Teks kisahan dapat berbentuk macam-macam: nyanyian, syair, prosa lirik, atau
syair bebas. Cerita-cerita tersebut mengajarkan para pendengarnya untuk
memecahkan masalah atau teka-teki, menyampaikan tradisi, menyokong jati
diri kebudyaan dan, tak kalah penting; menghibur.
Kisah lisan memiliki beberapa ciri yang lazim. Biasanya banyak sekali. Panjang
lebar bahasanya dan berlebihan dalam bahasa, menggunakan pola dan susunan
baku untuk membantu pencerita memproses ucapan dan mengikat teksnya.
Cerita tersebut biasanya tersusun dari serangkaian peristiwa yang benar-benar
terjadi, atau diyakini sebagai pencitraan dari tutur leluhur mereka. sebuah
pakem dalam dialektika tradisi.
Sebagai bagian dari kelisanan, sejarah lisan memiliki karakter yang berbeda
dengan tradisi lisan. Sejarah lisan dimaksudkan memberi kebenaran sejarah
seperti yang dituturkan oleh para pelakunya atau oleh pihak-pihak yang
(merasa) mempunyai pengalaman sejarah yang bersangkutan sebagai pelaku
atau saksi mata sebuah peristiwa.
Dalam Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya dijelaskan bahwa:
Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala hal yang berhubungan dengan
sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis
kesenian lain yang disampaikan dari mulut ke mulut. Jadi tradisi lisan tidak
hanya mencakup ceritra rakyat, teka-teki, peribahasa, nyanyian rakyat,
mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya diduga orang. Melainkan
berkaitan juga dengan sistem kognitif kebudayaan, seperti; sejarah, hukum
dan pengobatan. Tradisi lisan adalah segala wacana yang
diucapkan/disampaikan secara turun temurun meliputi yang lisan dan yang
beraksara dan diartikan juga sebagai sistem wacana yang bukan
beraksara.. Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang yang mampu
berbicara. Implikasi kata lisan dalam pasangan lisan-tertulis berbeda
dengan lisan-beraksara. Lisan yang pertama (oracy) mengandung maksud
keberaksaraan bersuara, sedangkan lisan kedua (orality) mengandung
maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Kelisanan dalam masyarakat
beraksara sering diartikan sebagai hasil dari masyarakat yang tidak
terpelajar; sesuatu yang belum ditulisakan; sesuatu yang dianggap belum
sempurna/matang dan sering dinilai dengan criteria keberaksaraan. (2005:
144).
Penghubung antara sejarah lisan dan tradisi lisan, adalah konsep dalam bagian
kelisanan. Istilah tersebut dicetuskan pertama kali pada tahun 1963 oleh
Havelock dalam Preface to Plato. Kelisanan tidak dapat dipisahkan dari konsep
mengenai keberaksaraan. Tetapi di lain pihak terdapat penanda yang tegas.
Seabagai batas pembeda antara sejarah dan tradisi yang menjadi penggeraknya.
Ketika berbicara mengenai kelisanan maka kita bicara mengenai sesuatu yang
tidak tertulis. Sekaligus juga bicara tentang sesuatu yang tertulis dan yang
diujarkan. Segala definisi yang diharapkan dapat menjawab tentang apa yang
dapat dimutlakkan sebagai sesuatu yang asli lisan justru akan menemui kesia2
jejaring hidup antara satu dan lainnya. Demikian juga dengan persoalan ini,
bahwa tradisi lisan tidak harus dipisahkan atau bahkan dianaktirikan dari
pada tradisi tulis.
Posisi tradisi lisan yang masih terpinggirkan, potensinya masih terabaikan, dan
masih banyak yang menganggap bahwa tradisi lisan hanyalah peninggalan masa
lalu yang hanya cukup menjadi kenangan manis belaka. Tradisi lisan seolaholah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang semakin melaju sangat
cepat selama ini. Kemajuan teknologi ternyata tidak disikapi secara arif
sehingga semakin meminggirkan posisi tradisi lisan. (Henri Nurcahyo, 2009)
Hal yang menarik diungkapkan oleh Mudji Sutrisno tentang bagaimana ikhtiar
mengambil roh tradisi lisan, paparan atas jawabannya beliau jelaskan dengan
perenungan budaya dan tradisi lebih mendalam sebagai berikut:
Bagaimana ikhtiar mengambil roh tradisi lisan? Dengan hidup di dalamnya,
merayakan dan menyerap melalui para lokal genius: kearifan-kearifan budaya
setempat; dengan mendeskripsi apa yang benar-benar hidup dan sedang
dihidupi oleh budaya tradisi lisan serta dari dalam (intrinsik) berusaha
membaca makna di balik tanda; renung arti di balik penanda dan nyanyi-nyanyi
kebijaksanaan hidup di balik dongeng-dongeng lisan, pantun, hikayat
kebijaksanaan serta rupa-rupa ajaran harmoni alam, harmoni langit dan
harmoni antar sesama.
Tradisi kelisanan di sini amat muncul dalam religi bumi yang memuliakan
kehidupan tanah dan air tempat manusia mendapatkan hidupnya dari bumi.
Maka ia tidak akan memperkosanya dan menghancurkannya. Sementara itu
religi langit lebih menggantungkan pujian syukur atas kehidupan pada yang di
langit. Sehingga ekspresi hormat pada bumi kadang dikalahkan pada lebih
menggantungkan pujian syukur atas kehidupan pada yang di langit. Dan
ekspresi hormat pada bumi kadang dikalahkan pada yang vertikal.
Dalam dialog antara tradisi lisan dan tulisan, bila salah satu tradisi belum
dipahami oleh yang bersangkutan sebagai rahim budayanya kemudian
dihadapkan pada tradisi berikutnya, akankah terjadi hibriditas atau wajah
dalam pembatinan rahim tradisi? Lebih tajam lagi, apabila seseorang belum
meminum dari sumur-sumur tradisinya, apakah akan meloncat dalam keadaan
terpecah ke dalam tradisi mutakhir yang menerpanya?
Daftar Istilah: