Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat
pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara
pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan
bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk
mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM.
Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan
ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu.
Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di
Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi
pada tahun 400 SM.
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama
penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu
bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan
dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19,
kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh
James Watt, yang dipatenkan pada

tahun 1769, sangat berperan dalam

pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan
penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri,
terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal
uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai
berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan
akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber
energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa
batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi
primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa
ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal

ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu.
Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen
minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas
pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai
alternatif sumber energi primer, disamping faktor faktor berikut ini:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara
terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari
70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar
4.63 milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan
879 juta ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan
batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya,
dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis
dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu,
sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan
67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki
banyak cadangan batubara.
Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada
tahun 2003, 8 besar Negara-negara dengan cadangan batubara terbanyak
adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika
Selatan, dan Ukraina.
1. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan
pasokan yang stabil.
2. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
3. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
4. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau
lokasi sementara.
5. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan
handal.
6. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.

7. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah


dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih
(clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaanya
melimpah di Indonesia. Penambangan batubara di Indonesia sendiri semakin pesat
karena semakin banyak lahan tambang batubara yang ditemukan. Namun
pertumbuhan yang pesat tidak diseimbangi dengan pengelolaan yang baik oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kurangnya sosialisasi tentang
pengelolaan tambang dengan baik, menyebabkan banyak dampak buruk yang
mungkin bisa dihasilkan. Cara penambangan batubara juga ada berbagai macam.
Sebelum kita mulai menambang batubara, ada tahapan yang perlu diketahui
bersama yang di sebut dengan tahap eksplorasi batubara. Kita perlu mengetahui
tahap-tahap eksplorasi agar kita bisa merencanakan segalanya dengan matang agar
bisa menghasilkan batubara yang ekonomis dalam waktu sesingkat mungkin,
Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam
penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting. Disini penulis tidak akan
membahas lebih jauh tentang hal tersebut, tapi akan mengenalkan tentang
batubara dan proses eksplorasinya serta perhitungan cadangan batubara.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka ada beberapa rumusan masalah yang perlu
diketahui :
1. Apa yang dimaksudkan dengan batubara?
2. Bagaimana tahapan-tahapan dari eksplorasi batubara?
3. Bagaimana cara menghitung cadangan Batubara?
1.3 Maksud dan tujuan
1. Mengetahui Arti dari Batubara.
2. Mengetahui tahap-tahap eksplorasi batubara.
3. Mengetahui cara menghitung cadangan batubara.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Batubara


Ada beberapa pengertian batubara menurut para ahli, diantaranya :
1. Menurut Thiessen (1974)
Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari
bermacam-macam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana
hanya sed suatu benda padat organik yang sedikit dari komponen kimia
tersebut dapat diketahui atau suatu benda oadat organic yang memiliki
komposisi kimia yang sangat rumit.
2. Menurut spackman (1958)
Batubara adalah suatu benda padat karbonan berkomposisi maseral.
3. Menurut The International hand book of coal petrography (1963)
Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar , terbentuk dari
sisa-sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses
kompeksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan yang diawali pada
kedalam yang tidak terlalu dangkal.
4. Menurut achmad prijono, dkk (1992)
Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon padat yang terbentuk dari
tetumbuhan dalam linkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas
serta tekanan yang berlangsung lama sekali. Bahan bakar hydro carbon
padat yang terjadi dari tumbuh-tumbuhan dalam kondisi bebas oksigen
akibat proses tekanan termperatur yang berlangsung lama dialam dengan
komposisi yang komplek.

Dari berbagai macam defenisi batubara diatas, maka dapat disimpulkan


bahwa : Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk
dari endapan

tumbuhan yang telah membusuk dan terendapkan

(coalifikation) di suatu tempat bersama dengan pergeseran kerak bumi


(dikenal sebagai pergeseran tektonik) antara strata batuan lainnya dan

diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun
silam sehingga membentuk lapisan-lapisan batubara.

2.2 Pembentukan Batubara


Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat
proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena
itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang
mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman
geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan
lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan
panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan
menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh
karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan
batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon


(Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang

berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik.
Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang
selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu
bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang
terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami
perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi
lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus
(bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan
maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit.
Dalam

proses

pembatubaraan,

maturitas

organik

sebenarnya

menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk


batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing masing unsur
yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

Tabel 2.1. Contoh Analisis Batubara (daf based)

Data-data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah


sebagai berikut:

Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan Kadar Unsur Utama

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat


pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah
seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah.

Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak,
serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya
pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga
kandungan energinya juga semakin besar.

2.3 Klasifikasi Batubara


Klasifikasi praktis berawal dari kebutuhan akan adanya suatu pengelompokan
untuk keperluan transaksi perdagangan maupun ekspor impor, serta dari sisi
keperluan penggunaan batubara itu sendiri. Umumnya, tujuan pemanfaatan
batubara bisa amat berbeda antara satu negara dengan negara lain, sehingga
klasifikasi dan metode penamaannya juga sangat berbeda.
2.3.1 Klasifikasi Batubara secara Umum
1. Antrasit
Antrasit merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam
berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86-98% unsur
karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Ciri-ciri :
1) Warna hitam mengkilat
2) Material terkompaksi dengan kuat
3) Mempunyai kandungan air rendah
4) Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
5) Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
6) Relatif sulit teroksidasi
7) Nilai panas yang dihasilkan tinggi

Gambar 2.3 Antrasit

2. Bituminus
Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) serta berkadar
air 8-10% dari beratnya.
Ciri-ciri :

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Warna hitam
Material sudah terkompaksi
Mempunyai kandungan air yang sedang
Mempunyai kandungan karbon padat sedang
Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
Sifat oksidasi menengah
Nilai panas yang dihasilkan sedang

Gambar 2.4 Bituminus

3. Sub-Bituminus
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus, dengan kandungan karbon 35-45%.. Meskipun
nilai panasnya rendah, batubara ini umumnya memiliki kandungan
belerang yang lebih rendah daripada jenis lainnya, yang membuatnya
disukai untuk dipakai karena hasil pembakarannya yang lebih bersih.
D kalimantan.
Ciri-ciri :
1) Warna hitam
2) Material sudah terkompaksi
3) Mempunyai kandungan air yang sedang
4) Mempunyai kandungan karbon padat sedang
5) Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
6) Sifat oksidasi menengah
7) Nilai panas yang dihasilkan sedang
4. Lignit atau Batubara Coklat
Lignit atau biasa dikenal dengan brown coal adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit
merupakan batubara geologis muda yang memiliki kandungan
karbon terendah, 25-35%. Contohnya di flores dan di sumba.
Ciri-ciri :

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Warna kecoklatan
Material terkompaksi namun sangat rapuh
Mempunyai kandungan air yang tinggi
Mempunyai kandungan karbon padat rendah
Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
Mudah teroksidasi
Nilai panas yang dihasilkan rendah

Gambar 2.5 Lignite

5. Gambut (C60H6O34)
Gambut berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

kalori yang paling rendah.


Ciri-ciri :
Warna coklat
Material belum terkompaksi
Mempunyai kandungan air yang sangat tinggi
Mempunyai kandungan karbon padat yang sangat rendah
Mempunyai kandungan karbon terbang sangat tinggi
Sangat mudah teroksidasi
Nilai panas yang dihasilkan amat rendah

Gambar 2.6 Peat (Gambut)

10

Gambar 2.7 Tingkatan Batubara

2.3.2

Klasifikasi Batubara Berdasarkan Nilai Kalor


Klasifikasi batubara berdasarkan nilai kalor dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Batubara tingkat tinggi (high rank)
Batubara tingkat tinggi meliputi meta anthracite, anthracite, dan
semi anthracite.
2. Batubara tingkat menengah (moderate rank)
Batubara tingkat menengah meliputi low volatile bituminous coal,
dan high volatile coal.
3. Batubara tingkat rendah (low rank)
Batubara tingkat rendah meliputi sub-bituminous coal, dan lignite.

2.4 Pemanfaatan Batubara


Pemanfaatan batubara berhubungan erat dengan karakteristiknya. Batubara
dapat digunakan dalam keadaan padat atau setelah diolah/dikonversi dijadikan
fasa cair atau fasa gas. Pengolahan batubara diperlukan bila karakteristiknya tidak
sesuai dengan persyaratan penggunaannya.
Batu bara memiliki berbagai manfaat yang penting di seluruh dunia. Manfaat
yang paling penting adalah untuk bahan bakar pembangkit listrik, produksi besi
dan baja, bahan bakar pembuatan semen dan bahan bakar cair.
Penggunaan batu bara yang penting lainnya mencakup pusat pengolahan
alumina, pabrik kertas, dan industri kimia serta farmasi. Beberapa produk kimia
dapat diproduksi dari hasil-hasil sampingan batubara. Ter batu bara yang
dimurnikan digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti minyak kreosot,
naftalen, fenol dan benzene. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas
digunakan untuk membuat garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman.

11

Ribuan produk yang berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan
batu bara:sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan
nylon.
Batu bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan
produk-produk tertentu, seperti :
1. Karbon teraktivasi digunakan pada saringan air dan pembersih
udara serta mesin pencuci darah.
2. Serat karbon bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang
digunakan pada konstruksi, sepeda gunung dan raket tenis.
3. Metal silikon digunakan untuk memproduksi silikon dan silan,
yang pada gilirannya digunakan untuk membuat pelumas, bahan
kedap air, resin, kosmetik, shampo dan pasta gigi.
Penggunaan batubara tergantung kebutuhan sehari-hari. Misalnya, sebagai
bahan bakar minyak yang berasal dari pencairan batubara, bahan peledak dan
lainnya.

Gambar 2.8 batubara untuk industri


2.5 Eksplorasi Batubara

2.5.1

Pengertian Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan lanjutan dari penyelidikan umum yang

bertujuan untuk mendapatkan kepastian tentang endapan bahan galian


tersebut yang meliputi bentuk, ukuran, letak kedudukan, kualitas (kadar)
endapan bahan galian serta karakteristik fisik endapan bahan galian dan
batuan samping.
2.5.2

Tujuan Eksplorasi Batubara


Tujuan Eksplorasi Batubara adalah untuk menginventarisir serta
melokalisir data endapan batubara yang ada di daerah studi yang guna
12

mencari lokasi-lokasi singkapan batubara dan melaporkan daerah prospeksi


hasil temuan di lapangan.
Apabila data-data yang didapat sangat mendukung, maka diharapkan daerah
studi tersebut dapat dikembangkan ketingkat selanjutnya dengan membuat
program studi kelayakan.
Beberapa faktor penentuan daerah prospek antara lain :
1) Kemampuan melihat dan mengamati suatu formasi batuan dalam
konteks yang berhubungan dengan endapan sumberdaya alam non
2)
3)
4)
2.5.3

hayati
Mengasumsikan kemungkinan lain yang berhubungan dengan resources
Peka akan perubahan (anomali) pada data
Insting geologi yang kuat
Tahapan Eksplorasi Batubara
Tahapan eksplorasi batubara terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Survey Tinjau
Merupakan

tahap

eksplorasi

paling

awal

dengan

tujuan

mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung


endapan batubara yang berpotensi untuk di selidiki lebih lanjut serta
mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan,
dan kesampaian daerah.
Beberapa kegiatan yang dilakukan saat survey tinjau, diantaranya :
a) Studi geologi Regional
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi
dilakukan studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari
survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan
temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah
pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktorfaktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi
regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena
pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung
pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tandatandanya dapat dilihat di lapangan.
b) Penafsiran pengideraan jarak jauh

13

c) Inspeksi lapangan pendahuluan dengan peta dasar berskala


sekurang-kurangnya 1:100.000
2. Prospeksi (Prospection)
Kegiatan prospeksi dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran
endapan batubara yang akan menjadi sasaran ekplorasi selanjutnya.
Beberapa kegiatan yang dilakukan saat prospeksi, diantaranya :

a) Pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000

Gambar 2.9 Peta geologi

Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan


informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu
bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan
gambaran mengenai penyebaran dan susunan batubara serta
memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin
mempengaruhi pola penyebaran batubara pada daerah tersebut.
Pada saat pemetaan dapat dijumpai singkapan. Informasiinformasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan
pemetaan geologi antara lain adalah posisi atau letak singkapan
batubara, penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari batubara.
b) Pengukuran penampang Stratigrafi
14

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian


atau batubara (sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan
adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen
(jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya.
Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan
bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter,
serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai,
jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat
dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
c) Pembuatan Sumuran
Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu
endapan bahan galian di bawah tanah dan mengambil contoh
batuan (rock samples)-nya biasanya digali sumur uji (test pit)
dengan mempergunakan peralatan sederhana seperti cangkul,
linggis, sekop, pengki, dsb.
Bentuk penampang sumur uji bisa empat persegi panjang,
bujur sangkar, bulat atau bulat telur (ellip) yang kurang sempurna.
Tetapi bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat
persegi panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai
150 x 200 m. Sedangkan kedalamannya tergantung dari
kedalaman

endapan

bahan

galiannya

atau

batuan

dasar

(bedrock)nya dan kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji.


Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar antara 45m.
Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai
bentuk dan letak endapan bahan secara garis besar, maka digali
beberapa sumur uji dengan pola yang teratur seperti empat
persegi panjang atau bujur sangkar (pada sudut-sudut pola
tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur pula
(100 - 500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya
tidak memungkinkan.

15

Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas


tersebut, maka volume tanah yang digali juga terbatas dan luas
wilayah yang rusak juga sempit.

Gambar 2.10 Macam bentuk penampang sumur uji

Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam


pencarian endapan atau pemastian kemenerusan lapisan dalam
arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika
dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya
suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus (srike),
sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal
dan horisontal. Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi
endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan
endapan-endapan berlapis.
Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan
untuk

mendapatkan

kemenerusan

lapisan

dalam

arah

kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan,


dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat
dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan
endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi
berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan
(lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk
mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona
residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi

16

vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji


dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang
bukaan 35 m (jika tanahnya rapuh) dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada
endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat
mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan halhal sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)

Ketebalan horizon B (zona laterit/residual),


Ketinggian muka airtanah,
Kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
Kekuatan dinding lubang, dan
Kekerasan batuan dasar.

d) Pembuatan Paritan
Parit Uji (Trenching) adalah salah satu metoda lain untuk
memperoleh

ketebalan

secara

absolut.

Teknis

pembuatan

trenching ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan test pit yaitu
dengan cara membuat puritan sepanjang/searah dengan down dip
singkapan batubara (secara horizontal), berdimensi lebar 50 cm
dengan kedalaman parit tergantung dari posisi kontak antara
lapisan penutup (soil) dengan batubara, sedangkan panjang
paritan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Gambar 2.11 Trenching

e) Pemboran Uji ( Scout Drilling)

17

Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan


lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan
kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang
representatif.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu
diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah kondisi
geologi dan topografi, tipe pemboran yang akan digunakan, spasi
pemboran,

waktu

pemboran,

dan

pelaksana

(kontraktor)

pemboran.
Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa
sumber batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan;
dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih
ditekankan pada pengamatan geologi.
Kegiatan pemboran dimaksudkan untuk melacak secara
spesifik mengenai penyebaran batubara baik ke arah down strike
maupun down dip dari masing-masing singkapan yang telah
ditemukan. Hasil data pemboran diharapkan dapat mengetahui
mengenai bentukan batubara bawah permukaan (coal modellling
sub-surface) sehingga dapat diketahui sumberdaya (resources)
batubara yang ada.

Gambar 2.12 Kegiatan pemboran

f) Pencontohan dan analisis.


g) Eksplorasi tidak langsung ; geofisika (apabila dianggap perlu)
3. Eksplorasi Pendahuluan
18

Tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran awal


bentuk tiga dimensi dari endapan batubara yang meliputi ketebalan
lapisan, bentuk, korelasi, sebaran, struktur, kualitas, dan kuantitas.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah :
a) Pemetaan geologi dengan skala min. 1: 10.000
b) Pemetaan Topografi
Pemetaan topografi dilakukan setelah diketahui secara pasti
daerah daerah yang berpotensi mengandung batubara.
Kegiatan ini ditujukan untuk memperoleh gambaran secara
cermat tentang kondisi elevasi atau permukaan daerah yang
mengandung batubara tersebut. Dari kegiatan ini menghasilkan
peta topografi yang sangat membantu sekali dalam perencanaan
tambang serta langkah kerja selanjutnya. Pemetaan topografi
hanya dilakukan pada daerah yang prospek yang mengandung
batubara.
c) Pemboran dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya
Hasil dari kegiatan ini akan diperoleh data mengenai kondisi
batubara yang terdapat dibawah permukaan , antara lain
meliputi: ketebalan, jumlah seam batubara, kedalaman batubara
dari permukaan, kekerasan lapisan batuan penutup (overburden)
dan pengapit batubara (interburden) serta perhitungan cadangan
d)
e)
f)
g)

dan pengambilan sample.


Penampangan ( logging) geofisika.
Pembuatan sumur/ puritan Uji.
Pencontohan yang Andal
Serta pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat
dilakukan.

4. Eksplorasi Rinci
Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) dimaksudkan untuk
mengetahui kuantitas dan kualitas serta model tiga dimensi dari
endapan batubara secara lebih rinci.
2.6 Penambangan Batubara
2.6.1 Sistem Tambang Terbuka
Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
1. Contour mining
19

Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang


tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya
diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah
singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur),
kemudian

diikuti

dengan

penambangan

endapan

batubaranya.

Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan


yang masih ekonomis bila ditambang.
Menurut Robert Meyers, contour mining dibagi menjadi beberapa
metode, antara lain :
a) Conventional contour mining
Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada
daerah dimana batubara tersingkap. Pemberaian lapisan tanah
penutup

dilakukan

dengan

peledakan

dan

pemboran

atau

menggunakan dozer dan ripper serta alat muat front end leader,
kemudian langsung didorong dan ditimbun di daerah lereng yang
lebih

rendah.

Pengupasan

dengan

contour

stripping

akan

menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang dan


menerus mengelilingi seluruh sisi bukit.

Gambar 2.13 Conventional Contour Mining (Anon, 1979)

b) Block-cut contour mining


Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok
penambangan yang bertujuan untuk mengurangi timbunan tanah
buangan pada saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada
tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang
diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara,
20

batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kirakira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2
siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut
ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok
awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka
lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara
pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5
dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6
dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai. Penggalian
beruturan ini akan mengurangi jumlah lapisan tanah penutup yang
harus diangkut untuk menutup final pit.

Gambar 2.14 Block-Cut Contour Mining (Anon, 1979)

c) Haulback contour mining


Metode haulback ini merupakan modifikasi dari konsep block-cut,
yang memerlukan suatu jenis angkutan overburden, bukannya
langsung menimbunnya. Jadi metode ini membutuhkan perencanaan
dan operasi yang teliti untuk bisa menangani batubara dan
overburden secara efektif.
Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu :
1. Truk atau front-end loader
2. Scrapers
3. Kombinasi dari scrapers dan truk

21

Gambar 2.15 Teknik Haulback Truck dengan menggunakan Front-End Loader


(Anon,1979)

Gambar 2.16 Haulback dengan menggunakan kombinasi scraper dan truk


(Chioronis,1987)

d) Box-cut contour mining


Pada metode box-cut contour mining ini, lapisan tanah penutup yang
sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang
garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang
rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah
timbunan.

Gambar 2.17 Metode Box-Cut Contour Mining (Chioronis, 1987)

e) Mountaintop removal method


Metode mountaintop removal method ini dikenal dan berkembang
cepat, khususnya di Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan

22

metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya,


sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.

Gambar 2.18 Mountaintop Removal Method (Chioronis, 1987)

f) Area mining method


Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang
dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai.
Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai
lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal
sampai batas pit.
Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu :
1. Conventional area mining method
Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal
sehingga penggalian lapisan tanah penutup dan penimbunannya
tidak terlalu mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan tanah
penutup ini ditimbun di belakang daerah yang sudah ditambang.

Gambar 2.19 Conventional Area Mining Method (Chioronis, 1987)

2. Area mining with stripping shovel


23

Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak 1015 m di


bawah permukaan tanah. Penambangan dimulai dengan membuat
bukaan berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup ditimbun
sejajar dengan arah penggalian, pada daerah yang sedang
ditambang. Penggalian sejajar ini dilakukan sampai seluruh
endapan tergali.

Gambar 2.20 Area Mining With Stripping Shovel (Chioronis, 1987)

3. Block area mining


Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method,
tetapi daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok
penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan
tebal lapisan tanah penutup maksimum 12 m. Blok penggalian
awal dibuat dengan bulldozer. Tanah hasil penggalian kemudian
didorong pada daerah yang berdekatan dengan daerah penggalian.

Gambar 2.21 Block Area Mining (Chioronis, 1987)

g) Open pit Method


Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki
kemiringan (dip) yang besar dan curam. Endapan batubara harus
tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup tebal.
24

1. Lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari
satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara
ini lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi
pada masing-masing pengupasan.

Gambar 2.22 Open Pit Method pada lapisan miring (Hartman, 1987)

2. Lapisan tebal
Pada cara ini

penambangan

dimulai

dengan

melakukan

pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan pada


daerah yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia
dahulu daerah singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah
penimbunan pada operasi berikutnya.
Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun
penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching
system).

Gambar 2.23 Open Pit Method pada lapisan tebal (Hartman, 1987)

3.4.2

Sistem Tambang Bawah Tanah


1. Metode Room and Pillar
25

Metode room and pillar menggunakan lubang bukaan mendatar,


perbandingan lebar lubang bukaan terhadap pilar kecil, penyanggaan
pada semua lubang bukaan ringan sampai moderat. Pada metode ini,
pengambilan endapan dilakukan dengan meninggalkan pilar-pilar
dengan letak dan ukuran yang beraturan. Fungsi pilar ialah untuk
menjamin agar rongga penambangan tidak runtuh. Sebagai alat gali
dapat digunakan mulai dari sistem non mekanis (gancu, sekop)
sampai sistem mekanis penuh.
Untuk sistem mekanis penuh dibedakan menjadi dua sistem yaitu :
1) Sistem mekanis konvensional : alat gali, muat, dan angkut
bergerak dari satu tempat ke tempat lain misal coal cutting
machine, loading machine, shuttle car.
2) Sistem mekanis kontinyu : alat gali, muat, dan angkut tidak
bergerak misalnya continuous miner, belt conveyor.
Ukuran pilar (atau rasio antara lebar pilar dengan lebar penggalian)
harus diperhitungkan secara cermat. Lebar pilar ditentukan
berdasarkan beban atap atau berat overburden di atas penggalian,
lebar penggalian, dan kekuatan batuan di sekitar penggalian. Jika
ditentukan rasio lebar pilar dengan lebar penggalian 3 : 1 misalnya,
maka jika lebar pilar 18 m berarti lebar penggalian maksimum 6 m.

Gambar 2.24 Metode room and pillar. (kiri: mekanis-konvensional, kanan: mekanis
kontinyu (Hartman, 1987)

26

Pada akhir penambangan, kadang dilakukan ekstraksi pilar, yaitu


mengambil endapan yang semula sebagai pilar, dengan maksud
untuk meningkatkan perolehan (recovery).
Syarat umum penerapan metode room and pillar :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kekuatan cadangan yang ditambang : lemah sampai moderat


Kekuatan batuan sekitar : moderat sampai kuat
Bentuk cadangan : rata (tabular)
Kemiringan cadangan : 0 - 15 derajat.
Ukuran endapan : penyebaran luas, tebal 1 - 4,50 m
Kadar cadangan : moderat
Kedalaman: dangkal sampai moderat (untuk batubara kurang dari
600 m).

Beberapa keuntungan dari penerapan metode room and pillar yaitu :


1. Produktivitas cukup tinggi : 14 ton clean coal atau 30-80 raw
coal/man-shift.
2. Biaya penambangan : moderat (relative cost : 30 %).
3. Recovery : cukup sampai baik (dengan ekstraksi pilar : 70-90 %)
4.
5.
6.
7.

dilusi rendah sampai tinggi (0 - 40%).


Cocok untuk mekanisasi penuh
Operasinya terpusat
Cocok untuk berbagai variasi kondisi batuan atap
Ventilasi bagus karena banyak lubang bukaan.

Adapun kerugiannya adalah :


1. Ekstraksi pilar dapat mengakibatkan runtuhan dan penurunan
permukaan
2. Tata-letaknya tidak fleksibel
3. Jika tanpa ekstraksi pilar, recovery-nya rendah (40 - 60%)
4. Makin jauh dari permukaan, beban penyangga (pilar) semakin
besar
5. Mekanisasi memerlukan investasi modal yang besar
6. Diperlukan persiapan yang lama karena banyak lubang bukaan
yang harus dibuat sebelum dapat berproduksi
7. Berpotensi terhadap timbulnya bahaya kesehatan dan kecelakaan
bawah tanah terutama pada tambang batubara.
2. Metode Longwall
Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel
penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di

27

belakang

daerah

penggalian.

Penambangan

ini

juga

dapat

dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

Gambar 2.25 Metode longwall

a. Penambangan dengan Auger (Auger Mining)


Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk
permukaan dengan dinding yang tinggi atau penemuan singkapan
(outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran ataupun
penggalian bukaan ke dalam lapisan di antara lapisan penutup.
Tanpa merusak batubara, auger mengekstraksi dan menaikkan
batubara dari lubang dengan memiringkan konveyor atau
pemuatan dengan menggunakan loader ke dalam truk.

(a)

(b)

28

(c)

(d)

Gambar 2.26 Auger Mining pada lapisan batubara dengan kemiringan lapisan curam
(Salem Tool Inc.,1996)

2.7 Perhitungan Cadangan Batubara


Berikut metode perhitungan Cadangan Batubara, diantaranya :
2.7.1 Metode Perhitungan Cadangan Konvensional
Pemilihan metode perhitungan cadangan didasari oleh faktor geologi
endapan, metode eksplorasi, data yang dimiliki, tujuan perhitungan
dan tingkat kepercayaan yang diinginkan.
Berdasarkan metode (teknik, asumsi, pendekatan) maka penaksiran
dan perhitungan sumber daya

atau cadangan terdiri dari metode

konvensional yang terbagi menjadi 2, yaitu metode penampang


vertikal (dengan menggunakan rumus mean area, kerucut terpancung,
obelisk) dan penampang horizontal ( metode isoline, metode poligon,
metode triangle dan metode circular). Selain itu dapat di lakukan
dengan metode geostatistik, dan metode blok.
a. Metode Penampang Vertikal
Metode ini menggambarkan kondisi endapan, bijih, tanah penutup
(over burden) pada penampang vertikal.
Metode penampang vertikal di lakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Membuat

irisan

irisan

penampang

melintang

yang

memotong endapan batubara yang akan di hitung.


2) Menghitung luas batu bara dan over burden tiap penampang.
3) Setelah luasan dihitung, maka volume dan tonase dihitung
dengan rumusan perhitungan. Perhitngan volume tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan satu penampang, dua

29

penampang,

tiga

penampang

atau

rangkaian

banyak

penampang.
Perhitungan volume dengan menggunakan satu penampang digunakan
jika diasumsikan bahwa satu penampang mempunyai daerah pengaruh
hanya terhadap penampang yang dihitung saja.
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh
penampang tersebut.

Gambar 2.27 perhitungan volume menggunakan satu penampang

Berikut adalah rumus perhitungan volume dengan menggunakan satu


penampang adalah :

Volume= (A x d1) + (A x d2)


Perhitungan volume dengan menggunakan dua penampang jika
diasumsikan bahwa volume dihitung pada area di antara dua
penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah perbedaan dimensi
antara kedua penampang tersebut. Jikatidak terlalu berbeda, maka dapat
digunakan rumus mean area dan kerucut terpancung, tapi jika
perbedaannya cukup besar maka digunakan rumus Obeliks.

Gambar 2.28 perhitungan volume menggunakan dua penampang

30

Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Rumus Mean Area:

Rumus Kerucut Terpancung

Rumus Obelisk

Perhitungan volume menggunakan tiga penampang digunakan jika


diketahui adanya variasi (kontras) pada area diantara dua penampang
maka perlu ditambahkan diantaranya untuk mereduksi kesalahan.
Perhitungannya menggunakan rumus prismoida.

31

Gambar 2.29 Perhitungan Volume Menggunakan Tiga Penampang

Adapun rumus yang digunakan adalah Rumus prismoida :

b. Metode Penampang Horizontal


1) Metode Poligon
Adalah suatu metode perhitungan dengan konsep dasar yang
menyatakan bahwa seluruh karakteristik endapan suatu daerah
diwakili oleh satu titik tertentu. Jarak titik bor didalam poligon
dengan batas poligon sama dengan jarak batas poligon ke titik bor
terdekat.

Gambar 2.30 metode polygon

Perhitungan volumenya dengan menggunakan rumus berikut:


V =A. T
Dimana ;
V= Volume
A = Luas poligon
32

T = Tebal lapisan batubara dititik contoh


2) Metode Isoline
adalah suatu metode yang menggunakan prinsip dasar isoline. Isoline
adalah kurva yang menghubungkan titik yang memiliki nilai
kuantitatif sama titik. Volume dapat dihitung dengan cara
menghitung luas daerah yang terdapat didalam batas kontur,
kemudian menggunakan prosedur-prosedur yang umum dikenal.

Gambar 2.31 Metode Isoline

3) Metode Triangulasi
Metode ini dilakukan dengan konsep dasar menjadikan titik yang
diketahui menjadi titik sudut suatu prisma segitiga.prisma segitiga
diperoleh dengan cara menghubungkan titik-titik yang diketahui
tanpa berpotongan.

Gambar 2.32 Metode Triangulasi

4) Metode circular USGS 1983

33

Teknik perhitungan dalam U.S. Geological survey adalah dengan


membuat lingkaran-lingkaran pada setiap titik informasi batu bara
dan lokasi titik pemboran.

Gambar 2.33 metode circular USGR 1989

2.7.2

Metode element hingga


Metode element hingga merupakan metode yang dalamnya diterapkan
prinsip-prinsi kalkulus. Konsep dasar metode element hingga adalah
prinsip diskridisasi,yaitu membagi suatu benda benda yang berukuran
lebih kecil supaya kebih mudah pengelolaannya.

34

Gambar 2.34 Metode Element Hingga

BAB III
35

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari
endapan

tumbuhan

yang

telah

membusuk

dan

terendapkan

(coalifikation) di suatu tempat bersama dengan pergeseran kerak bumi


(dikenal sebagai pergeseran tektonik) antara strata batuan lainnya dan
diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun
silam sehingga membentuk lapisan-lapisan batubara.
2. Tahapan eksplorasi batubara terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1) Survey Tinjau
2) Prospeksi (Prospection)
3) Eksplorasi Pendahuluan
4) Eksplorasi Rinci
3. Berikut metode perhitungan Cadangan Batubara, diantaranya :
1. Metode Perhitungan Cadangan Konvensional
a. Metode Penampang Vertikal
b. Metode Penampang Horizontal
1) Metode Poligon
2) Metode Isoline
3) Metode Triangulasi
4) Metode circular USGS 1983
2. Metode element hingga
3.2 Saran
Sebelum melakukan penambangan batubara disarankan agar dilakukan
eksplorasi batubara terlebih dahulu serta perhitungan berapa cadangannya
agar bisa ditentukan layak atau tidak layak untuk ditambang atau bernilai
ekonomis atau tidak.

36

Anda mungkin juga menyukai