Anda di halaman 1dari 47

ASKEP PARKINSON

A. PENGERTIAN
Penyakit Parkinson merupakan suatu gangguan neurologis progsesif yang mengenai pusat
otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengatur gerakan karateristik yang
mucul berupa bradikinesia (perlambatan gerakan), tremor dan kekakuan otot (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Parkinsonisme merupakan istilah dari suatu sindrom yang ditandai dengan tremor ritmik,
bradikinesia, kekakuan otot dan hilangnya refleks-refleks postural. Kelainan pergerakan
diakibatkan oleh defek jalur dopaminergik( produksi dopamine) yang menghubungkan
subtansia nigra dengan korpus striatum ( nucleus kaudatus dan nucleus lentikularis). Basal
ganglia adalah bagian dari sistem ekstrapiramidal dan berpengaruh untuk mengawali,
modulasi, mengakhiri pergerakan, serta mengatur gerakan-gerakan otomatis ( Sylvia dan
price, 1999).
B. ETIOLOGI
Sebagian besar penyebab kasus ini dianggap tidak diketahui atau idiopatik. Parkinsonisme
idiopatik adalah penyakit Parkinson atau paralisis angitans. Merupakan suatu penyakit
progresif lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan awitan ( onset ) khas
pada usia lima puluhan dan enam puluhan. Tidak ditemukan sebab genetic yang jelas dan
tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktorfaktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit
Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau
penyebab lain yang tidak diketahui.
C. TANDA DAN GEJALA
Berikut ini 10 tanda awal penyakit Parkinson:
1. Hilangnya indera penciuman
Hilangnya bau kerap diikuti dengan hilangnya rasa. Dopamin adalah pengantar kimia yang
membawa sinyal antara otak dan otot dan saraf di seluruh tubuh. Seperti yang memproduksi
dopamin sel mati, indera penciuman menjadi terganggu, dan pesan seperti isyarat bau tidak
sampai.
"Pasien mengatakan mereka berada di pesta dan semua orang berkomentar tentang seberapa
kuat parfum salah seorang wanita, dan dia tidak bisa mencium baunya," kata Rezak
2. Sulit tidur
Ahli saraf tetap waspada terhadap kondisi tidur cepat yang dikenal sebagairapid eyemovement behavior disorder (RBD). Orang dengan RBD mungkin berteriak, menendang,
atau menggemeretakkan gigi mereka. Mereka bahkan dapat menyerang pasangan tidur
mereka. Sebanyak 40 persen orang dengan RBD akhirnya mengembangkan Parkinson
paling tidak 10 tahun kemudian, kata, Rezak.
Dua masalah tidur lainnya yang umumnya berkaitan dengan Parkinson adalah sindrom kaki

gelisah (kesemutan atau rasa tusukan di kaki dan perasaan bahwa Anda harus memindahkan
mereka) dan tiba-tiba berhenti bernapas sejenak saat tidur (sleep apnea). Tidak semua
pasien dengan kondisi ini memiliki Parkinson, tapi sejumlah besar pasien Parkinson--hingga
40 persen dalam kasus sleep apnea--memiliki kondisi ini.

3. Mengalami sembelit dan problem berkemih


Salah satu tanda awal yang paling umum dari Parkinson--dan yang paling diabaikan karena
ada banyak kemungkinan penyebab--adalah sembelit dan kentut. Ini hasil dari penyakit
Parkinson yang mulai mempengaruhi sistem saraf otonom, yang mengatur aktivitas otot
halus seperti yang bekerja perut dan kandung kemih. Usus dan kandung kemih dapat
menjadi kurang sensitif dan memperlambat proses pencernaan keseluruhan. Salah satu cara
untuk mengenali perbedaan antara sembelit biasa dan sembelit disebabkan oleh Parkinson
adalah bahwa yang terakhir sering disertai dengan perasaan kenyang, bahkan setelah makan
sangat sedikit.
4. Kurangnya ekspresi wajah
Kehilangan dopamin dapat mempengaruhi otot-otot wajah, membuat mereka kaku dan
lambat dan mengakibatkan kurangnya karakteristik ekspresi. "Beberapa orang menyebutnya
sebagai wajah batu atau wajah poker," kata ahli saraf Pam Santamaria, ahli Parkinson di
Nebraska Medical Center di Omaha.
5. Nyeri pada leher
Tanda ini sangat sering terjadi pada wanita, setelah mengeluhkan tremor dan kekakuan.
Nyeri leher ini sifatnya terus berlanjut, tidak seperti kram otot biasa yang hilang setelah satu
atau dua hari. Pada beberapa orang, muncul mati rasa dan kesemutan.
6. Lambat saat menulis
Salah satu gejala Parkinson, yang dikenal sebagai bradykinesia, adalah perlambatan dan
hilangnya gerakan spontan dan rutin. Tulisan tangan adalah salah satu tempat yang paling
umum untuk mengenai tanda bradykinesia. Mencuci dan berpakaian juga digunakan untuk
menandai kemunculanbradykinesia. Seseorang mungkin butuh waktu lama untuk berdandan
atau berurusan dengan ritsleting dan pengencang lainnya
.
7. Perubahan suara
Suara mulai berubah, sering menjadi jauh lebih lembut dan lebih monoton. Ini adalah tanda
yang sering dilupakan dokter yang mendiagnosis seseorang dengan penyakit ini. Otot-otot
wajah yang kaku membuatnya lebih sulit mengatakan sesuatu dengan jelas. "Beberapa
pasien mulai mengalami kesulitan membuka mulut mereka," kata Rezak.
8. Lengan tidak berayun bebas
Lengan tak bisa direntangkan dengan bebas, sehingga untuk meraih vas bunga di rak
tertinggi akan mengalami kesulitan. Bisa juga, salah satu lengan tak bebas berayun seperti
lengan lainnya.
9. Berkeringat secara berlebihan
Ketika Parkinson mempengaruhi sistem saraf otonom, ia kehilangan kemampuannya untuk
mengatur tubuh, yang dapat menyebabkan perubahan pada kulit dan kelenjar keringat.
Beberapa orang menemukan diri mereka berkeringat secara tak terkendali ketika tidak ada

alasan yang jelas, seperti panas atau kecemasan. Bagi seorang wanita, serangan ini kabur
dengan gejala menopause. Istilah resmi untuk gejala ini adalah hiperhidrosis.
10. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Para ahli tidak yakin mengapa, tapi ada berbagai perubahan kepribadian terkait dengan yang
datang dengan Parkinson, termasuk kecemasan diucapkan dalam situasi baru, penarikan
sosial, dan depresi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada seseorang yang
sebelumnya tidak mengalaminya adalah tanda pertama pada kebanyakan pasien Parkinson.
Adapun gejala penyakit Parkinson antara lain:
a. Gemetaran. Seseorang penderita penyakit Parkinson pada saat istirahat atau pada saat
tidak melakukan aktivitas akan mengalami gemetaran. Gemetaran yang timbul dapat terjadi
pada tangan, kaki, rahang atau kepala.
b. Kekakuan. Penderita akan mengalami rasa kaku pada otot, rasa sakit pada bahu,leher
dan sendi-sendi hingga sulit untuk bergerak.
c. Hilangnya reflex postural. Penderita akan mengalami gangguan keseimbangan tubuh,
d. Kebekuan. Gejala ini mengacu terhadap ketidakmampuan untuk melakuakn
pergerrakan yang aktif. Ketika akan berjalan, memutar, berjalan melalui jalan yang sempit
penderita akan sulit untuk melakukannya.
e. Gejala nonmotor (tidak berhubungan dengan pergerakan). Gejala ini juga timbul pada
penderita penyakit Parkinson antara lain penderita merasakan sakit seperti terbakar,
perasaan geli, hilangnya motifasi, susah tidur ataupun merasakan tekanan. Kebanyakan
gejala ini akan memperparah penderita penyakit Parkinson.
D. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi pada penyakit Parkinson ini dapat dilihat dari imobilisasi seperti
pneumonia infeksi saluran perkemihan dan jika penderita terjatuh dapat menyebabkan
kematian.
Selain itu penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi gangguan fungsi pernafasan,
gangguan okulomotorius (pandangan yang kabur). Kelelahan dan nyeri otot juga dialami
penderita Parkinson.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obat-obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitormmonoamin oksodasi
(MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada
lansia meliputi:
v Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu
dalam menghilangkan tremor.
v Terapi antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk
mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam
kombinasi dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf
pusat. Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah,
konstipasi, retensi urine, dan kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau ketat karena obatobat ini kontraindikasi pada klien dengan glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien
hanya sedikit. Klien dengan hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda
retensi urine.

v Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal
pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan bradikinesia.
Agen ini diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan
didalam saraf. Reksi efek samping terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati,
konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan
penglihatan.
v Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling efektif
untuk pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa menjadi
dopamine pada basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi
normal yang terdapat didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan
penyakit Parkinson. Gejala yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar dopamine yang lebih
tinggi akibat pemberian levodopa.
v Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor dopamine.
Agen ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien yang mengalami
reaksi on-off terhadap fruktuasi klinis yang ringan.
v Inhibitor MAO
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat
iniu menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai,
tidak seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
v Antidepresen
Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa terjadi
pada penyakit Parkinson.
v Intervensi pembedahan
Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan terhadap
penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial. Pada beberapa klien
yang cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan.
Walaupun pembedahan dapat mengurangi gejala pada klien tertentu, namun hal ini
menunjukkan adanya perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen.
Prosedur pembedahan stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia dalam upanya
membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf pada medulla adrenal
klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada sebagian kecil klien.
Transplantasi sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah dicoba, bagaimanapun prosedur
ini masih diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain pendekatan yang
tidak melaui pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus
dilakukan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid
dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu
mungkin terjadi sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang
tonsil. Sesuatu retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin
mengakibatkan radang selaput otak. (Clifford R Anderson : 1975)
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :
Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella, dll.
Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)
Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)
disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan
medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan
dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis
terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses
serebrospinal. (Harsono : 1996)

2. PATOFISIOLOGI

Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung


menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung
(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput
otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi
kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem
ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel plasma. Eksudat
terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit,
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi
obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme
masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau
kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema
jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta
organisasi eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales
(Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat
menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
(Harsono : 1996)

Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan


berbagai cara antara lain :
Hematogen atau limpatik
Perkontuinitatum
Retograd melalui saraf perifer
Langsung masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang
berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini
disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :
Hyperemia Meningens
Edema jaringan otak
Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan
tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila
eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal
juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes :
1995)

3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otototot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda
Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000)
Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan,
kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai

septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab
hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi
meningokok.
Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
koagulasi intravaskularis diseminata.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa
hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi
kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia.
Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada
penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat
bila kepala digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah.
Meningeal, tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai
fotofobi dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar
(chills). (Harsono : 1996)

TANDA DAN GEJALA


1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral /

penyumbatan

aliran darah
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.

Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,
diare, tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda
dan gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah
terstimulasi, foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda
kernig dan brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).
PENYEBAB
Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;
streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka /
pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E. Donges : 1999)

4. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan
piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium
Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Manifestasi Klinis
Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,
marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.

Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada


pemeriksaan terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu
badan naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering
dijumpai nadi yang lambat, abdomen nampak mencekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini.
Yang sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal,
monoparesis, hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.
Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleksrefleks tendo yang lemah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit.
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis
tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto kepala
- Bila mungkin CT Scan.
Penatalaksanaan
a. Medis

1. Rejimen terapi : 2 HRZE 7RH.


2 Bulan Pertama :
INH

: 1 x 400 mg / hari, oral

ifampisin

: 1 x 600 mg / hari, oral

razinamid

: 15-30 mg / kg / hari, oral

reptomisin a/

: 15 mg / kg / hari, oral

tambutol

: 15-20 mg / kg / hari, oral.

teroid diberikan untuk

enghambat reaksi inflamasi

encegah komplikasi infeksi

enurunkan edema serebri

encegah perlekatan

encegah arteritis / infark otak.

ndikasi

esadaran menurun

efisit neurologis fokal.

Dosis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3
minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Disamping

tuberkulostatik

dapat

diberikan

rangkaian

pengobatan

dengan

deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara


araknoid dan otak.
Meningitis Purulenta
Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan
kesadaran menurun.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur
Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan
mati, jaringan yang mati dan bakteri.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi
- Foto dada.
Penatalaksanaan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif
untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan
terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut :
Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x / hari.
Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.
Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief Mansjoer : 2000)

5. DIAGNOSIS PENUNJANG
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan
sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan kemungkinan
meningitis. Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal. Pada

setiap penderita dengan iritasi meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau
dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak
diketahui sebabnya, harus dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal
pertama tidak didapatkan derita yang sebelumnya

telah mendapat pengobatan

antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun fungsi lumbal merupakan
faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak
dilakukan.
Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan
descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara ini
untuk menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila
cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol
0,25 -0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi
otak. Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan
CSS 200-500 mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen.
Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah
sel berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100000/mm 3 , dapat
disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya adalah
abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996)
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
- Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)
- Tekanan meningkat
- Sel PMN (Polimorfonukleus) meningkat
- Protein meningkat
- Glukosa menurun
- None (+)

- Pandi (+).
b. Pemeriksaan Tambahan
- Darah lengkap, LED
- Kultur darah
- Foto kepala, thorax, vertebra
- Kultur Swab hidung dan tenggorokan
- EEG, CT Scan Otak. (Depkes : 1995)

6. PENATALAKSANAAN
Infeksi Intrakranial Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis
(Meningitis). Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya /
penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan
neurologis dan juga sampai terjadi kematian.
MEDIS
1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan
dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan
antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 14 hari atau sekurangkurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
Kadang kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu
meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian
cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh
pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi
subdural,empiema, atau abses otak.
Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan
meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya

diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam


intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama
kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela,
proteus, dan kuman-kuman gram negatif.
2. MANAJEMEN TERAPI
1). Isolasi
2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral)
4). Mencegah dan mengobati komplikasi
5). Mengontrol kejang
6). Mempertahankan ventrilasi
7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8). Penatalaksanaan syok septik
9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

lisa CSS dari fungsi lumbal :


Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.

Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya hanya dengan prosedur khusus.
Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
Elektrolit darah : Abnormal.
ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis) atau
voltasenya meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.
Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.

askep alzheimer

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi / Pengertian
Alzheimer

merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan

degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri. ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi
Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses
penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah :
jilid 1 hal 1003).
Alzheimer merupakan penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
Penyakit Alzheimer ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif
(Arif Mutaqqin, 2008).
2. Epidemiologi / Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan
erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu
berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden
kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden
alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan lakilaki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan lakilaki.

3. Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau
asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor nongenetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
factor genetika.
4. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein
besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein tau.

Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang
terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang
sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal,
hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian
sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel
glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
5. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara
pasti kapan timbulnya penyakit.erjadi pada usia 40-90 tahun.
a. Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
b. Tidak ada gangguan kesadaran.
c. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
d. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
a. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.

Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga
lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa.
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan
makanan.
c. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi
penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
d. Disorientasi waktu dan tempat
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer
dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu
bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau
sebaliknya
f.

Salah menempatkan barang


Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita
Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada
kotak gula.

g. Perubahan tingkah laku.


Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat
berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
h. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga,
mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori
menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
i.

Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat
pada hobi yang selama ini ditekuninya (Yulfran, 2009).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:

a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :
1) atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
2) berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary tangles (NFT): Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamenfilamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP): Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.
Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik,
korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas
Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi
(NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.
3) Degenerasi neuron: Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan
pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra.
Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis,
nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
4) Perubahan vakuoler: Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT
dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula.
Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum
dan batang otak
5) Lewy body: Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks

frontalis,

temporal,

parietalis,

oksipital.

Lewy

body

kortikal

ini

sama

dengan

immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi
penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif
pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor
metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem, berfungsi untuk:
1) Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
2) Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
d. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan
kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya
atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab
lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
e. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
f.

alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single Photon Emission Computed

Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
1) penurunan aliran darah

2) metabolisme O2
3) glukosa didaerah serebral
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
g. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
7. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
a. Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer,
mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal
pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode
yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin: Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :

Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut.
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan
enzym ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)
8. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu: usia
lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat,
rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan
penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan
hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di
a.

antaranya yaitu :
Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun

mengkonsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini
yang merusak sel-sel tubuh.
c. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara
menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan
berbagai pengetahuan.
9. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik
tergantung pada 3 faktor yaitu :
a. Derajat beratnya penyakit
b. Variabilitas gambaran klinis
c. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi
prognostik penderita alzheimer.
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun
sesudah diagnosis. Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
10. Komplikasi
a. Infeksi
b. Malnutrisi
c. Kematian

1. Pengertian
v Sklerosis multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif
dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis.
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 )
v Sklerosis multipel adalah penyakit degenerative system syaraf pusat (ssp) kronis yang
meliputi kerusakan (material lemak dan protein ).
( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )
1. Etiologi

Virus

Respon autoimun

Genetik

( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ) hal
211 )

1. Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis
multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :

Relapsing Remitting sklerosis multipel

Ini adlah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua
puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan
kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat
penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan
tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi
sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki
kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya
mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis
multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multipel

.Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat saat penderita tidak
mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal
istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang
paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.

Secondary Progressiv sklerosis multipel


Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini
kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv
sklerosis multipel.

Benign sklerosis multipel


Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini
penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada
siapapun. Serangan serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat
sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis
multipel.
( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )

1. Patofisiologi
Pada sclerosis multipel, demielinasi menyebar tidak teratur keseluruh sistem saraf pusat.
Mielin hilang dari selinder aksis dan akson itu sendiri berdeganarasi. Adanya plak atau
potongan kecil pada daerah yang terkena menyebabkan sklerosis, terhentinya alur implus
saraf dan menghasilkan berfariasinya manifestasi, yang bergabtubg pada saraf-saraf yang
terkena. Daerah yang paling banyak terserang adalah saraf optik, khiasama, traktus,
serebrum,batang otak, serebelum, dan medulla spinalis
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )
1. Manifestasi klinis

Kelelahan

Lamah

Gangguan penglihatan

Kebas ( mati rasa )

Kehilangan fungsi pendengaran

Melemahnya kemampuan motoric dan sensorik di seluruh atau sebagian tubuh,


( tangan dan kaki )

Sesak napas

Kelumpuhan tiba-tiba

Kehilangan keseimbangan tubuh, timbul perasaan seperti melayang (vertigo)

Kesulitan berbicara

( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )


( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )
1. Komplikasi

Infeksi saluran kemih

Konstipasi

Dekubitus

Edema pada kaki

Pneumonia

( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )

1. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan


oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan
abnormalitas immunoglobulin.

Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya


proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.

CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral

MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan


penyakit dan efek pengobatan.

Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih

Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.

( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ) hal
216 )
1. Penatalaksanaan

Medis

Farmakoterapi

Kortikosteroid dan ACTH : digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat


meningkatkan konduksi saraf.

Beta interferon ( betaseron ) : digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan


juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi.

modalitas lain ( radiasi, kopolimer, dan kladribin ) sebagai pengobatan yang mungkin
untuk bentuk multipel sclerosis progresif

Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk


spastisitas.

Keperawatan
o

Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan otot )

Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu


singka

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi
dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau
cauda equina.
HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan nucleus
hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).
2.2 ANATOMI FISIOLOGI
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari
dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis
sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri
dan kanan) yang terdiri atas :
1.
8 pasang saraf cervical.
2.
15 pasang saraf thorakal.
3.
5 pasang saraf lumbal
4.
5 pasang saraf sacral
5.
1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea
(badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga
membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini
menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan,
sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum
longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus
intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua
vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah
dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan
dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini
mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga
berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
2.3 ETIOLOGI
1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2.
Spinal stenosis.
3.
Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4.
Pembentukan osteophyte.
5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus
mengakibatkan
berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga
annulus.
2.4 TANDA DAN GEJALA
1.
Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2.
Nyeri tulang belakang
3.
Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4.
Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang
mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis
yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah
tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain
yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan

meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk,


bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.
2.5 PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan
air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor
dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus
purpolus melalui anulus dengan menekan akar akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi
paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil
(Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1.
arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah
lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi
discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein
yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat,
menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi
nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui
robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.
2.6 WOC

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.
Laboraturium
A. Daerah rutin
B. Cairan cerebrospimal
2.
Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi
3.
CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.
4.
MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra
serta herniasi.
5.
Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik
sebelum
pembedahan
6.
Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf
spinal.
7.
Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi
8.
Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro
spinal.
2. KOMPLIKASI
1.
RU
2.
Infeksi luka
3.
Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
2.9 PENATALAKSANAAN
1.
Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
A. Tidur selama 1 2 mg diatas kasur yang keras
B. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.

C. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
D. Terapi panas dingin.
E. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
F. Terapi diet untuk mengurangi BB.
G. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
H. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
2.
Pembedahan
A. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak
dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama
seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
B. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan
lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
C. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long,
1996).
D. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan
herniated nucleus pulposus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air
dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air")
adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro
spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang
vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi,
dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran
ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubunubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang
dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi
CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem
Ventricular (nining,2008).
2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital
adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal
perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4%
akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 Etiologi

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh
pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan
medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurses
Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis
kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari
tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan
H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi
yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
1. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi
dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali
atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat
sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari
akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
1. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus
obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian
besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.
1. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
1. Anomali Pembuluh Darah
2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan
subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.
Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta
lokasisasinya lebih tersebar.

3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di
angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada
saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :

Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial
sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

1. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakitpenyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus
kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS
dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada
aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan
ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi
CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada
orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala
gejala peningkatan ICP)
1. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran
bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada
sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS.
Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan
malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi

pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di
dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anakanak
dibawah usia 1218 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda
tanda dan gejalagejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya
tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
1. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral,
dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala gejala dan tanda
tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan
dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus
(Kelompok umur 60 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis


Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat
dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan
gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis


Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
1. 1.

Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran
lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam
semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.
Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi
sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul
Rickham, 2003).

1. 2.

Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang.
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi
tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel
lateral dan anterior posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata
yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis
serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada
sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan
jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa
aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
A. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi stupor.
1. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat
jelas.
3. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
4. Bayi tidak dapat melihat ke atas, sunset eyes
5. Strabismus, nystagmus, atropi optic
6. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
B. Anak yang telah menutup suturanya :
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

2.7

Pemeriksaan diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :
1) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2) Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun
waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4) Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu
menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras
masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan
lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5) Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6) CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

2.8

Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori live saving and live sustaining yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
1. Drainase ventrikule-peritoneal

2. Drainase Lombo-Peritoneal
3. Drainase ventrikulo-Pleural
4. Drainase ventrikule-Uretrostomi
5. Drainase ke dalam anterium mastoid
6. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
7. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu
selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah
perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.
8. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / shunting :
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi
lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
1. Internal
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)

Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.

Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2) Lumbo Peritoneal Shunt

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka
atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak
di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7).
5. Ventriculo-Peritneal Shunt
1. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
2. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural,
obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

2.9

Komplikasi

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan
bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis
peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi
pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi
luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya
adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.

2.10

Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama
dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami
perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi
50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar
40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar
40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna.
Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta
kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya
sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila
prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang
normal (Allan H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus
mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting
sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok
multidisipliner. (Darsono, 2005)

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM


Label: Perkuliahan
1. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (
suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer,
2000 : 434 )
Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena
sensori ( Doenges, 1993 : 259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan ; yaitu :
1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever )
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa
kejang demam sederhana ialah :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang
kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer,
2000 : 434 ).
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. ( 1985 = 848 )
4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti
mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan
sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 %
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara ( hemiparises Todd ) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama
( Mansjoer, 2000 : 435 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang
berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi
infeksi.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrakranial.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.
1. Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra
rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan
suhu lebih dari 38,5 oC.

2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.


Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 40 mg/kg BB/hari.

Anda mungkin juga menyukai