BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.
Pendidikan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah: usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Pengertian kata pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Pendidikan dalam pengertian yang agak luas dapat diartikan sebagai sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan,
pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Karena di
dalam pendidikan tercakup proses perkembangan seseorang menuju kedewasaan
maka pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap,
watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik (Syah, 2011).
2.
diklasifikasikan
lingkungan
terselenggaranya,
pendidikan
dapat
Pendidikan dasar
Pada prinsipnya, pendidikan dasar memberikan bekal dasar bagi
Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar,
yang
dipersiapkan
menjadi
anggota
masyarakat
yang
mempunyai
Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan mengengah
10
dan jenjang waktu yang ditempuh untuk pendidikan tinggi bervariasi sesuai
dengan gelar akademik, profesi, atau vokasi yang ditempuh seseorang.
3.
Nyamuk Aedes
a. Taksonomi
Secara taksonomi, Aedes dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo
: Nematocera
Famili : Culicidae
Subfamili
: Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies: Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Sucipto, 2011).
b. Morfologi
1)
Aedes aegypti
11
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, dada (toraks) dan
perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti berupa gambaran lyre pada
bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis putih yang sejajar
di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya.
Probosis berwarna hitam, skutelum trilobi, bersisik lebar berwarna putih.
Pada betina palpus lebih pendek dari probocis. dan abdomen berpita putih
pada bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Sisik sayap
sempit panjang dengan ujung runcing.
Telur Aedes aegypti berwarna putih saat pertama kali dikeluarkan,
lalu menjadi coklat kehitaman. Telur berbentuk oval, dan memiliki garisgaris yang menyerupai sarang lebah dengan panjang 0,5 mm. Telur dapat
bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24C, namun akan menetas
dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Setelah telur menetas
kemudian akan menjadi larva. Larva Aedes aegypti memiliki sifon yang
pendek dan mempunyai sisir pada ruas ke-8 abdomen yang terdiri dari
gigi-gigi bergerigi. Umur larva sekitar 7-9 hari kemudian menjadi pupa.
Bentuk pada stadium pupa seperti bentuk terompet panjang dan ramping.
Stadium pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Setelah itu, pupa akan
membuka dan melepaskan kulitnya, dan akan keluar stadium imago atau
nyamuk dewasa (Sucipto, 2011).
12
2) Aedes albopictus
Nyamuk Aedes albopictus mempunyai ciri morfologi yang mirip
dengan nyamuk Aedes aegypti, namun memiliki beberapa perbedaan.
Aedes albopictus dewasa mempunyai ciri-ciri fisik mempunyai gambaran
sebuah pita putih longitudinal pada bagian mesotonum. Selain itu, larva
Aedes albopictus mempunyai sisir pada ruas ke-8 abdomen dan
mempunyai gigi-gigi sederhana tanpa duri lateral. Stadium telur dan pupa
pada nyamuk Aedes albopictus memiliki ciri morfologis yang sama
dengan nyamuk Aedes aegypti (Sucipto, 2011).
c.
Siklus Hidup
Telur nyamuk Aedes akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari,
kemudian larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium
pupa biasanya berlangsung selama 2 hari. Dalam suasana optimum,
perkembanga dari telur sampai dewasa memerlukan waktu sekurangkurangnya 9 hari.
Setelah nyamuk berkembang dan keluar dari pupa, nyamuk akan
beristirahat terlebih dahulu di kulit pupa untuk sementara waktu hingga sayap
menjadi kaku dan kuat untuk terbang. Pupa jantan menetas lebih dahulu dari
pupa betina. Setelah 1-2 hari keluar dari pupa, nyamuk betina dewasa siap
untuk kawin dan menghisap darah manusia.
Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu
nyamuk betina menetas dan siap berkopulasi. Sesudah kopulasi, nyamuk betina
13
14
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di dinding tempat berkembangbiaknya, sedikit di atas
permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan adalah sekitar 100-400 butir.
Nyamuk Aedes aegypti biasa menempatkan telurnya di air jernih terutama
bak air WC, bak mandi, dan gentong air minum, sedangkan nyamuk Aedes
albopticus lebih senang bertelur di luar rumah, seperti pekarangan, atau di
kaleng sampah yang dibuang (Sucipto, 2011).
Jarak terbang nyamuk Aedes sekitar 30-50 meter per hari, tetapi jarak
terbang ini juga bergantung dari tempat bertelur. Apabila tempat bertelur
terdapat di dalam rumah atau di sekitar rumah maka nyamuk tidak akan
terbang jauh. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal
100 meter. Namun, nyamuk dapat berpindah lebih jauh secara pasif karena
terbawa angin atau kendaraan (Sungkar, 2005).
4.
memiliki spektrum klinis yang luas yang meliputi baik manifestasi klinis berat
dan ringan (WHO, 2009).
a. Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod bone virus dan sekarang lebih
dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis
15
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain
(Merdjani et al, .2008).
b. Patofisiologi
1)
Volume Plasma
16
2)
Trombositopenia
17
Sistem Komplemen
Terdapat penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5 baik
pada kasus yang disertai syok atau tidak. Terdapat hubungan positif antara
kadar
serum
komplemen
dengan
derajat
penyakit.
Penurunan
18
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
19
Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus
virus
20
infeksi
sekunder
menyebutkan
bahwa
apabila
seseorang
mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis serotipe virus, maka akan
terjadi proses kekebalan terhadap virus jenis tersebut tersebut untuk jangka
waktu yang lama, tetapi apabila orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder
dari jenis serotipe virus yang berbeda, maka akan terjadi infeksi yang berat.
Antibodi yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks
dengan infeksi virus dengue dengan serotipe yang berbeda, tetapi antibodi
tersebut tidak dapat menetralisir virus, bahkan akan membentuk suatu
kompleks yang infeksius.
21
Karena adanya non neutralizing antibody, maka partikel virus DEN dan
molekul antibodi IgG akan membentuk suatu kompleks virus-antibodi.
Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor Fc gama pada sel, yang
akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi
juga akan meliputi sel makrofag yang beredar, antibodi tersebut akan bersifat
opsonisasi dan internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi dan akan
teraktivasi, yang selanjutnya akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF- juga
Platelet Activating Faktor (PAF). TNF- akan berperan dalam menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah, dimana hal-hal
tersebut dapat mengakibatkan syok.
Pada teori yang lain, yaitu teori Antibody Dependent Enhancement
(ADE), menyebutkan tiga hal, yaitu: antibodies enhance infection, T-cells
enhance infection serta limfosit T dan monosit yang akan melepaskan sitokin
yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS.
Teori ADE dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi
spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah
timbulnya penyakit, akan tetapi apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat (Soegijanto, 2006).
Dalam teori ADE diperkirakan bahwa proses terjadinya peningkatan
replikasi virus pada infeksi sekunder adalah akibat antibodi yang berkadar
22
rendah dan bersifat subnetral yang sudah terbentuk pada saat terjadi infeksi
primer tidak mampu membunuh virus, sehingga kompleks imun melekat pada
reseptor Fc sel mononuklear fagosit, terutama makrofag, yang kemudian akan
mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan kemampuan
multiplikasi virus tersebut (Sutaryo, 2004).
Imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum pasien
DD, DBD dan DSS didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA
dijumpai paling banyak pada fase akut dari DSS. Sehingga banyak juga yang
mengatakan bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari
risiko berkembangnya DBD dan DSS.
Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang
patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus, teori ini
didasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi
berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Selain itu juga ada teori
antigen-antibodi, teori ini berdasarkan bukti bahwa pada penderita DBD
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan
penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Selain itu, pada 48-72% penderita DBD
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue yang dapat
menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain.
Terbentuknya kompleks imun tersebut juga akan mempengaruhi aktivitas
komponen sistem imun yang lain. Juga ada teori mediator, yang menjelaskan
bahwa makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai
23
mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator
dan endotoksin yang bertanggungjawab atas terjadinya syok septik, demam
dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, akan tetapi
derajat kerusakan jaringan yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan
kematian dari infeksi virus tersebut, kematian lebih disebabkan oleh
gangguan metabolik dan juga keadaan shock. Diketahui juga bahwa akibat
dari replikasi virus di dalam sel akan menimbulkan stres pada sel sampai
dapat menyebabkan kematian sel (apoptotik). Mekanisme pertahanan tubuh
melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas
jaringan lokal juga ketidakseimbangan homeostasis.
Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis
DBD/DSS umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik.
Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin
yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/DSS.
Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell
yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2,
HLA-DR, CD11b dan CD83. Anehnya Dendritic Cell yang terinfeksi virus
dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g, namun tidak dapat
mensekresi IL-6 dan IL-12. Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10
dapat menekan proliferasi sel T. IL-10 sebagai sitokin proinflamasi
24
25
Demam Dengue
Pada masa awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala
26
27
28
keterlibatan organ-organ penting seperti hati, otak ginjal, atau jantung yang
terkait dengan infeksi dengue yang tidak terdapat kebocoran plasma.
Manifestasi yang tidak biasa ini, mungkin terkait dengan co-infeksi,
komorbiditas atau komplikasi syok yang berkepanjangan. Investigasi
lengkap harus dilakukan dalam kasus ini. Kebanyakan pasien DBD yang
memiliki
manifestasi
yang
tidak
biasa adalah
hasil
dari syok
29
Sistem
Neurologis
Gastrointestinal
Hepatitis
Acalculous kolesistitis
Pankreatitis akut
Hiperplasia Peyers patch
Parotitis akut
Renal
Kardiovaskular
Abnormalitas konduksi
Myokarditis
Perikarditis
Respirasi
30
Perdarahan pulmonal
Muskuloskeletal
Myostitis
dengan
peningkatan
Creatinine
Phosphokinase
Rhabdomyolisis
Lymphoreticular
/Sumsum Tulang
Mata
Perdarahan macular
Gangguan ketajaman visual
Neuritis Optik
Lainnya
Post-Infectious
Fatigue
Syndrome,
Demam Dengue
Demam akut dengan dua atau lebih dari kriteria berikut:
depresi,
31
a)
sakit kepala
b)
Nyeri retro-orbital
c)
mialgia
d)
arthralgia
e)
ruam
f)
manifestasi perdarahan
g)
h)
i)
b)
32
b)
c)
deteksi virus dengue atau antigen dalam jaringan, serum atau cairan
serebrospinal dengan uji imunohistokimia, imunofluoresensi atau
enzyme-linked immunosorbent assay.
d)
deteksi urutan genom virus dengue dengan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (WHO, 2011).
2)
a)
b)
c)
d)
33
3)
b)
c)
dengue adalah dengan melalui isolasi virus, deteksi asam nukleat virus,
deteksi antigen virus, test imunologis (IgM dan IgG), dan analisis
parameter hematologis (Mandal, et al., 2008)
f. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2011 terbagi dalam
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, dimana Demam Berdarah
Dengue terbagi dalam empat derajat menurut tigkat keparahannya. DBD
34
derajat III dan IV sudah masuk kedalam keadaan DSS (Dengue Shock
Syndrome).
Tabel 2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD
DD/DBD
DD
Derajat
Laboratorium
leukopenia
(lekosit
5000 sel/mm3).
Sakit kepala.
Trombositopenia
(trombosit
Nyeri retro-
<150000
sel/mm3).
orbital.
Mialgia.
Meningkatnya
hematokrit
Arthtralgia.
Ruam.
Tidak
ada
bukti
kehilangan plasma
perdarahan.
Tidak
ada
bukti
kebocoran
plasma.
DBD
10%).
manifestasi
(5%
Demam dan
Trombositopenia <100000
manifestasi
35
perdarahan (test
20%
torniquet positif)
dan adanya bukti
kebocoran plasma
DBD
II
Seperti derajat I
Trombositopenia <100000
ditambah
perdarahan
20%.
spontan.
DBD
III
Seperti derajat I
Trombositopenia <100000
atau II ditambah
kegagalan
20%.
peredaran darah
(nadi lemah,
tekanan nadi
rendah 20
mmHg, hipotensi,
kegelisahan).
DBD
IV
ditambah syok
berat dengan
20%.
36
g. Penularan
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopticus betina. Nyamuk tersebut dapat secara langsung meularkan virus
dengue kepada manusia, yaitu setelah menggigit orang yang mengalami
viremia, atau secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam
tubuhnya selama 8-10 hari.
Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari sebelum menjadi sakit setelah
virus masuk ke dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus masuk ke dalam
tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus seumur hidupnya.
Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas samapai lima hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2001).
h. Pencegahan Penyakit Dengue
Pencegahan penyakit dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Pencegahan Primer
Pada tahap ini dilakukan upaya menghilangkan kemungkinan terjadinya
penyakit yang akan terjadi. Tingkatan ini terdiri dari:
a)
Promosi Kesehatan
37
Perlindungan khusus
Karena penyakit ini tidak terdapat vaksinnya, dan penularan terjadi
38
a)
b)
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk trsebut antara
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
Kimiawi
39
5.
pemberantasan
sarang
nyamuk
(PSN)
adalah
upaya
untuk
40
6.
Perilaku
a. Pengertian Perilaku
41
42
b. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
2)
43
2)
44
1)
2)
3)
4)
5)
7.
45
46
makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi manusia, dapat bersifat pasif
(pengetahuan, persepsi, sikap) maupun tindakan nyata atau praktik. Sedangkan
stimulus di sini terdiri dari empat unsur pokok yanki sakit, penyakit, sistem
pelayanan kesehatan dan lingkungan. Para ahli pendidikan membagi perilaku ke
dalam tiga domain, ketiga domain dukur dalam:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
b. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan
c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku kesehatan dapat diklassifikasikan menjadi 3:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi sakit
b. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan atau pencarian
pengobatan (health seeking behavioral)
Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan
atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari
pengobatan keluar negeri
c. Perilaku kesehatan lingkungan
47
a. Latar belakang
Di sini dibedakan atas pendidikan, penghasilan, norma-norma yang
dimiliki, kebiasaan serta keadaan sosial budaya yang berlaku. Pendidikan
itu sendiri dapat diperoleh dari pendidikan formal, pendidikan informal,
maupun
pendidikan
nonformal.
Bila
faktor-faktor
ini
bersifat
48
B. Kerangka Pemikiran
C.
Pengetahuan tentang
Perilakukesehatan
Pemberantasan
Perilaku kesehatan
Sarang Nyamuk Aedes
49
Keterangan:
: Faktor yang diteliti
: Faktor yang tidak diteliti (Variabel luar)
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.