Anda di halaman 1dari 5

PATOGENESIS DAN MANISFESTASI KLINIS

TETANUS NEONATORUM
1. Pengertian Tetanus Neonatorum
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani,
dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran
(Ismoedijanto, 2006). Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus yang disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan toksin
(racun) yang menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin, 2001).
2. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5
milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa
mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran
penabuh genderang (drum stick) (Bleck, 2000). Spora ini mampu bertahan hidup dalam
lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup
beberapa bulan bahkan bertahun. (Ritarwan, 2004). Bakteria yang berbentuk batang ini
sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau
tanah yang terkontaminasi (Arnon, 2007). Clostridium tetani merupakan bakteria Gram
positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot (Suraatmaja, 2000).
3. Patogenesis
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan
tetanospasmin. Tetanospasmin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada
motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-sel
neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan
sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer (Arnon, 2007). Gangguan tersebut berupa
gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter
inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu
Patogenesis Dan Manisfestasi Klinis Tetanus Neonatorum

lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta
pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu (Abrutyn, 2008).
Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher.
Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat
terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang.
Kemudian toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan.
Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses
pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan
pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara
berlebihan
4. Gejala Klinis Tetanus Neonatorum
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku seperti
menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada hari
ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 12
hari, namun dapat mecapai 1 2 hari dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin
pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat
masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval antara
terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi, semakin panjang
masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut.
Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut
sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan
dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek (Chin, 2000).
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi
agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur,
bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa
perawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan.
Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku
Patogenesis Dan Manisfestasi Klinis Tetanus Neonatorum

sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan
otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya
perdarahan paru.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang
terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek
tetanospasmin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti frekuensi
denyut jantung menurun (bradikardia), atau frekuensi denyut jantung meningkat
(takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis.
Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil
(retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi
setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar,
terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, masa istirahat kejang
semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi
berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh
masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian (Ningsih, 2007).

Patogenesis Dan Manisfestasi Klinis Tetanus Neonatorum

REFERENSI
1. Stoll, B.J., 2007. The Fetus and the Neonatal Infant. In: Behrman R.E., Kliegman R.M.,
Jenson H.B. ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders, 671674.
2. Ismoedijanto,

Darmowandowo,

W.,

2006.

Tetanus.

Available

from:

www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&file
pdf=0&pdf=&html=07110-prmh279.html. [Accested 23 March 2015].
3. Saifuddin, A.B., Andriaansz, G., Wiknjosastro, G.H., Waspodo, D., 2001. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI dan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4.

Bleck, T.P., 2000. Clostridium tetani (tetanus). In: Mandell, G.I., et al ed. Principles
and Practice of Infectious Diseases. 5th ed. New York: Churchill Livingstone, 25372543.

Patogenesis Dan Manisfestasi Klinis Tetanus Neonatorum

5. Ritarwan,

K.,

2004.

Tetanus.

Available

from:

http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf. [Accesed 30 March 2015].


6.

Arnon, S.S., 2007. Tetanus. In: Behrman R.E., Kliegman R.M., Jenson H.B. ed. Nelson
Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders, 1228-1230.

7. Suraatmaja, S., Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana.
8.

Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrisons Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.

9.

Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 17th ed.
Jakarta: Depkes RI

10. Ningsih, S., Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available from:
http://www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. [Accesed 30 March
2015].

Patogenesis Dan Manisfestasi Klinis Tetanus Neonatorum

Anda mungkin juga menyukai