Naskah ini terdiri atas 30 lembar dan pada akhir naskah dicantumkan tahun
penulisannya, yaitunora catur sagara wulan (tahun 1440 Saka atau 1518 M).
Naskah ini disimpan di Museum Pusat dengan nomor kode Kropak 630.
Sebagian isi dari naskah itu berisi:
1. dasakerta (sepuluh kesejahteraan);
2. tapa di nagara;
3. panca parisuda;
4. hidup penuh berkah;
5. parigeuing dan dasapasanta;
6. tritangtu di bumi (Tiga Posisi di Dunia).
sakalih (bila ada yang mengkritik kepada kita, terimalah kritik orang lain itu).
Anggaplah:
ibarat kita sedang dekil menemukan air untuk mandi;
ibarat kita sedang burik ada orang yang meminyaki;
ibarat kita sedang lapar ada orang yang memberi nasi;
ibarat kita sedang dahaga ada orang yang mengantarkan minuman;
ibarat kita sedang kesal datang orang yang membawakan sirih-pinang
(sepaheun).
Dengan sikap seperti itu dikatakannya:kadyangga ning galah cedek tinugalan
teka (sama halnya dengan galah sodok dipapas runcing). Artinya: galah
cedek(bambu runcing) makin pendek makin baik, karenanya kemungkinan
patah makin berkurang. Dengan kritik, akal budi kita akan menjadi makin
kukuh dan tajam. Disebutkan pula: lamun makasuka urang kangken pare
beurat sangga (kalau senang menerima kritik orang, kita akan seperti padi
yang runduk karena berat berisi).
4. Hidup yang Penuh Berkah
Ajaran ini merupakan pelengkap hidup agar selamat dalam kehidupan dan
mendapat berkah dalam rumah tangga harus. Maka itu kita harus:
cermat (emet);
teliti (imeut);
rajin (rajeun);
tekun (leukeun);
cukup sandang (paka predana);
bersemangat (morogol-rogol);
berpribadi pahlawan (purusa ningsa);
bijaksana (widagda);
berani berkurban (hapitan);
dermawan (waleya);
gesit (cangcingan);
cekatan (langsitan).
Prinsip hidupnya adalah: tidak menyusahkan orang lain, hidup berkecukupan,
tetapi tidak berlebihan. Disebutkan: Jaga rang hees tamba tunduh, nginum
twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang
kajongjonan(Hendaknya kita ingat, bahwa tidur sekadar penghilang kantuk,
minum tuak sekadar pelepas haus, makan sekadar penghilang lapar, janganlah
kita berlebihan).
5. Parigeuing dan Dasapasanta
Hidup yang cukup itu harus disertai tiga kemampuan (tri geuing),
yaitu: geuing, upageuing, dan parigeuing.
3
Geuing adalah bisa ngicap ngicup dina kasukaan (bisa makan dan minum
dalam kesenangan). Upageuing adalah bisa nyandang bisa nganggo, bisa
babasahan bisa dibusana (bisa berpakaian, bisa punya cadangan pakaian bila
yang lain dicuci, bisa berdandan). Parigeuing adalah bisa nitah bisa
miwarang, ja sabda arum wawanginya mana hanteu surah nu
dipiwarang (bisa memberi perintah, bisa menyuruh karena tutur bahasa yang
manis sehingga orang yang disuruh tidak merasa jengkel hatinya).
Parigeuing memerlukan dasapasanta (10 cara penenang), yaitu:
1. bijaksana (guna);
2. ramah (rama);
3. sayang (hook);
4. memikat (pesok);
5. kasih (asih);
6. iba hati (karunya);
7. membujuk (mupreruk);
8. memuji (ngulas);
9. membesarkan hati (nyecep);
10. mengambil hati (ngala angen);
Tujuan dari hal di atas adalah: nya mana suka bungah padang-caang nu
dipiwarang (agar senang dan penuh kegairahan orang yang disuruh). Harus
kita akui, bahwa seseorang menjalankan perintah dengan penuh rasa senang
dan gairah, prestasinya akan maksimal. Yang terutama adalah janganlah kita
mengabaikan harga diri seseorang.
6. Tritangtu di Bumi (Tiga Posisi di Dunia)
Dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat tradisional, ada tiga posisi yang
menjadi tongak kehidupan, yaitu:
rama (pendiri kampung yang menjadi pemimpin masyarakat dan
keturunannya yang mewarisi jabatan itu);
resi (ulama atau pendeta);
prabu (raja, pemegang kekuasaan).
Dalam naskah dianjurkan agar orang berusaha memiliki:
bayu pinaka prabu (wibawa seorang raja);
sabda pinaka rama (ucapan seorang rama);
hedap pinaka resi (tekad seorang resi).
Tugas ketiga tokoh itu dalam Kropak 632 ditegaskan: jagat daranan di sang
rama, jagat kreta di sang resi, jagat palangka di sang prabu (urusan
bimbingan rakyat menjadi tanggung jawab sang rama/pemuka masyarakat,
Itulah beberapa warisan nilai budaya sunda dari zaman Siliwangi yang sekarang
pun tampaknya masih bisa dimanfaatkan oleh kita sebagai seuweu-siwi atau
anak-cucu Siliwangi.
_________
Disarikan dari tulisan Saleh Danasasmita yang berjudul Nyukcruk Sajarah
Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi (2003) Bandung: Kiblat Buku
Utama.