Anda di halaman 1dari 13

MENINGITIS

Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai
piameter, arachnoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis.
Penyebab meningitis pada beberapa golongan umur:
1. neonatus : Escheria colli, Streptokokus beta hemolitikus, Listeria monositogenes.
2. anak dibawah 4 thn : Hemofilus influenza, Meningokokus, Pneumokokus
3. anak diatas 4 thn & org dewasa: Meningokokus, Pneumokokus
Beberapa keadaan yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya meningitis,
yaitu mencakup : infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit
dan hemoglobinopati lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala, dan pengaruh
immunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyongkong perkembangan bakteri.
Meningitis dibagi menjadi dua :
1. Meningitis purulenta
2. Meningitis tuberculosis

MENINGITIS PURULENTA
Definisi
Meningitis purulenta adalah infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non
spesifik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak.

Etiologi
Penyebanya

antara

lain:

diplococus

pneumoniae,

Neisseria

meningitidis,

Streptococcus haemolytiicus, Staphylococcus aureus,haemophilus influenzae, esherchia coli,


klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa

Patogenesis
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui:
1) Aliran darah (hematogen), yang disebabkan

infeksi ditempat lain seperti

faringitis,tonsillitis, endokarditis,pneumonia,infeksi gigi. Dari keadaan diatas biakan kuman


yang ditemukan positif pada darah, juga sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.
Proses terjadinya meningitis bacterial melalui jalur hematogen diawali, dengan perlekatan
bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus
rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakterimia.
Selanjutnya bakteri masuk kedalam cairan serebrospinal melalui pleksus khoroideus ventrikel
lateralis dan meningen, kemudian bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subaraknoid
dengan cepat dan memperbanyak diri didalamnya.
2) Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis,mastoid, abses otak, dan sinus kavernosus.
3) Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal,dan
mielokel.
4) Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena:
Aspirasi dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau
oleh kuman- kuman yang normal yang ada pada jalan lahir.
Infeksi bacterial secara transplasental,terutama listeria.
Sebuah konsep patofisilogi meningitis bakterial akhir-akhir ini diperkenalkan yaitu
suatu proses yang kompleks, komponen-komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan
dalam menimbulkan respon peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan
perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intracranial dan penurunan
aliran darah otak yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah
ada bakterimia atau embolus septik yang diikuti dengan masuknya bakteri kedalam susunan
saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat- tempat yang lemah
yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus khoroid yang merupakan tempat pertumbuhan yang

baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri
berada dalam LCS, kemudian tersebar secara pasif mengikuti aliran LCS mengikuti system
ventrikel keseluruh ruang subarachnoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu lisis akan melepaskan dinding
sel atau komponen-komponen membran sel (endotoksin,teichoid acid dll).yang menyebabkan
kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan diselaput otak atau meningen
sehingga timbul meningitis. Bakteri gram negative pada waktu lisis akan melepaskan
lipopolisakarida/endotoksin atau kuman gram positif akan melepaskan teichoid acid.
Produk-produk aktif tersebut merangsang sel endotel dan makrofag disusunan saraf
pusat (sel astrosit dan mikroglia) untuk memproduksi mediator inflamasi seperti interleukin-1
dan tumor necrosis factor (TNF) yang berperan dalam proses awal dari bebarapa mekanisme
yang menyebabkan peningkatan tekanan intrkranial, yang dapat pula terjadi Syndroma
Inappropriate secretion of Antidiuretic Hormon (SIADH) yang diduga disebabakan oleh
proses peradangan dan mengakibatkan peningkatan pelepasan atau kebocoran vasopressin
endogen system supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar ,dan SIADH ini
menyebabkan hipervolemia ,oligouria dan peningkatan osmolaritas seru menurun sehingga
timbul gejala-gejala water intoksikasi yaitu mengantuk, irritable,dan kejang.
Pada meningitis bacterial terjadi

pula penurunan autoregulasi (akibat adanya

peninggian tekanan intracranial dan penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus yang
menyebabkan menurunnya aliran darah otak) terutama pada pasien yang mengalami kejang.
Akibat lainnya adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang dapat mengakibatkan otak
mudah mengalami iskemia dan vaskulopati. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan
kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa.

Gejala Klinis
Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis purulenta.
Tanda dan gambaran kinis sangat bervariasi sangat tergantung umur pasien lama sakit
dirumah sebelum diagnosis dibuat dan respon tubuh terhadap infeksi.
Beberapa gejala yang nampak , yaitu:
1. Gejala infeksi akut

Anak menjadi lesu, panas muntah, anoreksia dan pada anak yang lebih besar mungkin
didapatkan keluhan sakit kepala, muntah, demam, menggigil, nyeri pada punggung dan sendi.
Pada infeksi yang disebabkan oleh Meningococcus,terdapat petekie dan herpes labialis.
2. Gejala tekanan intracranial meninggi
Anak sering muntah, nyeri kepala(pada anak yang lebih besar),morning cry(pada
neonatus. Kesadaran bayi dan anak menurun dari apatis sampai koma. Kejang yang terjadi
dapat bersifat umum fokal atau twitching. Ubun-ubun besar menonjol dan tegang, terdapat
kelainan serebral lainnya seperti paresis atau paralysis ,strabismus (crack pot sign) dan
pernapasan cheyne stokes.
3. Gejala rangsangan meningeal
Terdapatnya kaku kuduk,bahkan rigiditas umum. Tanda-tanda spesifik seperti Kernig,
Brudzinski I,dan II positif dapat timbul dalam waktu sekitar 12-24 jam. Pada anak besar
sebelum gejala diatas terjadi, sering terdapat keluhan sakit dileher dan punggung.

Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah tindakkan untuk memperoleh likour serebrospinalis dan untuk
mengetahui keadaan lintasan likour. Daerah pungsi lumbal diantara L4 dan L5.
Diagnosis pasti meningitis bacterial dapat ditegakan dengan pemeriksaan LCS
melalui pungsi lumbal,kenaikan kadar protein dan penurunan kadar glukosa cairan
cerebrospinal umumnya didapati pada meningitis bacterial. Hal ini dapat membantu
membedakannya dengan meningitis tuberkulosa.
Pada meningitis purulenta cairan LCS ditemukan:

Tekanan
Tekanan cairan otak meningkat di atas 180 mm H2O
Warna
Cairan otak berwarna mulai dari keruh sampai purulen bergantung pada jumlah
selnya.
Sel

Jumlah leukosit meningkat, biasanya berjumlah 200-10.000 dan 95% terdiri dari sel
PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN

(mononuclear) terhadap sel PMN meningkat.


Protein
Kadar protein meningkat, biasanya di atas 75 mg/100 ml.
Klorida
Kadar klorida menurun, kurang dari 700 mg/100 ml.
Gula
Kadar gula menurun, biasanya kurang dari 40 mg% atau kurang dari 40% kadar gula
darah yang diambil pada saat yang bersamaan.
Biakan likuor
Pada biakan likuor dapat ditemukan bakteri.
Bila likuor didiamkan akan membeku membentuk endapan fibrin seperti
sarang laba-laba. Kultur dan uji resistensi bakteri pada cairan serebrospinal
baru akan ada hasil setelah 48-72 jam,

Indikasi pungsi lumbal :


1. untuk mengetahui tekanan dan mengambil sample untuk pemeriksaan sel,kimia, dan
bakteriologi.
2. untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor, dan
spinal anestesi.
3. untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoenchephalografi dan
zat kontras pada myelograf.
Serta bila didapatkan keadaan antara lain seperti dibawah ini:
1. Setiap penderita dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau
yang dilihat sendiri.
2. Adanya paresis atau paralysis dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis N VI.
3. Koma.
4. Ubun-ubun besar yang menonjol.
5. Kaku kuduk dengan kesadarn yang menurun.
6. Tuberkulosis miliaris.
7. Leukemia.
8. Spondilitis tuberculosis.
9. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis,
10. Sepsis
11. Demam yang tidak diketahui sebabnya.

Kontraindikasi :

1.
2.
3.
4.

Syok
Infeksi local disekitar tempat pungsi lumbal
Peningkatan tek.intrakranial ( oleh tumor, space occupying lesion,)
Gangguan pembekuan darah yang belum diobati
Pungsi dilakukan pada setiap pasien dengan kecurigaan meningitis. Meskipun

hasilnya normal, orbita dengan kejang atau twitservasi pasien dengan ketat,sampai keadaanya
kembali normal. Pungsi lumbal dapat diulang setelah 8 jam bila diperlukan.

Pengobatan
1. Kesadaran yang menurun yang seringkali disertai muntah-muntah atau diare merupakan
gejala yang umumnya didapat pada penderita meningitis bacterial. Oleh karenanya,
untuk membina masukan yang baik, penderita perlu langsung mendapat cairan intravena.
Bila didapatkan tanda asidosis maka hal ini harus dikoreksi dengan memberikan cairan
yang mengandung korektor basa, darah atau plasma dapat diberikan menurut keperluan.
2. Bila anak masuk dalam kasus konvulsius dapat diberikan dengan diazepam
0,5mg/kgBB/kali intravena yang diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian
bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya dengan dosis yang
sama dapat diberikan secara intramuscular.setelah kejang dapat diatasi, diberikan
fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg, anak<1 tahun: 50 mg, dan >1 tahun : 75
mg. selanjutnya pengobatan rumat diberikan fenobarbitel dengan dosis 8-10
mg/KgBB/hari dibagi dalam dua dosis.
3. Karena penyebab utama meningitis purulenta pada bayi dan anak di Indonesia adalh
hemophilus influenza dan Pneumococcus,sedang Meningococcus jarang sekali maka
diberi ampisilin intravena 400 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 dosis ditambah
kloramfenikol 100 mg/KgBB/ hari intravena dibagi dalam 4 dosis.
4. Kasus meningitis neonatus dan bayi muda disebabkan salmonella sp. Maka pengobatan
terhadap neonatus yang dianjurkan adalah sefalosporin 200 mg/KgBB/ hari intravena
dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin. Dengan dosis awl 10 mg/KgBB/hari
intraven, dilanjutkan dengan 15 mg/KgBB/hari atau dengan gentamisin 6 mg/KgBB/ hari
masing-masing dibagi dalam dua dosis.
5. Antibiotic yang digunakan untuk menigitis bacterial berdasarkan jenis kuman yang
menginfeksi :
1. H.influenza: ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim.

2. S. pneumoniae:penisilin, kloremfenikol, sefuroksim, seftriakson, vankomisin.


3. N.meningitidis: pennisilin,kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson.
4. Stafilococcus: nafsilin, vannkomisin,rifampisin.
5. Gram negative: sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin.

Komplikasi
Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang
terlambat diantaranya ialah efusi subdural,empiema subdural, edema dan herniasi serebral,
ventrikulitis, abses serebri,sekuele neurologist berupa paresis atau paralysis sampai
desebrasi,hidrosefalus akibat sumbatan pada jalanya atau resorbsi,atau produksi likuor yang
berlebihan, sindroma Water friderichen(septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral).

MENINGITIS TUBERCULOSIS
Definisi
Meningitis TB adalah radang selaput otak akibat komplikasi TB primer. Kejadian
meningitis TB bervariasi tergantung pada tingkat sosio-ekonomi, kesehatan masyarakat, umur
dan status gizi. Imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi M.
tuberkulosis yang virulen. Imunitas yang terbentuk tidaklah mutlak menjamin tidak
terjadinya infeksi TB pada seseorang namun infeksi yang terjadi tidak progresif dan tidak
menimbulkan komplikasi yang berat seperti meningitis TB.

Etiologi
Penyebab yang paling sering pada meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium
Tuberkulosa.

Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer
biasanya dari paru, dengan fokus infeksi ditempat lain. Dari fokus infeksi primer, kuman
masuk kesirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat

menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa
fokus metastasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel diotak, atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman
secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik.
Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang
pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologis. Kuman kemudian
langsung masuk ruang suarkhnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah
dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau tahun.
Bila ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitisasi maka masuknya kuman kedalam
ruang subarakhnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam
cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah,
tetapi kemudian tampak jelas diselaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis
yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis berupa paralisis saraf kranialis.

Gejala Klinis
Lincoln membagi meningitis tuberculosis dalam 3 stadium :

Stadium pertama
Secara khas berakhir 1-2 minggu, ditandai oleh gejala-gejala non spesifik, seperti

demam, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk, dan malaise. Tanda-tanda neurologist setempat
tidak ada, tetapi bayi dapat mengalami stagnasi atau kehilangan perkembangan kejadian yang
penting.

Stadium kedua
Fase selanjutnya disebut stadium meningitis, yang ditandai dengan memberatnya

penyakit yaitu terjadi rangsangan pada selaput otak. Biasanya mulai lebih mendadak. Tandatanda yang paling sering adalah lesu, kaku kuduk, kejang-kejang, tanda kernig atau
Brudzinski positif, hipertoni, muntah, kelumpuhan saraf cranial, dan tanda-tanda neurologis
setempat lain. Percepatan penyakit klinis biasanya berkorelasi dengan perkembangan
hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakrania, dan vaskulitis. Beberapa anak tidak
mempunyai tanda-tanda ensefalitis, seperti disorientasi, gangguan gerakka, atau gangguan
bicara.

Stadium ketiga

Ditandai dengan koma, hemiplegi, atau paraplegi, atau hipertensi, sekap deserbasi
(kadang-kadang timbul spasme klonik pada ekstremitas), kemunduran tanda-tanda vital,
dapar terjadi hidrosefalus dan akhirnya kematian.
Tiga stadium diatas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain, akan
tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal; menurut
Holt berlangsung 2,5 minggu, kemudian meyers menemukan sekitar 17-43 hari sebelum
meninggal. Dikatakan akut apabila stadium tersebut berlangsung 1 minggu.
Gejala meningitis lain yang bisa dikenali pada balita adalah jaundice (warna kulit
menguning), tubuh dan leher terasa kaku, demam ringan, tidak mau makan atau tidak mau
minum ASI. Biasanya tangisannya juga lebih keras dan nadanya tinggi. Periksa juga apakah
ada benjolan pada ubun-ubun si kecil.
Kaku kuduk yang timbulnya bertahap, kelumpuhan saraf cranial yang terjadi sekitar
20-30 %, mula-mula unilateral kemudian bilateral. Tersering mengenai N.VI, kemudian N.III
dan IV, yang terjadi memberi gejala strabismus dan diplopia, sedang N.VII jarang terkena.
Demikian juga saraf cranial yang lain, meskipun keterlibatan N.II dapat menyebabkan atropi
dan kebutaan. Gangguan pendengaran karena keterlibatan N.VIII.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial menjadi lebih jelas, yaitu pebesaran kepala
dan pembojolan ubun-ubun besar pada bayi serta papil edema pada anak yang lebih besar,
gejala hidrosefalus juga lebih jelas, yaitu berupa sakit kepala, diplopia dan penglihatan kabur.
Pada stadium selanjutnya sesuai dengan berlanjutnya proses penyakit, maka gangguan
fungsi otak makin jelas yaitu penurunan kesadaran, iritabel, apatik, mengantuk, strupor, dan
koma, atau koma menjadi lebih dalam, otot ekstensor menjadi kaku dan spasem sehingga
seluruh tubuh kaku dan timbul opistotonus, oleh karena dekortikasi dan deserbasi. Stadium
ini berlangsung kurang lebih 2-3 minggu. Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekal. Nadi
dan pernapasan mejadi tidak teratur, timbul hiperpireksia dan akhirnya meninggal. Timbulnya
gambaran klinis gangguan batang otak ini disebabkan karena infark batang otak akibat lesi
pembuluh darah atau strangukasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.

Pemeriksaan Cairan Serebrospinalis


Pada pemeriksaan likour didapat:

Cairan likour jernih

Jumlah sel leukosit meningkat 50-4000 / m3 dimana terdapat limfosit predominan

Kadar glucosa menurun sampai dibawah 40 mg %

Kadar protein meningkat antara 80-400 mg, tetapi dapat meningkat sampai 1000 mg /
100 mL, jika terjadi blok parcial atau komplit pada ruang subarakhnoid spinal

Florida menurun dibawah 600 mg %.

Pengobatan
Pada meningitis tuberkulosa dipakai 4 kombinasi tuberkulostatika yang dapat menembus
BBB :
1.
2.
3.
4.

INH
Pyrazinamid
Sterptomicin
Rimfapisin

Pemberian kortikosteroid apabila didapatkan keadaan :


1. Penderita dalam keadaan shock
2. Ada tanda-tanda kenaikan TIK
3. Ada tanda-tanda araknoiditis
4. Timbul tanda-tanda neurologis fokal yang progresiv.
Penggunaan steroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuvan. Steroid yang biasa
dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg/KgBB/Hari, selama 4-6 minggu. Setelah itu
dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tapping off).

Komplikasi
Identifikasi adanya komplikasi meningitis TBC dapat ditentukan dengan menemukan
adanya :

1.

Gejala sisa neurologis (paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensoris
ekstremitas). Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang

2.

terlambat
Atrofi optic
Atrofi optic dengan pengurangan ketajaman akibat kenaikkan tekanan intrakranial.

3.

Kebutaan
Bangkitan visual yang kemungkinan tersembunyi terunda dan memerlukan beberapa
waktu untuk sembuh pasca koreksi hidrosefalus.

4.

Gangguan intelektual
Rata-rata quosien intelegensia berkurang dibandingkan dengan populasi umum. Terutama
untuk kemampuan tugas sebagai kebalikkan dari kemampuan verbal. Kebanyakkan anak
menderita kelainan dalamfungsi memori.

5.

Seksual prekok, hiperproklatinemia, defisiensi hormon antidieuretik (ADH), hormon


pertumbuhan, kortikotropin, dan godanotropin.

Perbedaan Perjalanan Penyakit pada Meningitis Purulenta dan Meningitis


Tuberkulosis
* Gejala Klinis :

Meningitis Tuberkulosis

Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda


perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat
labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.

Penyebab : kuman Mikobakterium tuberkulosa varian hominis.

Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan


otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003)

Meningitis Purulenta

Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum,
rasa nyeri pada punggung serta sendi.

Penyebab:Diplococcus

pneumoniae

(pneumokok),

Neisseria

meningitides

(meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus


influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.

Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak,
darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik,
pemeriksaan EEG. (Harsono., 2003)

* Patogenesis :

Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberculosis primer dengan

focus infeksi ditempat lain. Dari focus infeksi primer, kuman masuk ke sirkulasi darah
melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat menimbulkan infeksi berat
berupa tuberculosis milien atau hanya menimbulkan beberapa focus metastasis yang biasanya
tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel diotak, selaput otak, atau medulla spinalis, akibat
penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalan tuberculosis
kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel
yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunnologis. Kuman
kemudian langsung masuk ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin tejadi segera
setelah terbentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersentisisasi maka masuknya kuman
kedalam ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan
dalam cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini timbul disekitar tuberkel yang pecah,
tetapi kemudian tampak jelas dan selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis
basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis berupa paralysis saraf
kranialis.

Meningitis Purulenta

Pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain.

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :


1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi ditempat lain seperti faringitis, tonsillitis,
endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini serng didapatkan biakan kuman
yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus kavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan
mielokel.
4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena:
-

Aspirasi dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir.

Infeksi bacterial secara transpalental terutama Leisteria.

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.
Saluran nafas merupakan port d entre utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta.
Proses terjadinya bacterial melalui jalur hematogen diawali dengan perlekatan bakteri pada
sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus rintangan
mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakterimia.
Selanjutnya bakteri masuk kedalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya.
Bakteri ini menimbulkan peadangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Anda mungkin juga menyukai