Anda di halaman 1dari 11

CASE REPORT

Seorang wanita berusia 44 tahun dengan struma

Oleh:
Dewi Tuti Alafiah, S.Ked
J510155068
Dokter Pembimbing:
dr. Bambang, Suhartanto, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSUD HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

Laporan Kasus Bedah


I.

II.

Identitas pasien
No rekam medik

: xxxxxx

Tanggal masuk RS

: 17 mei 2016

Nama

: Ny.M

Umur

: 44 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

:-

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher sudah 3 tahun.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher sejak kira-kira 3 tahun yang lalu,
awalnya benjolan berukuran kecil, namun benjolan semakin lama semakin membesar,
dan dirasakan menyesak. Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar, gelisah
berkeringat banyak, nafsu makan menurun, tidak tahan cuaca dingin.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit jantung, darah tinggi, penyakit gula disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Pasien menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Pasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan penyakit jantung.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :
Pasien adalah seorang perempuan sudah menikah. Pasien mempunyai status ekonomi
menengah ke atas.

III.

Pemeriksaan fisik
Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Vital sign

: Tekanan Darah : 110/70mmHg

Status general

Nadi

: 80x/menit

Pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 C

Kepala

Normochepali

Tidak tampak adanya deformitas

Mata

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem

Conjunctiva tidak anemis

Sklera tidak tampak ikterik

Pupil: isokor

Hidung

Bagian luar

: normal, tidak terdapat deformitas

Septum

: terletak ditengah dan simetris

Mukosa hidung

: tidak hiperemis

Cavum nasi

: tidak ada tanda perdarahan

Telinga

Daun telinga

: normal

Liang telinga

: lapang

Membrana timpani

: intake

Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan

Sekret

: tidak ada

Mulut dan tenggorokan

Bibir

: tidak pucat dan tidak sianosis

Gigi geligi

: lengkap, ada karies

Palatum

: tidak ditemukan torus

Lidah

: normoglosia

Tonsil

: T1/T1 tenang

Faring

: tidak hiperemis

JVP

: (5+2) cm H2O

Kelenjar tiroid

: teraba membesar

Trakea

: letak di tengah

Leher

Thorax

Paru-Paru
Inspeksi

: sesak nafas (+)

Palpasi

: vocal fremitus sama pada kedua paru

Perkusi

: sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra,


ICS 5

Perkusi

: Batas atas

: ICS 2 linea parasternalis sinistra

Batas kanan

: ICS 3-4 linea sternalis dextra

Batas kiri

: ICS 5, 1 cm lateral linea


midclavicularis sinistra

Auskultasi

: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: datar, tidak terdapat pelebaran vena

Auskultasi

: bising usus 3x/menit

Perkusi

: timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-)

Ekstremitas atas

: akral hangat +/+, odema -/-

IV.

Ekstremitas Bawah : akral hangat +/+, odema -/-

Status Lokalis
Regio

: colli anterior

Inspeksi

: tampak massa ukuran diameter 3 cm, warna sama dengan


sekitarnya, ikut bergerak waktu menelan

Palpasi

: massa ikut bergerak waktu menelan, konsistensi kenyal, mobil, nyeri


tekan (-), pembesaran KGB (-)

Auskultasi
V.

Pemeriksaan Penunjang

USG tiroid

Profil tiroid

VI.

: bruit (-)

T3

: 1,33 mmol/L

T4

: 6,19 mmol/L

TSH

: 1,55 uIU/mL

Hematologi
-

Hb

: 14,5 mg%

Ht

: 47,2 %

Leukosit

: 11.400/mm3

LED

: 10 mm/jam

Trombosit

: 362.000 /L

Eritrosit

: 5,08 jt/mm3

GDS

: 68 mg/dL

Kimia darah
-

SGOT

: 15 /L

SGPT

: 12 /L

Ureum

: 39 mg/dL

Kreatinin

: 0,6 mg/dL

Diagnosa kerja

Struma nodosa nontoksik


VII.

Diagnosa Banding
Tiroiditis, karsinoma tiroid

VIII.

IX.

Penatalaksanaan

Operatif : lobectomy

Edukatif post operatif : bed rest total

Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikelfolikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah berahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersbut menjadi noduler. Struma nodosa
nontoksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

2. Etiologi
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun
sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga
tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian
kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini
biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid yang merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.

Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

2.

Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.


a.

Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).

b.

Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,


sulfonylurea dan litium).

c.

Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

3. Klasifikasi
Berdasarkan American Society for Study of Goiter, terdapat 4 macam klasifikasi
struma, yaitu:
a. Struma nontoksik difusa
Penyebab dari penyakit ini bermacam-macam, misalnya defisiensi iodium; autoimun
thyroiditis; hashimoto atau postpartum thyroiditis; stimulasi reseptor TSH oleh TSH
dari tumor hipofisis; resistensi hipofisis terhadap hormon tiroid, gonadotropin
dan/atau tiroid stimulating immunoglobulin; inborn errors metabolisme yang
menyebabkan kerusakan dalam biosintesis hormon tiroid; terpapar radiasi; resistensi
hormon tiroid; agen-agen infeksi; suppuratif akut: bakterial; kronik: myobacteria,
fungal, dan penyakit granulomatosa parasit; keganasan tiroid.
b. Struma nontoksik nodusa
Penyebab dari penyakit ini, misalnya: kekurangan atau kelebihan iodium yang terjadi
pada pasien dengan preexisting penyakit tiroid autoimun; goitrogenik (obat-obatan:
propiltiourasil, litium; makanan: kubis, lobak;dan agen lingkungan: resorsinol,
phenolic), riwayat radiasi kepala dan leher.
c. Struma toksik difusa
Termasuk penyebab dalam struma toksik difusa adalah Graves disease, yang
merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.
d. Struma toksik nodusa
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4; aktivasi reseptor TSH;
Mutasi somatik reseptor TSH dan protein G
4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar tiroid, iodium
dioksidasi menjadi bentuk yang aktif yang distimulsi oleh Tiroid Stimulating Hormon,
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul iodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari
sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan
tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan
dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat

sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
5. Manifestasi klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pada penyakit ini tidak ditemukan keluhan
karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan metabolisme karena adanya hiperaktif
dengan meningkatnya denyut nadi, peningkatan simpatis seperti: jantung menjadi berdebardebar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal:
1

Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)

Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak ada.

6. Diagnosis banding
1. Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa
pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres
2. Tiroiditis akut/subakut/kronis
3. Simple goiter
4. Struma endemix
5. Kista tiroid, kista degenrasi
6. Adenoma
7. Karsinoma tiroid primer, metastasis
8. Limfoma
7. Penatalasanaan
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:


a

struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

b struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan


c

struma dengan gangguan tekanan

d kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
a

struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol

b struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
c

struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase
luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila
dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan (karsinoma tiroid)
Komplikasi post operasi: perdarahan, lesi n.laringeus superior, kerusakan n.rekuren
9. Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis nodul dan tipe histologisnya.

Referensi
1. Sjamsuhidrajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2004

Anda mungkin juga menyukai