PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya tehnologi, indra pengelihatan yang baik
merupakan kebutuhan hidup yang tidak bisa diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat
peka, walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobular selain terdapatnya reflek memejam atau mengedip.
Mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyakit sehingga mengganggu fungsi pengelihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit
yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Seiring bertambahnya tehnologi canggih yang ada di indonesia, dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juag
dengan lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan
akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata
biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan
seperti senapan angin, panahan, ketapel, dan tusukan dari gagang main dan sebagainya.
Insiden kejadian kebutaan akibat trauma Di Amerika Serikat, dilaporkan kira-kira
2000 orang pekerja per hari mengalami trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan
dan membutuhkan pengobatan. Sepertiga dari kasus trauma memerlukan pengobatan ke
bagian gawat darurat rumah sakit, dan lebih dari 100 orang di antara yang mengalami
trauma kehilangan 1 atau lebih dari satu hari kerja.6 Benda asing di dalam mata merupakan
jenis yang paling sering terjadi 32 (80%) di antara trauma mata secara keseluruhan yang di
antaranya disebabkan oleh benda asing logam.(Tana,Artikel.2010), di indonesia prevalensi
kebutaan yang terjadi akibat trauma hampir mencapai 25% dari 2 juta penduduk indonesia
setiap tahunnya. Pada tahun 2012-2013 tercatat sebanyak 100.215 penderita di semua rumah
sakit yang ada di jawa timur, belum termasuk kalangan muda yang hampir 698 orang setiap
harinya hampir 30%, penderita trauma mata banyak terjadi pada kalangan lansia karena
faktor usia dan juga kerja dari organ tubuh yang menurun, juga banyak faktor lain yang
mendukung baik faktor endogen maupun eksogen.
Dalam hal ini pemerintah sangat antusias atas angka kejadian trauma mata yang kini
semakin meningkat, penyelenggaraan program kesehatan gratis serta peningkatan kualitas
hidup pada usia lanjut sangat di utamakan dan berjalan merata, mulai dari sabang sampai
merauke (seluruh indonesia) harus mendapat pelayanan yang maksimal.
Kami sebagai seorang calon perawat yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat sangatlah memperihatikan penuh terhadap para penderita trauma mata karena
dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Langkah awal dari penanganan mulai dari
pencegahan hingga proses keperawatan terdapat dalam makalah ini yang kami susun agar
sebaik mungkin dan semoga memberi manfaat yang maksimal bagi pembaca, tenaga
kesehatan maupun kalangan umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk
ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1.
Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan
konjungtiva. Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai
jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan
melicinkan permukaan bola mata.
2.
Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida
kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini
diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di
dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh
darah
3.
Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
a) Otot-otot penggerak bola mata
b) Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding
juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
c) Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masingmasing
4.
b)
Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga
hidung
B. DEFINISI
Trauma menurut definisi American Heritage Dictionary adalah luka, khususnya yang
disebabkan oleh cidera fisik yang tiba-tiba. Cedera menurut definisi National Committee
for Injury Prevention and Control adalah kerusakan yang tidak disengaja atau disengaja
pada tubuh yang disebabkan oelh pajanan akut terhadap tenaga panas, mekanis, listrik, atau
kimia atau akibat tidak adanya kebutuhan esesnsial seperti panas atau oksigen.
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat
kimia ataupun oleh benda tumpul, benda keras, dan tajam (Anas Tamsuri,2011).
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat.
Trauma mata adalah tindakan sengaja atau tidak disengaja yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Macam-macam bentuk trauma:
1. Fisik atau Mekanik
a) Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup
botol tidak dengan alat, ketapel.
b) Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
c) Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam,
terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin,
dan peluru karet.
2. Khemis
a) Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem (perekat).
b) cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
3. Fisis
a) Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b) Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
C. Klasifikasi
1.
2.
Trauma Alkali
Trauma alkali adalah trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan
membran sel disertai dehidrasi sel. Terjadi kerusakan jaringan yang menembus sampai ke
lapisan yang lebih dalam dengan cepat dan berlangsung terns hingga kerusakan terus
terjadi lama setelah trauma. Terbentuk koagulase yang akan merusak retina dan berakhir
dengan kebutaan. Bahan kaustik soda dapat menembus bilik mata depan dalam waktu 7
3.
luka pada kornea, edema disertai edema kelopak mata, kemosis konjungtiva,
hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat, penglihatan menurun dan klien
tidak dapat membuka matasebagai mekanisme protektif. Pada leserasi kornea yang
terjadi karena penetrasi benda tidak boleh di cabut kecuali oleh ahli oftalmologi
untuk mempertahankan struktur mata pada tempatnya. Trauma tembus pada kornea
dat disertai oleh trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang kecil hanya menyebabkan
katarak yang terisolasi tanpa menggangu penglihatan.
f. Trauma Tembus pada Koroid dan Retina
Trauma tembus yang di sertai keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi
cukup luas pada sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
g. Trauma Tembus pada Orbita
Trauma yang mengenai orbita dapat merusak saraf optik sehingga dapat
menyebabkan kebutaan. Tanda berupa proptosis karena perdarahan intraorbital,
perubahan posisi bolamata, pembatasan pergerakan bolamata, protrusi lemak orbital
ke dalam luka perforasi, defek lapang pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf
optik, serta hilangnya sebagian pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai
otot-otot luar mata.
4. Trauma Termis
Biasanya disebabkan oleh api atau air panas. Meskipun trauma thermis pada
wajah dan periorbital sering terjadi, trauma thermis langsung pada mata sendiri relative
jarang.Karena cepatnya reflek kelopak mata menutup. Sebagian besar trauma thermal
merusak kelopak mata, bulu mata. Alis dan kulit sekitarnya. Pada kasus kasus yang
berat dapat mempengaruhi konjungtiva ataupun kornea.
5. Trauma Elektrik
Trauma elektrik langsung pada mata jarang terjadi. Arus listrik yang kuat dapat
menyebabkan kongesti pada konjungtiva, kekeruhan pada kornea, inflamasi pada iris
dan korpus siliaris, perdarahan pada retina, neuritis dan katarak dapat terjadi 2 4 bulan
setelah trauma.
6. Trauma Radiasi
Jenis radiasi yang sering menyebabkan trauma pada pada mata adalah radiasi
ultraviolet ( UV ), infra red, dan ion. Epithel kornea mudah terkena radiasi UV. Gejala
timbul beberapa jam setelah terpapar, sel sel epithel kornea akan terlepas.Meskipun
sangat sakit, sel sel epithel kornea ini biasanya akan sembuh sendiri dalam 24 jam.
Penyebab tersering trauma UV pada mata adalah tidak adanya perlindungan terhadap
penyinaran lampu yang berkekuatan tinggi, pekerjaan mengelas dan terpapar sinar
matahari yang lama diluar rumah. Kelainan macula yang dapat timbul karena langsung
menatap sinar matahari disebut solar retinopati. Selain itu, sinar UV ini juga dapat
menyebabkan photo-opthalmia, dan merupakan factor pencetus untuk terjadinya katarak
senilis Keluhan berupa skotoma sentral, kromatopsia, matamorpopsia dan nyeri kepala.
Sinar las yang terlalu lama dapat juga menyebabkan kelainan pada makula sehingga
dapat menimbulkan penurunan penglihatan dengan skotoma sentral, defek lapangan
pandang perifer yang kosentrik.
Terpapar sinar radiasi/ion sangat berhubungan dengan ledakan nuklir, Xray dan
radioisotope.Sinar X dan sinar laser dapat pula menyebabkan makulopati seperti sinar las
dan sinar matahari. Radiasi ion pada mata dapat menyebabkan oedem, kemosis pada
konjungtiva maupun kornea (keratokonjungtivitis radiasi), dermatitis radiasi pada
kelopak mata, berkurangnya produksi air mata dan pada tahap lanjut juga
dapat
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau
korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini
merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a) Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b) Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c) Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan
mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan
glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu
membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di
tutup dengan verband.
5. Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis
maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6. Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di
sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya
operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7. Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi
silau.
8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi
gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di
lakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada
korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di
sebut traumatic angle yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan
operasi.
F. PATOFISIOLOGI
G. Penatalaksanaan
1. Trauma Alkali
a. Irigasi, secepatnya aliri air keran, sebaiknya dengan NaCl 0,9% (cairan fisiologis
tubuh) selama 15 menit, lebih lama lebih baik.
b. EDTA diberikan segera setelah terkena, 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam
selanjutnya beberapa kali sehari.
c. Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.
d. Siklopiegik (sulfas tropin 1%) 3x1 tetes per bar.
e. Steroid secara lokal atau sistemik diberikan bila peradangan sangat hebat dengan
pemantauan ketai. Pemberian setelah 5 minggu dapat menghambat epitelisasi.
f. Anxilgesik dan anastesik topikal dapat diberikan.
g. Rawat
2. Trauma Asam
a. Irigasi secepatnya dengan air keran atau dengan NaCl 0,9% (cairan fisiologis
tubuh). Minimal 15 menit. Lebih lama lebih baik. Irigasi sebersih mungkin
termasuk daerah forniks dengan menggunakan swab kapas.
b. Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
c. Siklopegik (sulfasatropin 1%) bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam.
d. EDTA diberikan 1 minggu setelah trauma.
3. Trauma Tembus
Diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera dikiran pada dokter mata
untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik secara oral atau intravena,
anti tetanus profilaktik, analgesik, dan sedatif bila perlu. Tidak boleh diberikan steroid
lokal dan bebat tidak boleh menekan bola mata.
4. Benda Asing Intraokular
Pada dasarnya benda asing pada bola mata perlu dikeluarkan sehingga
direncanakan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat pada bola
mata, misalnya melewati sklera agar tidak merusak jaringan lain.
Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnet raksasa,
sedangkan yang tidak magnetik dikeluarkan dengan vitrektomi.