PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah
penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Indonesia dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak memiliki penderita kusta.
Dua negara lainnya adalah India dan Brazil.
Bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama
Gerhard Armauer Hansen, pada tahun 1873 lalu. Umumnya penyakit kusta terdapat di negara
yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi
lemah.
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai microbakterium,
dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang
yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam
atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil tahan asam.
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dan diduga faktor
genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok
penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta
yang berbeda pada setiap individu.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha
mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda.Masa inkubasi maksimum dilaporkan
selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah
terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum,
telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.
B. TUJUAN UMUM
Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang pelaksanaan ASKEP pada klien
dengan Kusta dengan menggunakan metode proses keperawatan.
C. TUJUAN KHUSUS
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
(Depkes RI, 1998).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae). (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
2. Etiologi
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas
bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara
40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar
0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan
BTA.
3. Patofisiologi (WOC)
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau
sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah
berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah
yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada
intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.
Microbakterium Leprae
Senso
ri
Motorik
Otonom
m
Anaste
si
kelemahan
Gangguan
kelenjar keringat,
kelenjar minyak,
aliran darah
Tangan/
kaki:
kurang rasa
Kornea mata
anastesi
reflek kedip
mata
berkurang
Luka
Infeks
i
Mutilasi
Absorpsi
tulang
Buta
Tangan/kaki:
lemah/lumpu
h
jari bengkok/
kaku
Luka
Mata
Logophthalm
us
Infeksi
Buta
Benjolan-benjolan
kecil diseluruh
tubuh
inflamasi
Mutilasi
absorpsi
tulang
Ggg
konsep
diri
Kulit: kering
/pecah/
kemerahan
Intoleran
aktivitas
4. Manifestasi Klinis
Kerusaka
n
integrita
s kulit
Nyeri
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda
kardinal berikut :
kulit
bisa
berupa
bercak kamarahan,
bisa
kecil-kecil
dan
tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalankulit yang luas (infiltrat) yang
tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagaibenjolan-benjolan merah sebesar
biji jagung yang sebesar di badan, muka dan dauntelinga. Sering disertai rontoknya
alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana
karena rusaknya tulang rawan hidung. Kecacatan padabentuk ini umumnya terjadi
pada fase lanjut dari perjalanan penyakit.
Pada bentuk yang parah bisa terjadi muka singa (facies leonina). Diantara
kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan(tipe
borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini
dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.
5. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak
ditemukan lesi ditempat lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu
ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae
ialah:
a) Cuping telinga kiri atau kanan
b) Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
a) Tidak menyenangkan pasien
b) Positif palsu karena ada mikobakterium lain
6
5) Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari
yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB
dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
b. Perawatan umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan.
Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena
kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.
jam
Keadaan basah diolesi minyak
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
10
Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan,
dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi
akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika
ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana
dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
2. Diagnosa
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi
jaringan
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh
e. Resiko tinggi kecacatan berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
3. Intervensi
a. diagnosa 1
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti
dan berangsur-angsur sembuh.
2) Kriteria :
a) Menunjukkan regenerasi jaringan
b) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
3) Intervensi:
a) Kaji/ catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka
Rasional : Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi
dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
b) Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
12
sekitar.
c) Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah
penyebaran pada jaringan sekitar
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
d) Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional : Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk
mempertahankan kebersihan lesi
e) Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional : Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan
b. Diagnosa 2
1) Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan
berangsur-angsur hilang
2) Kriteria:setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat
berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
3) Intervensi:
a) Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional:Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan
b)
c)
d)
e)
intervensi.
Observasi tanda-tanda vital
Rasional:Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional:Dapat mengurangi rasa nyeri
Atur posisi senyaman mungkin
Rasional:Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:menghilangkan rasa nyeri
c. Diagnosa 3
1) Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi
dan aktivitas dapat dilakukan
2) Kriteria:
a) Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
b) Kekuatan otot penuh
3) Intervensi:
a) Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
13
c)
perilaku
positif
dan memberikan
e)
berdasarkan realitas
Berikan penguatan positif
Rasional : kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku
koping positif
Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
14
e. Diagnosa 5
1) Tujuan : Mencegah terjadinya kecacatan pada penyakit kusta
2) Kriteria hasil : tidak terjadinya kecacatan pada penyakit kusta
3) Intervensi :
a) Perawatan mata dengan lagophthalmos
Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau
b)
kotoran
Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu.
Perawatan tangan yang mati rasa
Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda
luka, melepuh
Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang
setengah jam
Keadaan basah diolesi minyak
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c)
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium
leprae.
Adapun cirri-ciri sesorang terkena kusta ialah sbagai berikut :
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
2. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang
lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf
terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan
kelemahan otot.
3. BTA positif
16
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta
Juall, Lynda, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II, EGC.
Jakarta, 1995
17
LAMPIRAN GAMBAR
18
Komplikasi Kusta
19