Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat
hidup masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.Pelayanan kesehatan ini berarti
setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dam mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan
perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya dapat
diwujudkan dengan memberikan asuhan pada ibu bersalin secara tepat.
Periode kala III persalinan dimulai saat proses lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta. Komplikasi utama yang terkait dengan periode
ini adalah perdarahan postpartum (PPH), yang merupakan penyebab
paling umum dari morbiditas dan kematian ibu di negara-negara
berkembang. Bahkan di negara maju, meskipun angka kematian ibu jauh
lebih rendah, PPH tetap menjadi perhatian utama. Peristiwa ini
dilatarbelakangi kejadian tromboemboli dan penyakit hipertensi sebagai
penyebab umum kematian ibu pada wanita yang kehamilannya berlanjut
setelah 20 minggu.Periode postpartum sangat dini ini berhubungan
dengan komplikasi ibu dari perdarahan, perpindahan cairan, dan
emboli.Selama kala ini, fokus dan perasaan emosional serta kelegaan
fisik ibu sering kali berubah secara spontan dari kelelahan konsentrasi
terhadap kelahiran yang actual menjadi eksplorasi dan pengenalan
terhadap bayinya yang baru lahir. Untuk memfasilitasi diperolehnya hasil
akhir yang aman dan sehat untuk ibu dan bayinya, kesehatan antenatal
dan juga persiapan intrapartum, keterampilan, ketekunan, dan keahlian
bidan merupakan faktor yang sangat penting.
Persalinan merupakan pergerakan keluarnya janin,
plasenta,dan membran dari dalam rahim melalui jalan
lahir. Proses ini berasal dari pembukaan dan dilatasi

serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,


durasi, dan kekuatan terus meningkat sampai pada
puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap
untuk pengeluaran janin dari rahim. (Asuhan Kebidanan
Pada Masa Persalinan, 2010,2).
persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin + urin), yang dapat hidup ke dunia luar,
dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain
(Sinopsis Obstetri,)
Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang
berbeda. (Ilmu Kebidanan,2012,297) dan disini kami akan
membahas kala tiga.
Kala III persalinan disebut juga kala uri atau
pengeluaran plasenta.dimana masa setelah lahirnya bayi
berlangsungnya proses pengeluaran plasenta ,tanda
tanda pelepasan plasenta :terjadi perubahan bentuk
uterus dan tinggi fundus uteri ,tali pusat memanjang atau
terjukur keluar melalui vagina /vulva ,adanya semburan
darah secara tiba tiba kala III ,berlangsung tidak lebih dari
30 menit .setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan
fundus uteri agak di atas pusat beberapa menit kemudian
uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya,biasanya plasenta lepas dalam 60 menit -15
menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
takanan pada fundus uteri ,pengeluaran plasenta ,disertai
dengan pengeluaran darah ,
Saat persalinan ,rongga panggul secara perlahan
akan di isi oleh kepala janin yang mendistensi
vagina;rectum tertekan,sebagaimana pula kandung kemih
yang berasa di bawah tekanan tamabahn segmen di
bawah rahim yang teregang ,tempat kandung kemih
melekat,yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi
(mulai inpartu) sampai saat ini masih belum di ketahui
dengan pasti .di perkirakan adanya sinyal biomolekular
dari janin yang diterima otak ibu akan memulai kaskade

penurunan progestreron, estrogen dan peningkatan


prostat landin dan oksitosin sehingga terjadilah tand tanda
persalinan.
Pada saat kontraksi bagian yang paling besar dan
keras dari janin adalah kepala janin posisi dan besar
kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.Kepala ini
pula yang paling banyak mengalami cedera didalam
persalinan sehingga dapat membahayakan hidup dan
kehidupan janin kelak hidup sempurna, cacat, atau
akhirnya meninggal.Biasanya apalabila kepala janin sudah
lahir maka bagian- bagian lain dengan mudah menysul
kemudian.

2. Rumusan Masalah

1.

Mengetahui fisiologi kala III

2.

Mengetahui manajemen aktif kala III

3.

Mengetahui pemeriksaan kala III

4.

Mengetahui Pemantauan kala III

5.

Mengetahui kebutuhan Ibu kala III

3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan disini adalah untuk
menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca
agar lebih memahami lagi tentang asuhan kebidanan II
persalinan kala III.

BAB II
PEMBAHASAN
1. FISIOLOGI KALA III
A. ASKEB III Persalinan,2014,
Kala tiga dimulai dari bayi lahir sampai lahirnya
plasenta atau uri.Partus kala tiga disebut juga kala uri. Kala
III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume
rongga uterus setelah kelahiran bayi.penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan
plasenta. Oleh karena tempat perlengketan menjadi kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta
menjadi berlipat, menebal kemudian terlepas sampai
dinding uterus. Setelah lepas , plasenta akan turun
kebawah uterus atau kedalam vagina. Kala III ini tidak kalah
pentingnya dengan kala I dan kala II. Kelalaian dalam
memimpin kala III dapat mengakibatkan kematian karena
pendarahan. Rata-rata lama kala tiga berkisar 15-30 menit,
baik pada primi para maupun multipara. Tempat implantasi
plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus
uteri atau dinding lateral. Sangat jarang terdapat pada
fundus uteri (hal.119).
B. ASKEB III Persalinan, CV TRANS info media 2009
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta
yang
berlangsung
tidak
lebih
dari
30
menit.setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus
uteri agak ke atas pusat beberapa menit ,kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya.biasanya plasenta lepas dalam 6 menit-15
menit,setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan fundus uteri. (hal.139)
C. ASKEB III persalinan. selemba medika 2011
Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan
volume rongga uterus kelahiran bayi penyusutan ukuran ini

menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan


plasenta. Oleh karena itu tempat perlengketan menjadi
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka,
plasenta menjadi berlipat, menebal, dan kemudian lepas
dari dinding uterus.

D.
JHIPIEGO,2003

ASUHAN

intrapartum,PUSDIKNAKES-WHO-

Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi


berada di dalam uterus, kontraksi akan terus berlangsung
dan ukuran rongga uterus akan mengecil. Pengurangan
dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan pengurangan
dalam ukuran tempat melekatnya plasenta. Oleh karena
tempatnya melekatnya plasenta tersebut menjadi lebih
kecil, maka plasenta akan menjadi tebal atau mengkerut
dan memisahkan diri dari dinding uterus. Sebagian dari
pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek saat
plasenta lepas. Tempat melekatnya plasenta akan berdarah
terus hingga uterus seluruhnya berkontraksi. Setelah
plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan
menekan semua pembuluh-pembuluh darah ini yang akan
menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya
plasenta tersebut. Sebelum uterus berkontraksi, wanita
tersebut bisa kehilangan darah 350-560/menit dari tempat
melekatnya
plasenta
tersebut.Uterus
tidak
bisa
sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu
seluruhnya. Oleh sebab itu, kelahiran yang cepat dari
plasenta segera setelah ia melepas dari dinding uterus
merupakan tujuan manajemen kebidana dari kala III yang
kopeten.
E. Asuhan persalinan normal bagi bidan oleh Ai Nuraisah
,SST,dkk
Pada kala III, otot uterus(miometrium)berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah

lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan


berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta.Karena
tempat
perlekatan
plasenta
menjadi
semakin
kecil,sedangkan ukuran plasenta tidak berubah,plaasenta
terlipat,menebal,kemudian
terlepas
dari
dinding
uterus.Setelah lepas,plasenta akan turun kebagian bawah
uterus atau kedalam vagina.

2. Manajemen Aktif Kala III


A. Definisi Manajemen Aktif Kala III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri.Ratarat lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun
multipara.Risiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih dari 30
menit, terutama antara 30-60 menit. (Sumarah, 2009)
Pentalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin
segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera
setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk
pelahiran plasenta.Penelitian selanjutnya mengonfirmasi kehilangan
darah yang jauh lebih sedikit pada penatalaksanaan aktif kala III, bahkan
pada populasi yang beresiko rendah mengalami perdarahan post-partum.
(Varney, 2007)
Thilagonathan dkk (1993) membandingkan suatu regimen
penatalaksanaan aktif dengan sintometrin (5 unit oksitosin dengan 0,5mg
ergometrin) dan traksi tali pusat terkontrol dengan salah satu
penatalaksanaan fisiologis ketika tali pusat tidak di klem dan plasenta
tidak dilahirkan dengan usaha ibu.Diantara 103 pelahiran cukup bulan
risiko rendah, penatalaksanaan aktif menyebabkan penurunan waktu
persalinan kala III tapi tidak ada penurunan kehilangan darah
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Mitchell dan Elbourne
(1993) menemukan bahwa sinometrin yang diberikan secara intra
muskular bersamaan dengan pelahiran bahu depan lebih efektif daripada
hanya oksitosin (5 unit intra muskular) pada pencegahan perdarahan
postpartum. (Cunningham, 2005)
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention2006 tentang praktik menejemen aktif kala tiga (Active Managemen of
Third Stage of Labour/AMTSL) di 20 rumah Sakit di Indonesia
menunjukkan bahwa hanya 30% Rumah sakit melaksanakan hal tersebut.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan praktik menejemen aktif
ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di
daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana

sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu


bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin
maka sudah sewajarnya jika menejemen aktif kala tiga tidak hanya
dilatihkankan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standart asuhan
persalinan. (APN, 2008)

B. Keuntungan-keuntungan manajemenaktif kala III


Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala
III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya
dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III. (APN,
2008)
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a)
Persalinan kala III yang lebih singkat
b)
Mengurangi jumlah kehilangan darah
c)
Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
C. Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
a)
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah
bayi lahir
b)
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c)
Masase Fundus Uteri.
Kesalahan penatalaksanaan kala tiga adalah
penyebab utama perdarahan kala tiga. Kesalahan
penatalaksanaan kala tiga dapat juga menjadi
penyebab inversi uterus serta syok yang mengancam
jiwa. (Varney,2007). Penatalaksanaan Manajemen Aktif
Kala III menurut buku Asuhan Persalinan Normal (2008)
adalah sebagai berikut:
1.Pemberian Suntukan Oksitosin
a) Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang telah disiapkan di
perut bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk
membantu memegang bayi tersebut.
b)
Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus.
Alasan : Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan
sangat menurunkan pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati

jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi


kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.
c)
Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
d)
Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan
oksitosin 10 Unit IM pada 1/3 paha bagian luar atas (aspektus
lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi
dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan
plasenta dan mengurangi kehilagan darah. Aspirasi sebelum
penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke dalam
pembuluh darah.
Gambar 2.3.1: Oksitosin dan meterghin

Catatan : jika tidak tersedia oksitosin, minta ibu untuk melakukan stimulasi
putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan
menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.
e)
Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu
maka akan memberi cukup waktu pada bayi untuk memperoleh
sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu (setelah 2 menit) baru
dilakukan penjepitan atau pemotongan tali pusat.
f)
Serahkan bayi yang terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi
menyusu dini dan kontak kulit-kulit dengan ibu.
g) Tutup kembali perut bawah iu dengan kain bersih.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong
persalinan yang sudah memakai sarung tangan dan mencegah
kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
2. Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT (CCT/ Controled
Cored Traction)
a)
Berdiri di samping ibu
b)
Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala
II) pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah
avulsi.

c)
Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat
tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding
abdomen) menekan uterus kee arah lumbal dan kepala ibu (dorsokranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya
inversion uteri.
d) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali ( sekitar 2 atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali
penegangan tali pusat terkendali.
e)
Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat
menjulur) tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan
dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat
dilahirkan.
Gambar 2 (a): Lahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali
pusat.
f)

Tetapi jika langka 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya


dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya
pennegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan
tali pusat.

Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu


sampai kontraksi berikutnya.Jika perlu, pindahkan klem
lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat
memanjang.Pertahankan
kesabaran
pada
saat
melahirkan plasenta.

Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan


tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus
uteri secara serentak.Ikuti langkah-langkah tersebut pada
setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding
uterus.
g) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan
tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
Alasan : segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding
uterus
akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Catatan : jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti


dengan tekanan dorso cranial secara serentak pada bagian bawah
uterus (diatas simfisis pubis)
h)
Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta
dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung.
Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua
tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin menjadi satu.
i)
Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
Alasan: melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan
membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
Gambar 2.3.2 (b): Kiri: melahirkan plasenta dan
menempatkannya dalam wadah. Kanan: selaput ketuban jangan
sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban menggunakan cunam.
j)
Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks
dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau
steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :

Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10


unit oksitosin IM dosis kedua.

Periksa kandung kemih.Jika ternyata penuh, gunakan teknik


aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi
atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.

Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorsokranial seperti yang diuraikan di atas .apabila tersedia akses dan
mudah menjangkau fasilitas kesehatan rujukan maka nasehati keluarga
bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta belum lahir setelah
30 menit bayi lahir.

Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan


melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya.

Jika plasenta tetap tidak lahir , rujuk segera. Tetapi apabila


fasilitas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian tibul perdarahan
maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual.Untuk melaksanakan
hal tersebut, pastikan bahwa petugas kesehatan telah terlatih dan
kompeten untuk melaksanakan tindakan atau prosedur yang diperlukan.
3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:


a)
Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin
merasa tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu
untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.
c) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus
tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan
atonia uteri.
d)
Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya
lengkap dan utuh
e)
Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum bisa
berkontraksi dengan baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara masase uterus sehingga mampu untuk segera
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
f)
Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selam 1 jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua
pascapersalinan.
Gambar 2.3.3: Masase Fundus Uteri
4. Tindakan yang Keliru dalam Manajemen Aktif Kala III
Tindakan yang kaliru diantaranya adalah sebagai berikut:
(Sumarah, 2009)
a) Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir.
b)
Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya
terlepas.
c) Kurang kompeten dalam mengevaluasi pelepasan plasenta.
d) Rutinitas katerisasi.
e) Tidak sabar menunggu saat lepasnya plasenta.
5. Kesalahan Tindakan Manajemen Aktif Kala III
Kesalahan yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut:
a)Terjadi inverse uteri. Pada saat menegangkan tali pusat terkendali
terlalu kuat sehingga uterus tertarik keluar dan terbalik.
b)
Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat
sedangkan plasenta belum lepas.
c) Syok.
6. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi: (Sumarah, 2009)
a)Selaput ketuban utuh atau tidak
b)
Plasenta : ukuran plasenta


Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus)
untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian
yang hilang).Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.

Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk


memastikan tidak ada bagian yang hilang.

Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk


memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
c.)Tali pusat : Jumlah arteri dan vena adakah arteri atau vena yang
terputus untuk mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah
sentral, marginal, serta panjang tali pusat.
2.4 PEMANTAUAN KALA III
A. Askeb II Persalinan,2014
1.

Perdarahan
Jumlah darah diukur, disertai pembekuan darah atau tidak

2.

Kontraksi uterus

Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama


melakukan manajemen aktif kala III (ketika PTT), sampai pada
saat plasenta lahir .pemantauan kontraksi dilajutkan selama
satu jam berikutnya dalam kala IV.
3.

Robekan jalan lahir / laserasi , rupture verenium

4.

Tanda vital

Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan, nadi


bertambah cepat, temperature bertambah tinggi, respurasi
berangsur normal, gastrointenstinal (normal, pada awal
persalinan mungkin muntah).
5.

Personal hyangine

Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama didaerah genitelia


sangat penting dilakukan
untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka
robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intra uterus.
(hal,127).

B. ASKEB II persalinan,2009
Pemantauan kontraksi ,robekan jalan lahir,dan
perineum,tanda vital,hygiene
Pemeriksaan apakah ada robekan pada utroitus vagina dan
perineum yang menimbulkan perdarahan aktif,bila ada robekan
yang menimbulkan perdarahan aktif,segera lakukan
penjahitan ,periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya
perdarahan pervaginam ,pastikan kontraksi uterus baik.
Pemantauan terhadap kontraksi uterus ,tanda perdarahan
pervaginam dan tanda vital ibu :2-3 kali dalam 10 menit
pertama:setiap 15 menit pada 1 jam pertama:setiap 20-30
menit pada jam kedua:pastikan kontraksi uterus ,bila kontraksi
uterus lebih baik,lakukan masase uterus dan beri metil
ergometrim 0,2 mg intramuscular
Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi kemudian
memeriksa tekanan darah dan nadi ibu ,kandung kemih setiap
15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan.
C. Askeb II persalinan .selemba medika 2011
Pemantauan Kontraksi, Robekan Jalan Lahir dan Perineum ,
serta Tanda-tanda Vital termasuk Higiene
Pemeriksaan kembali uterus setelah satu sehingga dua menit
untuk memastikan uterus berkontraksi, jika uterus masih belum
berkontraksi dengan baik, ulangi masase fundus uteri. Ajari ibu
dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi
baik.
Laserasi perineum dapat diklafikasi menjadi empat yaitu
sebagai berikut.
1.

Derajat satu: Mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit

2.

Derajat dua: derajat satu+ otot perineum

3.

Derajat tiga: derajat dua + otot sfingter ani

4.

Derajat empat: derajat tiga + dinding depan rectum

2.5

KEBUTUHAN IBU PADA KALA III

A. Askeb II Persalinan,2014
1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau
pendamping.
2.
Penghargaan terhadap proses pengeluaran janin yang
telah dilalui
3.
Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang
dan tindakan apa yang akan dilakukan.
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk
membantu mempercepat kelahiran plasenta, yaitu saat
meneran dan posisi apa yang mendukung untuk pelepasan
plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh
darah dan air ketubuan.
6.

Hidariasi.

B.Askeb II Persalinan,2009
Penatalaksanaan aktif kala III bagi semua ibu
melahirkan yaitu:pemberian oksitosin ,penanganan tali
pusat ,masase uterus setelah segera lahir agar tetap
kontraksi,pemeriksaan rutin ,plasenta dan selaput
ketubannya:pemeriksaan rutin pada vagina dan perineum
untuk mengetahui danya laserasi dan luka,pemberian hidrasi
pada ibu ,pencegahan infeki,dan mencaga privasi.
C. Askeb II persalinan .selemba medika 2011
ibu pada kala ini secara fisik mengalami suatu keadaan yang
lelah setelah prose persalinan, terlebih lagi pada primipara

dimana kala I persalinannya cukup memakan waktu yang


lama.Ibu membutuhkan rasa nyaman dan tenang untuk
istirahat.
D. Asuhan persalinan normal bagi bidan oleh Ai Nuraisah
,SST,dkk
Sebaiknya ibu dan bayi tetap dipantau oleh bidan, sampai
dipastikan ibu dan bayi aman.Kebanyakan ibu merasa tidak
nyaman ingin segera melakukan kebersihan diri.Terutama jika
ibu berada dirumah. Ibu sebaiknya dianjurkan untuk
mengosongkan kandung kemih sebab kandung kemih yang
penuh akan menghalangi kontraksi uterus. Anjurkan ibu makan
dan minum.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebab terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah
kontraksi uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala
dua selesai.Berat plasenta mempermudah terlepasnya selaput
ketuban, yang terkelupas dan dikeluarkan.Tempat perlekatan
plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode
ekspulsi plasenta.Selaput ketuban dikeluarkan dengan
penonjolan bagian ibu atau bagian janin.

Pada kala III, otot uterus (miometrium)berkontraksi mengikuti


penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi
semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam vagina.
Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang
mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat
implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari
tempat implantasinya.
B. Saran

Daftar pustaka

Rukiyah ai yeyeh,S.SIT,MKM,dkk 2009.askeb


persalinan.CV.TRANS INFO MEDIA
Saswita reni ,dkk.2011.askeb persalinan.Jakarta,SELEMBA
MEDIKA
asuhan intrapartum,PUSDIKNAKES-WHO-JHIPIEGO,2003
Nuraisah Ai ,SST, dkk, asuhan persalinan normal,aifo;REFIKA
ADITAMA

Anda mungkin juga menyukai