Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan, terdapat ribuan sampai
jutaan gunung api, dengan berbagai umur, tipe dan sifatnya. Di Indonesia, lebih dari 128 gunung
api tersebar dari Sabang sampai Merauke, sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitasnya
sejak 100 tahun terakhir.
Gunung api melalui aktvitasnya, membangun dan sekaligus menghancurkan tubuhnya dan
apapun di sekitarnya. Hal itu, tidak jarang menimbulkan dampak negatif berupa bencana alam
letusan gunung api. Namun, tidak sedikit pula dampak positif yang ditumbulkannya, seperti
lahan yang subur dengan pengayaan nutrisi oleh material hasil erupsi gunung api, lahan yang
indah dan sejuk yang cocok sebagai kawasan rekreasi, tersedianya sumber daya air yang
melimpah, sumber daya batuan dan mineral serta lapangan panas bumi. Untuk itulah, kita harus
memahami karakter gunung api dari berbagai sudut pandang, yaitu sosial/budaya, ekonomi dan
keilmuan.
1. Pengertian Vulkanologi
Vulkanologi merupakan bagian dari ilmu kebumian, yang terdiri dari kata vulkano atau
volcano (bahasa Inggris) atau vulkaan (bahasa Italia) atau vulkan (bahasa Belanda), yang berarti
gunung api. Kata gunung api (volcano) secara prinsip mengacu pada bukaan atau kaldera, tempat
magma dan gas muncul ke permukaan, melalui rekahan yang disebut pipa kepundan. Dengan
kata lain, suatu wilayah / bentang alam dapat disebut gunung api sepanjang wilayah tersebut
pernah dilalui oleh magma hingga di permukaan bumi, baik yang berlangsung secara berulang-
ulang membentuk akumulasi material gunung api maupun yang terjadi hanya sekali saja.
Material tersebut selanjutnya membangun tubuh gunung api; secara geomorfologi, tubuh gunung
api dapat berupa tinggian (cembung, yang biasanya membentuk bukit hingga gunung) atau
lembah (cekung, yang biasanya berupa kaldera). Dalam proses pembelajarannya, vulkanologi
membutuhkan interdisiplinarry dengan ilmu-ilmu geologi murni, seperti geofisika, vulkanologi
fisik, petrologi dan geokimia; serta ilmu-ilmu terapan yang lain, seperti sosial dan ekonomi.
Materi vulkanologi bersebelahan dengan lingkup petrologi, sedimentologi dan
magmatologi (Gambar 1). Ketika material gunung api (yang bersifat magmatik) membeku
membentuk batuan intrusi magmatik di dalam bumi, maka merupakan bagian dari petrologi /
magmatologi. Ketika batuan gunung api tersebut telah mengalami penghancuran / pengerja-an
ulang maka termasuk dalam lingkup sedimentologi. Dengan kata lain, vulkanologi mencakup
segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas gunung api, dari proses intrusi dangkal
hingga pembentukan batuan ekstrusi, aktivitas eksplosif gunung api hingga penghancuran tubuh
gunung api yang menghasilkan material klastika gunung api.
Gambar II.1. Ruang lingkup vulkanologi dan ilmu-ilmu turunannya yang lain (Bronto, 2006).
Gambar 1. Hubungan tektonisme dengan vulkanisme, meliputi dalam pembentukan magma dan
sifat-sifatnya, rekahan pipa kepundan dan dapur magma (dimodifikasi dari Tatsumi dan Eggins,
1985)
Magma yang naik ke permukaan membentuk material gunung api, biasanya telah
mengandung kristal, fragmen dari batuan dinding (tak-terlelehkan) dan gas terlarut. Namun, pada
dasarnya komposisi magma terdiri dari oksigen, silikon, aluminium, besi, magnesium, kalsium,
kalium, natrium, titanium dan mangan, yang disebut sebagai common elements atau unsur-
unsur umum. Di samping unsur-unsur yang umum dijumpai, dalam magma juga terdapat unsur-
unsur jarang atau rare elements. Saat mengalami pendinginan, cairan magma mengalami
pengendapan kristal dari berbagai jenis mineral hingga pembatuan berlangsung sempurna,
membentuk batuan beku atau batuan magmatik. Jika magma telah dierupsikan ke permukaan
disebut lava.
Tidak semua gunung api memiliki sifat dan komposisi magmatik yang sama, yang
dipengaruhi oleh tatanan tektoniknya. Secara umum, ada tiga tipe gunung api berdasarkan
tatanan tektoniknya, yaitu:
(1) gugusan gunung api perisai yang terbentuk pada jalur pemekaran, dicirikan oleh tipe
magmatik toleiit, yang miskin silika, alumina dan Ca bentuk morfologinya seperti
perisai karena sifat magmatiknya yang sangat encer
(2) gugusan gunung api busur vulkanik yang dibentuk oleh proses pelelehan batuan pada zona
tunjaman, yang dicirikan oleh tipe magmatik kal-alkalin, yang kaya Ca, silika dan alumina
bentuk morfologi kerucut (strato) oleh sifat magmanya yang kental
(3) gugusan gunung api rifting (hotspot) di belakang busur kepulauan, menghasilkan seri
batuan K-alkalin, kaya unsur K morfologi kerucut dengan magma yang kental
Didasarkan atas kandungan SiO2 dalam magma, tipe / kelompok batuan gunung api dan
keterdapatannya terhadap tatanan tektoniknya tersebut batuan yang dihasilkannya bersifat
ultramafik, karbonatan, dan lava yang bersifat sangat alkalin (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan
keterdapatannya berdasarkan tatanan tektoniknya
Erupsi gunung api terjadi manakala magma yang tersimpan di dalam bumi, baik dari dapur
magma atau magma primer (reservoir magma), lapisan asthenosfer maupun kantong-kantong
magma dangkal, menembus ke permukaan bumi melalui suatu bukaan / rekahan, yang terbentuk
secara tektonik. Keluarnya magma ke permukaan dapat berlangsung secara lelehan (effusif)
maupun letusan (eksplosif).
Material yang dierupsikan secara efusif adalah lava, yang selanjutnya dapat tertumpuk di
puncak gunung api, mengalir di lereng-lereng sampai kaki gunung api, atau dapat pula
menggantung pada lereng gunung api. Jika lava menggantung pada lereng gunung api, maka
dapat memicu terjadinya longsoran atau guguran awan panas. Jika hal itu terjadi, maka lava
masif tersebut terfragmenkan hingga berukuran abu-bongkah, dan jika kemudian terjadi hujan
lebat dalam waktu yang singkat dapat longsor menjadi lahar (aliran debris lumpur). Aliran lava
(secara effusif) pada lava basaltik yang sangat encer di tengah samudra, dapat pula membentuk
letusan-letusan lava fountain menghasilkan tuf basaltik atau kerucut skoria. Aliran lava biasanya
terjadi pada gunung api yang memiliki seri magma encer dengan kandungan silika rendah (basa)
hingga sedang (intermediet).
Erupsi eksplosif dapat terjadi manakala kaldera tersumbat material, dapat berupa kubah
lava dan / rempah gunung api terfragmentasi. Material penyumbat kawah tersebut mengeras
(membatu), sehingga aliran magma ke permukaan tidak lancar. Aliran magma yang tersumbat
membentuk tekanan yang tinggi di bawah kawah. Magma panas juga menguapkan airtanah yang
ada di sepanjang pipa kepundan hingga kawah gunung api. Saat tekanan magma dan gas
terakumulasi maksimal, yaitu ketika elastisitas sumbat magma mencapai titik kritis hingga tidak
mampu lagi menahan tekanan letusan, maka terjadilah letusan gunung api.
Didasarkan atas mekanisme erupsinya, ada tiga tipe erupsi gunung api, yaitu:
a. Tipe erupsi freatik, yaitu jika tekanan erupsi dibentuk oleh tekanan gas yang terkandung di
dalam pipa kepundan dan / bagian atas dapur magma. Dalam tubuh gunung api tersusun atas
batuan sarang yang banyak mengandung air. Lapisan sarang tersebut berdekatan dengan
sumber magma panas, sehingga terjadi pendidihan airtanah membentuk uap (gas). Uap air
terakumulasi dan menekan sumbat gunung api ke atas. Ketika sumbat gunung api tidak
mampu menahan tekanan tersebut, terjadilan letusan freatik. Tipe erupsi freatik
menghasilkan material gunung api berupa abu dan debu gunung api, serta gas bertekanan
tinggi. Contoh: letusan Gunung Papandayan (Garut) pada tahun 2003-2004. Pada tipe letusan
ini, magma tidak sampai ikut terlontarkan.
b. Tipe erupsi magmatik, terjadi jika tipe magmanya basaltik, encer dan rekahan (kawah
gunung api) tidak tersumbat. Magma mengalir ke permukaan dengan tekanan rendah. Erupsi
magmatik biasa terjadi pada gunung api tipe perisai pada gugusan punggungan tengah
samudra dan tipe strato. Material yang dierupsikan adalah lava seperti pembentukan kubah
lava pada gunung api tipe strato di Gunung Merapi, aliran lava pahoehoe, banjir (sungai) lava
dan lava Aa seperti Gunung Kilauea di Hawaii.
c. Tipe erupsi freatomagmatik, terjadi pada gunung api yang memiliki tekanan erupsi sangat
besar dan viskositas magma tinggi. Saat letusan berlangsung, gunung api memuntahkan
material fragmental, berasal dari fragmentasi magmanya sendiri dan material runtuhan
batuan dinding saat deflasi letusan. Campuran material fragmental membentuk awan padat
berdensitas tinggi. Fragmen-fragmen yang lebih besar, seperti blok dan bom gunung api jatuh
kembali ke dalam kawah dan sekitarnya. Kumpulan material jatuhan tersebut bergerak secara
cepat menuruni lereng sebagai aliran debris awan panas di bawah pengaruh gaya gravitasi
bumi. Beberapa material yang berukuran lebih kecil membentuk kolom letusan dan terbawa
angin, lalu terendapkan di suatu tempat sebagai material jatuhan piroklastika. Partikel abu
yang paling halus dilontarkan ke atmosfer (pada lapisan stratosfer) dan untuk beberapa saat
terbawa angin hingga beberapa puluh kilometer, untuk selanjutnya diendapkan di suatu
tempat.
Gambar 3. Beberapa tipe erupsi gunung api berdasarkan mekanisme erupsinya, dengan
menggunakan model di Gunung Vulcano. (a) tipe freatik, (b-c) freatomagmatik dan (d)
magmatik dari suatu seri kegiatan (siklus) erupsi Gunung Vulcano, Italia (Frazzetta et al., 1983).
Didasarkan atas tinggi kolom letusan, jangkauan material letusan dan volume material
letusannya, ada 7 tipe letusan yaitu tipe Hawaiian, sumber lava (Lava fountain), Strombolian,
Surtseyan, Vulkanian, Phreatoplinian, Plinian (Vesuvian) dan Peleean (Gambar III.2).
Gambar III.1. Tipe-tipe erupsi gunung api didasarkan atas tingkat eksplosivitas dan tinggi kolom
letusan; Ft % tefra yang dilontarkan dan Ad (km2) jarak terjauh sebaran material
letusannya (Cas et al., 1988 dan Walker, 1973).
Intensitas letusan gunung api diukur dengan nilai Indeks Letusan Gunung api (ILG). Nilai ILG
ditentukan dari kualitas eksplosivitasnya, dan kuantitas dari tinggi kolom letusan,
volume material yang dilontarkan, klasifikasi tipe erupsinya dan periode letusan
(Newhall and Self, 1982; Tabel III.1).
Tabel III.1. Indeks letusan gunung api (ILG), tipe dan periode erupsi dan contoh letusan gunung
apinya (Newhall and Self, 1982)
100- Haw/Stromb
1 Lemah 10-5an Harian Stromboli
1000 m olian
Strom/Vulka
2 Explosif 1-5 km 10-3an Mingguan Galeras, 1992
nian
Bersifat
3 3-15 km 10-2an Vulcanian Tahunan Ruiz, 1985
merusak
Plin/Ultra- Ratusan
6 Kolossal >25 km Puluhan Krakatau, 1883
Plinian tahun
Didasarkan pada bentang alam dan jenis batuan yang menyusun tubuh gunung api, para ahli
vulkanologi mengelompokkannya menjadi empat tipe gunung api, yaitu gunung api komposit
atau strato (composite volcanoes), gunung api perisai (shield volcanoes), dan kubah lava (lava
domes). Tipe gunung api lain yaitu maar, cincin tuf, skoria tuf dan kerucut tuf terbentuk dari
letusan tunggal gunung api, baik secara freatik maupun freatomagmatik.
MATERIAL ERUPSI GUNUNG API
Gambar V.1. Skema ruang lingkup material erupsi gunung api, yang terdiri atas kolom letusan,
piroklastika aliran, lava, gas dan lahar (Anonim, 2000).
V.3. Mekanisme Aliran Piroklastika
a. Runtuhan eksplosif vertikal atau sering disebut pembentukan kolom erupsi plinian,
material erupsi jatuh kembali ke permukaan tanah, tertransportasi dan terendapkan.
b. Ledakan lateral, seperti yang terjadi di Gunung. St. Helens pada 1980.
c. Luapan berlebih (boiling-over ), yaitu akibat kandungan gas yang sangat tinggi dalam
magma yang dierupsikan melalui pipa kepundan.
d. Runtuhan gravitasional pada kubah lava yang sangat panas.
B. Endapan piroklastika
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu
gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok gunung api, accretionary lapilli,
breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf
terelaskan dan endapan seruakan piroklastika (Gambar V.7).
Gambar V.3. Tiga mekanisme pengendapan material piroklastika (jatuhan, seruakan dan aliran:
kiri) dan penampang vertikal endapan seruakan dasar, aliran piroklastika dan
seruakan abu cendawan; fragmen putih (litik) dan fragmen hitam (skoria dan lapili)
(Sparks et al., 1997).
Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat
berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya
gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari
guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979).
Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan
batuan dinding saat letusan.