Namun, pasien ini harus secara jelas diajarkan bagaimana
mengenali dan membedakan antara gejala migrain dan ETTH sehingga
mereka dapat meminum obat yang tepat. Pengobatan nonfarmakologis
berupa pelatihan relaksasi dapat bermanfaat dalam ETTH rekuren.
Pencegahan serangan berulang dari ETTH pertama-tama harus
mempertimbangkan dua hal. Pertama, faktor pencetus harus dihindari.
Misalnya, tidak makan dapat memicu serangan ETTH seperti migrain
dan karena itu harus dihindari. Ada beberapa bukti baru bahwa
estrogen dapat memicu ETTH mirip dengan migrain. Kedua, terlalu
sering menggunakan obat-obatan harus diidentifikasi.
Obat yang paling mujarab untuk mencegah ETTH rekuren
adalah amitriptyline. Obat tersebut harus dimulai pada dosis rendah
(10 mg sampai 25 mg per hari) dan secara bertahap dosis ditingkatkan
jika perlu. Efek samping harus dijelaskan kepada pasien dan diawasi
secara ketat. Pengobatan nonfarmakologis berupa terapi relaksasi dan
biofeedback telah ditemukan memiliki manfaat tetapi perlu personil
terlatih dan terampil untuk pelaksanaannya.

Terapi TTH Kronik


Terapi akut memiliki sedikit peran dalam CTTH karena CTTH
adalah kondisi kronis secara definisi dan kebanyakan pasien memiliki
nyeri kepala hampir sebulan. Sebaliknya, sebagian besar pasien telah
mencoba beberapa analgesik dan NSAID dan beberapa dari mereka
bahkan mungkin kecanduan opiod. Banyak pasien menderita untuk
waktu yang lama, meskipun berkunjung ke dokter juga akhirnya
mereka merasa nyeri kepala mereka tidak dapat diobati. Hal pertama
yang dilakukan adalah menghentikan penggunaan secara berlebihan
dari obat-obatan tersebut saat serangan datang. Banyak pasien dengan
TTH memiliki komorbiditas signifikan seperti depresi dan kecemasan
yang memerlukan evaluasi yang tepat dan pengobatan. Secara umum,
farmakoterapi, modalitas perilaku dan obat-obatan fisik efektif untuk
pencegahan dan harus digunakan dalam kombinasi untuk mencapai
hasil yang optimal.

Terapi Non-Farmakologi
Manajemen non-farmakologis meliputi terapi fisik dan
psikologis. Terapi fisik ini adalah yang paling umum digunakan untuk
pengobatan

non-farmakologis

TTH.

Komponennya

termasuk

perbaikan postur, relaksasi, program latihan, paket panas dan dingin,


ultrasound, dan stimulasi listrik. Sebuah studi menggabungkan
berbagai teknik, seperti pijat, relaksasi, dan home-based exercises
diketahui memiliki sedikit efek. Penambahan pelatihan craniocervical
untuk fisioterapi klasik mungkin lebih baik daripada fisioterapi saja.
Terapi psikologis ini termasuk latihan relaksasi, biofeedback EMG dan
terapi kognitif-perilaku (CBT). Selama pelatihan relaksasi, pasien
secara sadar mengurangi ketegangan otot dan gairah otonom yang
dapat memicu dan menyebabkan nyeri kepala. Dengan demikian,
latihan tersebut merupakan strategi pelatihan dalam self-regulation.
Biofeedback EMG membantu pasien untuk mengembangkan kontrol
atas ketegangan otot perikranium. Dalam terapi kognitif-perilaku
(CBT), pasien diajarkan untuk mengidentifikasi pikiran dan keyakinan

yang menghasilkan stres dan memperburuk nyeri kepala. Meskipun


hasil pengobatan terapi psikologis sulit diukur, tampaknya ada
dukungan ilmiah yang masuk akal untuk efektivitas terapi tersebut.

Prognosis
Dalam sebuah studi epidemiologi selama 12 tahun di Denmark,
dari 549 orang yang ditindaklanjuti, 146 subyek memiliki TTH episodik
frekuen dan 15 subyek memiliki TTH kronik sejak awal. Dari jumlah
tersebut, 45% mengalami remisi, 39% tetap TTH episodik frekuen, dan
16% berkembang menjadi TTH kronik.

DAFTAR PUSTAKA
Chowdhury, D. 2012. Tension-type headache. Annals of Indian Academy of
Neurology 15 (Suppl 1): S83-S88.
Elrington, G. 2002. Migraine: diagnosis and management. Journal Neurology
Neurosurgeon Psychiatry 72 (Suppl II): ii 10 ii 15.
Goldstein J. N., et al.. 2006. Headache in United States emergency departments:
demographics, work-up and frequency of pathological diagnoses.
Cephalalgia 2006 ; 26(6):68490.
Waldie, KE, Buckley J, Bull, PN dkk. 2015. Tension-type headache: a life-course
review. Journal of Headache & Pain Management Vol. 1 No. 1: 1-9.

Anda mungkin juga menyukai