PRECEPTOR
dr. Eddy Marudut S, Sp.OT
Disusun oleh
Alyssa Fairudz Shiba, S.Ked
Andrian Rivanda, S.Ked
Jose Adelina Putri, S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah
medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi
terhadap daerah plantar. Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes
(foot),
menunjukkan
suatu
kelainan
pada
kaki
(foot)
yang
Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain (Staheli L, 2009):
1. Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor
sajayang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting
dan manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan
sempurna. Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:
a. Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan
didugaakibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai
dengan satu ataudua kali pengegipan.
b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau
lebih.
c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang
awalnyaditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain.
Relaps lebihjarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya
diakibatkan pelepasanbrace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan
equinus paling sering terjadi.Awalnya bersifat dinamik namun dengan
berjalannya waktu menjadi fixed.
d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor
yangditangani secara operatif atau pengegipandengan metode nonPonseti.
2. Atypical Clubfoot
Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan
ponsenti manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang
dimasukkan dalam kategori ini antara lain:
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk.
Kasusdengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut
umumnya kaku,pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada
telapak kaki dandibagian belakang pergelangan kaki, terdapat
pemendekan
metatarsal
pertamadengan
hiperekstensi
sendi
ditemukan
juga
20 points
Equinus : 4 points
Internal
Rotation :
4 points
Varus : 4 points
Adduction :
4 points
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Grade 4
2.5 Patofisiologi
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain
(Patel M, 2007):
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. Faktor neurogenik
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot
peroneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya
perubahan inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke.
Teori ini didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan
spina bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan
ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen
yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur
tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan
kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk,
menemukan adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop
elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang
menyebaban kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali
pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal
ini dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat
tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.
f. Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan
insiden epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya
variasi yang serupa pada insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV
dikatakan merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition.
Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord
anterior bayi-bayi tersebut.
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya
normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot
jarang terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Pada clubfoot,
ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle serta sendi tarsal sangat
tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi equines dan
membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran
otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki
pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada
sepertiga atas betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan
otot terus berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin
merupakan penyebab relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas
serabut kolagen menunjukkan gambaran bergelombang yang dikenal sebagai
crimp (kerutan). Kerutan ini menyebabkan ligament mudah diregangkan.
Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan dengan gentle, tidak
membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari berikutnya, yang
memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah sebabnya mengapa
koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan (Wim de Jong, 2005).
Sebagian besar deformitas terjadi ditarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang
hampur seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,
collumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navikular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan
inversi dibawah talus. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung.
Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal
disekitanya. Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi
san oleh orientasi dan struktur ligamen yang mengikatkanya. Tiap-tiap sendi
mempunyai pola pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal
kaki pengkor yang inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan
dengan menggeser navicular, cuboid, dan calcaneus ke arah lateral secara
9
10
Terjadi
kontraktur pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus
tidak hanya berada dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya
mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian
posteriornya (Patel M, 2007).
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut
(seperti pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi
kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung
atau dagu) (Patel M, 2007).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah
teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan
badan talus. Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya
menempel pada navikular. Jarak yang normal terdapat antara navikular dan
maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal (Patel M,
2007).
11
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang berputar
menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan lateral, sudut
antara sumbu panjang sumbu panjang kalkaneus (talocalcaneal sudut) adalah
kurang dari 25 ,dan 2 tulang hampir sejajardalam kondisi normal.
12
dibandingkan
dengan
sedikit
normal
konvergensi.
Pada
13
2.8
TERAPI9
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada dan
mempertahankan
koreksi
yang
telah
dilakukan
sampai
terhentinya
pertumbuhan tulang.
CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
14
Gambar 9. Curvature of
Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut.
Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan
terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).
15
16
Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat
adanya garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur
dari lengkung medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC
adalah 0.
Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan
kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur
lengkung medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.
17
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur
batas medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.
B. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit pada bagian tumit posterior akan memperlihatkan
lipatan kulit multipel halus. Apabila terdapat adanya lipatan kulit yang lebih
dalam, maka hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur
posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.
Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garisgaris halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan ini
menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat
kaki dalam posisi dorsofleksi. Pada kondisi ini, maka nilai untuk PC adalah 0.
18
Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit
yang dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari
tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 0,5.
19
mematahkan
kaki
pasien,
dan
mengakibatkan
terjadinya
Ponsetti method
20
2.
French method
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard pada 2009,
kekambuhan terjadi 29% dari kaki yang yang telah sukses di terapi
menggunakan metode French functional dan 37% terjadi kekambuhan
dari metode Ponseti. Namun pada pemantauan lebih lanjut, terapi dengan
metode poseti menjadi baik sebanyak 72%, dan buruk 16%, sedang
dengan menggunakan metode French functional 67% menjadi baik dan
buruk 16%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Ponseti dan
French functional tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Namun
orang tua pasiencenderung memilih metode ponsetti sebagai terapi bagi
anaknya dua kali lebih banyak dibandingkan French Methode karena
lebih murah (Faulks S, 2009: Richard S,2009).
2.8.1
Metode Ponsetti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas
Iowa. Metode ini dilakukan secepatnya setelah kelahiran. Metode
ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang
dilakukan oleh dr. Ponseti. Lebih dari dekade terakhir metode
Ponseti telah diterima diseluruh duniasebagai metode penanganan
kaki pengkor yang paling efektif dan palingmurah.Deformitas
utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang
kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi
pada sendi subtalar.
Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki
yang telah disupinasikansambil melakukan counterpressure pada
aspek lateral caput talus untukmencegah rotasi talus di ankle.
Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) denganbaik akan
mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak
boleh diregangkanmelebihi batas kewajaran nya. Setelah 5 hari,
ligamen dapat diregangkanlagi untuk meningkatkan derajat koreksi
21
h
Gambar 18. Perbandingan kaki normal dengan CTEV
Jika
23
letak
kaput
talus
dengan
tepat
--
meskipun
sedikit
--
didepan
caput
24
2. Mengurangi Cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus
dengan memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam
alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot).
Cavus, yangmerupakan lengkungan tinggi di bagian tengah
kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan oleh pronasi
forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel
pada bayi baru lahirdan dengan mengelevasikan jari
pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal
kaki kembali normal [2 dan3]. Forefoot disupinasikan
sampai secara visual kita dapatmelihat arcus plantar pedis
yang normal -- tidak terlalu tinggiataupun terlalu datar.
Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk
mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar
abduksi -- yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan
varus -- dapat efektif.
25
Awal
Sebelum
gips
dipasang,
kaki
26
Kaki
harus
dipegang
padajari-jari,
gips
27
tapitekan-lepas-tekan
berulangkali
untuk
Tumit
dimolding
denganbaik
dengan
28
jari-jari
bebas
sehingga
dapat
ekstensi
29
dorsofleksi
kaki
0-5dengan
aman
sebelummelakukan tenotomi.
a. Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba
processusanterior calcaneus yang terabduksi keluar dari
bawah talus.
b. Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang
frontaltibia.
c. Calcaneus neutral atau sedikit valgus. Hal ini ditentukan
denganmeraba bagian posterior dari calcaneus.
30
operasi
kemudian
ditutup
dengan
jahitan
tunggal
luka
pada
kulit
bayi.
Lepaslah
cast
menggunakan pisau. Rendam cast dalam air kurang lebih 3045 menit lalu bungkus cast dengan kais basah sebelum
dilepas. Ini dapat dilakukan sebelum pergi ke klinik oleh
orang tua.
Gunakan pisau plester, potong secara oblique untuk
menghindari terpotongnya kulit, lepaslah cast pada bagian
atas lutut kemudian lepaslah bagian bawah lutut.
31
b. Bracing
Pada akhir penge-gipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar
60-70 deraja (tight-foot axis). Setelah tenotomi, gipserakhir dipakai
selama 3 minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace
(bracing) untuk mempertahankankaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu
yang bertelapak kakilurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe
shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70 derajat ini diperlukan
untukmempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot serta mencegah
kekambuhan (relaps). Jaringan lunak pada sisi medialakan tetap
teregang hanya jika dilakukan bracing setelah pengegipan. Dengan
brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapatmenendangkan kaki
kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi kaki dalam
brace, ditambah dengan bar yangsedikit melengkung, akan membuat
kaki dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan regangan pada
otot gastrocnemiusdan tendo Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak
berguna sebab hanya menahan kaki lurus dengan dorsofleksi netral.
c. Aturan pemakaian brace
Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai.
Alat ini terdiri dari sepatu open-toe high-top straight-lastshoes yang
terpasang pada sebuah batang logam [1]. Pada kasus unilateral, brace
dipasang pada 60-70 derajat eksternal rotasi pada sisi sakit dan 30-40
derajat eksternal rotasi pada sisi yang sehat [2] . Pada kasus bilateral,
brace diatur 70 derajat eksternalrotasi pada kedua sisi. Bar harus
cukup panjang sehingga jarak antar tumit sepatu selebar bahu [2].
32
karena
program
bracing
yang
kurang
baik,
seperti
Gambar.Bracing
tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini
dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal
dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator
memilih beberapa jalan, antara lain :
- Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial,
-
dan lateral
Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateral
34
tendon, pelepasan
FDL
Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama
pelepasan ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen
kalkaneofibular
Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian
kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar
35
agar
dapat
terjadi
reaksi
ganulasi,
untuk
kemudian
2.9 KOMPLIKASI
Infeksi (jarang)
36
2.11 PROGNOSIS
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi
tanpa tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar
89% dengan menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon
Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 1035%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%,
baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki (Patel M, 2007).
37
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor
utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan
pergerakan kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran
kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan
kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya
adalah prosedur pembentukan ulang tulang (Harris E, 2008).
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih
dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm) (Harris E, 2008).
BAB III
KESIMPULAN
38
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot adalah
deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery,
Schwartz). Taliper berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukan
suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada
angke-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan
varus (bengkok ke arah dalam/medial). Insidens CTEV yaitu setiap 1 dari
1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki dari pada
perempuan (2:1).
39
yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan
kongenital lain. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih
sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkornya
sendiri
Tetralogic clubfoot --seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot --seperti pada Streeter dysplasia.
DAFTAR PUSTAKA
Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french fungtional methods
are equally effective. www.the journal of bone and join surgery.org.
40
41