Anda di halaman 1dari 22

SIROSIS HEPATIS

PENDAHULUAN
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi berbagai
proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan
Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan
untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta
Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan
gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati
yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih
kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat atopsi.
DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung secara progressif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus degeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan
degenerasi nodularis parenkim hati menggantikan jaringan hepar normal.. Hal ini menyebabkan
kerusakan susunan parenkim seluruh hati dan fungsi hepar menurun progresif.
Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak

teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.
Istilah sirosis hepatis di berikan oleh Laence tahun 1918, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange, karena perubahan pada nodule nodule yang terbentuk. Salah satu
komplikasi yang paling serius dan membahayakan hidup pasien sirosis adalah terjadinya
pendarahan varises esofageal.

KLASIFIKASI
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus. Sirosis hati kompensata merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara
klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul >3 mm)
atau mikronodular (besar nodul < 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional, namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi :
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat
ETIOLOGI

Bruselosis

Ekinokokus

Penyakit

Skistosomiasis

Infeksi

Toksoplasmosis

Hepatitis virus (Hepatitis kronik B, C, D)

Penyakit

CMV (Cytomegalovirus)
Defisensi alfa-1 antitripsin

keturunan dan

Sindrom Fanconi

herediter

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit simpanan glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi fluktosa herediter

Tirosisemia herediter

Obat dan Toksin

Penyebab lain
atau tidak
terbukti

Penyakit wilson
Alkohol

Amiodaron

Arsenik

Obstruksi bilier

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)

sirosis bilier primer

kolangitis sklerosis primer


Penyakit usus inflamasi kronik

Fibrosis kistik

Sarkoidosis

Penjelasan :

Brucellosis (undulant fever) adalah suatu penyakit menular zoonosis yang penularannya
berasal dari susu, daging yang tidak steril yang berasal dari binatang yang terinfeksi oleh
Brucella melitensis (gram negatif) atau kontak langsung dengan hasil sekresi binatang
tersebut. Brucellosis menyebabkan penyakit kronis yang salah satu penegak diagnosisnya
pada biopsy hati adalah ditemukannya hepatitis granulomatous.

Konsumsi Alkohol jangka panjang. diperlukan waktu sekitar 10 tahun untuk


menimbulkan sirosis hepatis pada orang pengkonsumsoi alkohol berat. Pada wanita
biasanya dibutuhkan 2-3 kali minuman alkohol perhari agar dapat menibulkan sirosis
hepatis, sedangkan pada pria dibutuhkan 3-4 kali konsumsi perhari.

Hepatitis kronik B, C and D. Hepatitis virus ini menyebabkan inflamasi pada hati yang
nantinya akna menyebabkan kerusakan hati yang berlanjut pada keadaan kronik
menyebabkan sirosis hepatis.

Penyakit Wilsons. Adalah suatu penyakit heredider yang jarang terjadi dimana tembaga
(Cu) banyak terabsorbsi dan terakumulasi pada jaringan tubuh. terutama di hati.

Haemochromatosis. Adalah salah satu penyakit herediter yang sering terjadi di


Australia, dimana terlalu banyak zat besi terabsorbsi olh darah dan terdeposit di hati dan
organ lain.

Obstruksi duktus biliaris. Cairan empedu diproduksi oleh hati dan dibawa oleh duktus
biliaris ke luar hati dan ke vesica fellea untuk disimpan. Bila duktus biliaris terobstruksi
oleh karena inflamasi, empedu tereflux yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan hati
yang nantinya akan mengakibatkan sirosis. Sirosis bilier primer adalah penyakit pada
orang dewasa dimana terjadi kerusakan pada duktus biliaris.

Non-alcoholic fatty liver disease. Dalam kondisi ini, lemak terakumulasi di hati, yang
akan mengakibatkan inflamasi dan sirosis. Prevalensi penyakit ini meningkat seiring
dengan kondisi obesitas dan diabetes penderita.

EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. . Pria cenderung lebih sering terkena sirosis hepatis dibanding wanita. sekitar
1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya
sekitar 40 49 tahun.
Berdasarkan tabel di atas, prevalensi sirosis hepatis di negara barat yang tersering adalah
akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B maupun
C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan :

Virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%

Virus hepatitis C menyebabkan sirosis sebesar 30-40%

10-20% tidak diketahui (non B-non C)

PATOGENESIS
Normalnya, kolagen interstisial (tipe I dan III) berada pada pembuluh portal dan di
sekitar vena sentralis, kadang-kadang ada di ruang Disse (presinusoidal space) terletak di antara
sinusoid dan hepatosit. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III berada di semua bagian lobulus, dan
sel endotelial sinusoidal kehilangan fenestrasinya (kapilarisasi sinusoid). Sumber utama
kolagen yang berlebih ini berasal dari sel Ito. Sel Ito atau disebut juga dengan fat storing cell
adalah salah satu sel yang terletak di daerah perisinusoidal organ hati. Fungsi sel-sel tersebut
pada organ hati telah berkembang dari penyimpan lemak menjadi pusat metabolisme matriks
ekstraseluler dan produksi mediator. Kerusakan parenkim hepar mengaktivasi sel Ito, yang
mengalami transformasi menjadi sel mirip miofibroblas dan menghalangi aliran darah. Selain itu,
sel Ito mensekresi TGF-1 (Transforming Growth Factor), yang memicu respons fibrotik dan
proliferasi jaringan ikat. Sintesis kolagen distimulasi oleh:
-

Keadaan peradangan kronik, dengan pembentukan sitokin

Pelepasan sitokin oleh sel Kupffer

Kerusakan matriks ekstraselular yang normal.

Stimulasi toksik langsung sintesis kolagen.


Septum jaringan fibrosis memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada akhirnya

menggantikan keseluruhan susunan hepar, menyebabkan penurunan aliran darah melalui hepar
dan penurunan fungsi hepar. Fibrosis biasanya ireversibel dan disertai dengan adanya
reorganisasi susunan vaskuler, dengan pembentukan pintasan abnormal antara aliran masuk dan
keluar. Limpa mengalami kongesti, yang kemudian menyebabkan splenomegali dan peningkatan
sequestrasi trombosit. Adanya jaringan parut ini juga mengganggu kemampuan hepar dalam:
-

Mengontrol infeksi

Membersihkan darah dari bakteri dan toksin (detoksifikasi)

Memetabolisme nutrisi, hormon, dan obat-obatan

Sintesis protein (albumin, faktor pembekuan, komplemen)

Memproduksi asam empedu yang membantu menyerap lemak (termasuk kolesterol) dan
vitamin larut lemak.
Selanjutnya, sirosis dapat menyebabkan hipertensi portal intrahepatik dengan

konsekuensi klinis asites, pembentukan pintasan vena portosistemik, splenomegali kongestif, dan
ensefalopati hepatis.
Sirosis Alkoholik
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis laennec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul degeneratif
(sirosis mikronodular).
Metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular yang
mengakibatkan hipoksemia relatif pada daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi
(darerah perisentral) yang selanjutnya merangsang pembentukan radikal bebas yang
mengaktivasi banyak sitokin, antara lain TNF (Tumor Necrosing Factor), interleukin-1, PDGF
(platelet-derived growth factor) yang berperan pada proses angiogenesis, TGF-1. Asetaldehid

dapat mungkin mengaktivasi stellata sel, tetapi bukan faktor patogenik utama terjadinya sirosis
alkoholik.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik
konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah
besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstrasellular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan

perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang terus menerus (misal :
hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stellata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stellata, dan
jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

GEJALA KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis ( kompensata ), meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan muntah ( terutama pagi hari ), perubahan
kebiasaan defekasi ( konstipasi atau diare ), berat badan menurun, pada laki laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksual. Pada sebagian
besar kasus, hati keras dan mudah teraba tanpa memandang apakah hati membesar atau
mengalami atrofi. Terdapat juga nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran
kanan atas pada sekitar separuh penderita.
Bila sudah lanjut ( sirosis dekompensata ), manifestasi klinis yang utama terjadi akibat
dua tipe gangguan fisiologis yaitu gagal sel hati dan hipertensi porta. Manifestasi gagal
hepatoselular adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris ( warna
merah pada telapak tangan, dikaitkan dengan metabolisme estrogen ), spider angioma ( lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas ) , fetor
hepatikum ( bau napas yang khas pada pasien sirosis ), perubahan kuku-kuku Muchrche berupa
pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku, jari gada dan Asteriksis pada
ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi porta adalah
splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta caput medusa. Pada hipertensi porta, darah
dari vena porta mengalir melalui vena paraumbilikalis ke vena umbilikalis, berlanjut sampai
vena dinding abdomen, sehingga nampak caput medusa. Asites dapat dianggap sebagai
manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi porta.

Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis,


gangguan siklus haid, ikterus dengan warna urin seperti teh pekat, melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sulit konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.

DIAGNOSIS

ANAMNESIS
-

Identitas pasien
Keluhan utama : anoreksia, BB menurun, demam subfebril, mual dan muntah pada pagi

hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.
Riwayat penyakit infeksi, seperti bruselosis, toksoplasmosis, dan yang terpenting infeksi

virus hepatitis (hepatitis B dan C)


Riwayat penyakit keturunan dan metabolik
Riwayat pemakaian obat hepatotoksik
Riwayat kecanduan minuman beralkohol

PEMERIKSAAN FISIK
-

Inspeksi :
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Ikterus
Edema perifer
Eritema Palmaris
Spider angioma
Perubahan kuku-kuku Muchrche
Jari gada
Caput medusa
Pada laki laki dapat terlihat atrofi testis
Asteriksis

Palpasi : Hati keras dan mudah teraba, splenomegali

Perkusi : Asites

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
-

AST/SGOT dan ALT/SGPT meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT. Namun, apabila transaminase normal, tidak mengesampingkan adanya
sirosis.

Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal. Konsentrasi yang
tinggi dapat ditemukan pada kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

GGT (Gamma Glutamil Transpeptidase), konsentrasinya sama seperti alkali fosfatase


pada penyakit hati. Kadarnya tinggi pada penyakit hali alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi pada sirosis
hati yang lanjut kadarnya meningkat.

Albumin, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis karena sintesisnya


terjadi di jaringan hati,

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.

Waktu protrombin memanjang pada sirosis karena mencerminkan derajat disfungsi


sintesis hati.

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, karena ketidakmampuan
ekskresi air bebas.

Kelainan

hematologi

anemia,

penyebabnya

bisa

bermacam-macam,

anemia

normokrom, normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia dengan


trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Pemeriksaan radiologis barium meal digunakan untuk melihat varises sebagai konfirmasi
adanya hipertensi porta,

USG untuk melihat gambaran sudut dan permukaan hati, ukuran, homogenisitas, dan
adanya massa di hati. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan ekogenisitas parenkim hati. Selain itu, USG dapat
digunakan untuk melihat asites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta
skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

PENGOBATAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Kerusakan hati karena sirosis tidak
bisa kembali normal. Terapi berdasarkan penyebab sirosis dan komplikasi pnyakit. Terapi
ditunjukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penanganan umum
Penanganan umum adalah dengan memberikan diet yang benar dengan kalori yang cukup
sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) atau bilamana tidak ada koma
hepatik dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB dan jika terdapat retensi
cairan dilakukan restriksi sodium. Jika terdapat encephalopathy hepatic (ensefalopati
hepatik), konsumsi protein diturunkan sampai 60-80 g/hari. Disarankan mengkonsumsi
suplemen vitamin. Multivitamin yang mengandung thiamine 100 mg dan asam folat 1 mg.
Perbaiki defisiensi potasium, magnesium, dan fosfat. Transfusi sel darah merah (packed red
cell), plasma juga diperlukan.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna mempercepat
perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini adalah kalori tinggi, hidrat
arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet
diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap
pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi
garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat; serta mudah dicerna dan tidak merangsang.
Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindari.
Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber lemak, yaitu semua makanan
dan daging yang banyak mengandung lemak, seperti daging kambing dan babi serta bahan
makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian,
dan nangka.

2. Terapi Pasien Berdasarkan Etiologi

Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.

Hepatitis autoimun; bisa diberika steroid atau imunosupresif.

Hemokromatosis; flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan.

Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadi sirosis.

Hepatitis virus B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi
YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan , namun ternyata juga
banyak yang kambuh.

Hepatitis virus C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktivasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel
stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah anti fibrosis dan sirosis.
Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagi anti fibrosis. Selain itu, juga obatobatan herbal juga sedang dalam penelitian.

3. Pengobatan Sirosis Dekompensata


-

Asites dan edema


Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari atau 400-800 mg/hari. Restriksi cairan (800-1000 mL/hari) disarankan
pada pasien dengan hiponatremia (serum sodium <125 meq/L). Ada pasien yang
mengalami pengurangan asites hanya dengan tidur dan restriksi garam saja. Tetapi ada

juga pasien dengan retensi cairan berat atau asites berat, yang sekresi urinnya kurang dari
10 meq/L. Pada pasien asites dan edema dapat diberikan diuretik dan paracentesis.
-

Peritonitis bakterial spontan


Peritonitis bakterial spontan dapat ditandai dengan munculnya rasa sakit
abdomen, meningkatnya asites, demam, dan ensefalopati progresif pada pasien dengan
sirosis hepatis. Tetapi tanda-tandanya dapat ringan. Hasil cairan asites dari paracentesi
didapatkan jumlah sel darah putih lebih dari 500 sel/mL dengan PMN lebih dari 250/L
dan konsentrasi protein 1 g/dL atau kurang. Hasil kultur cairan asites, 80-90% didapatkan
E coli dan pneumococci, jarang anaerob. Jika terdapat 250/L atau lebih dapat diberikan
antibiotik intravena dengan cefotaxime 2 gram intravena setiap 8-12 jam, minimal dalam
waktu 5 hari. Penurunan PMN dapat terjadi setelah pemberian antibiotik selama 48 jam.
Angka kematiannya tinggi yaitu dapat mencapai 70% dalam 1 tahun. Terjadinya
peritonitis berulang dapat dikurangi dengan menggunakan norfloxacin, 400 mg sehari.
Pada pasien dengan sirosis yang beresiko tinggi terjadinya peritonitis bakteri
spontan (cairan asites < 1 g/dL), serangan peritonitis pertama kali dapat dicegah dengan
pemeberian norfloxacin atau trimethoprim-sulfamethoxazole (5 kali seminggu). Pada
peritonitis bakterial spontan selain diberikan antibiotika seperti sefalosporin intravena,
juga dapat diberikan amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia, penurunan
sekresi natrium urin, dan hipotensi pada pasien penyakit hati stadium hati. Sindrom
hepatorenal didiagnosa jika tidak ada penyebab gagal ginjal lainnya. Penyebabnya tidak
jelas, tetapi patogenesisnya karena vasokonstriksi ginjal, kemungkinan disebabkan
gangguan sintesis vasodilator renal seperti prostaglandin E2, keadaan histologi ginjal
normal. Terapi yang diberikan kebanyakan tidak efektif.
Berdasarkan penelitian terakhir, pemberian vasokonstriksi dengan waktu kerja
lama (ornipressin dan albumin, ornipressin dan dopamine, atau somatostatin analog
octreotide dan midodrione sebagai obat alpha adrenergik) dan TIPS memberikan
perbaikan.

Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat
disebabkan hati gagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena
disfungsi hepatoselular dan portosystemic shunting. Penangganan ensefalopati hepatik
dapat berupa : Pembatasan pemberian protein dari makanan, Lactulose, Neomisin sulfat.

Anemia
Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali
sehari sesudah makan. Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan
anemia makrositik yang berhubungan dengan alkoholisme. Transfusi sel darah merah
beku (packed red cell) dapat diberikan untuk mengganti kehilangan darah.

Manifestasi perdarahan
Hipoprotombinemia dapat diterapi dengan vitamin K (seperti phytonadione, 5 mg
oral atau sub kutan, 1 kali per hari). Terapi ini tidak efektif karena sintesis faktor
koagulasi menggalami gangguan pada penyakit hati berat. Koreksi waktu prothrombin
(prothrombin time) yang memanjang dilakukan dengan pemberian plasma darah.
Pemberian plasma darah hanya diindikasikan pada perdarahan aktif atau sebelum pada
prosedur invasif.

Pecahnya varises esofagus


Untuk mencegah terjadinya perdarahan pertama kali pada varices esofagus dapat
diberikan penghambat beta bloker non selektif (nadolol, propanolol). Pada pasien yang
tidak tahan terhadap pemberian beta bloker dapat diberikan isosorbide mononitrate. Beta
bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresik tinggi terjadinya
perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah. Profilaksis skleroterapi tidak boleh
dilakukan kepada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan varises esofagus
karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat meningkatkan angka kematian daripada
pengguna beta bloker. Ligasi varises (banding) dapat dilakukan pada pasien dengan
varises esofagus yang belum pernah perdarahan. Pemberian beta bloker dan esofagus

dapat dilakukan bersama-sama untuk mencegah perdarahan varises esofagus, hanya bila
ditinjau dari segi ekonomi. Bila kedua hal itu dilakukan bersama-sama tidak efektif
secara ekonomi.
Pencegahan perdarahan kembali dapat dilakukan skleroterapi atau ligasi, beta
bloker non selektif (propanolol, nadolol) 20 mg sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg
sekali sehari, isosorbide mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak 2 kali sehari sehari
atau 20-40 mg sebanyak 2 kali sehari, Transvenosus Intrahepatic Portosystemic Shunts
(TIPS), Surgical Portosystemic Shunts, dan transplantasi Hati.
-

Sindrom hepatopulmonal

Sindrom hepatopulmonal terjadi karena meningkatnya tahanan alveolar-arterial ketika bernapas,


dilatasi vascular intrapulmoner, hubungan arteri-vena yang menyebabkan shunt intrapulmonary
kanan-kiri. Pasien mengalami dyspnea dan deoxygenasi arterial saat berdiri dan menghilang saat
berbaring. Terapi mengunakan obat-obatan sudah tidak memberikan hasil, tetapi dapat membaik
dengan transplantasi hati. Transplantasi hati tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal (tekanan pulmonal > 35 mmHg)
4. Transplantasi hati
Transplantasi hati diindikasikan pada kasus irreversibel, penyakit hati kronik progresif,
gagal hati berat, dan penyakit metabolik dimana kelainannya terdapat di hati. Kontraindikasi
absolut adalah keganasan (kecuali karsinoma hepatoselular kecil pada sirosis hati), penyakit
cardio-pulmoner berat (kecuali pada pulmonary arteriovenous shunting karena hipertensi porta
dan sirosis), sepsis, dan infeksi HIV.
Kontraindikasi relatif adalah usia lebih dari 70 tahun, trombosis vena porta dan
mesenterikus, pengguna alkohol dan obat-obatan terlarang, dan malnutrisi berat. Tidak boleh
mengkonsumsi alkohol dalam 6 bulan sebelum transplantasi hati. Transplantasi hati harus
dipertimbangkan pada pasien dengan status mentalis yang berkurang, peningkatan bilirubin,
pengurangan albumin, perburukan koagulasi, asites refrakter, perdarahan varises berulang, atau
ensefalopati hepatik yang memburuk. Transplantasi hati memberikan harapan hidup 5 tahun pada
80% pasien.

Carcinoma hepatocelular, hepatitis B dan C, Budd-Chiari syndrome dapat terjadi lagi


setelah transplantasi hati. Angka terjadinya kembali hepatitis B dapat dikurangi dengan
pemberian lamivudine saat sebelum dan sesudah transplantasi dan saat operasi diberikan imuno
globulin hepatitis B. Dapat diberikan imunosupresi seperti cyclosporine atau tacrolimus,
kortikosteroid, dan azathioprine yang dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi, gagal
ginjal, gangguan neurologik, penolakan organ, oklusi pembuluh darah, atau banyaknya empedu.

PENCEGAHAN
Mengkonsumsi suatu diet yang seimbang dan satu multivitamin setiap hari. Hindari obat-obat
(termasuk alkohol) yang menyebabkan kerusakkan hati. Semua pasien-pasien dengan sirosis
harus menghindari alkohol. Kebanyakan pasien-pasien dengan sirosis yang disebabkan
alkohol mengalami suatu perbaikan fungsi hati dengan pantangan alkohol. Bahkan pasienpasien dengan hepatitis B dan C kronis dapat pada hakekatnya mengurangi kerusakkan hati
dan memperlambat kemajuan menuju sirosis dengan pantangan alkohol.
Basmi virus-virus hepatitis B dan hepatitis C dengan menggunakan obat-obat anti-virus.
Menekan sistim imun dengan obat-obat seperti prednisone dan azathioprine (Imuran) untuk
mengurangi peradangan hati pada hepatitis autoimun.
Imunisasi pasien-pasien dengan sirosis terhadap infeksi hepatitis B untuk mencegah suatu

kemunduran/kemerosotan fungsi hati yang serius. Sekarang ini tidak ada vaksin-vaksin yang
tersedia untuk imunisasi terhadap hepatitis C.

KOMPLIKASI
1. Koma Hepatikum
2. Ulkus Peptikum
3. Infeksi

Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,

glomerulonephritis

kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas, septikema


4.Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan
protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka
lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari
unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,
unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak
atau karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Akibatnya adalah
unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur
beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada
pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling
dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan
untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan,
atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat
menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak dari pasien dengan sirosis sangat peka pada
obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak
obat-obat yang secara normal didetoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu
penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang
digunakan untuk memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak
perlu didetoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang
dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.

5. Hepatorenal Syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal
berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakan fisik
pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahanperubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsurunsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan
hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan
bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara
berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu
dari satu atau dua minggu.
6. Hepatopulmonary Syndrom
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru
berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir
melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli
(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang

mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah
tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah
dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu berhubungan dengan
suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia
dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).

8. Edema dan ascites


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan
garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika
berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema
merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau
kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa
waktu setelah pelepasan dari tekanan. Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari
setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari
kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak
garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara
dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.

9. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)


Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan
yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya
dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana
mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk
melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan
jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites,
dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah
suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai
gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan
perut, diare, dan memburuknya ascites.
10. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari
usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam
vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui venavena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum
yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan
portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari
varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa perawatan segera,
dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk muntah darah
(muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee
grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah),

mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness)
atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika
berdiri dari suatu posisi berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang
belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varicesvarices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous
bacterial peritonitis.
11. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor
berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam
tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.
Gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati primer/utama adalah
sakit perut dan pembengkakan perut, suatu hati yang membesar, kehilangan berat badan, dan
demam. Sebagai tambahan, kanker-kanker hati dapat menghasilkan dan melepaskan sejumlah
unsur-unsur, termasuk yang dapat menyebabkan suatu peningkatan jumlah sel darah merah
(erythrocytosis), gula darah ang rendah (hypoglycemia), dan kalsium darah yang tinggi
(hypercalcemia).

DAFTAR PUSTAKA
Nurdjanah, Siti. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid I . Jakarta, Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI. 2006
Robbins, Kumar. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC. 1996.

Wikipedia. Cirrhosis. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/wiki/Cirrhosis.

[17 Mei

2009]. 2009.
http://amoxilin.wordpress.com/2008/01/28/sirosis-hepatis/
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf

http://www.mydr.com.au/gastrointestinal-health/liver-cirrhosis myDr, 2001 Copyright: myDr,


CMPMedica Australia, 2000-2009. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai