KONSEP MEDIS
A. Defenisi
kedua-duanya.
mengacu sebagai gula yang tinggi oleh pasien dan penyedia perawatan
onset dewasa merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.
Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus tipe
1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di
pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar
terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan
10% sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional.
Kegemukan diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang
umumnya menyerang orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi
B. Klasifikasi
dependent atau Ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun
dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
molekul sel beta pankreas yang menyerupai protein virus sehingga terjadi
destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan
memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1
yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup
yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini.
tahun. Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada
suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti
virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang
3. Diabetes Kehamilan/gestasional
pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar
trimester ketiga.
C. Etiologi
Suzanne C, 2001).
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II.
Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani
dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak
diabetes.
b. Obesitas
kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan
makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan.
Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif
terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes
koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang
berlebih
e. Usia
anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak
D. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi
supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh
berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut
terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Sujono dan Sukarmin, 2008).
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen
dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi.
Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula
darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama
urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.Produksi
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh
berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan
napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila
tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price dan
Wilson, 2006).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi
penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan
DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang
secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada
kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.Untuk
sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang
dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani
unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia
oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat
periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Sujono
gejala-gejala :
BB
Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/
NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan
pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM.
Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,
riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g,
dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa
(Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu
pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa faktor
Tabel 1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan
Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara
pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu
dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga
8%.
Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang
tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.
Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet
yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe
I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif
G. Komplikasi
komplikasi menahun.
a. Ketoasidosis Diabetik
b. Hipoglikemi
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya
a. Mikroangiopaty
nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron
b. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
2) Hiperlipoproteinemia
gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan
H. Penatalaksanaan
dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk
1. Diet
berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang
dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk
mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah
kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam
dalam sel. Agar penderita dalam melakukan pengaturan kadar glukosa yang
lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan
latihan fisik.
3. Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani
yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan
I. Prognosis
seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Jika kadar gula darah tidak terkontrol,
dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan para
pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang baru dengan penurunan
Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
IOWA Intervention Project: Mosby
Tartowo. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta :
Tim)
Mirza. 2009. RSSDI Textbook Of Diabetes Melitus. Edisi 2. India : Jaypee Brother
Medical Publishers.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta:
kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.