juga menyeragamkan persepsi antara pemerintah dalam hal ini kemendikbud sebagai
pemangku kebijakan dengan ujung tombak pendidikan di garda depan, sekolah dan guru.
Kenapa saya bilang mengurangi beban guru? Jika brosis berkecimpung langsung di dunia
pendidikan, brosis akan mengerti bahwa tanggung jawab dan tugas guru sangat berat. Tugas
utama guru sebenarnya menciptakan generasi muda yang intelek dan berbudi luhur. Nah,
terkadang tugas yang berat itu masih harus ditambah dengan urusan administrasi semacam
membuat silabus, padahal kalau mau jujur silabus adalah bentuk keinginan pemerintah untuk
mengarahkan kemana anak didik akan dibentuk yang teraplikasikan dalam materi-materi
pelajaran. Pertemuan pertama bab ini, selanjutnya bab itu, semester ini materinya sampai sini,
kelas ini materi pelajarannya hanya sampai bab ini, dll. Jadi, guru sebenarnya tinggal
mengikuti apa maunya pemerintah, karena mereka yang punya kebijakan. Nah, dengan guru
masih direcokin membuat silabus, akan timbul persepsi macam-macam, walaupun
sebenarnya ada berbagai forum guru yang berusaha meminimalisir perbedaan itu, tetapi
seperti yang pemerintah bilang kemampuan tiap guru di tiap daerah tidaklah sama.
Sebenarnya, kalaupun pembuatan silabus telah diambil alih kemendikbud, toh guru masih
punya kerjaan yang tak kalah bertanya terkait silabus ini, yaitu pembuatan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Disinilah sebenarnya kemampuan guru diuji dalam hal
menterjemahkan kemauan silabus dengan kondisi terkini anak didiknya. Karena RPP
merupakan bentuk strategi guru untuk menyampaikan materi ajar ke anak didiknya dengan
memahami terlebih dulu kemampuan si anak didik. Bisa jadi RPP bab yang sama didaerah
saya tidak akan sama dengan yang di Jakarta, karena kemampuan anak didik jelas berbeda.
So, saya secara pribadi maupun sebagai guru (walau belum pantas disebut guru) setuju-setuju
saja silabus dibuatkan oleh kemendikbud, asal RPP tetap guru yang membuatnya.
Silahkan dikoreksi dan dikomentari, semoga bermanfaat!
Posted from WordPress for BlackBerry.