Anda di halaman 1dari 11

Vina Fitriani Pratiwi

240210140088
V.

HASIL PENGAMAMATAN DAN PEMBAHASAN


Produk pangan dewasa ini semakin baragam bentuknya, baik dari segi

jenis ataupun rasa dan cara pengolahannya. Seiring dengan semakin pesatnya
teknik pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan
sulit untuk dihindari akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan
suatu produk pangan yang akan dikonsumsi. Mengingat pentingnya masalah
keamanan pangan, maka perlu dilakukan suatu uji terhadap kandungan racun
ataupun zat-zat berbahaya yang terkandung dalam suatu produk makanan. Dari
pengujian tersebut dapat diketahui makanan apa saja yang aman dari semua bahan
tambahan makanan yang tidak selayaknya ditambahkan pada makanan ini.
Praktikum

kali

ini

dilakukan

suatu

pengujian

bahan

tambahan

makanan/pangan pada berbagai macam produk pangan yang bererdar di pasaran.


Pengujian yang dilakukan meliputi pewarna sintesis serta pengawet makanan
yang berbahaya. Pengawet makanan yang berbahaya yag sering digunakan yaitu
formalin serta boraks. Dari hasil pengambilan sampel rutin yang dilakukan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dalam beberapa tahun terakhir, ada
empat jenis bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam makanan, yakni
formalin, boraks, pewarna rhodamin B dan methanyl yellow.
5.1

Identifikasi Sampel
Sampel yang diuji pada praktikum kali ini adalah mie basah, agar, tahu,

terasi, ketupat, nugget, dendeng, kornet, baso sapi dan ikan asin. Sampel tersebut
diidentifikasi karatkteristiknya baik dari warna serta tekstur sebelum diberi
perlakuan uji kandungan bahan tambahan makanan. Berikut adalah hasil
pengamtannya:
Tabel 1. Deskripsi Sampel
Kel
Sampel
Warna
1,6 A
Mie Basah Kuning
cerah
2,7 A
Agar-agar Ungu
3,8 A
Tahu
Kuning
4. 9 A
Terasi
Merah
ati
5,10 A Ketupat
Putih

Aroma
Aroma mie
+
Khas Agar
Bau kedelai
Terasi

Kecerahan
++

Kekenyalan
+

Kekerasan
Keras

++
++
+++

+
-

++

Ketupat

++

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Kel

Sampel

1,6 B
2,7 B

Nugget
Dendeng

Warna

Aroma

Oranye Bau busuk


Merah
Khas
tua
dendeng
3,8 B
Kornet
Merah
Khas kornet
muda
4. 9 B
Baso Sapi AbuBau daging
abu
sapi
5,10 B Ikan asin
coklat
Ikan asin
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015

Kecerahan
++
-

Kekenyala
n
++
++

Kekerasa
n
+++
+

+++

++

+++

Berdasarkan hasil pengamatan terlihar bahwa semua sampel bahan pangan


terlihat beragam warnanya. Warna dari masing-masing bahan pangan sesuai
dengan yang biasa ditemukan di pasaran terkecuali sampel mie basah yang terlihat
warnanya agak mencurigakan. Aroma yang diidentifikasi sebagian besar masih
berupa aroma normal dari bahan pangan tersebut terkecuali aroma dari sampel
nugget yang berbau busuk. Hal ini dikarenakan nugget tersebut telah lama
kadaluarsa sehingga baunya tidak enak. Tekstur yang teramati pada setiap sampel
sesuai dengan tekstur yang biasa pada umumnya ditemukan di pasaran. Sehingga
sulit membedakan antara sampel yang mengandung bahan tambahan pangan
berbahaya dengan mengidentidikasinya lewat karakteristik secara langsung.
5.2

Uji Pewarna Tekstil


Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan,

karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik


waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya
menjadi hilang (Moehyi,1992). Hal ini menyebabkan banyak oknum produsen
yang ingin berbuat licik dengan menambahkan pewarna berbahaya dan berharga
murah untuk mempercantik makanan yang dijualnya. Oleh karena itu, pada
praktikum kali ini dilakukan pengujian pewarna berbahaya pada sampel yang
telah disediakan.
Pengujian

zat

pewarna

makanan

dan

tekstil

dilakukan

dengan

menggunakan prinsip kromatografi. Kromatografi adalah suatu nama yang


diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Dasarnya semua cara kromatografi
menggunakan dua fase tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile)

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini
(Sastrohamidjojo,1991). Prinsip kerjanya adalah kromatografi kertas dengan
pelarut air (PAM, destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di
ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat
pewrna yang larut dalam air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan
dengan zat pewarna tekstil.
Kromatografi kertas biasa di pakai dalam menganalisa senyawa-senyawa
kimia yang terkandung dalam simplisia ataupun bahan lainnya. Keuntungan
utama kromatografi kertas ialah dari proses kemudahannya dan kesederhanaannya
dalam pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang
berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Prosedur yang
dilakukan adalah dengan menyiapkan kertas kromatografi sepanjang 10 cm yang
bagian atas dan bawahnya dibari garis pembatas masing-masing sebesar 2 cm.
Sampel dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan menggunakan mortar dan
ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian ditambahkan 5 ml air, lalu disaring agar
yang terdapat hanya filtratnya. Filtrat kemudian dipipet dan dipasang di
chamberglass dan ditambahkan air. Jika sampel menyerap naik maka zat warna
tersebut merupakan zat warna alami, jika tidak naik maka zat warna tersebut zat
warna sintesis.
Pengujian ini berdasarkan kelarutan suatu zat dalam air serta
menggunakan prinsip kromatografi lapis tipis. Zat warna alami akan naik karena
zat warna tersebut bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air dan akan naik
seiring naiknya air pada kertas saring. . Zat warna sintetis tidak akan naik karena
zat warna tersebut bersifat hidrofobik sehingga dapat tidak larut dalam air dan
tidak akan naik seiring naiknya air pada kertas saring. Berikut adalah hasil
pengamatannya.
Tabel 2. Identifikasi Pewarna Tekstil dan Boraks
Kel
Sampel
Pewarna
Boraks
1,6 B Nugget
+++
2,7 B Dendeng
+
3,8 B Kornet
++
4. 9B Baso Sapi
++
5 ,10B Ikan asin
+++
1,6A
Mie Basah
+
+++
2,7A
Agar- agar
+

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Kel
Sampel
Pewarna
3,8A
Tahu
4. 9A Terasi
++
5,
Ketupat
10A
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015

Boraks
++
++++

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa sampel yang positif


mengandung pewarna tekstil adalah sampel mie basah dan terasi. Hal ini sesuai
dengan pendugaan sebelumnya, warna pada sampel mie basah dan terasi terlihat
mencurigakan karena warnanya yang tidak biasa dan lebih cerah.
Alasan penggunaan pewarna tekstil pada mie basah dikarenakan para
produsen mie ingin mempertahankan penampakan warna agar tetap terlihat segar
seperti metanil yellow sebagai pewarna. Sekarang ini, banyak digunakan metanil
yellow sebagai pewarna kuning pada pangan karena harga yang relatif murah dan
warna yang terang dan mencolok. Metanil yellow ini dilarang penggunaanya oleh
pemerintah berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Men.
Kes/Per/V/85. o. 239/Men. Kes/Per/V/85. Metanil yellow ini berbentuk serbuk
dengan warna cokelat hingga kuning, larut dalam alkohol, air, dan sedikit larut
dalam aseton.
Peruntukan metanil yellow sebenarnya sebagai indikator dalam reaksi
asam basa, dan juga sebagai pewarna tekstil. Toksisitas metanil yellow ini pada
LD50 tikus oral yaitu pada konsentrasi 5g/kg berat badan. Paparan jangka pendek
jika tertelan yaitu mual, muntah, diare, dan perut terasa perih. Maka dari itu
teradapat peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85 melarang
penggunaan metanil yellow, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika
dikonsumsi dalam jumlah besar memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker,
deformasi dan lain-lain (Vries 1996) Penambahan pada methanil yellow akan
membuat mi basah berwarna kuning cerah.
Selain mie basah, sampel lainnya yang positif mengandung pewarna
berbahaya adalah terasi. Diduga terasi tersebut menggunakan pewarna berbahaya
berjenis Rhodamin B. Pewarna ini memiliki dampak buruk pada jaringan hati,
kandung kemih, dan saluran pencernaan. Rhodamin B sering digunakan sebagai
pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah daripada pewarna sintetis

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
untuk pangan, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas
warnanya lebih baik daripada pewarna alami. Rhodamin B sering disalahgunakan
pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang
gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain. Warna asli terasi sebenarnya
adalah coklat kehitaman seperti warna tanah. Tetapi untuk lebih menarik minat
para pembeli, seringkali terasi diwarnai dengan warna yang mencolok
Rachmawati (2009). Rhodamin tidak berbau serta mudah larut dalam larutan
berwarna merah terang berfluoresen. Rhodamin biasa digunakan pada industri
tekstil, sebagai pewarna pakaian. Rhodamin juga digunakan dipabrik kertas untuk
mewarnaik kertas. Berdasarkan analisis dengan metode destruksi dan metode
spektrofotometri, didapatkan bahwa sifat racun Rhodamine B tidak hanya
disebabkan

oleh

senyawa

organiknya

saja

tetapi juga

oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri.


5.3

Uji Boraks
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna,

tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan
tidak

membolehkan

boraks

untuk

digunakan

dalam

pangan.

Boraks

(Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi


kesadahan, dan antiseptik lemah.
Pertama-tama sampel ditimbang sebanyak 1 gram. Sampel diabukan
dalam tanur selama 2 jam dengan suhu 6000C. Pengabuan ini dilakukan untuk
menghilangkan zat-zat selain boraks pada sampel. Sampel didinginkan lalu
ditambahkan 8 tetes H2SO4 pekat serta metanol. Sampel tersebut dibakar jika
terdapat warna hijau berarti sampel tersebut mengandung boraks. Warna hijau
yang didapatkan dari hasil reaksi antara asam borat menjadi metil borat.
Penambahan asam sulfat untuk merubah garam borat seperti asam borat. Jika uji
nyala positif maka akan tampak nyala warna hijau dimana metanol akan terbakar
dengan nyala yang pinggirannya hijau karena pembentukan metilborat B(OCH3)3
Reaksi yang terjadi yaitu ;
Na2B4O7(s) + H2SO4(aq) + 5 H2O(l) 4 H3BO3(s) + Na2SO42-(aq)
H3BO3(s) + 3 CH3OH(l) B(OCH3) (s) + 3 H2O(l) ( Svehla.1985)

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Berikut adalah hasil pengamatannya :
Tabel 3. Identifikasi Boraks
Kel
Sampel
Boraks
1,6 B Nugget
+++
2,7 B Dendeng
+
3,8 B Kornet
++
4. 9B Baso Sapi
++
5 ,10B Ikan asin
+++
1,6A
Mie Basah
+++
2,7A
Agar- agar
+
3,8A
Tahu
++
4. 9A Terasi
5,
Ketupat
++++
10A
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015
Berdasarakan hasil pengamatan terlihat bahwa hamper semua sampel
positif mengandung boraks kecuali sampel terasi. Sampel yang memiliki nyala
hijau paling jelas dan lama adalah sampel ketupat sementara sampel yang
memiliki nyala hijau paling sedikit adalah dendeng dan agar-agar. Hal ini
membuktikan bahwa kandungan boraks terbesar terdapat pada sampel ketupat.
Sementara untuk sampel terasi tidak muncul api berwarna hijau ketika abu yang
telah ditetesi asam sulfat dan metanol dibakar. Hal ini menunukkan bahwa terasi
tersebut tidak mengandung boraks.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas,
enamel, sebagai pengawet kayu dan pembasmi kecoa. Namun, zat ini juga sering
disalahgunakan sebagai campuran untuk pembuatan baso, mi basah, lemper,
lontong, siomay dan lain-lain (Saprinto, 2006). Boraks merupakan racun bagi
semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai
dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka
ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang
lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat
badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan
dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang
dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Saparinto dan Hidayati, 2006). Bila boraks
diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
kenyal dan tahan lama,(Depkes RI, 2002) Makanan berboraks memiliki ciri-ciri.
lebih kenyal dibandingkan makanan tanpa boraks, bila digigit akan kembali ke
bentuk semula, tahan lama atau awet beberapa hari, warnanya tampak lebih putih
(Syah, 2005).
5.4

Identifikasi Formalin
Formalin

digunakan

sebagai

pengawet

mayat

manusia.

Namun,

belakangan ini sering terjadi kejahatan oknum pedagang yang menggunakan


formalin sebagai pengawet makanan. Efek akut penggunaan formalin adalah
tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan,
mual, muntah dan diare, sakit kepala, hipotensi, kerusakan hati, jantung, otak dan
limpa, pancreas, dan sistem saraf pusat dan ginjal. Sementara efek kronis akibat
penggunaan formalin adalah iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan
kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan (Saparinto, 2006).
Percobaan ini akan mengidentifikasi formalin dalam sampel. Prosedur
yang dilakukan adalah dengan ditimbang 20 gram sampel dan dimasukkan ke
dalam labu destilat, lalu ditambahkan 100 ml air, dan 5 ml asam fosfat 10%.
Tujuan penambahan asam fosfat adalah untuk mempercepat reaksi. Prosedur
selanjutnya dipasang rangkaian alat destilasi dan sampel didestilasi. Prinsip yang
terjadi adalah ketika sampel dalam labu destilat mendidih karena panas maka air
dan formalin akan menguap, kemudian uap air dan formalin tersebut akan
terdestilasi menjadi air kembali yang ditambung dalam sebuah erlenmeyer.
Prosedur selanjutnya setelah air hasil destilasi tersebut terkumpul, lalu
destilat diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan larutan asam kromatrofat 0,5% sebanyak 5 ml dalam asam sulfat
60%. Asam kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari
bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa
kompleks yang berwarna merah keunguan (Reuss, 2005). Prosedur selanjutnya
adalah tabung berisi destilat tersebut dipanaskan diatas penangas air selama 15
menit dan diamati perubahan warnanya, apabila postitif warna yang terbentuk
adalah merah keunguan. Berikut adalah hasil pengamatannya.

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088

Tabel 3. Identifikasi Formalin


Sampel Formalin (+/-)
Baso
+
Tahu
Terasi
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2015
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa hanya sampel baso yang
menunjukkan hasil positif mengandung formalin. Hal ini ditunjukkan dengan
berubahnya warna larutan menjadi merah keunguan namun sangat tipis.
Efek samping formalin tidak secara langsung akan telihat. Efek ini hanya terlihat
secara komulatif,

kecuali jika

seseorang

mengalami

keracunan

formalin

dosistinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan alergi.


Formalin juga bersifat karsinogen dan mutagen. Dalam kadar tinggi formalin bisa
menyebabkan kegagalan peredaran darah.(Saparinto, 2006)
Menurut Wibowo (2005) penggunaan formalin pada bakso biasanya
dilakukan untuk memperpanjang daya awet bakso karena bakso hanya memiliki
masa simpan satu hari pada suhu kamar. Bakso memiliki masa simpan satu hari
pada suhu kamar karena bakso memiliki kandungan protein yang tinggi, kadar air
sekitar 80% dan memiliki sifat keasaman yang rendah sehingga bakso tidak dapat
bertahan lama dan rentan terhadap kerusakan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Penggunaan formalin pada bakso biasanya dilakukan setelah bakso yang direbus
sudah matang. Bakso yang sudah matang ditambahkan formalin melalui metode
pencelupan (dipping). Selain itu penambahan formalin biasa juga dilakukan pada
akhir perebusan bakso selama 15 menit (Wibowo, 2005).
Identifikasi ciri fisik merupakan cara yang paling mudah dilakukan untuk
menentukan apakah bakso yang mengandung formalin atau tidak. Identifikasi ciri
fisik dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap parameter-parameter seperti
tekstur, warna dan daya simpan bakso (Winarno ,1994). Menurut Winarno dan
Rahayu (1994) bakso berformalin mempunyai ciriciri yaitu teksturnya lebih
halus , warna bakso lebih terang dan mempunyai daya simpan selama 3 hari
sedangkan bakso kontrol (bakso bebas formalin) mempunyai ciri-ciri yaitu tekstur

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
agak kasar, masa simpannya hanya 1 hari yaitu bakso yang telah melampaui masa
simpan 1 hari bakso tersebut akan terlihat seperti berlendir, tekstur rapuh adanya
jamur dan berbau asam tengik dan untuk kriteria warna bakso sapi yang baik dan
tidak mengandung bahan pengawet menurut Andayani (1999) dan Wibowo
(2005), yaitu bakso mempunyai warna abu-abu pucat atau muda, cokelat muda
cerah atau abu-abu dimana warna tersebur merata tanpa warna lain.

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088

VI.

KESIMPULAN

Warna, aroma, dan tekstur sampel bahan pangan umumnya sama seperti
yang biasa ditemukan di pasaran hanya sampel mie dan terasi saja yang

memiliki warna mencolok.


Sampel yang terbukti positif mengandung pewarna tekstil adalah sampel

mie basah dan terasi.


Sampel yang terbukti positif mengandung boraks adalah nugget, dendeng,

kornet, tahu, baso, ikan asin, mie basah, agar-agar, dan ketupat.
Sampel yang terbukti positif mengandung formalin adalah sampel baso.

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, R.Y. 1999. Standarisasi Bakso Sapi Berdasarkan Kesukaan Konsumen
(Studi Kasus Bakso di Wilayah DKI Jakarta).Skripsi. Fateta IPB, Bogor
Cahyadi W. Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Jakarta :Bumi
Aksara ; 2006 p. 19-27
Depkes R.I. 2002. Pedoman Penggunaan Bahan Tambahan Pangan bagi Industri.
Jakarta
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta.
Bharata
Rachmawati, E. 2009. Awas merahnya terasi. http:// www.depkes.go.id. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2015.
Reuss G, W. Disteldorf, A.O. Gamer.2005. Formaldehyde in Ullmans
Encyclopedia of Industrian Chemistry. Wiley-CVH
Saprinto C, Hidayati D. Bahan tambahan pangan. Yogyakarta : Kanisius. ;
2006 p. 44-45
Sastrohamidjojo (1991), Spektroskopi, Edisi Kedua, Liberty, Yogyakarta.
Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif. Media Pusaka.
Jakarta.
Syah D, Dkk. Manfaat dan bahaya bahan tambahan pangan. Bogor :
HimpunanAlumni Fakultas Tekhnologi Pertanian IPB ; 2005 p. 35-42
Vries J. 1996. Food Safety and Toxicity. CRC, Londo
Wibowo, S. 2005. Pembuatan Bakso ikan dan Bakso daging. Jakarta:Penebar
Swadaya
Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 . Formalin. Surabaya : Penerbit Trubus
Agrisarana
Winarno, F. G. dan T. S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan
Winarno. F.G Keamanan pangan. Jilid 2. Bogor : M-brio Press ; 2004 p.15-19

Anda mungkin juga menyukai