TINJAUAN PUSTAKA
tersebut
bertanggung
jawab
atas
terjadinya
resistensi
insulin
dan
(Maharani&Wratsangka, 2012).
Patofisiologi
androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi
gonadotropine releasing hormone (GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga
menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada
penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan
produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak
dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu
4
terjadinya
perdarahan
uterus
disfungsional.
Sedangkan
gejala
hiperandrogenisme berupa hirsutisme, kelainan seboroik pada kulit dan rambut serta
kebotakan dengan pola seperti yang ditemukan pada pria. Tes laboratorium yang
dilakukan berupa tes hormonal, tidak saja penting untuk diagnosis tetapi juga sangat
penting untuk melihat kelainan secara keseluruhan. Kelainan endokrin yang
ditemukan adalah peningkatan konsentrasi LH dan peningkatan aktivitas androgen
yaitu testosteron dan androstenedion. Hiperinsulinemia juga ditemukan akibat
adanya resistensi insulin. Dari pemeriksaan ultrasonografi transvaginal didapatkan
gambaran lebih dari 10 kista pada salah satu ovarium dengan besar kurang dari 1 cm,
disertai besar ovarium 1,5 - 3 kali dari ukuran normal. Hasil pemeriksaan ini dapat
memberikan gambaran pasti jika secara klinis terdapat dugaan sindrom ovarium
polikistik (Djuwantono dkk, 2010).
National Institute of Health-National Institute of Child Health and Human
Development (NIH-NICHD) menyatakan diagnosis sindrom ovarium polikistik
ditegakkan bila paling sedikit ditemukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
(Djuwantono dkk, 2010).
1. Kriteria mayor
a. Anovulasi
b. Hiperandrogenisme
2. Kriteria minor
a. Resistensi insulin
b. Hirsutisme
c. Obesitas
d. LH/FSH >2,5
e. Pada USG terdapat gambaran ovarium polikistik.
Gejala klasik yang ada pada sindrom ini adalah gangguan siklus menstruasi,
hirsutisme dan obesitas. Biasanya pasien mencari bantuan karena adanya siklus
menstruasi yang tidak teratur, infertilitas dan masalah penampilan akibat obesitas
dan hirsutisme.
5
Penatalaksanaan
Terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi
dan mengobati SOPK. Pengobatan terapi bertujuan, pertama melancarkan siklus haid
dan mengembalikan kesuburan, kedua merubah gangguan metabolik glukosa dan
metabolisme lipid, ketiga
mengidealkan
berat badan
karena
kejadiannya
Pada wanita yang gemuk pengobatan terbaik adalah dengan menurunkan berat
badan. Dengan cara yang sederhana ini kadang-kadang ovulasi dapat terjadi secara
spontan.
Farmakoterapi
a) Pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin
Digunakan pada penderita dengan haid tidak teratur atau amenorea. Terapi ini
membantu mengatasi jerawat, pertumbuhan rambut berlebihan dan kerontokan
rambut. Progestin diperlukan agar terjadi pertumbuhan dan pengelupasan
endometrium secara teratur seperti yang terjadi pada haid.
b) Progestin sintetis
Bila penderita tidak dapat menggunakan hormon estrogen maka penggunaan
progestin yang dapat digunakan adalah yang tidak meningkatkan kadar androgen
dan baik untuk penderita PCOS yaitu norgestimate, desogestrel dan drospirenon.
Efek samping yang mungkin terjadi nyeri kepala, retensi air dan perubahan
emosi.
c) Diuretik
Spironolaktone yang dapat menurunkan androgen diberikan bersama dengan pil
kontrasepsi kombinasi. Terapi ini dapat mengatasi kerontokan rambut,
pertumbuhan jerawat dan rambut abnormal (hirsutisme).
d) Cyproterone acetate
Merupakan preparat yang paling sering digunakan di Eropa untuk menurunkan
kadar androgen dan jika dikombinasi dengan etinil estradiol menjadi obat
kontrasepsi yang dapat digunakan pada penderita sindrom ovarium polikistik
yang tidak menginginkan kehamilan.
e) Metformin
Obat diabetes ini digunakan untuk mengendalikan insulin, gula darah dan
androgen. Obat ini menurunkan resiko diabetes dan penyakit jantung serta
memulihkan siklus haid dan fertilitas. Metformin dapat memperbaiki derajat
kecil.
Prognosis dan Komplikasi
Kelainan utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh
terhadap kadar insulin yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas
bekerja lebih keras menghasilkan insulin sehingga kadar insulin dalam darah begitu
tinggi sementara kadar gula yang tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian
menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita
penderita sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes melitus
tiga kali lebih besar daripada wanita normal. Paparan kronik uterus terhadap
estrogen bebas dapat menyebabkan hyperplasia dan karsinoma endometrium. Pasien
yang sedang hamil dan mengidap PCOS, memiliki resiko yang meningkat untuk
mengalami aborsi spontan (Maharani&Wratsangka, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Djuwantono, T, Tjahyadi, D, Ritonga M A. 2010. Isu Terkini Penanganan yang Tepat Dampak
Metabolik Sindroma Polikistik Ovarium. Continuing Medical Education. Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Maharani, L dan Wratsangka, R. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan dan
Penatalaksanaannya. J Kedokteran Trisakti. Vol 21 No 3: 98-103.