Anda di halaman 1dari 6

PENGERTIAN KODE ETIK NOTARIS

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan


Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang
dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbedabeda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan
secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati
kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam hal ini adalah
hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .
Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan
organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De NederlandschIndische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang
mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan Gouvernements Besluit (Penetapan
Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah
menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah
organisasi profesi di Indonesia.
Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Mentri
kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah
diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam
UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara
RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi
Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan
hukum.
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but kedalam
Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan Notaris Hasil Kongres
Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di
Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut
Seluruh kaedah moral yang ditentukan oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang
selanjutnya disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ten tang hal itu
dan yang berlaku bagi setie wajib ditaati oteh setieo dan semua anggota Perkumpulan dan semua
orang yang menja/ankan tugas jabatan sebagai Noieris, etrmasuk dida/amnya Pejabat Sementara
Noieris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik
jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk

suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang
disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya.
Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan
Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.
(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.)
Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30
tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta
penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang Jabatan
Notaris dapat berjalan tertib.
Kode etik notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi :
a.

Etika Kepribadian Notaris, sebagai pejabat umum mupun sebagai profesional

b.

Etika melakukan tugas jabatan

c.

Etika pelayanan terhadap klien

d.

Etika hubungan sesama rekan Notaris

Profesi Notaris
Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian
terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan
dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis
atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak
atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau
suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan
sebagai lembaga notariat.
Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan
dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum
keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka. Lembaga Notaris timbul karena adanya
kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan
suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan di antara mereka". Oleh karenanya kekuasaan
umum (openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas
yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh
para pihak yang mempunyai kekuatan otentik.

Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas dalam profesi hukum tidak dapat
dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan
hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala
perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan
masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran serta
fungsi hukum bagi suatu profesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang maju,
karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses
hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran
yang menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai
kepentingan yang ada secara mantap.
Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan profesi hukum di dalam melaksanakan
jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya
diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat", Dua
hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut: Adanya
kemampuan untuk menJunJung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas
pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;
1.

Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu
memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap.
berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi
seorang pengabdi hukum yang baik,
2. Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan
lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir,
menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan
tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The
Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to
certain standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those
standards because that is the only way they may be lawyer"
Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah
menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang
berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja
tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam
jabatannya profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja:
1. Kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang
dijunjung tinggi dalam masyarakat

2. Bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu


tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang
berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan berat.
3. Kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja
pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol
sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan
disepakati bersama di dalam organisasi.
Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College
Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya
berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat
sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
Pelaksanaan Tugas Notaris Berkaitan Dengan Kode Etik Notaris
Hubungan profesi notaris dengan masyarakat dan negara telah diatur dalam UUJN
berikut peraturan perundang-undangan lainnya. Sementara hubungan profesi notaris dengan
organisasi profesi notaris diatur melalui kode etik notaris yang ditetapkan dan ditegakkan oleh
organisasi notaris. Keberadaan kode etik notaris merupakan konsekuensi logis dari dan untuk
suatu pekerjaan yang disebut sebagai profesi. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa
notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak hanya
pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada kode etik profesinya, karena tanpa
kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.
Terdapat hubungan antara kode etik dengan UUJN. Hubungan pertama terdapat dalam
Pasal 4 UUJN mengenai sumpah jabatan. Notaris melalui sumpahnya berjanji untuk menjaga
sikap, tingkah lakunya dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat dan tanggung jawabnya sebagai notaris.
Adanya hubungan antara kode etik dan UUJN memberikan arti terhadap profesi notaris
itu sendiri. UUJN dan kode etik notaris menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik
profesi serta harus bertanggung jawab kepada masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi
(Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara. Dengan adanya hubungan ini, maka
terhadap notaris yang mengabaikan keluruhan dari martabat jabatannya selain dapat dikenai
sanksi moril, ditegur atau dipecat dari keanggotaan profesinya juga dapat dipecat dari jabatannya
sebagai notaris. Menurut Muhammad sebagaimana dikutip Nico (Abdul Ghofur Anshori, 2009 :
48), bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya :
Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang
dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang berkepentingan karena
jabatannya.

Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya, akta yang dibuatnya itu sesuai dengan
aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya,
bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan
kebenaran isi dan produk akta yang dibuatnya itu. Berdampak positif, artinya siapapun akan
mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.
Pelanggaran terkait dengan kode etik notaris adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
anggota perkumpulan Organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku
dan menjalankan jabatan notaris yang melanggar ketentuan kode etik dan/atau disiplin
organisasi. Ruang lingkup dari kode etik berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan organisasi
Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris
baik dalam pelaksanaaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik notaris atas pelanggaran
kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat
pemaksa ketaatan dan didiplin notaris. Sanksi dalam kode etik notaris dituangkan dalam Pasal 6
yang menyatakan bahwa sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran
kode etik dapat berupa teguran, peringatan, skorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan
perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan dan pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
SANKSI
Pasal 6
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat
berupa
A. Teguran;
B. Peringatan;
C. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
D. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
E. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar
Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan
anggota tersebut.
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Pertama Pengawasan Pasal 7
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan

Daerah;
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia clan Dewan
Kehormatan
Wilayah;
c. Pada tingkat akhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris. Indonesia clan Dewan
Kehormatan
Pusat.
Bagian Kedua Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Alat Perlengkapan Pasal 8
Bagian Ketiga Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama Pasal 9
Bagian keempat Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding Pasal 10
Bagian kelima Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Akhir Pasal 11
sampai dengan Eksekusi atas Sanksi-Sanksi Dalam Pelanggaran Kode Etik Pasal 12

Anda mungkin juga menyukai