Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Lawrence Green, 1984).
Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan
meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok
harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan
merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986).
Promosi Kesehatan adalah Proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO,1984) .
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Kemenkes, 2015).
B. Kebijakan Promosi Kesehatan di Indonesia
1. UU No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam UU No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa pelayanan
promosi kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada
mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur
berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan
mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.
Perkembangan ini tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982
yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan
untuk melaksanakan pembangunan kesehatan.
Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan
(kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana

cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih
besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan
selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat
konsumtif/pemborosan.
Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor
utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma
baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
2. UU No. 17 tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Dalam Undang-undang No.17 2007 menjelaskan mengenai rencana jangka
panjang nasional tahun 2005-2025, terkait dengan promosi kesehatan yang merupakan
upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mampu berperan serta secara aktif dalam pengembangan UKBM, sesuai sosial budaya
setempat dan di dukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Pembangunan nasional yang didalamnya adalah pembangunan dalam bidang kesehatan
diupayakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang. derajat kesehatan masyarakat, sebagai investasi pembangunan SDM
Dengan adanya UU ini menjadi landasan pembangunan dimasing-masing daerah
dalam menentukan kebijakan publik berwawasan kesehatan. Target-target pembangunan
kesehatan diarahkan dalam upaya kesehatan yang mengalami perubahan dari kuratif
bergerak ke arah promotif, preventif sesuai kondisi dan kebutuhan.
RPJMN II 2010-2014 mempunyai tujuan Akses masyarakat terhadap layanan
kesehatan yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat, visi Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan, sedangkan misinya Meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani,
melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan, Menjamin ketersediaan dan pemerataan
sumber daya kesehatan, menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dan
berkeadilan. Secara keseluruhan, upaya-upaya promosi kesehatan seperti : menciptakan
lingkungan

yang

mendukung,

memperkuat

kegiatan-kegiatan

komunitas

mengembangkan keterampilan individu, reorientasi pelayanan kesehatan, bergerak ke


masa depan semua telah telah terintegrasi menjadi satu rencana tersebut.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 004 Tahun 2012 Tentang
Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
Mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/SK/V/2009,
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, kiranya dapat dinyatakan
bahwa di setiap rumah sakit harus dilaksanakan upaya peningkatan kesehatan, salah
satunya melalui kegiatan promosi kesehatan.
Dalam keputusan ini menguraikan secara umum tentang hakikat rumah sakit,
tuntutan tentang perlunya dikembangankan rumah sakit yang mempromosikan kesehatan
(health promoting hospital), pelaksanaan promosi kesehatan bagi pasien di rumah sakit,
pelaksanaan promosi kesehatan bagi klien sehat, pelaksanaan promosi kesehatan di luar
gedung rumah sakit, hingga indikator keberhasilan promosi kesehatan.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka promosi kesehatan di rumah sakit
adalah upaya-upaya pemberdayaan, baik pemberdayaan terhadap pasien (rawat jalan dan
rawat inap) maupun terhadap klien sehat.
Namun demikian, upaya-upaya pemberdayaan ini akan lebih berhasil, jika
didukung oleh upaya-upaya bina suasana dan advokasi. Bina suasana dilakukan terhadap
mereka yang paling berpengaruh terhadap pasien/klien. Sedangkan advokasi dilakukan
terhadap mereka yang dapat mendukung/membantu rumah sakit dari segi kebijakan
(peraturan perundang-undangan) dan sumber daya, dalam rangka memberdayakan
pasien/klien.
Banyak sekali peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di rumah sakit,
dan peluang-peluang tersebut harus dapat dimanfaatkan dengan baik, sesuai dengan
fungsi dari peluang yang bersangkutan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 585/Menkes/SK/V/2007 tentang tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas.

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pusat kesehatan masyarakat khususnya


yang berkaitan dengan promosi kesehatan di Puskesmas, penjabaran lebih lanjut dan rinci
di tuangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 585/Menkes/SK/V/2007.
Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan terdepan,
kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat yang menjelaskan bahwa
Puskesmas mempunyai 3 fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan; 2) Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat; 3) Pusat
pelayanan kesehatan strata pertama.
Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan upaya kesehatan fungsi Puskesmas
sebagai pusat pemberdaya keluarga dan masyarakat harus lebih di tingkatkan, artinya
Puskesmas wajib menggerakan dan memberdayakan masyarakat agar berperan aktif
dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat. Oleh karena itu, upaya promosi kesehatan Puskesmas membantu masyarakat
agar mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Untuk melaksanakan upaya kesehatan Puskesmas memerlukan tenaga fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) untuk mengelola promosi kesehatan secara di
Puskesmas secara professional dan mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan
pelayanan yang bersifat promotif dan preventif.
C. Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Visi promosi kesehatan :
Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan baik fisik, mental dan sosial sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
Empat kata kunci visi promosi kesehatan :
1. Willingnes ( Mau )
2. Ability ( Mampu )
3. Memelihara Kesehatan yaitu mau dan mampu mencegah penyakit, melindungi diri dari
kesehatan dan mencari pertolongan pengobatan yg profesional bila sakit.
4. Meningkatkan Kesehatan, mau dan mampu mencegah penyakit, kesehatan perlu

ditingkatkan atau mampu bersifat dinamis.


Misi Promosi Kesehatan :

1. Advocate (Advokasi), yaitu meyakinkan para penentu kebijakan atau pengambil


keputusan.
2. Mediate (Menjembatani), yaitu antara sektor kesehatan dengan sektor lain sebagai mitra.
3. Enable (Memampukan), yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatannya secara
langsung.
D. Sasaran Promosi Kesehatan
Sasaran promosi kesehatan adalah individu atau keluarga, masyarakat, pemerintah atau
lintas sektor atau politisi atau swasta, dan petugas atau pelaksanan program.
1) Individu atau keluarga diharapkan :
a Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik lansung maupun
melalui media massa).
b Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan, dan
melindungi kesehatannya.
c Mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), berperan serta dalam
kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan lembaga swadaya masyarakat
kesehatan.
2) Masyarakat diharapkan :
a Menggalang potensi untuk menggembangkan gerakan atau upaya kesehatan.
b Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak dibidang kesehatan.
3) Pemerintah lintas sektor atau politisi atau swasta diharapakan :
a Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan perilaku
dan lingkungan sehat.
b Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak si bidang kesehatan.
4) Petugas atau pelaksana program diharapakan :
a Memasukan komponen promosi kesehatan dalam setiap problem kesehatan.
b Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada
masyarakat.
E. Strategi Promosi Kesehatan
Sebagaimana
disebutkan

dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Keputusan


Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah:
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah ujung tombak dari upaya Promosi Kesehatan di rumah sakit. Pada
hakikatnya pemberdayaan adalah upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien,
sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk mencegah dan atau

mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Karena itu, pemberdayaan hanya dapat
dilakukan terhadap pasien/klien
2. Bina Suasana
Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan kegiatan menciptakan
suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan yang diperhitungkan memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang
diberdayakan. Kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut
bina suasana.
3. Advokasi
Advokasi perlu dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah
sakit membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain. Misalnya dalam rangka
mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa asap rokok, rumah sakit perlu
melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah untuk
diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup di
rumah sakit.
4. Kemitraan
Baik dalam pemberdayaan, maupun dalam bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas rumah sakit
dengan sasarannya (para pasien/kliennya atau pihak lain) dalam pelaksanaan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga
dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas PKRS, petugas
rumah sakit harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya
kelompok profesi, pemuka agama, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa, dan
lain-lain.
Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan adalah:
a) Kesetaraan
b) Keterbukaan
c) Saling menguntungkan.

Anda mungkin juga menyukai